Anda di halaman 1dari 34

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA MELALUI

PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MENGGUNAKAN TEKS MONOLOG


KELAS VIII SMP NEGERI 10 KENDARI
( PENELITIAN TINDAKAN KELAS )

PURNAMASARI, S.Pd.

NOPES. 18200715710001

UNIVERSITAS HALU OLEO

PROPINSI SULAWESI TENGGARA

TAHUN 2018
DAFTAR ISI

LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 7
1.2 Pertanyaan Penelitian 7
1.3 Tujuan 7
1.4 Manfaat 7
1.5 Hypotesis Penelitian 8
BAB II LANDASAN TEORI 9
2.1 Keterampilan Berbicara / Speaking skill 9
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara 10
2.3 Meningkatkan Keterampilan Berbicara 11
2.4 Pendekatan Saintifik 12
2.5 Teks Monolog Dalam Decrtiptive Text 18
BAB III PENDEKATAN PENELITIAN 21
3.1 Desain 21
3.2 Setting 21
3.3 Subject 22
3.4 Teknik Pengumpulan Data 22
3.5 Analisa Data 23

DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN
Lampiran 1 RPP Kurikulum 2013 Edisi Revisi 2017
Lampiran 2 Bahan Ajar
Lampiran 3 Worksheet/ Lembar Kerja Siswa
Lampiran 4 Lembar Penilaian
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan

rahmatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Penelitian Tindakan Kelas untuk

“MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA MELALUI

PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN MENGGUNAKAN TEKS MONOLOG

KELAS VIII SMP NEGERI 10 KENDARI ”

Penelitian Tindakan Kelas ini di tulis untuk memenuhi prasyarat dalam menyelesaikan

Program Pendidikan Profesi Guru oleh LPTK Universitas Haluoleo. Penulis menghaturkan

banyak terimakasih kepada pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian

Penelitian Tindakan Kelas ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun Penelitian Tindakan Kelas ini masih jauh dari

kesempurnaan namun disisi lain , Penulis berharap pula Penelitian Tindakan Kelas ini dapat

memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan.

Kendari, 22 November 2018

Penulis
BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penelitian dan praktik pembelajaran bahasa Inggris mengelompokan empat macam

keahlian (skill) yaitu mendengarkan ( listening), menulis ( speaking), membaca ( reading) dan

menulis ( speaking). Menurut Brown ( 1980) buku text cenderung berfokus pada satu atau

dua keahlian.

Kurikulum 2013 adalah kurikulum operasional yang dilakspembelajaran oleh masing-

masing satuan pendidikan berdasarkan kompetensi inti serta kompetensi dasar yang

dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum 2013 adalah

penyempurnaan kurikulum sebelumnya yang lebih menekankan kepada standar Isi, Standar

Proses, Standar Peniliaan dan Standar Pengelolaan.

Tujuan Kurikulum 2013 adalah mempersiapkan insan Indonesia untuk memiliki

kemampuan hidup sebagai pribadi dan warganegara yang produktif, kreatif, inovatif, dan

afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan

peradaban dunia. Landasan hukum penyelenggaraan Kurikulum 2013 adalah; Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan

Pendidikan Dasar dan Menengah. Selain itu, termuat pula dalam Peraturan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar

Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam

kompetensi yang terdiri atas Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada setiap

tingkat dan/atau semester. SK-KD untuk setiap mata pelajaran pada setiap tingkat dan semester

disajikan pada lampiran-lampiran Permen-diknas tersebut.


Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

peserta didik,serta merupakan penunjang keberhasilan dalam mempela-jari semua bidang studi.

Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan

budaya orang lain. Selain itu, pembelajaran bahasa juga membantu peserta didik mampu

mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan bahkan mene-

mukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.

BSNP (2006:277) menyatakan bahwa Bahasa Inggris merupakan alat untuk

berkomunikasi secara lisan dan tulis. Berkomunikasi adalah cara memahami dan

mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi,

serta budaya. Kemampuan berkomunikasi dengan Bahasa Inggris dalam pengertian yang utuh

adalah kemam-puan berwacana, yakni kemampuan memahami dan menghasilkan teks lisan dan

tulis yang direalisasikan dalam keterampilan reseptif dan keterampilan produktif. Keterampilan

reseptif meliputi menyimak/mendengarkan (listening) dan membaca (reading), sedangkan

keterampilan produktif meliputi menulis (speaking) dan menulis (speaking). Oleh karena itu,

mata pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan tersebut agar

(lulusan) peserta didik mampu berkomunikasi dan berwacana dalam bahasa Inggris pada tingkat

literasi tertentu.

Tingkat literasi tersebut mencakup performative, functional, informational, dan epistemic.

Pada tingkat performative, peserta didik mampu membaca, menulis, mendengarkan, dan menulis

dengan simbol-simbol yang digunakan. Pada tingkat functional, orang mampu menggunakan

bahasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti membaca surat kabar, manual atau

petunjuk. Pada tingkat informational, orang mampu mengakses pengetahuan dengan kemampuan

berbahasa, sedang-kan pada tingkat epistemic orang mampu mengung-kapkan pengetahuan yang

dimilikinya ke dalam bahasa sasaran (Wells, 1987).


Pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah menengah diharapkan dapat mencapai tingkat

functional, yaitu berkomuni-kasi secara lisan dan tulis untuk menyelesaikan masalah sehari-hari.

Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Inggris di SMP bertujuan agar peserta didik mampu: 1)

mengembangkan kompetensi berkomuni-kasi dalam bentuk lisan dan tulis untuk mencapai

tingkat literasi functional; 2) memiliki kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris

untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global; serta 3) mengembangkan

pemahaman peserta didik tentang keterkaitan antara bahasa dengan budaya (BSNP, 2006:278).

Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Menengah meliputi: 1)

kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau

tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yakni mendengarkan, berbi-cara,

membaca dan menulis secara terpadu untuk mencapai tingkat literasi functional; 2) kemampuan

memahami dan menciptakan berbagai teks fungsional pendek dan monolog serta esai berbentuk

procedure, descriptive, recount, narrative, dan recount.

Tingkat bahan ajar tampak dalam penggunaan kosakata, tata bahasa, dan langkah-langkah

retorika; 3) kompetensi pendukung, yakni kompetensi linguistik (mengguna-kan tata bahasa dan

kosakata, tata bunyi, tata tulis), kompetensi sosio-kultural (menggunakan ungkapan dan tindak

bahasa secara berterima dalam berbagai konteks komunikasi), kompetensi strategi (mengatasi

masalah yang timbul dalam proses komunikasi deng-an berbagai cara agar komunikasi tetap

berlangsung), dan kompetensi pembentuk wacana (menggunakan piranti pembentuk wacana).

