PENDAHULUAN
1
Pengertian tanah dalam Pasal 4 UUPA adalah permukaan bumi yang dapat
dilekati sesuatu hak atas tanah. Permukaan bumi itu, berada di daratan dan
permukaan bumi yang berada di bawah air, termasuk air laut. Dengan demikian,
tanah dalam arti land mempunyai aspek ruang dan aspek hukum. Aspek ruang
berkaitan tempat bermukim dan kegiatan manusia di atas atau di bawahnya,
sedangkan aspek hukum berkaitan dengan hak memiliki dan menggunakan.
Aspek-aspek itulah yang terbawa dan melekat menjadi hak bagi pemilik sebidang
tanah sebagai subyek hak dan tanah sebagai obyek hak. Titik awal hubungan
antara subyek hak dan obyek hak (tanah) merupakan hubungan yang bersifat
hakiki, adalah hubungan penguasaan dan penggunaan dalam rangka memperoleh
manfaat bagi kepentingan kehidupan dan penghidupannya, baik untuk
kepentingan sendiri sebagai mahluk individu maupun kepentingan bersama
sebagai mahluk sosial. Hubungan penguasaan dan penggunaan tanah itu
memerlukan kepastian hukum kepemilikan tanah. Oleh karena tanah dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Pemerintah berupaya meletakkan dasar-
dasar untuk mengatur penguasaan, pemilikan, peruntukan, penggunaan, dan
pengendalian pemanfaatan tanah guna terselenggaranya pengelolaan dan
pemanfaatan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dengan
mengeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria yang sering disebut Undangundang Pokok Agraria
(selanjutnya disingkat UUPA).
2
tanah. Lebih tepat jika Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat
(bangsa) bertindak selaku Badan Penguasa.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pendaftaran tanah yang dikenal di dunia ini berasal dari negeri Mesir
Kuno, ketika Raja Firaun saat itu memerintahkan pegawai kerajaannya untuk
mengembalikan patok-patok batas tanah pertanian rakyat yang hilang akibat,
meluapnya air sungai Nil.4 Perkembangan selanjutnya, Negara-negara di seluruh
dunia melaksanakan pendaftaran tanah, hal ini ditandai dengan adanya istilah
pendaftaran tanah dalam beberapa bahasa dan pelaksanaannya disesuaikan dengan
tujuan tertentu. Untuk memperoleh gambaran secara jelas mengenai pengertian
pendafataran tanah dimaksud, Pendaftaran tanah terdiri dari kata “pendaftaran”
dan kata “tanah”. Oleh karena itu untuk mengetahui pengertian pendaftaran tanah
dapat dipisahakan dalam 2 pengertian yaitu disatu pihak pengertian tentang
pendaftaran dan dipihak lain pengertian tentang tanah itu sendiri.
4
oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama orang lain serta badan-
badan hukum”.
5
tentang luas, nilai, subyek atas hak pada suatu bidang tanah. Selanjutnya
dikemukakan bahwa pendaftaran tanah adalah suatu pendaftaran yang melalui
suatu ketentuan yang sangat teliti dan terarah, sehingga tidak mungkin asal saja,
lebih-lebih lagi bukan tujuan pendaftaran tanah tersebut untuk sekedar
diterbitkannya bukti pendaftaran tanah.
6
atas tanah. Pendaftaran tanah adalah perbuatan mendaftarkan tanah yaitu bumi
dalam arti permukaan bumi paling atas yang dimanfaatkan untuk tanah garapan,
tanah pertanian dan tanah perkebunan serta tanah pertanian untuk menciptakan
suatu catatan/tulisan yang diatur bersusun yang dapat digunakan untuk tujuan-
tujuan tertentu.
7
Serangkaian kegiatan pendaftaran tanah dari kegiatan pengumpulan data
sampai dengan penyajian serta pemeliharaan data pada dasarnya merupakan
kewajiban pemerintah, sedangkan penyelenggaraannya dilakukan oleh Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia (sekarang Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia) sebagai lembaga
pemerintah yang mempunyai tugas di bidang pertanahan yang salah satu tugasnya
adalah melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum
pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah atau land registration tidak hanya
mendaftarkan tanah secara fisik melainkan juga mendaftarkan hak atas tanah guna
menentukan status hukum tanah serta hak-hak lain yang membebani. Dalam
pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali (initial registration) dan pemeliharaan data pendaftaran tanah (maintenance).
Menurut Pasal 1 angka 9 PP 24 Tahun 1997, pendaftaran tanah untuk pertama kali
adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah
yang belum didaftarkan berdasarkan PP No. 10 Tahun 1961 atau PP No. 24 Tahun
1997.
Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan
satuan rumah susun bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar,
pemegang haknya dan ada tidaknya hak pihak lain serta bebanbeban lain yang
8
membebaninya. Perubahan tersebut seperti apa yang tercantum dalam Peraturan
Menteri Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 Pasal 94 yaitu: Pemeliharaan data
pendaftaran tanah dilaksanakan dengan pendaftaran perubahan data fisik dan data
yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah didaftar dengan mencatatnya di dalam
daftar umum sesuai dengan ketentuan di dalam peraturan ini. Pertama, perubahan
data yuridis dapat berupa: (1) Peralihan hak karena jual beli, tukar menukar,
hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak
lainnya; (2) Peralihan hak karena pewarisan; (3) Peralihan hak karena
penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi; (4) Pembebanan hak
tanggungan; (5) Peralihan hak tanggungan; (6) Hapusnya hak atas tanah, hak
pengelolaan, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan; (7)
Pembagian hak bersama; (8) Perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan
putusan pengadilan atau penetapan Ketua Pengadilan; (9) Perubahan nama akibat
pemegang hak yang ganti nama; dan (10) Perpanjangan jangka waktu atas tanah.
Kedua, perubahan data fisik dapat berupa: (1) Pemecahan bidang tanah; (2)
Pemisahan sebagian atau beberapa bagian dari bidang tanah; dan (2)
Penggabungan dua atau lebih bidang tanah. Pemegang hak yang bersangkutan
wajib mendaftarkan perubahan yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan
sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 36 ayat 2 PP No. 24 Tahun 1997.
Tujuan pendaftaran tanah adalah segala sesuatu yang ingin dicapai dari
pelaksanaan pendaftaran tanah. S. Rowton Simpson17 mengemukakan maksud
pendaftaran tanah dapat di bedakan dalam 2 ( dua) tujuan untuk mencapainya,
yaitu: a. Tujuan yang bersifat fiskal, diantaranya di perlukan untuk perencanaan
pembangunan dan perpajakan. b. Tujuan yang bersifat hukum antara lain untuk
menjamin kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah. Pendaftaran tanah
dengan tujuan fiskal mempunyai fungsi yang berhubungan dengan kepentingan
Negara yaitu untuk keperluan pemungutan pajak tanah, Douglas J Whalan
berpendapat bahwa pendaftaran tanah mempunyai 4 (empat) keuntungan, antara
lain: a. Security and certainty or true, artinya dengan pendaftaran tersebut terdapat
adanya kebenaran dan kepastian dari hak tersebut baik dari peralihan haknya dan
9
juga adanya suatu klaim dari orang lain. b. Peniadaan dari keterlambatan dan
pembiayaan yang berkelebihan artinya dengan adanya pendaftaran tanah tersebut
maka tidak perlu selalu di ulang dari awal setiap adanya peralihan haknya, apakah
dia berhak atau tidak dan bagaimana rangkaian peralihan hak tersebut. c.
Penyederhanaan atas alas hak yang berkaitan, artinya dengan adanya pendaftaran
tanah tersebut maka peralihan hak itu di sederhanakan dan segala proses akan
dapat di permudah. d. Ketelitian, artinya dengan adanya pendaftaran tanah, maka
ketelitian sudah tidak diragukan lagi.
10
yang diutamakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan (Pasal 1 ayat (1)
Undang-undang No. 4 Tahun 1996); 2). Tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 ayat (1)
Undang-undang No. 4 Tahun 1996); 3). Hanya dibebankan pada hak atas tanah
yang telah ada (Pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 4 Tahun 1996), dll. 2.
Prosedur pelaksanaan Hak Tanggungan terhadap hak atas tanah di dalam
memperoleh kredit pada bank umum melalui tahapan: (1) Perjanjian utang
(perikatan) yang mengandung janji untuk memberi Hak Tanggungan) perjanjian
ini bersifat konsensual obligatoir artinya mengandung kewajiban debitur untuk
memberi (menyerahkan) objek Hak Tanggungan kepada kreditur. (2) Perjanjian
Pemberian Hak Tanggungan (Pasal 10 ayat (2) UUHT), yang diawali dengan
perjanjian pemberian Hak Tanggungan dan berakhir pada saat pendaftaran.
Bentuk perbuatan hukum dari perjanjian pemberi hak tanggungan ini adalah Akte
Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat PPAT (Pasal 10 ayat (2) jo
Pasal 17 UUHT. APHT tersebut kemudian dapat didaftarkan pada Kantor
Pertanahan.
