Anda di halaman 1dari 10

Nama : Sheva Rahmawati

NIM : 19417144004
Administrasi Publik B

1. Buatlah perkiraan PAD tahun 2021 di kabupaten/ kota/ provinsi anda tinggal?
2. Data time seriesnya harus jelas
3. Analisislah potensi yang bisa dioptimalkan untuk meningkatkan PAD, sertakan pula
berapa besar potensinya?

PAD 2021
Pendapatan Daerah 1.056.018.536.350,77
Pajak Daerah 1.750.673.576.385,37
Retribusi Daerah 8.186.505.378,06
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 82.284.222.057,72
Lain - lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 63.031.530.879,03
Pendapatan Asli Daerah 5.960.194.371.050,95

PAD 2017 2018 2019 2020

Pendapatan Daerah 1.711.618.168.817,33 1.883.360.097.908,71 2.082.795.334.434,50 1.239.751.051.417,00

Pajak Daerah 1.477.730.737.774,00 1.615.270.757.535,00 1.773.940.604.572,00 2.352.673.314.547,00

Retribusi Daerah 39.887.949.765,00 40.772.681.398,00 42.420.048.683,08 12.816.701.901,37


Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang dipisahkan 70.940.478.183,14 85.897.784.674,86 85.960.824.196,14 99.209.299.660,00
Lain - lain Pendapatan Asli
Daerah yang sah 123.059.003.095,19 141.418.874.300,85 180.473.856.983,28 70.413.754.983,80

Pendapatan Asli Daerah 5.010.903.056.499,33 5.286.226.855.847,71 5.699.357.232.440,50 5.774.864.122.509,17


Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

Pengelolaan dan pengembangan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan strategi
utama dan kunci pencapaian kemandirian daerah. PAD memiliki peran yang lebih tinggi dalam
pendapatan daerah, yang mencerminkan keberhasilan badan usaha atau kemampuan daerah
menghimpun dana untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah (Suhendi,
2007). Oleh karena itu, dengan menggali dan mengelola potensi sumber PAD, pemerintah
daerah harus mampu memaksimalkan peran dan kontribusi PAD guna mewujudkan kegiatan
pembangunan di daerah. Untuk meningkatkan pendapatan PAD, pemerintah daerah harus
memahami atau menghitung potensi aktual PAD di wilayahnya masing-masing, serta
menggunakan dan menerapkan sistem dan prosedur pemungutan sumber PAD yang sesuai
dengan kondisi dan kondisinya. daerah. Menurut Keputusan No. 33 Tahun 2004 (Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sumber Pendapatan
Asli Daerah (PAD) seperti: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang
dipisahkan dan juga lain lain PAD yang sah. Dari sumber – sumber yang telah disebutkan
diatas, pajak daerah adalah sumber yang dari pendapatan yang potensia dan juga mempunyai
peranan yang penting dalam peningkatan PAD. Salah satu jenis pajak yang memiliki potensi
tinggi dan juga kontribusi yang besar bagi pembangunan daerah ialah pajak hotel. Oleh keran
itu diperlukannya optimalisasi terhadap pemungutan pajak hotel. Pertumbuhan dan juga
perkembangn dari potensi pajak hotel yang ada di Indonesia dapat dilihat dari perubahan UU
No 18 thaun 1997 mengenai pajak atas hotel awalnya disertakan dengan pajak restoran yang
diberi nama pajak hotel dan restoran. Namun terjadi perubahan menjadi UU No 34 tahun 2000
dimana pajak hotel dan pajak restoran dipisahkan dan berdiri sendiri. Tentunya ini
mengindikasikan besarnya potensi dan kontribusi pajak hotel guna pembiayaan pembangunan
suatu daerah.

Tahun
No Sub Elemen
2016 2017 2018 2019 2020
1 Jumlah Hotel 573,00 685,00 685,00 773,00 790,00
1,1 Jumlah Hotel Bintang Lima 7,00 9,00 9,00 11,00 11,00
1,2 Jumlah Hotel Bintang empat 14,00 18,00 18,00 36,00 42,00
1,3 Jumlah Hotel Bintang Tiga 17,00 32,00 32,00 61,00 68,00
1,4 Jumlah Hotel Bintang Dua 5,00 24,00 24,00 34,00 33,00
1,5 Jumlah Hotel Bintang Satu 9,00 13,00 13,00 21,00 18,00
1,6 Jumlah Hotel Non Bintang 521,00 589,00 589,00 610,00 618,00
Sumber: Dinas Pariwisata

