Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PENGELOLAAN LAHAN KERING


“Degradasi Tanah Pada Lahan
Kering”

Oleh:

NAMA : MUH. ZULFADLI RADIF ARRASTAQA S.


NIM : D1C117038
KELAS : ILMU TANAH A

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


JURUSAN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALUOLEO

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahan kering didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah


tergenang atau digenangi oleh air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau
sepanjang waktu. Lahan kering di Indonesia meliputi luas lebih dari 140 juta ha
(Hidayat dan Mulyani, 2002). Menurut BPS (2001), sekitar 56 juta ha lahan
kering di Indonesia (di luar Maluku dan Papua) sudah digunakan untuk pertanian.
Lahan kering ditandai dengan rendahnya curah hujan (< 250 – 300 mm/tahun),
indek kekeringan (rasio)/perbandingan antara curah hujan dan evapotranspirasi
kurang dari 0.2), variasi tanaman sangat terbatas (hanya semak belukar,
rerumputan dan pepohonan kecil di daerah tertentu), suhu yang sangat tinggi
(+49˚C pada musim panas), bertekstur pasir dan memiliki salinasi yang tinggi
pada tanah dan air tanahnya yang diakibatkan oleh tingginya evaporasi dan
infiltrasi.

Pertanian lahan kering merupakan budidaya tanaman pertanian di lahan


yang kurang air dan tanah yang kurang subur. Lahan kering sering terjadi akibat
dari rendahnya curah hujan, sehingga keberadaan air sangat terbatas dan
menyebabkan suhu udara sangat tinggi. Rendahnya curah hujan ini juga yang
menyebabkan rendahnya kelembaban pada tanah.

Berdasarkan luasan, lahan kering merupakan sumberdaya lahan yang


mempunyai potensi besar untuk menunjang pembangunan pertanian di Indonesia.
Namun demikian, optimalisasi pemanfaatan lahan kering di Indonesia masih
dihadapkan pada berbagai tantangan, diantaranya adalah degradasi tanah.

Degradasi tanah adalah proses penurunan produktivitas lahan, baik yang


sifatnya sementara maupun tetap. Akibat lanjut dari proses degradasi lahan adalah
timbulnya areal-areal yang tidak produktif dan dikenal sebagai lahan kritis.
Berdasarkan data Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan (1993),
terdapat 17,35 juta lahan kritis di areal lahan pertanian. Sedangkan berdasarkan
hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1997) di 11 provinsi di
Indonesia terdapat 10,94 juta ha lahan kritis.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui penyebab utama degradasi tanah pada lahan kering

2. untuk mengetahui dampak dari degradasi tanah pada lahan kering

3. untuk mengetahui upaya mengatasi degradasi tanah pada lahan kering


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kajian Pustaka

Lahan kering didefinisikan sebagai hamparan yang tidak pernah tergenang


atau digenangi air pada sebahagian waktu dalam setahun atau sepanjang tahun
(Hidayat et al., 2002). Lahan kering dapat digunakan untuk usaha pertanian
dengan menggunakan air secara terbatas dan biasa hanya bersumber dari air hujan
(Abdurahman et al., 1997)

Berdasarkan karakteristik lahan kerin, peluang pengembangan lahan


kering untuk pertanian sesungguhnya masih terbuka lebar, meskipun tidak semua
lahan kering sesuai untuk pertanian. Dari total luas lahan kering yang ada,
sebagian besar terdapat di dataran rendah dan sesuai untuk budidaya pertanian
penghasil bahan pangan.

Degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas lahan yang


sifatnya sementara maupun tetap dicirikan dengan penurunan sifat fisik, kimia,
dan biologi. Lahan kritis merupakan salah satu bentuk lahan terdegradasi.
Penyebab utama degradasi lahan di Indonesia adalah erosi air sebagai akibat curah
hujan dengan jumlah dan intensitas yang tinggi. Selain itu, juga disebabkan oleh
pengelolaan lahan kering berlereng yang tidak memperhatikan aspek konservasi
tanah dan kelestarian lingkungan, serta pencemaran bahan kimia. Proses degradasi
lahan yang disebabkan oleh erosi air dikategorikan sebagai degradasi erosif yaitu
proses degradasi yang berhubungan dengan pemindahan bahan atau material tanah
oleh kekuatan air (Sitorus. S, 2011)

1.2 Penyebab Utama Degradasi Tanah pada Lahan Kering

Degradasi tanah sejatinya adalah perubahan keadaan lahan yang bersifat


negatif, dimana lahan mengalami penurunan produktifitas dan potensi kegunaan
untuk mendukung kehidupan. Degradasi tanah adalah tanah yang telah menurun
fungsi dan produktifitasnya sebagai penyedia jasa lingkungan yang diakibatkan
oleh kontaminasi aktifitas manusia dan faktor alam dengan sendirinya (Wahyunto,
2014).

Degradasi tanah yang terjadi di Indonesia umumnya disebabkan oleh erosi


air hujan. Hal ini sehubungan dengan tingginya jumlah dan intensitas curah hujan,
terutama di Indonesia Bagian Barat. Bahkan di Indonesia Bagian Timur pun yang
tergolong daerah beriklim kering, masih banyak terjadi proses erosi yang cukup
tinggi, yaitu daerah-daerah yang memiliki hujan dengan intensitas tinggi,
walaupun jumlah hujan tahunan relatif rendah.

Proses degradasi lahan yang disebabkan oleh erosi air dikategorikan


sebagai degradasi erosif yaitu proses degradasi yang berhubungan dengan
pemindahan bahan atau material tanah yang disebabkan oleh kekuatan air.

Faktor lereng juga merupakan penyebab besarnya potensi bahaya erosi


pada usaha tani di lahan kering. Di Indonesia, usaha tani tanaman pangan
banyak dilakukan pada lahan kering yang berlereng. Hal ini sulit dihindari, karena
ssebagian besar lahan kering di Indonesia mempunyai kemiringan lebih dari 3%
dengan bentuk wilayah berombak, bergelombang, berbukit, dan bergunung yang
meliputi 77,4% dari seluruh daratan. Lahan yang tergolong datar cenderung
digunakan untuk kegiatan persawahan, pemukiman, dan fasilitas umum, atau
tanah marginal yang tidak produktif bila digunakan untuk pertanian. Tanah yang
peka erosi dan praktek pertanian yang tidak disertai upaya pengendalian erosi juga
turut menentukan tingkat kerawanan lahan-lahan pertanian terhadap erosi. Pada
lahan berlereng resiko terjadinya erosi dan aliran permukaan cukup besar.

Degradasi lahan kering terus meningkat dari tahun ke tahun. Alih fungsi
lahan menyebabkan pertanian terdesak ke lahan marginal. Penyebab degradasi
kualitas lahan kering saat ini bukan hanya erosi dan eksploitasi lahan yang tidak
terkendali, namun juga disebabkan oleh penggunaan senyawa TOP atau
pencemaran limbah industri di beberapa areal pertanian yang berdekatan dengan
kegiatan industri.
1.3 Upaya Mengatasi Degradasi Tanah pada Lahan Kering

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi degradasi tanah
pada lahan kering adalah dengan teknik konservasi. Besarnya erosi pada sebidang
lahan ditentukan oleh faktor-faktor penyebab erosi, yaitu iklim, tanah, topografi,
pengolaan tanaman, dan aktivitas manusia. Oleh sebab itu, dalam penanggulangan
masalah erosi dan perencanaan teknik konservasi tanahnya harus didasarkan
kepada faktor-faktor penyebab erosi tersebut. Akan tetapi, faktor-faktor erosi
tersebut ada yang mudah dikuasai atau dikontrol, dan ada pula yang tidak mudah
dikontrol. Faktor penyebab erosi yang tidak mudah dikontrol, pengaruhnya dapat
diubah secara tidak langsung, yaitu dengan teknik konservasi tanah.

