Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Kemajuan ilmu pengetahuan yang rasional dan penemuan teknologi yang lebih efisien
membawa perubahan besar bagi kehidupan manusia dunia barat pada pertengahan tahun 1700
hingga 1800. Perubahan yang dikenal dengan istilah Revolusi Industri ini juga memunculkan
wajah baru dalam ranah arsitektur. Sejak Louis Sullivan memperkenalkan ungkapan ‘form
follow function’ yang berarti bentuk mengikuti fungsi, banyak kaum modernis yang
bermunculan. Walter Gropius, seorang arsitek Jerman yang terinspirasi dengan sifat
fungsionalisme dari estetika mesin, memelopori terciptanya arsitektur dengan komposisi
asimetris, minim ornamen, keterbukaan interior, dan kejujuran bentuk geometris yang
menggunakan material baru berupa beton bertulang dan rangka baja. Gerakan pembaharuan
massal tersebut merupakan gerakan modernisme yang terjadi pada awal abad ke-20.
Gerakan modernisme yang berupa perubahan inovatif menghasilkan sebuah pertemuan
para arsitek di Eropa pada tahun 1928 yang bernama Congres Internationaux d’Architecture
Moderne (CIAM). CIAM membawa semangat untuk membuat standar arsitektur yang berlaku
sesuai konteks pembangunan sosial, politik, dan ekonomi saat itu. Bersamaan dengan
munculnya gerakan modernisme, bangsa barat juga menganut paham kolonialisme.
Kolonialisme bertujuan memperoleh keuntungan ekonomi dan politik sehingga berusaha
melakukan penjajahan pada daerah-daerah penghasil rempah-rempah, salah satunya Indonesia.
Portugis, Belanda, Spanyol, dan Inggris yang pernah menjajah Indonesia secara bergantian
menjadi jalan masuknya modernisme arsitektur di Indonesia.
ISI
Sebelum bangsa Eropa masuk, arsitektur Indonesia telah memiliki langgam tersendiri.
Memiliki hubungan yang dekat antara manusia dengan alamnya, arsitektur Indonesia dibangun
berdasarkan landasan geografis. Fondasi tiang dasar bangunan yang dinaikkan dan penggunaan
material dari alam sekitar seperti kayu, bambu, atau serat tanaman merupakan wajah arsitektur
tradisional Indonesia. Selain itu, landasan filosofis yang berkembang dari zaman masuknya
suku Austronesia, zaman klasik (Hindu-Buddha), hingga zaman Islam di Indonesia juga
memengaruhi arsitektur tradisional Indonesia. Rumah yang melambangkan kepercayaan dan
beragam bangunan keagamaan yang dibangun seiring pergantian zaman juga menjadi identitas
arsitektur tradisional Indonesia.
Bangsa Eropa masuk ke Indonesia dengan membawa gaya arsitektur Eropa yang
diterapkan apa adanya. Gaya yang dibawa oleh Belanda dari tahun 1600 hingga 1800 ini masih
berupa arsitektur klasik Eropa sehingga memiliki tipologi negara empat musim. Ekspresi yang
masif, jendela yang lebar dan tinggi tanpa teritis, dinding yang tebal dan polos, dan bentuk atap
perisai merupakan gaya arsitektur yang diterapkan, yaitu gaya Closed-Dutch Styles (CDS).
Contoh gaya arsitektur CDS adalah Museum Sejarah Jakarta atau yang lebih dikenal dengan
Museum Fatahillah. Museum Fatahillah dibangun menyerupai Istana Dam di Amsterdam yang
dulunya memiliki kesamaan fungsi berupa gedung balai kota pemerintahan Belanda. Gaya
arsitektur CDS ini menghilangkan langgam arsitektur Indonesia secara total.
Gaya yang dipaksakan masuk ke Indonesia tersebut akhirnya menciptakan lingkungan
hidup yang buruk. Demi terciptanya lingkungan yang nyaman dan sehat, iklim tropis di
Indonesia yang tidak ditanggapi akhirnya mendapat perhatian. Gaya arsitektur Landhuis atau
Indische Empire Style memberikan citra arsitektur kolonial yang disesuaikan dengan konteks
iklim dan arsitektur vernakular Indonesia. Denah yang simetris, pilar bergaya klasik Yunani
dan mahkota/gevel yang terdapat pada serambi depan dan belakang, karakter yang terbuka, dan
peletakan bangunan di sebidang tanah yang luas merupakan ciri khas arsitektural Indische
Empire Style. Namun, menurut Hendrik Petrus Berlage yang merupakan seorang arsitek senior
Belanda, penerapan gaya arsitektur ini kebanyakan hanya menjadikan unsur lokal sebagai
tempelan.

