gambar2 kapal Dalam Keadaan oleng
gambar3 kondisi kapal dalam keadaan stabil
Pada peninjauan kestabilan suatu kapal dikenal beberapa titik yang digunakan untuk
mengetahui besarnya momen yang terjadi pada kapal, pada saat terjadi trim dan
oleng. Adapun titik-titik tersebut adalah :
1. Titik G (Centre of Grafity) adalah titik berat kapal yang dipengaruhi oleh keadaan
kapal itu sendiri, seperti bentuk lambung, dan komponen-komponen yang ada di dalam
kapal tersebut berupa komponen yang tetap maupun komponen yang dpat berubah-
berubah.
2. Titik B (Centre of Bouyancy) adalah titik gaya tekan ke atas dari volume air yang
dipindahkan oleh bagian kapal yang terbenam di dalam air, adan besarnya titik B ini
dipengaruhi oleh bentuk badan kapal yang berada di bawah permukaan air.
3. Titik M (Titik Metasentra) adalah titik yang merupakan perpotongan vektor gaya
tekan ke atas pada saat kapal dalam keadaan tegak, dengan gayan tekan ke atas (γV)
pada saat kapal terjadi sudut oleng
Untuk kapal yang berada dalam keadaan seimbang (kestabilan yang mantap) titik G dan
B berada pada satu garis yang tegak lurus (gambar 3) terhadap permukaan zat cair. Dan
besarnya gaya berat kapal sama dengan gaya tekan ke atas.
Untuk kapal yang mengalami kemiringan baik oleng maupun trim yang disebabkan oleh
gaya-gaya dari luar dengan anggapan bahwa komponen-komponen berat kapal tidak ada
yang mengalami perubahan letak, maka titik G juga tidak terjadi perubahan. Tetapi titik
B akan mengalami perpindahan. Hal ini terjadi karena titik berat dari bagian kapal yang
berada di bawah garis air adalah titik tekan ke atas itu sendiri. Disisi lain dengan
terjadinya kemiringan kapal, maka bentuk bagian kapal yang berada di bawah
permukaan air akan mengalami perubahan. Sehingga titik tekan ke atas (titik B) juga
akan mengalami perubahan sesuai dengan perubahan bentuk bagian kapal yang tercelup
di dalam air. Jadi, untuk kapal oleng, titik B akan berpindah menjadi Bφ pada bidang
melintang kapal, sedangkan untuk kondisi trim titik B berpindah menjadi Bθ pada
bidang memanjang kapal (gambar 1 dan 2).
Dari gambar 1 dan 2 tampak bahwa titik G dan titik B tidak berada dalam satu garis
luirus vertikal, baik tampak melintang maupun tampak memanjang kapal. Hal ini akan
menyebabakan terjadinya momen koppel sebesar :
S = W . h
Dimana :
W = Berat Kapal (Displacement)
h = GQ = lengan koppel = MG sin φ
Sedangkan untuk MG dapat di uraikan sebagai berikut :
MG = MK – KG
MK = MB + KB
Jadi :
MG = (MB + KB) – KG
Dimana :
MK = Faktor Bentuk Kapal
KG = Faktor Berat Kapal
Sehingga diperoleh persamaan :
S = W . MG sin φ
Dengan demikian bahwa ada sebuah kapal akan berlaku bahwa stabilita kapal
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu Faktor bentuk kapal, Faktor berat kapal.
Keseimbangan dari kapal juga ditentukan oleh jarak antara titik metasentra (M) terhadap
titik beratnya (G), dalam hal ini akan terjadi tiga kemungkinan dari kapal tersebut
yaitu :
Akibat adanya kondisi kapal oleng maka stabilitas kapal di bedakan atas dua macam
yaitu :
1. Stabilita statis
Stabilitas statis adalah kemampuan kapal untuk kembali pada posisi awal dengan
adanya momen koppel setelah mengalami kemiringan dengan sudut φ.
2. Stabilita dinamis
Stabilitas dinamis adalah stabiltas yang terjadi akibat adanya keolengan kapal pada
sudut φ, maka titik B akan berpindah ke titik Bφ, dengan sendirinya akan tampak
perbedaan ajrak antara Bφ Q dan BG (gambar 2).
Baik stabiltas statis maupun stabilitas dinamis selalu ditinjau dari dua bagian yaitu :
1. Stabilitas awal yaitu stabilitas dengan sudut-sudut oleng yang kecil ( < 6o) dan
dalam perhitungannya menggunakan titik M sebagai titik metasentra.
2. Stabiltias lanjut yaitu stabiltias dengan sudut oleng > 6o dan dalam
perhitungannya menggunakan titik N sebagai titik metasentra.
