Anda di halaman 1dari 60

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perusahaan food and beverage adalah perusahaan yang bergerak di bidang

makanan dan minuman. Di Indonesia saat ini perusahaan food and beverage

mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal ini dapat dilihat dari banyaknya

perusahaan di bidang food and beverage yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia

dari period eke periode. Perusahaan PT Myora Indah Tbk merupakan salah satu

perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. PT Mayora Indah Tbk

merupakan salah satu perusahaan yang termasuk dalam kelompok bisnis produk

konsumen di bidang mmakanan dan minuman yang memiliki harga saham besar

dalam Bursa Efek Indonesia.

Semakin makmur sebuah perusahaan akan menarik minat para investor

untuk menginvestasikan sebagian dananya untuk membeli saham di BEI (Bursa

Efek Indonesia). Dalam menilai suatu perusahaan, investor harus menganalisis

laporan keuangan, guna memberikan data yang akurat untuk pengambilan

keputusan apakah layak atau tidak untuk melakukan investasi. Selain digunakan

untuk menentukan layak atau tidaknya melakukan investasi dengan menganalisis

laporan keuangan juga dapat berguna untuk mengetahui keadaan perusahaan

apakah perusahaan tersebut mengalami kesulitan keuangan atau dapat dikatakan

mengalami kebangkrutan.
2

Kebangkrutan merupakan suatu kondisi yang sangat meresahkan bagi

setiap perusahaan, karena masalah ini dapat terjadi kepada perusahaan -

perusahaan pada saat yang tidak diduga. Banyak penyebab terjadinya suatu

kebangkrutan dlam perusahaan, beberapa diantaranya adalah adanya kesulitan

keuangan yang merupakan akibat dari pengelolaan perusahaan yang tidak

profesiaonal ataupun kemampuan perusahaan yang kurang dalam

mempertahankan going concern dalam operasional perusahaannya.

Faktor-faktor penyebab kegagalan usaha dapat dibagi menjadi dua, yaitu

faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam perusahaan itu

sendiri, yang meliputi faktor keuangan dan non keuangan. Faktor keuangan

meliputi kewajiban jangka pendek yang lebih besar dari aktiva lancar, lambatnya

pengumpulan piutang, dan lain-lain. Sedangkan faktor non keuangan berasal dari

kurang baiknya struktur organisasi, kesalahan dalam membuat keputusan yang

berhubungan dengan operasional dan kinerja perusahaan dan sebagainya.

Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar perusahaan dan berada di luar

jangkauan atau kontrol pimpinan perusahaan antara lain adanya persaingan yang

ketat, menurunya permintaan terhadap produk yang dihasilkan dan turunnya harga

Harga saham merupakan salah satu faktor yang penting dalam penentuan

investor melakukan investasi dalam perusahaan. Harga saham terjadi sesuai

denganpermintaan dan penawaran pasar. Semakin baik kinerja keuangan suatu

perusahaan maka semakin tertarik investor melakukan investasi pada perusahaan

tersebut, sehingga harga saham akan semakin meningkan karena diminati banyak

investor. Pada perusahaan PT Mayora Indah Tbk. harga saham selama periode
3

2014 sampai periode 2018 mengalami peningkatan. Berikut disajikan keadaan

harga saham PT Mayora Indah Tbk pada periode 2014 sampai periode 2018.

Tabel I.1 Harga Saham Pada PT Mayora Inda Tbk periode 2014-2018

Tahun Harga Saham Perubahan


2014 826  -
2015 1220 32%
2016 1645 26%
2017 2020 19%
2018 2620 23%
Sumber: http://m.id.investing.com (data diolah)

Untuk mengetahui suatu tingat kebangkrutan diperlukan suatu analisis

terhadap kebangkrutan dimana analisis ini dipergunakan untuk memperoleh

peringtan awal terhadap tanda-tanda kebangkrutan.

Semakin awal tanda-tanda tersebut diketahui, semakin baik bagi pihak

manajemen untuk dapat melakukan perbaikan. Dan salah satu alat analisis yang

digunakan untuk memberikan penilaian terhadap kinerja perusahaan di masa kini

maupun masa yang akan datang adalah analisis Z-Score. Analisis ini dibentuk

oleh Edward I. Altman pada tahun 1968 sebagai hasil dari penelitiannya (Butet

Agrina. 2012).