Keterampilan berbicara (Speaking skill) merupa-kan kemampuan dasar yang sangat

penting karena untuk menguasai suatu bahasa, harus dimulai secara lisan atau ucapan karena

bahasa lisan merupakan dasar dari penguasaan bahasa. Keterampilan berbicara adalah suatu

keterampilan bahasa yang perlu dikuasai dengan baik. Keterampilan ini merupakan indikator

terpenting bagi keberhasilan siswa terutama dalam belajar Bahasa Inggris. Apabila Keterampilan

berbicara telah dikuasai, siswa cenderung dapat mengkomuni-kasikan ide-ide mereka, baik di
sekolah maupun di luar sekolah dengan penutur asing, serta menjaga hubungan baik dengan

orang lain. Ur (1996) menyata-kan bahwa apabila seseorang menguasai suatu bahasa, secara

intuitif ia mampu menulis dalam bahasa tersebut. Pendapat ini jelas mengindikasikan bahwa

keterampilan membaca dapat mencerminkan seseorang mengetahui suatu bahasa. Selain itu,

keterampilan membaca bisa juga digunakan sebagai suatu media untuk belajar.

Meski demikian, baik menggunakan patokan dalam KTSP ataupun patokan dalam

Kurikulum 2013, peningkatan keterampilan membaca (speaking skill) dalam pembelajaran

Bahasa Inggris di SMP sebenarnya menghadapi kendala-kendala klasik yang cenderung sama.

Kendala tersebut selalu bermuara pada faktor-faktor: 1) guru mata pelajaran sebagai pemateri dan

pengajar; 2) siswa sebagai yang diajar dan penerima materi; 3) kegiatan belajar mengajar sebagai

wadah atau sarana berinteraksi antara guru dengan siswa.

Kendala-kendala tersebut diantaranya adalah: 1) Sebagian besar siswa sulit menggunakan

Bahasa Inggris sebagai alat komunikasi karena guru masih menekankan pembelajaran pada

kaidah-kaidah bahasa, padahal seharusnya lebih menekankan pada aspek Bahasa Inggris sebagai

alat komunikasi; 2) Guru miskin inovasi dan kreativitas, sehingga strategi pembelajaran yang

digunakan cenderung mengguna-kan pendekatan konvensional dan monoton; 3) Guru cenderung

mengajarkan tentang Bahasa Inggris, bukan bagaimana menggunakan Bahasa Inggris, sehingga

monolog dianggap sebagai materi hafalan saja; 4) Kelemahan-kelemahan tersebut menyebabkan

para siswa tidak terlatih melafalkan vocabularies dengan benar; 5) Proses belajar mengajar

kurang menarik, membosankan dan menimbulkan kesan menakutkan bagi siswa; 6) Siswa

kurang mempersiap-kan diri dalam mengikuti pembelajaran; 7) Munculnya egoisme siswa yang

berkemampuan tinggi dan sifat tertutup siswa yang berkemampuan rendah, sehingga tidak terjadi

sharing antar siswa; 8) Siswa cenderung kurang berminat, kurang termotivasi dan malas dalam

berlatih speaking, sehingga aktivitas belajar mereka cenderung rendah; 9) Siswa dan sebagian

dari guru beranggapan bahwa kemampuan reading, listening dan speaking jauh lebih penting;
10) Ada beberapa guru yang beranggapan bahwa pembelajaran speaking dan speaking cenderung

lebih sulit dan kompleks karena mereka harus merancang rubrik penilaian.

Peneliti berkomitmen untuk memperbaiki strategi pembelajaran Bahasa Inggris demi

meningkatkan speaking skill dan hasil belajar siswa Kelas X, khususnya materi recount text.

Berdasarkan program semester (promes) dan SK-KD Bahasa Inggris Kelas X, pada semester

genap terdapat beberapa Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang masih

mengkorelasikan kemampuan listening, speaking, reading serta speaking, dengan materi

recounttext. Secara spesifik, sinergi antara aspek menulis (speaking) dengan materi recount text

terdapat pada KD 3.7 dengan KD 4.7.

Sehubungan dengan itu, peneliti memformu-lasikan suatu pendekatan pembelajaran aktif

dengan teknik tertentu yang dapat memenuhi ekspektasi dan target, baik secara akademis maupun

dalam rangka melakspembelajaran penelitian tindakan kelas. Pendekatan yang dipilih tidak saja

memiliki relevansi dengan sistem yang berlaku di dalam , tetapi juga kompatibel dengan

peningkatan keterampilan membaca (speaking skill). Pendekatan yang dimaksud adalah

pendekatan saintifik yang cocok dengan pembelajaran abad 21 sebab menekankan pada 4C

creativity, Critical thinking, communicative ,dan collaborative, dengan pendekatan pembelajaran

menggunakan text monolog sebagai optimalisasi tindakan kelas serta pendalaman terhadap

karakteristik pembelajaran speaking.

Monolog adalah adalah pembelajaran menunjuk pada kegiatan atau aktivitas siswa

dalam keterampilan berbicara dengan menggunakan teks sederhana. Prosedur monolog,

pertama siswa diminta melihat gambar yang disertai teks, kemudian siswa mendengarkan

teks monolog tersebut, mengulang setelah guru mengucap, terakhir siswa melakukan

monolog sendiri di depan kelas. Disitulah guru mengambil peran dalam melakukan penilaian

keterampilan berbicara, dengan menggunakan dua jenis lembar penilaian, penilaian

keterampilan berbicara dan penilaian monolog.S


Di dalam standar kompetensi bahasa Inggris SMP memiliki beberapa wacana, salah

satu wacana  untuk kelas VIII adalah monolog descriptive sederhana. Berikut ini adalah salah

satu standar kompetensi keterampilan berbicara yaitu: “Mengungkapkan makna dalam

monolog pendek sangat sederhana dengan menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat,

lancar, dan berterima  untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat dalam teks berbentuk

descriptive dan procedure.” (Standar isi, 2006; 4). Terdapat dua monolog dalam standar

kompetensi pada keterampilan berbicara di atas, yaitu monolog descriptive dan procedure,

wacana yang dipilih oleh penulis adalah monolog descriptive karena monolog descriptive

struktur tatabahasa yang digunakan wacana ini lebih sederhana dalam melakukan monolog.

1.2 PERTANYAAN PENELITIAN

Dapatkah Teks monolog meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VIII

SMP Negeri 10 Kendari

1.3 TUJUAN

Teks monolog meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VIII SMP Negeri

10 Kendari

1.4 MANFAAT

Untuk Pihak Sekolah:

1. Dapat memberikan dukungan dan kontribusi nyata terhadap berbagai upaya

pengembangan lebih lanjut.

3. Dapat meningkatkan KKM


Untuk Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris:

1. Dapat bersinergi dengan pihak sekolah dalam memberikan dukungan dan kontribusi

nyata terhadap berbagai upaya pengembangan lebih lanjut.