11
bukti yang dikeluarkannya, bukan semata-mata memberikan hak atas tanah
kepada seseorang tetapi bukti administrasi saja.
12
lembaga hak jaminan atas tanah untuk pelunansan utang tertentu mempunyai 4
( empat ) asas, yaitu sebagai berikut :
2) Selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada (asas
droit de suite). Artinya benda-benda yang dijadikan objek Hak Tanggungan itu
tetap terbeban Hak Tanggungan walau di tangan siapapun benda itu berada. Jadi
meskipun hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan tersebut telah
beralih atau berpindah-pindah kepada orang lain, namun Hak Tanggungan yang
ada tetap melekat pada objek tersebut dan tetap mempunyai kekuatan mengikat.
Sifatdroit de suite ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi
kepentingankreditor selaku pemegang Hak Tanggungan karena kreditor masih
tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi jika debitor cidera janji
walaupun obyek dari Hak Tanggungan sudah berpindah tangan dan menjadi milik
pihak lain.
13
pembebanan Hak Tanggungan dipersyaratkan bahwa wajib disebut secara jelas
piutang yang mana dan sampai sejumlah berapa yang dijamin, serta benda-benda
yang mana yang dijadikan jaminan. Hal ini yang disebut pemenuhan syarat
spesialitas, yang menurut Pasal 11 ayat (1) UUHT, selain identitas pemegang dan
pemberi Hak Tanggungan, serta domisili masing-masing wajib dicantumkan
dalam APHT yang bersangkutan.Selain disebut dalam APHTnya, hak tanggungan
yang diberikan juga wajib untuk didaftarkan sehingga adanya hak tanggungan
serta apa yang disebut dalam akta itu dapat dengan mudah diketahui oleh yang
berkepentingan karena tata usaha pendaftaran yang ada di Kantor Pertanahan
terbuka bagi umum, yang merupakan pemenuhan syarat publisitas dan diatur
dalam Pasal 13 UUHT.
Selain asas-asas yang telah di jelaskan di atas, terdapat pula asas yang
lainnya, seperti Asas Asesi (Asas Perlekatan) Baik perlekatan yang sifatnya
horisontal maupun perlekatan yang sifatnya vertikal, yang menyatakan bahwa
benda bergerak yang tertancap atau terpaku pada benda tidak bergerak,
berdasarkan asas asesi maka benda- benda yang melekat pada benda pokok,
secara yuridis harus dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari benda
pokoknya. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 571 KUHPerdata
yang menyatakan: “Hak milik atas sebidang tanah mengandung di dalamnya
kepemilikan atas segala apa yang ada di atasnya dan di dalam tanah.”
14
Lalu ada Asas Pemisahan Horisontal asas yang hanya mengakui hak atas
tanah terbatas pada hak atas permukaan bumi saja dimana pemilikan atas tanah
dan benda atau segala sesuatu yang berada di atas tanah itu adalah terpisah. Asas
pemisahan horisontal adalah asas yang didasarkan pada hukum adat. Berkaitan
dengan penerapan asas pemisahan horizontal tersebut, Bachtiar Effendie
mengemukakan bahwa tidak ada satu pasal pun dalam UUPA yang secara tegas
telah menjabarkan asas pemisahan horizontal tersebut.
15
kepunyaan debitor dan pihak lain atau debitor bersama pihak lain, jika benda yang
dijadikan jaminan milik bersama. Juga mungkin bangunan milik suatu Perseroan
Terbatas, sedang tanah milik direkturnya, sedangkan pemegang hak tanggungan
terdiri dari perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak
berpiutang atau sering disebut kreditor.
karena objek Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah Negara, sejalan dengan
hukum yang dapat mempunyai Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Pada umumnya pemberi Hak Tanggungan adalah debitor itu sendiri (yang
jaminan hutang bukan milik debitor. Bisa juga debitor dan pihak lain, jika
hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Orang itu bisa
orang asing dan bisa juga badan hukum asing, baik yang berkedudukan di
16
dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah Negara
Republik Indonesia.
Pasal 9 UUHT, dari ketentuan dua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa
yang menjadi subjek hukum dalam hak tanggungan adalah subjek hukum
perjanjian hak tanggungan ada dua pihak yang mengikatkan diri, yaitu
sebagai berikut:
diberikannya.