Tahun
No Sub Elemen
2016 2017 2018 2019 2020
1 Jumlah Restoran 600,00 437,00 1.163,00 1.002,00 100.200,00
2 Jumlah Rumah Makan 1.162,00 1.284,00 846,00 1.007,00 1.007,00
Sumber: Dinas Pariwisata
Di Provinsi DIY memiliki total empat kabupaten dan satu kota yang dimana pada setiap kabupaten
dan kota masing-masing tentunya akan mempunyai potensi ekonomi dengan ciri khas dan sesuai
dengan keadaan daerahnya masing-masing.

Kabupaten Bantul dengan sektor : pertanian, perikanan, kehutanan, kontruksi, perdagangan besar
dan kecil, penyediaan akomodasi dan makan. Minum
Kabupaten Gunung Kidul dengan sektor: pertanian, perikanan, kehutanan, jasa lainnya,
perdagangan besar dan kecil.
Kabupaten Sleman dengan sektor: transportasi dan pegudangan, kontruksi, real estate, jasa
perusahaan
Kabupaten Kulon Progo dengan sektor: pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan,
penggalian, perdagangan besar dan kecil.
Kota Yogyakarta dengan sektor: industri penggolahan, pengadaan air pengelolaan sampah, limbah
dan daur ulang, jasa kesehatan dan kegiatan sosial.

Dalam perekonomian Provinsi DI. Yogyakarta sekilas dapat dideteksi bahwa keunggulan yang
menonjol berasal dari sumber daya alam (kepariwisataan, perdagagan, hotel, restoran, serta
jasa lainnya) dan sumber daya manusia yang memadai untuk mencapai kemandirian keuangan
daerah. Secara umum dalam struktur pendapatan asli daerah (PAD) kontribusi terbesar berasal
dari pajak daerah dan retribusi daerah.

Tahun
Sub Elemen
2016 2017 2018 2019 2020

Pajak Hotel 183.346.414.378,81 216.568.756.222,73 251.723.368.267,00 284.165.359.372,00 74.870.822.508,00 *

Pajak Restoran 100.544.580.865,81 128.074.896.370,42 160.585.994.294,13 201.656.434.486,75 53.898.642.558,98 *

Pajak Hiburan 25.429.265.190,38 31.772.168.335,56 34.589.056.709,00 35.990.525.637,80 9.660.094.237,00 *

Pajak Reklame 16.581.951.194,76 20.032.386.651,00 21.007.841.076,48 21.634.159.903,50 4.926.112.817,00 *


Pajak Penerangan
Jalan 170.253.749.465,00 194.565.589.784,00 211.885.223.526,00 228.107.955.283,00 67.723.864.612,00 *
Pajak Mineral Bukan
Logam dan Batuan 6.667.981.337,75 8.599.821.822,12 22.937.774.386,50 19.972.260.380,00 3.248.037.950,00 *

Pajak Parkir 5.354.811.464,00 8.547.834.127,00 9.614.709.721,00 10.756.554.169,00 2.785.015.477,00 *

Pajak Air Tanah 4.386.572.748,70 6.045.629.096,20 6.566.573.222,60 7.086.047.543,00 1.614.128.695,00 *


Pajak Sarang Burung
Walet 6.900.000,00 8.500.000,00 8.175.000,00 8.050.000,00 1.020.000,00 *
Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan (PBB-
P2) 180.626.758.136,00 217.003.728.855,00 229.819.157.289,00 265.210.505.539,00 36.639.440.340,00 *
Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan
Bangunan (BPHTP) 250.946.735.561,19 379.499.721.049,94 348.283.828.028,73 364.490.370.473,78 72.165.641.122,30 *
Pajak Kendaraan 215.546.437.900,00
Bermotor (PKB) 600.788.516.400,00 676.181.543.500,00 750.872.115.115,00 814.539.876.400,00 *
Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor 134.031.192.500,00
(BBNKB) 428.608.770.000,00 460.314.185.500,00 498.264.771.600,00 491.573.238.800,00 *
Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor
(PBBKB) 221.294.917.149,00 239.782.907.643,00 265.535.612.694,00 276.358.776.194,00 69.285.281.013,00 *

Pajak Air Permukaan 246.879.900,00 405.193.888,00 513.531.844,00 1.212.766.300,00 310.378.200,00 *