3. Dapat bereksperimen lebih mendalam dengan malaukan monolog, khususnya

berhubungan dengan keterampilan reseptif dan produktif.

4. Guru mitra yang dapat menggunakan perangkat dan pendekatan pembelajaran ini,

sebaiknya sebelum menggunakannya, terlebih dahulu melakukan simulasi dan selalu

berkonsultasi dengan peneliti, sehingga kekurangan yang terjadi dapat teratasi sebelum

menerapkannya di kelas.

Untuk Siswa:

1. Dapat lebih terbuka dalam mengapresiasi pendekatan pembelajaran yang terkesan baru,

serta berkontribusi positif dalam penerapannya.

2. Dapat mencoba hal-hal baru demi mening-katkan kualitas belajar.

3. Dapat terus mengasah kemampuan berbicara (speaking skill).

4. Dapat meningkatkan keterampilan berbicara melalui monolog

1.5 HYPOTESIS PENELITIAN

Dengan melakukan monolog dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa pada

pelajaran bahasa inggris kelas VIII SMPN 10 Kendari melalui pendekatan saintifik.
BAB II LANDASAN TEORI

2.1 KETERAMPILAN BERBICARA

Berbicara merupakan proses berbahasa lisan untuk mengekspresikan pikiran dan

perasaan, mereflesikan pengalaman, dan berbagi informasi (Ellis, 1989). Ide merupakan

esensi dari apa yang kita bicarakan dan kata-kata merupakan untuk mengekspresikannya.

Berbicara merupakan proses yang kompleks karena melibatkan berpikir, bahasa, dan

keterampiulan sosial.

Oleh karena itu, kemampuan berbahasa lisan merupakandasar utama dari pengajaran

bahasa karena kemampuan berbahasa lisan (1) merupakan mode ekspresi yang digunakan, (2)

merupakan bentuk kemampuan peertama yang biasanya dipelajari pembelajar-pembelajar, (3)

merupakan tipe kemampuan berbahasa yang paling umum dipakai. Dari 2796 bahasa didunia,

semuanya memiliki bentuk bahasa lisan, tetapi hanya 153 yang mengembangkan bahasa

tulisnya (Stewig, 1983).

Para pakar mendefinisikan kemampuan berbicara secara berbeda-beda. Tarigan 1985)

menyebutkan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau

kata-kata yang mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan

perasaan. Batasan ini diperluas sehingga berbicara merupakan sistem tanda-tanda yang dapat

didengar (audioble) yang terlihat (fisible).

Berbicara merupakan bentuk prilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik,

psikologis, neurologis, semantik dan linguistik. Pada saat berbicara seseorang

memeanfaatkan faktor fisik, yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ

tubuh lain seperti kepala, tangan dan roman muka pun dimanfaatkan dalam berbicara.

Stabilitas emosi, misalnya tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas suara yang dihasilkan

oleh alat ucap tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan.
Berbicara juga tidak terlepas dari faktor neurologis, yaitu jaringan saraf yang

menghubungkan ottak kecil dengan mulut, telinga, dan organ tubuh lain yang ikut dalam

aktivitas berbicara. Begitu pula faktor semantik yang berhubungan dengan makna, dan faktor

linguistik yang berkaitan dengan struktur bahasa selalu berperan dalan kegiatan berbicara.

Bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan kata-kata harus disususn menurut aturan tertentu

agar bermakna.

Berbicara merupakan tuntunan kebutuhan manusia sebaagai mahluk sosial sehingga

dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Steward dan Kenner Zimmer (Depdikbud,

1984/85:8) memandang kebutuhan akan komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu

yang esensial untuk mencapai keberhasilan dalam setiap individu, baik aktifitas individu

maupun kelompok. Kemampuan berbicara sangat dibutuhkan dalam berbagai kehidupan

keseharian kita. Oleh karena itu, kemampuanini perlu dilatihkan secara rekursif sejak jenjang

pendidikan sekkolah dasar.

Proses berbicara

Dalam proses belajar berbahasa disekolah, pembelajar-pembelajar mengembangkan

kemampuan secara vertikal tidak hanya horizontal. Maksudnya, mereka sudah dapat

mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum lengkap secara strukturnya menjadi

benar, pilihan katanya semakain tepat, kalimat-kalimatnya semakin bervarias, dan

sebagainya. Dengan kata lain, perkembangan tersebut tidak secara horizontal mulai dari

fonem, kata, frase, kalimat, dan wacana seperti halnya jenis tataran linguistik.

Bentuk aktivitas yang dapat dilakukan di dalam kelas untuk meningkatkan

kemampuan berbahasa lisan siswa antara lain : memberikan pendapat atau tanggapan pribadi,

berrcerita, menggambaarkan orang atau barang, menggambarkan posisi, menggambarkan

proses, memberikan penyjelasan, menyampaikan atau mendukung argumenttasi.

Aspek yang mempengaruhi kemampuan berbicara


Dalam rangka pembinaan keterampilan berbicara, hal yang perlu mendapat perhatian

guru dalam keefektifan berbicara menurut Arsyad ada dua aspek, yakni : aspek kebahasaan

mencakup : (a) lafal, (b) intonasi, tekanan, dan ritme, dan (c) penggunaan kata dan kalimat,

dan aspek non-kebahasaan yang mencakup : (a) kenyaringan suara, (b) kelancaran, (c) sikap

berbicara, (d) gerak dan mimik, (e) penalaran, (f) santun berbicara.

Jalongo (1992) menyatakan pendapatnya bahwa dalam praktek berbahsa baik dalam

bentuk reseptif maupun produktif/ekspresif komponen kebahasaan akan selalu muncul.

Komponen kebahasaan tersebut adalah : (a) fonologi, (b) sintaksis, (c) semantik, ddan (d0

pragmatik.

Berkaitan dengan kemampuan fonologis pembelajar di tuntut untuk menguasai sistem

bunyi. Tingkah laku yang tampak pada pembelajar adalah pemahaman serta pemproduksian

bunyi-bunyi lingual, seperti tekanan, nada, kesenyapan, atau ciri-ciri prosodi yang lain.

Komponen sintaksis menurut penguasaan gramatikal. Tingkah laku sintatik padda diri

pembelajar adalah pengenalan struktur ucapan, serta pemproduksian kecepatan struktur

ujaran.