Berdasakan keadaan harga saham PT Mayora Indah Tbk yang terus

meningkat dan dengan adanya perusahaan pesaing yang terus bermunculan maka

penulis ingin mengetahui bagaimana keadaan PT Mayora Indah Tbk, yang

semakin lama mengalam persaingan yang cukup ketat akan mengalami

kebangkrutan dan apakah keadaan perusahaan tersebut berpengaruh terhadap

harga saham pada perusahan. Maka penulis dalam penelitian ini tertarik untuk
4

melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kebangkrutan dan Pengaruhnya

Terhadap Harga Saham pada PT Mayora Indah Tbk.”

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat di rumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah terdapat potensi kebangkrutan pada PT Mayora Indah Tbk

periode 2014 – 2018 menggunakan metode Z-score Altman?

2. Bagaimana pengaruh nilai rasio keuangan Altman Z-score terhadap

harga saham pada PT Mayora Indah Tbk periode 2014 – 2018?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

a. Untuk mengetahui apakah terdapat potensi kebangkrutan pada

PT Mayora Indah Tbk periode 2014 – 2018 menggunakan

metode Z-score Altman atau tidak.

b. Untuk mengetahui pengaruh nilai rasio keuangan Altman Z-

score terhadap harga saham pada PT Mayora Indah Tbk

periode 2014 – 2018

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis
5

a. Bagi Pembaca dan Peneliti Lain

Penelitian ini berguna sebagai bahan refrensi serta informasi bagi

peniliti lain yang ingin melakukan penelitian terutama mengenai

analisis kebangkrutan dengan metode Z-score dan pengaruh terhadap

harga saham.

b. Bagi penulis

Penelitian ini berguna sebagai salah satu syarat menyelesaikan

pendidikan S1 dan juga dapat berguna untuk menambah ilmu

pengetahuan bidang keuangan terutama mengenai analisis kebangkrutan

dengan metode Z-score dan pengaruh terhadap harga saham serta

melatih menulis untuk menerapkan teori – teori yang di peroleh dari

perkuliahan.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan

saran bagi perusahaan yang menjadi subjek penelitian untuk

memperbaiki atau meningkatkan usaha, sehingga laporan keuangan -

keuangannya dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan

relevan bagi pihak yang berkepentingan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
6

2.1. Landasan Teori

.1.4. Manajemen Keuangan

1. Pengertian Manajemen

Istilah manajemen berasal dari kata “to manage”yang berarti

mengatur dan memimpin. Manajemen adalah pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan terlebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan orang lain (G.R.

Terry, 2006).

Sedangkan menurut MC. Maryati (2008) Manajemen adalah proses

mengadakan dan menggunakan sarana dan sumber daya untuk mencapai tujuan

atau sasaran yang telah ditetapkan dengan cara efektif dan efisien.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen

adalah suatu kegiatan atau usaha menggerakkan orang-orang disekitarnya dan

menggunakan segala fasilitas, alat dan prasarana yang ada untuk mencapai

tujuan secara efektif dan efisien.

2. Pengertian Manajemen Keuangan

Suatu organisasi baik yang berskala besar maupun kecil apakah

berorientasi profit atau non profit, apakah dikelola pemerintah ataupun swasta,

akan mempunyai perhatian yang besar pada bidang keuangan karena

keberhasilan organisasi sebagian besar sangat ditentukan oleh keputusan

keuangan atau dengan kata lain masalah yang timbul dalam organisasi

berimplikasi terhadap bidang keuangan. Berikut ini pengertian manajemen

keuangan menurut beberapa ahli:


7

Manajemen keuangan adalah segala aktivitas yang berhubungan

dengan perolehan, pendanaan, dan pengelolaan aktiva dengan beberapa tujuan

menyeluruh (James C. Van Horne, 1997)

Manajemen keuangan dapat diartikan sebagai manajemen dana

baik yang berkaitan dengan pengalokasian dana dalam berbagai bentuk

investasi atau pembelanjaan secara efisien (Husnan, 2000).