Kriteria Penilaian Stabilitas Menurut IMO/IMCO
Dalam buku Prinsiple of Naval Architecture Volume II IMO/IMCO memberikan
persyaratan untuk penilaian stabilitas kapal yaitu :
1. Jari-jari metasentra (MG) harus lebih besar dari 0,15 m (MG > 0,15)
2. Lengan stabilitas (h) pada saat sudut oleng 30o harus lebih besar dari 0,20 m (h
30o > 0,20)
3. Lengan stabilitas maksimum (h maks) harus berada diatas sudut oleng 30o (h
maksimum > 30o)
4. Sudut minimum dimana kapal sudah tidak memiliki lagi lengan stabilitas berada
diatas sudut oleng 60o (Range of Stability > 60o
5. Luasan curva lengan stabiltias statis antara sudut 0o – 30o harus lebih besar dari
0,05 m.rad (Area up to 30o > 0,05 m rad)
6. Luasan curva lengan stabiltias statis antara sudut 0o – 40o harus lebih besar dari
0.09 m.rad (Area up to 40o > 0,09 m rad)
7. Luasan curva lengan stabiltias statis antara sudut 30o – 40o harus lebih besar dari
0,03) Area Between 30o dan 40o > 0,03 m rad
STABILITAS KAPAL
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Stabilitas Kapal
Salah satu persyaratan bagi suatu kapal untuk bisa tetap melaut (a Sea – Going Property
Of Ship) adalah adanya “Stability” atau stabilitas dari kapal itu sendiri, yang mana
semua itu mutlak diperlukan untuk menjamin kenyamanan dan keselamatan dari kapal
itu sendiri dan muatannya.
Secara umum stabilitas suatu kapal dapat didefenisikan sebagai kemampuan suatau
kapal berdeviasi dari posisi setimbang oleh karena pengaruh gaya luar yang bekerja, dan
setelah gaya tersebut hilang kapal kembali ke posisi semula.( Derret D.R, dalam
Efruan.M, hal1).
Sedangkan menurut Semyonov, stabilitas merupakan kemampuan (ability) suatu kapal
yang menyimpang dari posisi setimbang oleh adanya aksi gaya luar untuk kembali ke
posisi semula apabila aksi gaya itu hilang.(Semyonov, Tyan, and Shansky hal 57).
Gaya-gaya yang bekerja pada kapal, baik dalam arah melintang maupun membujur,
yang dapat mempengaruhi stabilitas suatu kapal adalah gaya berat (gravity force), dan
gaya apung (bouyancy force). Yang keseluruhannya harus berada pada satu garis
vertikal.
Bila titik pusat dari gaya-gaya tersebut tidak berada dalam satu garis vertikal, baik itu
secara melintang maupun membujur maka kapal akan mengalami helling untuk posisi
melintang dan trim untuk posisi membujur. semua itu terjadi karena gaya berat dan gaya
apung yang bekerja pada kapal tidak berada dalam satu garis vertikal, sehingga akan
membentuk sudut atau kopel. kopel tersebut akan menghasilkan momen-momen yang
bekerja pada kapal. Baik itu momen pembalik (Heling Moment) ataupun momen
penegak (Righting Moment). (La Dage.J, hal 57).
Selanjutnya stabilitas suatu kapal dapat dijelaskan lewat gambar berikut :
Gambar 2.1 Titik gaya-gaya yang bekerja pada kapal secara
melintang. (Semyonov,Tyan, and Shansky, hal 20).
Gambar 2.2 Titik gaya-gaya yang bekerja pada kapal secara
membujur ( Semyonov,Tyan, and Shansky, hal 19).
Titik pusat berat (G) merupakan pusat dari segala gaya berat kapal dengan muatannya
yang bekerja vertikal dan arahnya ke pusat bumi, dan merupakan pusat dari massa kapal
tersebut. Tinggi dan rendahnya titik G tergantung dari distribusi muatan yang di angkut
(DWT) kapal itu. Sedangkan titik B merupakan titik tangkap resultan gaya-gaya yang
menekan tegak ke atas dari bagian kapal yang terbenam dalam air. Titik B itu sendiri
bukanlah merupakan suatu titik yang tetap, akan tetapi akan berpindah-pindah oleh
adanya perubahan sarat dari kapal.
Dalam stabilitas kapal, titik B inilah yang menyebabkan kapal mampu untuk tegak
kembali setelah kapal mengalami kemiringan. Letak titik B tergantung dari besarnya
kemiringan yang terjadi pada kapal (bila terjadi perubahan sudut kemiringan, maka letak
titik B akan berpindah juga).
Saat kapal bergerak dengan posisi tegak (tidak ada pengaruh gaya luar) maka titik
tekan kapal (B) dan titik berat kapal (G) berada pada satu garis vertikal.
Sedangkan jika kapal mendapat pengaruh gaya luar, maka titik tekan akan berpindah
dari B ke B’ yang mengakibatkan gaya berat dan gaya apung akan membentuk kopel
sebesar sudut Ө. kopel inilah yang akan menghasilkan momen oleng (helling moment)
dan momen bending (righting moment).