Komponen semantik berkaitan dengan penguasaan sisteem makna. Tingkah laku

semantik pada diri pembelajar adalah pemahaman akan makna, sedangkan produksinyaa

berupa ujaran yang bermakna. Sedangkan komponen pragmatikmenurut pembelajar akan

sistem interaksi sosial makna. Tingkah laku pragmatik yang tampak paada diri pembelajar

adalah pemahaman terhadap implikasi sosial dari suatu ujaran. Produksinya berupaa ujaran-

ujaran yang sesuai denagn situasi sosial, situasi sosial itu berhubungan dengan : (a) siapa

yang berbicara, (b) dengan siapa berbiccara, (c) apa yang dibicarakan, (d) bagaimana

membicarakan, (e) kapan dan dimana dibicarakan, (f) menggunakan media apa dalam

membicarakan (Hymes,1971).
Dari aspek kebahasaan dan non-kebahasaan yang telah disebutkan diatas, guru dapat

mengefektifkan penggunaaan serta mengontrol kesalahan yang terjadi pada siswa.sehingga

siswea dalam melakspembelajaran tindakan berbicara dapat menghindari kesalahan-

kesalahan yang mungkin terjadi.

Hubungan menyimak dengan berbicara

Menyimak dan berbicara merupakankegiatan komunikasi dua arah yang langsung,

merupakan komunikasi tatap muka (Brooks, 1964:134). Keterkaitan antara berbicara dan

menyimak tersebut dapat terlihat pada hal-hal berikut.

a. Ujaran (speech) biasanya dipelajari dari menyimak dan meniru (imitasi0; oleh karena iitu,

model atau contoh yang di simak atau di rekam oleh sang pembelajar penting dalam

penguasaan serta kecakapan berbicara.

b. Kata-kata yang akan dipakai dan dipelajjari oleh sang pembelajar biasanya ditentukan

oleh perangsang (stimulus) yang ditemuinya.

c. Ujaran sang pembelajar mencermikan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat

tempatnya hidup; hal ini terlihat nyata dalam ucapan, intonasi, kosa kata, penggunaan

kata-kata, dan pola-pola kalimat

d. Pembelajar yang masih kecil lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih

panjang dan rumit dari pada kalimat yang diucapkannya.

Dengan demikian, meningkatkan keterampilan meenyimak berartipula membantu

meningkatkan kualitas berbicara seseorang.

2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERAMPILAN

BERBICARA
Bahasa adalah suatu sistem yang mengutarakan dan melaporkan apa yang terjadi pada

sistem saraf. Bahasa adalah satu sistem dari lambang bunyi aribiter (tidak ada hubungan

antara lambang bunyi dengan bendanya) yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai

oleh masyarakat untuk berkomunikasi, kerjasama, dan identifikasi diri.

Bahasa lisan merupakan bahasa primer sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa

sekunder. Bahasa lisan lebih mampu memberikan gambaran dan perasaan yang dimaksud

karena dalam bahasa lisan ketepatan penggunaan tinggi rendahnya nada, bahasa wajah, dan

gerak tubuh bersatu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan (Shufiyah, 2015). Bahasa

merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk menyampaikan sesuatu kepada

orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara bisa dipahami dan dimengerti oleh

pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang diungkapkan (Rizky, 2012). Sedangkan

Chaer dan Agustina (dalam Rizky, 2012) fungsi utama bahasa adalah sebagai alat

komunikasi. Hal ini sejalan dengan Soeparno (dalam Rizky, 2012) yang menyatakan bahwa

fungsi umum bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial.

Berdasarkan pengertian bahasa menurut para ahli di atas, maka bahasa merupakan

segala bentuk komunikasi di mana pikiran dan perasaan scseorang disimbolisasikan agar

dapat mcnyampaikan arti kepada orang lain. B. Berbicara Menurut Tarigan (Ahmad, 2014)

Berbicara adalah kemampuan dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi untuk

mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Di

dalam kegiatan berbicara terdapat lima unsur yang terlibat yaitu: Pembicara, Isi pembicaraan,

Saluran, Penyimak (pendengar), dan Tanggapan dari penyimak. Menurut Hurlock (dalam

Azizah, 2013) belajar berbicara mencakup tiga proses

terpisah, tetapi saling berhubungan satu sama lain, yaitu mengucapkan kata, membangun

kosakata, dan membentuk kalimat. Sedangkan Aini, 2013 mengatakan Berbicara merupakan

ketrampilan berbahasa yang bertujuan untuk mengungkapkan ide, gagasan, serta perasaan
secara lisan sebagai proses komunikasi kepada orang lain. Menurut Sabarti Akhadiah, dkk

(Anggraini, 2015) kegiatan berbicara senantiasa diikuti kegiatan menyimak, keterampilan

berbicara menunjang keterampilan menulis dan kegiatan berbicara juga berhubungan erat

dengan kegiatan membaca. Seseorang yang memiliki keterampilan menyimak dengan baik

biasanya akan menjadi pembicara yang baik pula. Pembicara yang baik akan berusaha agar

penyimaknya dengan dapat menangkap isi dari pembicaraan.

Konsep dasar berbicara sebagai sarana berkomunikasi mencakup sembilan hal.

Kesembilan bagian tersebut sebagai berikut: 1. Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan

yang respirokal 2. Berbicara adalah proses individu berkomunikasi 3. Berbicara adalah

ekspresi kreatif 4. Berbicara adalah tingkah laku 5. Berbicara adalah tingkah laku yang

dipelajari 6. Berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman 7. Berbicara adalah sarana

memperlancar cakrawala 8. Kemampuan linguistikdan lingkunganberkaitan erat 9. Berbicara

adalah pancaran pribadi Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa berbicara adalah proses penyampaian informasi, pikiran, gagasan dan perasaan secara

lisan seseorang terhadap lawan bicara (penyimak).

Kemampuan berbicara merupakan pengungkapan diri secara lisan. Unsur-unsur

kebahasaan yang dapat menunjang keterampilan berbicara diungkapkan oleh Djiwandono

(dalam Azizah, 2013) yaitu unsur kebahasaan, unsur nonkebahasaan, dan unsur isi.

Unsur kebahasaan meliputi: (1) Pengucapan lafal yang jelas, (2) Penerapan

intonasiyangwajar,(3)Pilihankata,(4)Penerapan struktur/susunan kalimat yang jelas. Unsur

nonkebahasaan meliputi: kebenaran, kelancaran, dan ekspresi. Sedangkan unsur isi yaitu

Unsur yang dalam pembicaraan merupakan bagian yang lebih penting. Tanpa isi yang

diidentifikasi secara jelas, pesan yang ingin disampaikan melalui kegiatan berbicara tidak

akan tersampaikan secara jelas pula, dalam aspek isi dari berbicara terdiri dari kerincian dan
kejelasan dalam menyampaikan isi dari pembicaraan. Pendapat lain menjelaskan tentang

aspek-aspek yang dinilai dalam keterampilan berbicara yaitu, (1) vocal; (2) lafal; (3) intonasi;

(4) diksi; (5) keefektifan kalimat; (6) keruntutan cerita; (7) kepadatan cerita; (8) kelancaran;

dan (9) penampilan. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa dalam aspek-aspek berbicara terdapat vocal, intonasi yang jelas, pemilihan kata yang

sesuai, keberanian dalam berbicara dan isi dari apa yang disampaikan pembicara harus rinci

dan jelas.