Manajemen keuangan adalah aktivitas perusahaan yang

berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana, menggunakan dana, dan

mengelola asset sesuai dengan tujuan perusahaan secara menyeluruh (Sonny,

S., 2003)

Menurut Sutrisno (2009) Manajemen keuangan adalah semua

aktivitas perusahaan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan

dengan biaya murah serta usaha untuk menggunakan dana dan mengalokasikan

dana tersebut secara efisien.

Manajemen keuangan menurut Riyanto (2011), mengemukakan

bahwamanajemen keuangan sebagai keseluruhan aktivitas perusahaan yang

bersangkutan dengan usaha mendapatkan dana yang diperlukan dengan biaya

yang minimal dan syarat-syarat yang paling menguntungkan beserta usaha

untuk menggunakan dana tersebut seefisien mungkin.

Berdasarkan definisi manajemen keuangan yang telah diuraikan,

maka manajemen keuangan merupakan segala aktivitas perusahaan

berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana yang maksimal dengan

biaya yang seminimal mungkin, menggunakan serta mengelola aset sesuai

tujuan perusahaan secara efisien dan menyeluruh.


8

.1.4. Tujuan Manajemen Keuangan

Dalam rangka mencapai tujuan perusahaan, semua pihak yang

terlibat dalam organisasi baik departemen keuangan, produksi, pemasaran,

maupun sumber daya manusia harus bekerja sama. Tanpa kerja sama yang

baik, tentu sulit untuk mencapai tujuan perusahaan , maka departemen

keuanganlah yang paling berkepentingan terhadap pengelolaan keuangan

perusahaan dan memiliki tugas-tugas yang cukup berat.

Dalam praktiknya untuk mencapai tujuan tersebut, maka

manajemen keuangan memiliki tujuan melalui dua pendekatan, yaitu:

a) Profit risk approach, dalam hal ini manajer keuangan tidak hanya

sekedar mengejar maksimalisasi profit, akan tetapi juga harus

mempertimbangkan risiko yang bakal dihadapi. Bukan tidak mungkin

harapan profit yang besar tidak tercapai akibat risiko yang dihadapi

juga besar. Disamping itu manajer keuangan juga harus terus

melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh aktivitas

yang dijalankan.

b) Liquidity and profitability, merupakan kegiatan yang berhubungan

dengan bagaimana seorang manajer keuangan mengelola likuiditas dan

profitabilitas perusahaan. Dalam hal likuiditas, manajer keuangan

harus sanggup untuk menyediakan dana (uang kas) untuk membayar

kewajiban yang sudah jatuh tempo secara tepat waktu. Kemudian

manajer keuangan juga dituntut untuk mampu me-manage keuangan

perusahaan , sehingga mampu meningkatkan laba perusahaan dari

waktu ke waktu. Manajer keuangan juga dituntut untuk mampu


9

mengelola dana yang dimiliki termasuk pencarian dana serta mampu

mengelola asset perusahaan sehingga terus berkembang, dari waktu ke

waktu.

2. Fungsi Manajemen Keuangan

Dalam menjalankan tugasnya departemen keuangan memiliki

banyak tugas agar mencapai sasarannya. Tugas (kewajiban) ini kemudian

dituangkan dalam berbagai kegiatan yang harus direncanakan,

dilaksanakan, diawasi, dan dikendalikan, sehingga dapat memuluskan

pencapaian tujuan tersebut. Semua tugas ini lebih banyak menjadi menjadi

tanggungjawab manajer keuangan atau direktur keuangan sebagai pimpinan

tertinggi di departemen keuangan. Secara umum aktivitas manajer

keuangan adalah:

a) Meramalkan dan merencanakan keuangan, artinya seorang

manajer keuangan harus mampu berinteraksi dengan dengan

eksekutif lain dan bersama – sama merencanakan kegiatan

apa saja yang harus dilakukan kedepannya.

b) Keputusan permodalan, investasi, dan pertumbuhan, artinya

manajer keuangan dituntut untuk mampu menghimpun dana

yang dibutuhkan, baik jangka pendek (keperluan modal

kerja) maupun jangka panjang. Manajer keuangan juga harus

mampu menentukan pertumbihan penjualan, alternatif proyek

yang akan dibiayai, bentuk investasi yang akan dilakukan,

serta alternatif sumber dana penggunaan utang dan ekuitas.