Helling moment adalah momen yang bekerja untuk memiringkan kapal,
sedangkan righting momen adalah momen yang mengembalikan kapal ke posisi atau
kedudukan semula.
Berdasarkan kriteria stabilitas, jika titik berat kapal (G) berada di bawah titik metasenter
(M) maka GM > 0. Itu berarti KM – KG > 0. dalam kondisi ini, kapal berada dalam
keadaan stabilitas yang baik (stabilitas positif).
Berbicara mengenai stabilitas, yang akan berhubungan dengan besar kecilnya nilai
stabilitas, yaitu momen penegak(Righting moment) dan besarnya nilai dari lengan
penegaknya (GZ).
Jika titik berat G di atas titik metasenter M, maka GM < 0. Itu berarti KM – KG < 0.
dalam kondisi ini kapal akan berada dalam kondisi stabilitas yang kurang baik (stabilitas
negatif).
Jika titik G berimpit dengan titik metasenter, maka GM = 0. itu berarti KM – KG = 0.
Dalam kondisi ini kapal berada dalam kondisi stabilitas yang kurang baik. (stabilitas
netral).(J.La Dage, Lee van Gemert, dalam Maeruhu.A, Hal 17-18).
Momen untuk GM dapat bernilai positif atau negatif, tergantung besar kecilnya sudut
(Ө) yang terjadi pada saat kapal mengalami oleng, dan letak titik pusat gaya-gaya yang
bekerja pada kapal.
Selanjutnya tinggi metasenter (GM) dapat dihitung dengan rumus (Purba R, hal.80) :
GM = KB + KG – KM
Tinggi titik berat (G) terhadap lunas (keel) berubah-ubah tergantung distribusi beban
dan bentuk kapal itu sendiri.sedangkan titik KM dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut (Rawson.K.J, Hal 97)
KM = KB + BM (m)
dimana :
KB = Tinggi titik pusat pengapungan terhadap garis dasar, yang dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
KB = 0,53 . T
dimana :
T = Tinggi sarat kapal (m)
BM = Tinggi titik metasenter diatas titik pusat pengapungan (Radius metasenter),
yang dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
BM =
dimana :
I = Momen inersia bidang garis air kapal ( )
V = Desplasemen volume kapal ( )
3. Kurva Tchebycheff
Kurva Tchebycheff merupakan gambaran dari beberapa buah gading yang diambil dari
proyeksi kapal, dengan jarak masing-masing gading diambil dari gading
tengah (midship), ditentukan dengan menggunakan kooifisien Tchebycheff yang dapat
di lihat pada tabel.
Tabel 2.1. Koefisien Kurva Tchebycheff Berdasarkan Jumlah Gading
Jumlah
Koefisien i
Gading
2 ± 0,5773
3 0; ± 0,7071
4 ± 0,1876; ± 0,7947
5 0; ± 0,3745; ± 0,8325
6 ± 0,2666; ± 0,4225; ± 0,8662
7 0; ± 0,3239; ± 0,5297; ± 0,8839
8 ± 0,1026; ± 0,4062; ± 0,5938; ± 0,8974
9 0; ± 0,1679; ± 0,5288; ± 0,6010; ± 0,9116
10 ± 0,0838; ± 0,3127; ± 0,5000; ± 0,6873; ± 0,9162
12 ± 0,0669; ± 0,2887; ± 0,3667; ± 0,6333; ± 0,7113; ±
0,9331
Sumber : K. C. Barnaby, Basic Naval Architetcture, Hutchinson Scientific and
Technical, London, 1976, Table 2, p. 41.
4. Diagram Polar
Dengan diketahuinya harga BM pada masing-masing posisi kemiringan, dapat
digambarkan diagram polar. Melalui diagram ini dapat dilihat letak titik tekan pada
masing-masing posisi kemiringan, dan dapat digambarkan lengan stabilitas statis dan
dinamis serta lengan stabilitas bentuk. Hasil dari penggambaran,akan berupa stabilitas
statis dan dinamis, bila dikalikan dengan displasemen, maka akan diperoleh momen
balik (MR) dan kerja (T).
5. Diagram Stabilitas
Diagram ini menggambarkan lengan stabilitas statis (Gz) dan lengan stabilitas dinamis
(d), yang merupakan fungsi dari sudut kemiringan (ϴ).
Tinggi titik potong garis singgung lengkungan lengan stabilitas statis pada kemiringan
tertentu (ϴ), dengan garis vertical dari titik yang berjarak I radian dari (ϴ) merupakan
tinggi metasenter (GM) pada kemiringan ϴ tersebut.
Untuk menilai stabilitas kapal ini digunakan kriteria International Maritime
Organization (IMO).