2.3 MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA

Ellis, Standal, pennau dan Rummel (1989) kegiatan yang dapat memberiakan

kesempatan kepada pembelajar untuk berlatih menggunakan bahasa lisan antara lain

diskusi,pelaporan, pengisahan cerita, paduan suara, drama, improvusasi, dan kegiatan

komunikasi lisan yang lainnya.

Tompkins dan Hoskisson (1991) membagi kegiatan berbahasa lisan sebagai berikut :

a. Kegiatan berbicara informal, meliputi percakaapan, menunjuk dan menceritakan, serta


diskusi.
b. Krgiatan berbicara interpretative meliputi, pengisahan cerita dan pembacaan drama.
c. Kegiatan yang lebih formal meliputi laporan lisan, wawancara dan debat.
d. Kegiatan dramatic, meliputi bermain drama, bermain peran, bermain boneka tangan,
penulisan naskah dan produksi teater, dan sebagainya.

Adapun cara mengembangkan kemampuan berbicara siswa dapat dilakukan dengan :

a)      Menggali minat siswa

b)      Melatih kefasiahn dan kejelasan berbicara

c)      Kecakapan menyimak

d)     Mendiagnosa keadaan siswa

e)      Masalah suara (Suryanto, 1987)


Pailine Gibbons (1993) menyarankan bahwa untuk mengembangkan bahasa lisan

siswa, guru harus mengusahakan kelas yang interaktif. Dalam kelas interaktif tersebut

terdapat aktiviatas yang menuntut pembelajar untuk berpartisipasi serta menggunakan

kemampuan, pengalaman serta pengetahuannya.

Pelaporan

Laporan lisan merupakan suatu cara untuk mendorong pembelajar supaya mampu

mengungkapkan apa yang ingin disampaikan kepada orang lain. Wujud laporan itu dapat

berupa informasi, deskripsi, keyakinan, dan penjelasan, winiasih (1996).

Gibbons (1993) menyarankan kegiatan yang dapat mendukung aktivitas berbicara

dalam pelaporan berupa informasi, yaitu dengan menceritakan kembali pengalaman pribadi.

Wujud laporan yang berupa deskripsi ia sarankan dengan mendeskripsikan orang atau barang

serta posisinya, misalnya denga permainan haling rintang. Wujud pelaporan yang berupa

“meyakinkan orang lain” disarankan menggunakan aktivitas menyampaikan dan mendukung

argumentasi. Hal itu dapat dilakukan dengan mengadakan aktivitas permainan pulau terpencil

atau permainan hadiah. Sedangkan yang berupa penjelasan ia menyarankan adanya aktivitas

permainan kelompok.

Diskusi

Diskusi kelas atau kelompok kecil dapat dilakukan setiap hari. Diskusi dapat

digunakan untuk merencpembelajaran, menyampaikan dan menggali masalah serta

mengenbangkan ekpresi verbal. Dalam diskusi yang anggotanya kecil sangat efektif untuk

mendorong kemampuan berbicara siswa. Siswa secara bebas dapat mengungkapkan gagsan

serta mereka berani mengambil resiko kesalahan untuk mengemukakan pendapat walaupun

tidak lengkap. Mereka dapat memainkan peran yang beragam dalam diskusi yang anggotanya

kecil. Hal tersebut disebabkan bahasa yang digunakan informal, dan anggotanya hanya 3-5

orang.
Diskusi kelompok kecil dapat diorganisasikan untuk membicarakan berbagai topik.

Moffect (1968) mengajukan tiga jenis topic diskusi, yakni : topic bilangan, kronologi, dan

topic perbandingan.

1)      Topik bilangan, baik untuk memperkenalkan pembelajar pada butir-butir dan

katagori tertentu, misalnya jenis binatang, tumbuhan, transportasi, mata pencaharian

dan sebagainya.

2)      Topik kronologi, memperkenalkan pembelajar pada urutan kejadian atau peristiwa.

Misalnya menyusun rencana karya wisata, mendiskusikan peristiwa kecelakaan,

melakukan dan mengorganisasikan eksperimen karya ilmiah dan sebagainya.

3)      Topik perbandingan, memperkenalkan pembelajar pada perbandingan berbagai hal,

misalnya membandingkan keindahan bunga, binaatang dan alat-alat rumah tangga.

Perbandingan tersebut menyangkut persamaan dan perbedaan benda, barang atau hal.

Dalam melakspembelajaran diskusi, pembelajar-pembelajar memerlukan panduan dari guru.

Untuk pertama kalinya pembelajar dapat melakukan diskusi, guru memandu. Mereka perlu

mengenal struktur percakapan dan memerlukan berbagai kesempatan untuk memperoleh

keterampilan diskusi. Coody mengemukakan garis besar panduan diskusi untuk pembelajar-

pembelajar.

1)      Siswa perlu memiliki pengetahuan tentang topic.

2)      Guru atau siswa membuka topic dengan membuat pertanyaan pembukaan.

3)      Tanggung jawab guru untuk mengelola diskusi dengan cara mengatur pertanyaan dan

mendorong partisipasi.

4)      Pada waktu tertentu guru dapat menyuruh siswa menjelaskan dan memperluas gagasan.

5)      Guru perlu menggambarkan pemikiran dan informasi semua segi persoalan melalui

pertanyaan. Guru harus netral.

6)      Guru tetap mempunyai peranan dalam mendiskusikan topic.


7)      Guru harus memberikan cukup waktu kepada siswanya untuk menjawab. Siswa perlu

waktu untuk berpikir, menganalisis, dan merangkai informasi sebelum mereka

berbicara. Penelitian menunjukan bahwa semakin lama waktu tunggu untuk

menjawab, menunjukan tingkat berpikir pembelajar.

8)      Guru perlu mendorong partisipasi pembelajar yang kurang berbicara.

9)      Pada awal simpulan butir-butir utama dilakukan oleh guru, tetapi selanjutnya dilakukan

siswa.

Menceritakan Kembali atau Reproduksi Cerita dengan Bahasa Sendiri

Reproduksi cerita dapat dimulai dari guru atau menunjuk salah satu siswa untuk

membacakan suatu cerita di depan kelas. Siswa yang ada di dalam kelas disuruh menyimak,

dan setelah selesai dibacakan siswa yang lain disuruh menceritakan kembali dengan

menggunakan bahasanya sendiri. Tujuan aktivitas ini untuk melatih siswa menggunakan

bahasa dan kata-kata sendiri dalam berbicara.

Apabila cara tersebut masih mengalami hambatan, maka guru dapat memberikan

bimbingan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada cerita tersebut.

Dengan pertanyaan-pertanyaan iti kemungkinan siswa kan teringat kembali sesuatu yang

trasa hilang. Hal ini akan membuat senang siswa karena mendapat bibmbingan dari guru

untuk mendapatkan kembali sesuatu yang hilang tersebut.