Gambar 1. Istana Merdeka sebagai Contoh Gaya Arsitektur Landhuis atau Indische Empire Style
(Sumber: commons.wikimedia.org)

Pada awal abad ke-20, Politik Etis menuntut tanggung jawab moral kolonial terhadap
kesejahteraan rakyat Nusantara yang dijajah. Hal ini membawa perubahan bagi kehidupan
masyarakat termasuk dalam bidang arsitektur. Arsitek-arsitek modern Belanda yang membawa
pemikiran baru mengenai arsitektur mulai berdatangan ke Nusantara. Menurut Hendrik Petrus
Berlage dalam bukunya Myn Indische Reis Rotterdam, bangsa Indonesia harus memiliki gaya
dan langgam arsitekturnya sendiri. Dengan demikian, abad ke-20 menjadi titik munculnya
karakter modernisme dalam wujud arsitektur Indonesia.
Seiring dengan munculnya gerakan modernisme di Eropa, para arsitek Belanda berusaha
menggabungkan gaya modernisme Eropa dengan unsur lokal yang dimaknai sebagai iklim,
prototipe sejarah, dan budaya lokal. Upaya yang dilakukan oleh para arsitek tersebut berupa
pendekatan dari lokal menuju modern dan dari modern menuju lokal. Pendekatan dari lokal
menuju modern berupa tampilan/sosok lokal yang dikemas dalam bentuk dan digabungkan
dengan teknologi modern. Salah satu hasil pendekatan ini ialah Aula Institut Teknologi
Bandung (ITB) karya H. Maclaine Pont yang menyatukan tampilan atap tradisional dengan
konstruksi modern kala itu berupa paduan laminated wood dengan baja. Secara kontras,
pendekatan dari modern menuju lokal ditandai dengan tampilan modern barat seperti yang
dihasilkan oleh Le Corbusier, Mies van der Rohe, Frank Lloyd Wright, dan lain-lain yang
diberi cita rasa lokal seperti yang tertuang dalam Villa Isola karya C.P.W. Schoemaker.

Gambar 2. Tampilan Atap Tradisional pada Bangunan Aula ITB


(Sumber: itb.ac.id)
Gambar 3. Paduan Laminated Wood dengan Baja pada Konstruksi Aula ITB
(Sumber: jokosarwono.wordpress.com)

Upaya pencarian langgam arsitektur Indonesia dalam memadukan unsur modern dan
lokal juga dilakukan oleh orang Indonesia. Setelah merdeka dari penjajahan, Soekarno
mengarahkan para arsitek Indonesia kepada pembangunan citra modern Indonesia sebagai
bentuk kehadiran Indonesia yang merdeka dan berdaulat di mata dunia. Pembentukan Ikatan
Arsitek Indonesia (IAI) dan sekolah arsitektur membuka jalan bagi partisipasi arsitek Indonesia
dalam pembangunan negara. Pencanangan proyek pembangunan Nation Building juga menjadi
jalan bagi terlaksananya pembangunan citra modern arsitektur Indonesia. Proyek Nation
Building yang dilakukan berupa pembangunan patung monumen nasional, gedung pencakar
langit, jalan bebas hambatan, hotel berbintang, pusat perbelanjaan, stadion, dan lain-lain.
Wujud arsitektur yang berkembang pada masa Orde Lama cenderung menggunakan
pendekatan modernisme Eropa yang mengedepankan fungsi dan unsur tropis. Salah seorang
arsitek yang banyak berperan pada masa tersebut adalah Friedrich Silaban. Semangat
modernisme yang diadopsi oleh Friedrich Silaban berupa bentuk yang geometris dan
platonik, penggunaan brise soleil (tampilan yang mengurangi efek sinar matahari yang
masuk), dan ekspresi masif/berat dengan kesan ringan/melayang (pilotis). Dalam menyikapi
unsur tropis, Friedrich Silaban menggunakan bentuk atap perisai dengan teritisan yang lebar
seperti pada Kantor Pusat Bank Indonesia di Jakarta dan konsep ventilasi silang dengan
menggunakan kerawang seperti pada Masjid Istiqlal di Jakarta. Selain itu, penggunaan
material alam dan selasar pada bangunan juga menjadi karakter arsitektur Friedrich Silaban.