Negara Asing. Dengan ditetapkannya hak pakai atas tanah negara sebagai
salah satu objek hak tanggungan, bagi warga negara asing juga
Indonesia. Oleh karena itu jika perjanjian kreditnya dibuat di luar negeri
dan pihak pemberi kreditnya orang asing atau badan hukum asing yang
17
untuk kepentingan pembangunan di wilayah Republik Indonesia, hal ini
dimuka umum;
1. Hak Milik
4. Hak pakai, baik hak pakai atas tanah Negara maupun hak pakai atas
5. Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang
telah ada atau akanada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
tersebut.
18
Selain objek-objek tanah Hak Pakai yang tidak dapat dipindah tangankan,
juga ada beberapa tanah yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan,
yaitu:
lainnya
diketahui bahwa hukum tanah nasional didasarkan pada hukum adat yang
tanaman yang ada di atas tanah bukan merupakan bagian tanah yang
dibebani dengan lebih dari satu hak tanggungan guna menjamin pelunasan
lebih dari satu utang.Artinya, bahwa suatu objek hak tanggungan dapat
dibebani lebih dari satu hak tanggungan sehingga terdapat pemegang hak
secara lengkap surat- surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika
hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi
19
tanggal hari berikutnya.Agar pembuatan buku tanah hak tanggungan
bisa orang asing, bisa badan hukum asing baik yang berkedudukan di
Republik Indonesia.
sebagai mana tersebut dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT yang menyatakan
20
yang dibuat oleh PPAT sesuai peraturan Perundang- undangan yang
berlaku. APHT yang dibuat oleh PPAT tersebut merupakan akta otentik
Tanggungan dilaksanakan dalam dua (2) tahap, yaitu tahap pemberian hak
Pasal 15 UUHT. Dalam Pasal 10 UUHT diatur tentang tata cara pemberian
penerima kuasa.
adalah:
(3) Objek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari
bersangkutan.
21
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT tersebut
terlebih dahulu dan janji itu dipersyaratkan harus dituangkan di dalam dan
merupakan bagian yang tidak terpisah dari perjanjian utang piutang yang
Ini berarti setiap janji untuk memberikan Hak Tanggungan terlebih dahulu
APHT. APHT ini merupakan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) UUHT, Penjelasan atas Pasal 11 ayat (1)
22
hal-hal yang disebutkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan
seyogyanya dicantumkan sebagai salah satu ayat atau pasal dalam Batang
1). Wajib dibuatkan dengan akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi
2). Tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apa
23
berlaku dalam hal surat kuasa membebankan Hak Tanggungan
Pasal 13 :
24
5. Hak tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
pendaftaran Hak Tanggungan pada buku Tanah hak atas tanah yang
oleh Kantor Pertanahan atas dasar data di dalam APHT serta berkas
Hak Tanggungan. Bentuk dan isi buku tanah Hak Tanggungan telah
UUHT);
d. Nilai Tanggungan;
25
Hapusnya Hak tanggungan diatur dalam Pasal 18 sampai dengan
hak tanggungan yang tercantum pada buku tanah dan sertifikat hak
26
(sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 UUHT);
UUHT).
27
syarat objektif sahnya perjanjian, khususnya yang
tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah
28
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
29
pemisahan horizontal tidak efektif digunakan pada masa sekarang mengingat
bangunan-bangunan yang didirikan sudah menggunakan model permanen.
Bangunan model permanen terlebih jika bangunan tersebut berdiri secara vertikal
akan sangat sulit dipindahkan oleh pemilik hak milik atas bangunan tersebut
apabila hak sekunder tanah berakhir. Asas pemisahan horizontal akan relevan jika
diterapkan pada masa lampau di mana bangunan didirikan dengan model semi
permanen. Asas lex spesialis derogat legi generali digunakan untuk
menyelesaikan konflik hukum di atas. Asas lex spesialis digunakan untuk
mengecualikan asas pemisahan horizontal terhadap rumah susun. Asas yang
digunakan untuk mengecualikan asas pemisahan horizontal adalah dengan
menggunakan asas perlekatan. Bangunan menjadi bagian dari tanahnya, oleh
karena itu dengan sendirinya bangunan tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum
yang berlaku pada tanahnya (hukum tanah).
3.2. Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali, 2009, Mengenal Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termaksud Interprestasi Undang-Undang (Legisprudence),
Kencana, Jakarta.
Adrian Sutedi, 2009, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Sinar
Grafika, Jakarta.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja
Grafindo, Jakarta.
Andi Hamzah, dkk, 1992, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, PT. Rieneka Cipta,
Jakarta.
Bernard L. Tanya, dkk, 2010, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas
Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta
31