Pajak Rokok 189.632.435.064,00 207.191.233.352,00 202.105.687.185,00 190.255.946.878,00 0,00 *


*sementara
Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dalam pembangunan ekonomi suatu daerah, pajak
merupakan unsur penting yang memiliki pengaruh yang sangat besar.Hal ini pun berlaku dalam
pembangunan daerah di Yogyakarta Salah satu sumber PAD yang memiliki kontribusi yang
cukup besar yaitu pajak daerah, sehingga perlu dilakukan proyeksi penerimaan pajak daerah
untuk lima tahun kedepan sebagai gambaran bagi pembangunan Yogyakarta. Dalam tabel
diatas menunjukkan peranan yang cukup tinggi untuk PAD yaitu pada pajak sektor perhotelan,
restoran, dan hiburan. Dimana ketiga sektor ini memiliki potensi yng masih dapat ditingakatkan
lagi mengingat Yogyakarta merupakan kota dengan banyaknya destinasi wisata dan juga kota
budaya yang akan terus dikunjungi oleh masyarakat baik itu masyarakat Indonesia sendiri
maupun turis asing. Potensi yang ada ini perlu untuk ditingkatkan demi menunjang adanya
pembangunan daerah. Kenaikan dari potensi terutama potensi pajak ini dapat memberikan
kontribusi yang sangat besar khususnya bagi pembangunan. Tentunya ini dapat dilihat dari
potensi PAD yang besumber dari pajak daerah yang selalu mengalami kenaikan tiap tahun.
Namun pada tahun 2020 terpaksa mengalami penurunan dikarenakan adanya wabah pandemi
Covid-19 yang melumpuhkan hamper semua ekonomi didunia.

Tahun
No Sub Elemen
2016 2017 2018 2019 2020
Retribusi Jasa
1 Umum 47.091.292.247,50 54.792.921.741,00 73.514.119.196,72 72.161.134.172,08 18.382.461.534,03 *
Retribusi Jasa
2 Usaha 26.089.468.412,25 75.619.517.07,00 113.527.119.225,00 119.087.790.012,25 22.186.936.700,50 *
Retribusi
Perizinan
3 Tertentu 28.236.405.909,28 29.133.563.381,04 26.607.934.999,14 25.781.877.546,70 6.173.169.407,75 *
*sementara
Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

Penelitian Muhammad (2017) menyimpulkan bahwa karena banyaknya tantangan, sumber


keuangan daerah belum dapat diimplementasikan secara optimal. Kajian tersebut membahas
tentang sistem perpajakan, strategi pemungutan pajak, desentralisasi fiskal yang lemah, dan
kurangnya kapasitas pemungut pajak. Kelemahan perpajakan adalah kurangnya database
perpajakan. Pemerintah daerah perlu mencari, mengeksplorasi dan membuat sumber
pendanaan baru (Mohamed, 2017). Mirip dengan studi Muhammad (2017), begitu juga dengan
studi Cruz et al. (2018) menyimpulkan bahwa keuangan Kota Bangabon bergantung pada
pemerintah pusat. Perpajakan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penelitian perpajakan harus dijadikan sebagai
masukan dalam penyusunan kebijakan perpajakan daerah (Cruz, Cruz dan Antonio), 2018).
Penelitian Ylvije dan Elez (2012) menyimpulkan bahwa perpajakan pariwisata sangat penting.
Perpajakan tidak boleh membunuh industri pariwisata.adanya penerapan dari pajak ini
tentunya tidak boleh mematikan perkembangan dari sektor pariwisata. Dimana dengan
penetuan tarif dari pajak yang efektif akan mendorong perkembangan pariwisata dan pajak
yang diperoleh dapat digunakan untuk investasi pengembangan pariwisata. Sektor pariwisata
ini perlu ditingkatkan lagi kapasitas dan pendapatannya guna dapat membantu peningkatan
pembangunan.
Sebagai contoh pengembangan potensi wisata Yogyakarta yang terletak di Kabupaten
Gunungkidul Provinsi Yogyakarta yang memiliki jumlah wisatawan yang besar. Salah satu
sumber PAD di Kabupaten Gurungjidur adalah pendapatan pariwisata yang meningkat seiring
dengan perkembangan pariwisata. Namun upaya pembangunan tersebut masih mengandalkan
retribusi. Falade Obalade dan Dubey (2014) menunjukkan bahwa pariwisata memainkan peran
penting dalam pertumbuhan negara berkembang dan berdampak positif pada kondisi sosial dan
ekonomi negara tersebut. Pariwisata, sebagai sektor industri, berkontribusi pada produk
domestik bruto (PDB) negara, kualitas hidup warga negara, dan penciptaan lapangan kerja.
PAD Kabupaten Gunungkidul merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber di daerah
antara lain pajak daerah, pajak daerah, pendapatan dari pengelolaan kekayaan di daerah
tersendiri, dan PAD legal lainnya.
Pertama, pajak daerah meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak iklan, pajak
penerangan jalan, pajak pertambangan mineral C, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang
burung walet, pajak bumi dan bangunan (PBB) perkotaan dan pedesaan. P2), dan biaya
perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Kedua, pajak daerah meliputi biaya layanan
sanitasi, layanan persampahan, penggantian kontrak pencatatan sipil dan KTP, layanan
pengendalian menara telekomunikasi, pemeriksaan kesehatan ternak di Poxwan, layanan
komersial untuk tempat parkir khusus, layanan komersial untuk akomodasi / vila, dan
komersial. layanan Digunakan di tempat hiburan dan lapangan olahraga, layanan komersial
untuk penjualan produk komersial regional, izin bangunan dan izin rute. Ketiga, hasil
pengelolaan daerah tersendiri antara lain penerimaan dari Bank BPD DIY, Bank BPR Badan
Usaha Milik Daerah (PD), dan penerimaan laba dari PDAM Dirta Handayani. Keempat, lain-
lain PAD yang sah terdiri atas penerimaan lainnya yang tidak termasuk pada jenis pajak daerah
dan retribusi daerah.