Paduan Suara (Choral Speaking)

Paduan suara mengacu pada sekelompok pembelajar yang menyuarakan suatu bagian

dari karya sastra secara bersama-sama. Keuntungan dari paduan suara ini adalah

meningkatkan efektivitas ungkapan lisan, menambah minat pembelajar pada sastra, dan

meningkatkan kesenangan pembelajar.


Selain itu paduan suara juga merupakan teknik yang baik untuk membangun rasa

percaya diri. Saat mereka menyarakan bersama-sama dengan teman, pembelajar-pembelajar

tidak merasa takut atau rendah diri, bahkan mereka mungkin akan merasa senang.

Improvisasi

Improvisasi ini digunakan untuk melatih berbicara, mengembangkan imajinasi dan

menentukan makna. Karena improvisasi adalah permainan tanpa naskah, dari hal yang

sederhana, diberi konflik, perwatakan, suasan dan emosi. Misalnya improvisasi orang yang

senang.

Kegiatan Komunikasi Lisan yang Lain

Kegiatan komunikasi yang lain dapat mendorong aktivitas berbicara siswa, yaitu

membawakan acara, member petunjuk, menggunakan telepon, mengadakan wawancara,

bermain drama, bermain peran, seminar, memperkenalkan diri, menyampaikan komentar,

menyanggah atau mempertahankan pendapat, menolak permintaan dan lain-lain.

Pengalaman-pengalaman latihan itu akan mengarahkan siswa pada kemahiran berbicara.

Keterampilan berbicara perlu dimiliki seorang siswa, agar dapat berkomunikasi

dengan lingkungannya. Karena bila tidak, ia akan meras terkucil dari lingkungannya. Begitu

pentingnya peranan berbicara secara eqfektif maka siswa perlu mendapat pembinaan.

Pembinaan keteramoilan berbicara di sekolah perlu memperhatikan beberapa aspek, yakni

aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan.

Suasana interaktif dibutuhkan dalam membina keterampilan berbicara. Suasana

tersebut memungkinkan adanya interaksi yang terjadi antara guru-siswa, siswa-guru, dan

siswa-siswa. Respon guru dibutuhkan dalam interaksi ini, sehingga timbul dorongan percaya

diri pada pembelajar untuk berbicara.

Selain kegiatan pelaporan, diskusi, reproduksi cerita, paduan suara, improvisasi, dan

komunikasi lisan yang lain, interaksi yang dapat mendukung kemahiran berbicara antara lain
kegiatan berikut. Adapun strategi lain yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan

kemampuan berbicara siswa antara lain sebagai berikut :

1)      Ulang – Ucap

Model ucapan adalah suara guru atau rekaman suara guru. Model ucapan yang

diperdengarkan kepada siswa harus dipersiapkan dengan teliti. Suara guru harus jelas,

intonasinya tepat, dan kecepatan berbicara normal.

2)      Lihat – Ucap

Guru memperlihatkan kepada siswa benda tertentu kemudian siswa menyebutkan nama

benda tersebut. Benda-benda yang diperlihatkan dipilih dengan cermat oleh guru disesuaikan

dengan lingkungan siswa. Bila bendanya tidak ada atau tidak memungkinkan dibawa ke

dalam kelas, benda tersebut digantikan oleh tiruannya atau gambarnya.

3)      Memerikan

Memerikan berarti menjelaskan, menerangkan, melukiskan atau mendeskripsikan sesuatu.

Siswa disuruh memperhatikan sesuatu benda atau gambar benda, kesibukan lalu lintas,

melihat pemandangan atau gambarnya dengan teliti. Kemudian siswa diminta menjelaskan

atau memeriksa apa yang telah dilihatnya secara lisan.

4)      Menjawab Pertanyaan

Siswa yang susah atau malu berbicara, dapat dipancing untuk berbicara dengan menjawab

sejumlah pertanyaan mengenai dirinya misalnya mengenai nama, usia, tempat tinggal,

pekerjaan orang tua.

5)      Bertanya

Melalui pertanyaan, siswa dapat menyatakan keingintahuannya terhadap sesuatu hal. Tingkat

atau jenjang pertanyaan yang diutarakan melambangkan tingkat kedewasaan siswa. Melalui

pertanyaan-pertanyaan yang sistematis siswa dapat menemukan yang diinginkannya.

6)      Pertanyaan Menggali


Salah satu cara membuat banyak berbicara ialah pertanyaan menggali. Jenis pertanyaan

merangsang siswa banyak berfikir. Di samping memancing siswa berbicara, pertanyaan

menggali juga dapat digunakan untuk menilai kedalaman dankeluasan pemahaman sisewa

terhadap suatu masalah.

7)      Melanjutkan Cerita

Dua, tiga, empat orang siswa bersama-sama menyusun cerita secara spontan. Kadang-kadang

guru boleh juga terlibat dalam kegiatan ini, misalnya guru mengawali cerita, dan cerita itu

dilanjutkan siswa kedua, ketiga dan diakhiri oleh siswa berikutnya.

8)      Menceritakan Kembali

Guru mempersiapkan bahan bacaan, siswa membaca bahan itu dengan seksama. Kemudian

guru meminta siswa menceritakan kembali isi cerita dengan kata-katanya sendiri.

9)      Percakapan

Percakapan adalah pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topic antara dua atau

lebih pembicara. Dalam percakapan ada dua kegiatan, yakni menyimak dan berbicara silih

berganti. Suasana dalam percakapan biasanya akrab, spontan dan wajar.

10)  Para frase

Prafase berarti alih bentuk, misalnya memprosakan puisi atau sebaliknya mempuisikan prosa.

Di sekolah kegiatan memprosakan puisi sering dilakukan daripada mempuisikan prosa.

11)  Reka Cerita Gambar

Sebuah gambar atau rangkaian beberapa gambar merupakan sarana ampuh untuk memancing,

mendorong atau memotivasi seorang siswa berbicara. Penghayatan atau pemahaman terhadap

suatu gambar atau seri gambar akan berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lainnya.

12)  Bercerita
Kegiatan bercerita menuntun siswa kearah pembicaraan siswa yang lebih baik. Lancar

bercerita berarti lancer berbicara. Dalam bercerita siswa dilatih berbicara jelas, intonasi yang

tepat, urutan kata sistematis, menguasai masa mendengarkan dan berperilaku menarik.

13)  Memberi Petunjuk

Memberi petunjuk mengerjakan sesuatu, petunjuk mengenai arah atau letak sesuatu tempat

menuntut sejumlah persyaratan. Petunjuk harus jelas, singkat dan tepat. Siswa yang sering

berlatih member petunjuk secara lisan, akan mendapat keuntungan keterampilan berbicara.

14)  Melaporkan

Melaporkan berarti menyampaikan gambaran, lukisan atau peristiwa terjadinya sesuatu hal.