Gambar 4. Karakter Arsitektur Masjid Istiqlal, Jakarta Karya Friedrich Silaban


(Sumber: dokumen pribadi)

Karakter modernisme arsitektur Indonesia terus berkembang. Anti-ornamentasi, bentuk


geometris, desain yang irasional, efek light and shadow, juga sosok dinamis dari pengolahan
garis horizontal yang diwujudkan dengan denah horizontal split merupakan karakter yang
dikembangkan oleh Soejoedi. Salah satu karya Soejoedi yang mempresentasikan karakter
tersebut adalah Gedung MPR/DPR RI. Berlanjut hingga masa Orde Baru, Han Awal
memperkenalkan arsitektur gereja modern khas Indonesia yang mencerminkan keterbukaan,
fleksibilitas, pengolahan cahaya alami, dan penggunaan struktur tenda yang modern. Sosok
gereja modern ini ditunjukkan salah satunya oleh Gereja Katolik Santo Yakobus, Kelapa
Gading, Jakarta.

Gambar 5.Gedung MPR/DPR RI


(Sumber: republika.co.id)

Akan tetapi, wujud arsitektur Indonesia juga mengalami perubahan pada masa Orde
Baru. Walaupun memulai peletakan dasar pembangunan nasional, kondisi ekonomi yang
berkembang memberi dampak negatif bagi gerakan modernisme arsitektur di Indonesia. Para
“orang kaya baru” yang baru lahir mengekspresikan dirinya dengan meniru gaya bangunan
klasik Yunani, Romawi, dan Spanyol. Gaya arsitektur klasik dianggap sebagai wajah pembeda
status sosial ekonomi masyarakat kala itu. Alhasil, pengembangan langgam arsitektur
Indonesia dalam semangat modernisme mengalami kemunduran.
Masuknya masa Reformasi di Indonesia berjalan seiring dengan berkembangnya gerakan
postmodernisme sebagai perlawanan terhadap modernisme yang mengedepankan
rasionalisme. Nilai etik, nilai estetika, nilai budaya, dan semangat keragaman bentuk sebagai
bagian dari gerakan postmodernisme merupakan kritik bagi keseragaman tampilan yang
membosankan dalam gerakan modernisme arsitektur. Masuknya gerakan postmodernisme
kembali mengubah wajah arsitektur Indonesia dengan karakter yang eklektik dan rumit.
Dengan membawa perubahan mengenai nilai budaya, elemen penanda kota yang dibangun
pada masa Orde Lama dilahirkan kembali. Dengan demikian, karakter modernisme dalam
arsitektur Indonesia hanya dapat dikenang hingga saat ini melalui perawatan dan pelestarian
bangunan-bangunan yang telah dibangun.

PENUTUP
Keberadaan karakter modernisme pada arsitektur Indonesia dimulai sejak bangsa Eropa
yang membawa wujud arsitekturnya ke Indonesia. Perubahan wujud arsitektur ini menjadi awal
hilangnya langgam arsitektur Indonesia. Serangkaian perubahan kepemimpinan politik, baik
pada masa kolonial hingga pascakolonial, berperan besar bagi perubahan karakter modernisme
dan perwujudan langgam pada arsitektur Indonesia. Perjalanan perubahan karakter arsitektur
tersebut dimulai dari arsitektur Eropa yang dipaksakan di Indonesia, dilanjutkan dengan mulai
menanggapi iklim dan mencari langgam arsitektur Indonesia dengan paduan gaya modernisme,
hingga akhirnya perkembangan gaya modernisme berhenti bersamaan dengan hilangnya
kembali langgam arsitektur Indonesia. Alhasil, karakter modernisme dalam arsitektur
Indonesia pada masa kini hanya dapat ditemukan dalam bangunan yang telah dibangun pada
masa kejayaan gerakan modernisme arsitektur di Indonesia.
Gambar 6. Skema Proses Pembentukan Karakter Modernisme pada Arsitektur Indonesia
(Sumber: dokumen pribadi)