Sektor lainnya yang dapat dikembangkan pula ialah sektor pertanian, dimana walaupun luas
lahan Yogyakarta sempit namun beberapa langkah pengoptimalan telah dilakukan terbukti dari
adanya peningkatan – peningkatan produksi disetiap tahunnya.

Tahun Satuan
No Sub Elemen
2016 2017 2018 2019 2020

1 Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura 2.813.696,00 2.709.684,00 2.606.452,00 2.443.438,00 2.735.024,00 * Ton

2 Jumlah Populasi Ternak 631.616,00 620.575,00 569.843,00 582.377,00 * 571.562,00 * Animal unit
Rerata Peningkatan NTP Sektor Pertanian
3 Tanaman Pangan, Hortikultura, Peternakan 99,96 98,15 n/a n/a n/a Indeks NTP

4 Produksi Tanaman Pangan - n/a 2.210.046,00 2.044.938,00 2.334.998,00 * Ton

5 Produksi Hortikultura - n/a 396.406,00 398.500,00 400.026,00 * Ton

6 Jumlah Peserta Pelatihan SDM Pertanian - n/a 300,00 n/a n/a Orang
Jumlah perbanyakan benih Tanaman Pangan
7 dan Hortikultura yang bersertifikat - n/a 124.417,00 n/a n/a Benih
Jumlah sertifikasi benih Tanaman Pangan dan
8 Hortikultura - n/a 502,44 n/a n/a Ha
Persentase Pertanaman aman dari serangan
9 OPT dan DPI - n/a 100,00 95,23 95,48 * %

10 Produksi bibit ternak - n/a 52,00 n/a n/a Ekor


Nilai Sub Sektor Tanaman Pangan ,
Hortikultura, perkebunan dan peternakan
11 dalam PDRB - n/a 7.069.776,50 7.006.750,00 * 7.006.750,00 * Juta Rp
Sumber: Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan

Sejak tahun 1984, Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) telah berjalan secara
swasembada. Hal ini penting dilakukan upaya pengembangan produk bebas beras bagi petani,
agar petani dapat memperoleh pendapatan yang lebih baik. Hasil penelitian Setiono dan
Widowati (2007) menemukan bahwa di DI Yogyakarta konsumsi beras terkonsentrasi di
daerah yang dekat dengan pusat pemerintahan dan ekonomi, serta daerah yang konsumsi ubi
kayu dan jagung lebih besar. Demikian pula petani di Provinsi DI Yogyakarta memiliki lahan
yang sangat sempit, dan hanya mengandalkan peningkatan produksi sebagai orientasi produksi
akan menurunkan nilai tukar. Widodo dan Mulyadi (2006) mengemukakan bahwa pertanian
dengan kepemilikan lahan sempit (0,08-0,5 hektar / keluarga) di Kabupaten Sleman
Yogyakarta, kecuali kepemilikan> 0,5 hektar / keluarga, keuntungannya relatif kecil.
Untuk itu. dalam upaya memperbaiki pendapatan petani selain peningkatan produksi perlu
diupayakan peluang lain yang lebih mampu memberikan pendapatan yang lebih baik. Potensi
nilai tambah yang mungkin dapat menguntungkan petani adalah melalui penggalian
pendayagunaan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya biofisik
(tanah, air, iklim, dan biodiversity) dan sosialekonomi- budaya (geografis, infrastruktur,
kelembagaan, dan lain-lain).
Berdasarkan potensi sumber daya tersebut, berikut diuraikan beberapa hasil pertanian yang
berpotensi untuk dikembangkan di DI Yogyakarta.
1. Mengembangkan produksi benih tanaman pangan
Sumberdaya lahan dan ketersediaan air DI DI Yogyakarta, infrastruktur jalan
pertanian dan jaringan irigasi yang baik dapat dimanfaatkan untuk produksi benih
pertanian pada musim kemarau (low season). Mengingat ketersediaan air permukaan
(air irigasi), produksi benih dapat dilakukan pada musim kemarau. Selain menghasilkan
biji-bijian yang lebih kasar, biaya pengolahan pasca panen juga murah dan umur
simpan yang lebih pendek. Dalam hal ini harga jual benih asal DI Yogyakarta akan
memiliki daya saing harga yang lebih rendah, dan kualitas benih tetap baik. Rizain
(2000) juga mengemukakan bahwa DI Yogyakarta memiliki letak geografis yang
unggul, lahan yang sempit, dan kualitas sumber daya manusia yang ada berpotensi
untuk mengembangkan industri perbenihan.
2. Pengembangan produksi benih ruminansia besar
Agar pemanfaatan sumberdaya lahan yang ada lebih efektif, pengembangan
peternakan sebaiknya dilakukan di daerah yang saat ini terisolir dengan kandungan
mineral yang kondusif bagi kesehatan reproduksi ternak, seperti kawasan Karst Gunung
Kidul. Melalui penataan ini diharapkan seluruh sumber daya lahan yang ada dapat
dimanfaatkan secara adil dan lestari. Hal ini lebih menguntungkan karena terdapat
pembatasan transportasi di daerah terpencil, sehingga hanya membutuhkan biaya
perkenalan orang tua dsb, hanya memakan biaya ± 8 kali lipat dan skalanya lebih kecil,
sehingga beban biaya transportasi menjadi lebih murah.
3. Pengembangan pangan fungsional
Bahan baku pembentuk tanah utama di Provinsi DI Yogyakarta adalah mineral
vulkanik Gunung Merapi, hasil panen mineral vulkanik yang bermanfaat bagi
kesehatan berpotensi besar untuk pengembangan pangan fungsional. Data telah
menunjukkan bahwa masyarakat DI Yogyakarta memiliki peluang harapan hidup
tertinggi di Indonesia dengan adanya sebaran yang tinggi di Kabupaten Sleman yang
merupakan daerah terdekat deposit mineral Merapi. Pengembangan pangan fungsional
yang potensial
4. Pengembangan produksi bibit ternak ruminansia besar
Tanah di provinsi DI Yogyakarta memiliki drainase yang baik, jaringan irigasi
tersedia sepanjang tahun dan sumber air yang cukup, berpotensi besar untuk
mengembangkan kegiatan pertanian di luar musim. Selain itu, dengan infrastruktur
jalan pertanian yang baik dan kepemilikan lahan yang sempit, arus keluar tenaga kerja
pertanian yang masif dalam menghadapi risiko pertanian musiman akan dapat
mengatasi masalah tersebut dengan lebih baik.

DIY memiliki potensi, seperti sumber daya manusia (SDM) yang unggul, peserta UMKM yang
banyak dan unggul, destinasi wisata yang semakin diminati wisatawan, bandara internasional
baru Coulomb Rogo dengan segala peluang, dan warisan budaya yang sangat kaya. Oleh
karena itu, sumber daya tersebut harus dioptimalkan agar menjadi kekuatan pertumbuhan
ekonomi DIY yang semakin inklusif. . Pada tahun 2019, perekonomian DIY akan tumbuh lebih
dari 6% atau lebih tinggi dari rata-rata nasional sekitar 5%. Pertumbuhan ekonomi tersebut
salah satunya dipengaruhi dengan adanya pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan,
khususnya pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta di Kulonprogo. Kontribusi dari
sektor pariwisata serta sektor pendidikan dan lainnya tentunya juga mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Pembangunan Bandara Kulonprogo yang telah selesai dan sudah
beroperasi ini. Ke depan, juga perlu untuk digali sumber-sumber baru pertumbuhan ekonomi
bagi DIY. Ekonomi kreatif, termasuk ekonomi digital, perlu didorong dan dikembangkan
secara signifikan agar dapat menjadi motor baru pertumbuhan ekonomi di DIY.