Hal yang dilaporkan daapt berwujud bermacam-macam, misalnya pertandingan olahraga.

15)  Bermain Peran

Dalam bermain peran, siswa bertindak, berlaku dan berbahasa seperti orang yang

diperankannya. Dari segi bahasa, berarti siswa harus mengenal dan dapat menggunakan

ragam-ragam bahasa.

16)  Wawancara

Wawancara adalah percakapan dalam bentuk Tanya jawab, pewawancara biasanya wartawan

atau penyiar radio atau televise. Orang yang diwawancara adalah orang yang berprestasi, ahli

atau istimewa. Melalui kegiatan latihan wawancara siswa dapat mengembangkan

keterampilan berbicaranya.

17)  Diskusi

Diskusi adalah proses perlibatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan

tatap muka, mengenai tujuan yang sudah dicapai melalui tukar pendapat. Diskusi merupakan

sarana yang ampuh bagi pengembanagan keterampilan berbicara. Berlatih didkusi berarti

berlatih berbicara.

18)  Bertelepon
Bertelepon adalah percakapan anatara pribadi dalam jarak jauh. Komunikasi ini sejenis

komunikasi lisan jarak jauh. Ciri khas bertelepon ialah berbicara jelas, singkat dan lugas.

19)  Dramatisasi

Dramatisasi atau bermain drama adalah mementaskan lakon atau cerita. Biasanya cerita yang

dilakonkan sudah dalam bentuk drama. Melalui dramatisasi siswa dilatih mengekspresikan

perasaan dan pikirannya dalam bentuk bahasa lisan.

Pengecekan kemampuan berbicara siswa dilakukan dengan mengacu pada kompetensi

dasar sebagaimana ditetapkan dalam kurikulum. Adapun bentuk evaluasi yang dilakukan

sebaiknya lebih kontekstual melalui pemberian tes. Bentuk tes yang tepat dipilih guru antara

lain tes tes performasi (performance test).

2.4 PENDEKATAN SAINTIFIK

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang

sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip

melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),

merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan

berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep,

hukum atau prinsip yang “ditemukan” (Kurinasih, 2014:29) .

Pendekatan saintifik dimaksudkan memberikan pemahaman kepada peserta didik

dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa

informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada infromasi searah

guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk

mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi dan

bukan hanya diberi tahu.


 Karakteristik Pendekatan Saintifik

Dalam Kurinasih (2014)  disebut pembelajaran dengan pendekatan saintifik memilik

karakteristik sebagai berikut.

1. berpusat pada siswa;

2. melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum, dan

prinsip;

3. melibatkan proses-prose kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan

intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa;

4. dapat mengembangkan karakter siswa.

Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didsarkan pada keunggulan pendekatan

tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.

1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat

tinggi siswa;

2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara

sistematik;

3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan

suatu kebutuhan;

4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi;

5. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide khususnya dalam menulis

artikel ilmiah;

6. Untuk mengembangkan karakter siswa.


Prinsip-Prinsip Pendekatan Saintifik

Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran berpusat pada siswa;

2. Pembelajaran membentuk student”s self concept;

3. Pembelajaran terhindar dari verbalisme;

4. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan

mengakomodasikan konsep, hukum, dan prisip;

5. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa;

6. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru;

7. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi;

8. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa

dalam struktur kognItifnya.

2.5 TEKS MONOLOG DALAM DESCRIPTIVE TEKS

Dalam bahasa Inggris terdapat beberapa types of text atau yang biasa disebut

dengan Genre. Klasifikasi Genre dalam bahasa Inggris dipengaruhi oleh beberapa hal,

diantaranya: tujuan penulis menuliskan teks tersebut, fungsi dari teks tersebut, struktur

kebahasaan (Generic Structure) yang dipakai, ciri-ciri bahasa apa yang digunakan dalam

teks tersebut (Language Features).

English Types of Text dipelajari sebagai materi pembelajaran utama dalam mata

pelajaran bahasa Inggris untuk sekolah menengah. Kebanyakan ketika mempelajari

English Types of Text dihabiskan untuk membahas Generic Structure dan Language

Features yang digunakan sebagai bahan menyusun sebuah teks. Generic structure dan

Language Features inilah yang menjadi pembeda di setiap jenis teks bahasa Inggris yang
ada. Terdapat 13 jenis teks dalam bahasa Inggris yaitu dimulai dari Narrative Text,

Recount Text, Procedure Text, Report Text, Analyticl Exposition Text, Hortatory

Exposition Text, Explanation Text, Descriptive Text, Discussion Text, News Item Text,

Review Text, Anecdote Text, Spoof Text. Tetapi pada dasarnya teks dalam bahasa Inggris

dibagi menjadi 3 jenis teks utama, yaitu:

1. Narration

Jenis teks yang termasuk kedalam kelompok Narrative Text adalah Narrative Text,

Recount Text, Anecdote Text dan News Items Text. Semua jenis tersebut di atas tergolong

ke dalam narrative text yang mana berfungsi untuk menceritakan sebuah peristiwa dan

menginformasikan kepada pembaca tentang suatu peristiwa.

2. Description

Jenis teks yang termasuk ke dalam kelompok Descriptive Text adalah Report Text,

Descriptive Text dan Explanation Text. Jenis teks ini lebih menekankan pada

penggambaran sesuatu dan cenderung menggunakan kata-kata yang mengandung arti

mendeskripsikan.

3. Argumentation

Jenis teks yang termasuk ke dalam kelompok Argumentative Text adalah Analytical

Exposition Text, Hortatory Exposition Text, dan Discussion Text. Jenis teks ini

menekankan kepada alasan untuk mendukung atau mematahkan anggapan atau fenomena

yang terjadi.

Seperti yang telah disebutkan di atas, decriptive text adalah salah satu dari 13 jenis

teks bahasa Inggris (genre). Pada SK Berbicara poin 4, teks ini merupakan salah satu teks

yang digunakan untuk mengungkapkan makna teks fungsional pendek dan teks monolog

sederhana dalam konteks kehidupan sehari-hari. Jenis teks ini menggunakan descriptive text

ini adalah suatu teks yang menjelaskan atau mendeskripsikan orang orang, binatang atau
suatu benda baik bentuknya, sifat-sifatnya, jumlahnya dan lain-lain. Tujuan dari descriptive

text adalah untuk menjelaskan, menggambarkan atau mengungkapkan seseorang atau suatu

benda.