DAFTAR PUSTAKA

Dewanto, A. (2010, January 18). Aula Barat dan Aula Timur ITB; Citra Lokal yang
Monumental. Retrieved from itb.ac.id:
https://www.itb.ac.id/news/read/2688/home/aula-barat-dan-aula-timur-itb-citra-lokal-
yang-monumental
Dominic Gallagher, K. F. (2019, August 30). Modernist architecture: Roots (1920-1929).
Retrieved from open.edu: https://www.open.edu/openlearn/history-the-
arts/history/heritage/modernist-architecture-roots-1920-1929
Herwindo, R. P. (2020). Topic 11 Modern Indonesia 01. Retrieved from ide.unpar.ac.id:
https://ide.unpar.ac.id/pluginfile.php/331313/mod_resource/content/0/Modern03.pdf
Herwindo, R. P. (2020). Topic 12 Modern Indonesia 02. Retrieved from ide.unpar.ac.id:
https://ide.unpar.ac.id/pluginfile.php/335206/mod_resource/content/0/Modern%2004.
pdf
Herwindo, R. P. (2020). Topic 13 Modern Indonesia 03. Retrieved from ide.unpar.ac.id:
https://ide.unpar.ac.id/pluginfile.php/338485/mod_resource/content/0/Modern%2005.
pdf
Indrayudantara, Y. (n.d.). sejarah arsitektur kontemporer indonesia. Retrieved from
atelierriri.com: http://atelierriri.com/sejarah-arsitektur-kontemporer-indonesia/
Maulana, D. (2017, December 18). Form Follow Function; Jakarta dan Modernisme.
Retrieved from medium.com: https://medium.com/@darinamaulana/form-follow-
function-jakarta-dan-modernisme-a3441f7bc904
Mumford, E. (2019, September 30). CIAM and Its Outcomes. Retrieved from
researchgate.net:
https://www.researchgate.net/publication/336175207_CIAM_and_Its_Outcomes
Pawitro, U. (2010, January-March). Fenomena Post-Modernisme dalam Arsitektur Abad ke-
21. Rekayasa Vol. 14, pp. 40-48.
Pusat Dokumentasi Arsitektur. (2012). Tegang Bentang: Seratus Tahun Perspektif Arsitektur
di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Putri, A. S. (2020, March 13). Kolonialisme dan Imperialisme: Pengertian dan Latar
Belakang. Retrieved from kompas.com:
https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/13/190000969/kolonialisme-dan-
imperialisme--pengertian-dan-latar-
belakang?page=all#:~:text=Pengertian%20kolonialisme%20dan%20imperialisme,ma
ksud%20untuk%20memperluas%20negara%20itu.
RIBA. (n.d.). Modernism. Retrieved from architecture.com:
https://www.architecture.com/explore-architecture/modernism
Sugiarto, R. (2020). Topic 14 Isu Permasalahan Identitas Arsitektur (Kota). Retrieved from
ide.unpar.ac.id:
https://ide.unpar.ac.id/pluginfile.php/340298/mod_resource/content/0/isu%20permasa
lahan%20identitas%20arsitektur%20%28Kota%29%202020.pdf
Utomo, H. P. (2018, September 2). Kandang Manusia: Sarkasme yang Tidak Seberapa
terhadap Rupa Buram Arsitektur Kontemporer di Indonesia. Retrieved from
medium,com: https://medium.com/@hartmantyo/kandang-manusia-sarkasme-yang-
tidak-seberapa-terhadap-rupa-buram-arsitektur-kontemporer-di-bc4904f9ee43

Anda mungkin juga menyukai