Tahun Satuan
No Sub Elemen
2016 2017 2018 2019 2020
Jumlah Wisatawan Nusantara yang Menggunakan
1 Hotel Bintang dan Non Bintang (IKU) 4.194.261,00 4.831.347,00 5.272.719,00 6.116.354,00 1.778.580,00 Orang
Jumlah Wisatawan Mancanegara yang Menggunakan
2 Hotel Bintang dan Non Bintang (IKU) 355.313,00 397.951,00 416.372,00 433.027,00 69.968,00 Orang
Lama Tinggal Wisatawan Nusantara yang
3 menggunakan Hotel Bintang dan Non BIntang (IKU) 1,95 1,98 2,00 1,90 1,90 Hari
Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara yang
4 Menggunkan Hotel Bintang dan Non Bintang (IKU) 2,00 2,13 2,15 2,16 1,65 Hari
Jumlah Kunjungan Wisatawan di Daerah Tujauan 25.716.261,0
5 Wisata (IKP) 19.753.145,00 25.952.122,00 0 27.365.291,00 9.961.315,00 Orang
DTW/Lok
6 Jumlah Daya Tarik Baru (IKP) 92,00 93,00 93,00 94,00 193,00 asi

7 Jumlah Desa Wisata (IKP) 85,00 90,00 91,00 139,00 141,00 Desa
Kelompok
/Pokdarw
8 Jumlah Pokdarwis (IKP) 91,00 96,00 97,00 131,00 131,00 is
Nilai Sektor Akomodasi dan Makan Minum dalam Juta
9 PDRB DIY 8.274.501,00 8.788.711,00 9.383.603,00 9.383.603,00 8.489.706,00 Rupiah

10 Spending Money Wisatawan - 6.328.177,00 7.414.988,00 9.212.105,00 1.215.000,00 Rp


Sumber : Dinas Pariwisata

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki segudang potensi wisata baik wisata alam, kuliner,
kerajinan dan lain-lain. Dari gambar 2 dapat dilihat berapa banyak jumlah tempat wisata di
masing-masing kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa
Kabupaten Gunungkidul terdapat 88 destinasi wisata, kemudian menyusul Kabupaten Sleman
dan Bantul sebanyak 70 destinasi wisata, dan Kota Yogyakarta mempunyai 54 destinasi wisata,
serta Kulomprogo mempunyai 38 destinasi wisata. Masih terdapat banyak potensi wisata yang
belum dikembangkan seperti pantai, pegunungan, desa wisata, kuliner, argo wisata, ataupun
yang lainnya di Daerah Istimewa Yogyakarta yang dapat dikelola dengan baik untuk
pendapatan daerah.

Sumber: Dinas Pariwisata


Daftar Pustaka

Haryono. (2009). Urgensi pajak daerah dan penghasilan daerah dalam struktur pendapatan asli
daerah propinsi daerah istimewa yogyakarta. Jurnal NeO-Bis, 3(2), 153–162.
Nilawati, E. (2019). Analisis dan Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
Kabupaten Gunungkidul. Jurnal Maksipreneur: Manajemen, Koperasi, Dan
Entrepreneurship, 9(1), 41. https://doi.org/10.30588/jmp.v9i1.469
Subowo, G. (2009). Potensi Pengembangan Komoditas Pertanian Bernilai Ekonomi Tinggi di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Sumberdaya Lahan, 3(1), 39–47.
Wahyuni, S. (2020). Analisis pola daya tarik wisata berdasarkan potensi sumberdaya (supply)
sebagai aset dan daya tarik di daerah istimewa yogyakarta. Analisis Pola Daya Tarik
Wisata Berdasarkan Potensi Sumber Daya (Supply) Sebagai Aset Dan Daya Tarik Di
Daerah Istimewa Yogkarta, 14 Nomor 1, 13–22.

Anda mungkin juga menyukai