Adapun ciri-ciri teks ini adalah kata kerja yang digunakan yaitu attribute verb, seperti be (am,

is, are). Tense yang digunakan yaitu simple present tense dan hanya fokus pada satu objek

tersebut. Sedangkan generic strukture yang digunakan test ini terdiri atas 1) Identification

(identifikasi) adalah pendahuluan, berupa gambaran umum tentang suatu topik.2)

Description (deskripsi) adalah berisi ciri-ciri khusus yang dimiliki benda, tempat, atau orang

yang dideskripsikan. Misalnya sifat-sifat, tsmpilan fisik, dan hal lain yang dituliskan dengan

spesifik.
BAB III PENDEKATAN PENELITIAN

3.1 DESAIN

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang

dilaksana-kan sesuai dengan prinsip prosedur penelitian dari Kemmis & Taggart (1988), yaitu:

kegiatan perencanaan (planning), tindakan (action), observasi (observation), refleksi (reflection)

atau evaluasi. Keempatnya berlangsung secara berulang dalam bentuk siklus. Peneliti melakukan

kegiatan penelitian sebanyak dua siklus, dengan opsi menambah satu siklus lagi apabila hasil

yang dicapai belum memenuhi KKM dengan score 70 dan rata-rata pencapaian kelas atau

penguasaan materi sebanyak 78 % dengan distribusi kelas yang heterogen di mana di dalam

kelas baik gender dan latar balakang sosial yang variatif memungkinkan penerimaan siswa

berbeda-beda.

3.2 SETTING

Penelitian ini rencananya akan diadakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 10

Kendari siswa-siswi kelas VIII.4 pada bulan Oktober - Desember tahun 2018/ 2019. Jadwal

pelaksanaanya dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

Langkah / step Waktu dan Aktivitas Tempat

tanggal
Oktober 2018 Observasi SMPN 10

Kendari
Cycle I November 2018 Planning, action, refleksi SMPN 10

Kendari
Cycle II Desember 2018 Planning, action, assesment SMPN 10

Kendari
3.3. SUBJECT
Adapun yang menjadi populasi penelitian ini adalah siswa siswi kelas VIII.4

sebanyak 30 orang, yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 11 siswi perempuan. Peneliti

memilih kelas tersebut karena berdasarkan hasil pengamatan di dalam kelas tersebut siswa-

siswinya memiliki antusias dan motivasi yang tinggi dalam belajar Bahasa Inggris, namun di

sisi lain mereka takut untuk berbicara, maka peneliti mencoba menerapkan monolog.

Peneliti akan memilih text decriptive sebagai materi penelitian, jika pada cycle I, penulis

melatih keterampilan berbicara siswa dengan topik “ describing people” dan tidak memenuhi

kriteria KKM 70 dan tingkat ketercapain 78 persent, maka akan dilanjutkan pada Cycle 2,

dengan monolog berbeda, misalnya “ describing things ”. Terakhir akan dilakukan refleksi

data dari setiap siklus..

3.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam studi ini peneliti akan menggunakan tes tertulis, melakukan observasi dan

dokumentasi untuk mengumpulkan data. Teks monolog akan digunakan untuk mengetahui

persentase keterampilan berbicara siswa. Selain itu, peneliti akan mengobservasi kelas agar

mengetahui situasi proses belajar mengajar ketika pendekatan saintifik nantinya digunakan

untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan:

1)Studi Kepustakaan dan Dokumentasi. Cara ini digunakan untuk mendapatkan dokumen, buku-

buku, peraturan-peraturan, arsip, literatur dan laporan-laporan yang berkaitan dengan materi yang

diteliti, di samping sumber tertulis lainnya.. Tindakan Kelas merupakan cara terpenting bagi

peneliti untuk mendapatkan data yang valid (data primer), karena merupakan representasi dari

penelitian lapangan (field research).

3.5 ANALISIS DATA


Setelah mengumpulkan data, langkah selanjutnya adalah menaganalisis data. Data

hasil penelitian diklasifikasikan menjadi data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif diolah

dengan teknik yang sesuai dalam RPP. Data kualitatif diolah dengan cara: 1) mengklasifikasikan

seluruh materi-materi data berdasarkan sumber-sumber data yang diperoleh; 2) editing, yakni

penelaahan terhadap data untuk diklasifikasikan berdasarkan satuan gejala yang diteliti; 3)

melakukan pengkodean (coding) untuk diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan; dan 4)

melakukan presentasi data untuk keperluan analisis.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif Miles dan

Huberman (1996:60), sebagai berikut: 1) peringkasan data (data reduction), dimana data mentah

diseleksi, disederhpembelajaran dan diambil intinya; 2) data ringkas disajikan secara tertulis

(data display), berdasarkan kasus-kasus faktual yang berkaitan, sementara tampilan data

digunakan untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam organisasi / kelas; dan 3)

menarik kesimpulan atau verifikasi (conclusion drawing) atas pola kecenderungan dan

penyimpangan yang ada dalam fenomena itu, kemudian membuat prediksi atas kemungkinan

selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aeni, Noor. 2013. Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara Teks Report Siswa Kelas IX-F

SMP Negeri 6 Cirebon melalui Think Pair Share. Penelitian Tindakan Kelas. Tidak

Dipublikasikan.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Tingkat SMP/MTs dan SMPLB. Jakarta: BSNP.

Bancheri, S. 2006. Computer Assisted Language Learning: Context and Conceptualization.

Oxford: Oxford University Press.

Brown, H. Douglas, (1941) Principles of language learning and teaching. Englewood Cliffs,

N.J. : Prentice-Hall, ©1980

Efendi, dkk. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif TipeThink Pair Share

terhadap Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Ditinjau dari Tingkat Kreativitas

Siswa. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Volume 2.

Kemmis, S., and Mc Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Victoria: Deakin

University.

Khamkien, A. 2012. Computer Assisted Language Teaching in Thailand. Mediterranean Journal

of Social Science. 3(1): Faasapk@ku.ac.th.

Kunlun, Z. 2007. The Application of Student-Centered Interactive Teaching in English Video,

Listening and Speaking Class. Computer Assisted Foreign Language Education. 14(2): 54-

58.

Miles, M.B., and Huberman, A.M. 1996. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New

Methods. California: Sage.

Wells, M.A.1987. College English. New York: Harcourt: Brace and World, Inc.
Widiawati, D.N., dkk. 2013. Penerapan Computer Assisted Language Learning Berbantuan

Media Video untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berbicara. e-Journal Program

Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Prodi Teknologi Pembelajaran, 3(1): 1-10.

Arends, R.I. 1997. Classroom Intruction and Manage-ment.New York: Mc Grow-Hill

Companics Inc.

Harmer, Jeremy. 1983. The Practice of English Language Teaching: Longman Handbooks for

Language Teaching. USA: Longman Inc.

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Ur, Penny. 1996. A Course in Language Teaching Practice and Theory. Melbourne: Cambridge

University Press.

Widiati, Utami. ( 2016) . Bahasa Inggris SMA/MA/SMK/MAK Kelas X - Kurikulum 2013 -

Edisi revisi 2017 Buku Sekolah Elektronik (BSE

Anda mungkin juga menyukai