Penerapan teknik konservasi tanah dengan mengurangi derajat kemiringan


lahan dan panjang lereng merupakan salah satu cara terbaik mengendalikan erosi.
Hal ini dapat ditempuh dengan menggunakan metode konservasi tanah baik secara
mekanik maupun vegetatif. Tanah-tanah di Indonesia tergolong peka terhadap
erosi, karena terbentuk dari bahan-bahan yang relatif mudah lapuk. Erosi yang
terjadi akan memperburuk kondisi tanah tersebut, dan menurunkan
produktivitasnya. Oleh karena itu, penerapan teknik konservasi tanah tidak hanya
ditujukan untuk mengendalikan erosi, melainkan juga untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas dan tanah yang telah terdegredasi.

Setelah kegiatan Konservasi sudah dilakukan, dan tanah sudah kembali


baik, bisa segera dilakukan pengubahan lahan tersebut menjadi hutan. Hutan
merupakan kawasan yang sangat penting di bumi. Hutan sebagai paru-paru dunia
dapat menjadi penyeimbang di bumi dari berbagai macam bencana dan kerusakan.
Lahan yang dapat dijadikan hutan adalah lahan-lahan yang sifatnya tidak cocok
untuk pertanian seperti lahan yang berada di lereng gunung atau lahan yang
bertanah kapur.

Upaya lainnya yaitu dengan cara pembuatan teras di permukaan tanah.


Teras dapat mengurangi aliran air yang ada di permukaan tanah sehingga jumlah
air yanng masuk ke dalam tanah bisa lebih banyak. Selain pembuatan teras,
reboisasi juga merupakan solusi yang terbaik untuk mencegah degradasi tanah
pada lahan kering. Dengan reboisasi, selain dapat mengurangi erosi tanah, juga
dapat meningkatkan kembali kemampuan tanah dalam menyimpan dan mengunci
air tanah.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan seluruh pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa lahan


kering didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau
digenangi oleh air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau sepanjang
waktu. Degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas lahan yang
sifatnya sementara maupun tetap dicirikan dengan penurunan sifat fisik, kimia,
dan biologi. Faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya degradasi tanah pada
lahan kering didominasi oleh peristiwa terjadinya erosi tanah oleh air serta faktor
kelerengan. Selain itu, alih guna lahan juga sedikit banyak mempengaruhi hal ini.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah degradasi tanah pada lahan kering,
antara lain melakukan kegiatan teknik konservasi tanah untuk mengurangi derajat
kemiringan tanah dan mengurangi besaran erosi yang dapat terjadi. Selain itu,
kegiatan reboisasi, pembuatan teras, dan penanaman hutan dapat membantu
mencegah terjadinya degradasi tanah pada lahan kering.

3.2 SARAN

Saran yang dapat saya berikan dari penulisan makalah ini adalah lakukan
hal yang dapat kita lakukan pada lahan kering tersebut sebagai upaya kita untuk
mencegah terjadinya degradasi tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, I. dan Sutono. 1997. Dukungan Penelitian terhadap Pengembangan


Pertanian Lahan Kering. Prosiding Lokakarya Nasional Pertanian Lahan
Kering di Kawasan Timur Indonesia. Dewan Pengembangan Kawasan
Timur Indonesia.

Hidayat A. Dan A Mulyani. 2005. Lahan Kering untuk Pertanian. Prosiding


Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah
Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Bogor.

Sitorus. S et al., 2011. Kriteria dan Klasifikasi Tingkat Degradasi Lahan di Lahan
Kering (Studi Kasus: Lahan Kering di Kabupaten Bogor. Jurnal Tanah
dan Iklim. Bogor.

Wahyunto dan Ai Dariah, “Degradasi Lahan di Indonesia: Kondisi Existing,


Karakteristik, dan Penyeragaman Definisi Mendukung Gerakan Menuju
Satu Peta,” Jurnal Sumber Daya Lahan Vol. 8, no. 2 (2014): h. 83.

Anda mungkin juga menyukai