10

c) Melakukan pengendalian, artinya manajer keuangan dituntut

untuk mampu berinteraksi dengan eksekutif lain dalam

menjalankan operasi perusahaan secara efisien, sehingga

apabila terjadi penyimpangan masing – masing pihak dapat

mengendalikan kearah yang telah direncanakan.

d) Hubungan dengan pasar modal, artinya manajer keuangan

harus mampu berhubungan dengan pasar modal sehingga

pencarian modal dari sumber ini dapat dipenuhi.

.1.4. Laporan Keuangan

1. Penegertian Laporan Keuangan

Laporan keuangan dibuat dengan maksud untuk memberikan

gambaran atau laporan kemajuan yang secara periodik dilakukan pihak

manajemen perusahaan yang bersangkutan. Dengan kata lain laporan

keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut

posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu

perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam

pengambilan keputusan ekonomi. Berikut ini terdapat pengertian

laporan keuangan dari beberapa ahli dan pakar akuntansi:

Laporan Keuangan merupakan output dan hasil dari proses

akuntansi yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai

salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan. (Harahap, 2007)

Laporan keuangan yaitu laporan yang menunjukkan kondisi

keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu.

(Kasmir,2010)
11

Laporan keuangan merupakan suatu informasi yang

menggunakan kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh

informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan

perusahaan tersebut. (Fahmi, 2011)

Dari beberapa pendapat para ahli dan pakar akuntansi di atas,

maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa laporan keuangan

merupakan informasi yang menggambarkan kondisi keuangan suatu

perusahaan dan informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran

kinerja keuangan dari perusahaan tersebut.

2. Tujuan Laporan Keuangan

Setiap laporan keuangan yang dibuat sudah pasti memiliki

tujuan tertentu. Dalam praktiknya terdapat beberapa tujuan yang

hendak dicapai, terutama bagi pemilik usaha dan manajemen

perusahaan.

Menurut Kasmir (2010) tujuan pembuatan atau penyusunan

laporan keuangan, yaitu :

a) Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva(harta)

yang dimiliki perusahaan pada saat ini.

b) Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban

dan modal yang dimiliki perusahaan pada saat ini.

c) Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan

yang diperoleh pada suatu periode tertentu.

d) Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya

yang dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu.


12

e) Memberikan informasi tentang perubahan yang terjadi

terhadap aktiva, pasiva, dan modal perusahaan.

f) Memberikan informasi tentang kinerja manajemen

perusahaan dalam suatu periode.

g) Memberikan informasi tentang catatan atas laporan

keuangan.

3. Jenis-Jenis Laporan Keuangan

Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan

merupakan ringkasan dari harta, kewajiban, dan kinerja operasi selama

suatu periode akuntansi tertentu. Pada umumnya laporan keuangan

terdiri atas tiga hal utama, yaitu neraca (Balance Sheet), laporan laba

rugi (Income Statement), dan laporan perubahan modal (Statement of

Changes in Capital). Dalam perkembangannya komponen laporan

keuangan bertambah dengan satu laporan keuangan yaitu laporan arus

kas (Cash Flow). Di mana menurut Houston & Brigham (2001)

Laporan keuanngan meliputi :

a) Neraca, yaitu laporan mengenai posisi keuangan pada saat itu.

b) Perhitungan Rugi/Laba, yaitu laporan mengenai posisi yang

mengikhtisarkan pendapatan dan beban perusahaan dalam

suatu periode akuntansi.

c) Perhitungan Laba yang Ditahan, yaitu perhitungan yang

melaporkan seberapa banyak laba yang tidak dibayarkan

sebagai deviden.
13

d) Laporan Arus Kas, yaitu melaporkan dampak dari kegiatan

operasi, investasi dan pembiayaan perusahaan terhadap arus

kas selama periode akuntansi.

Sedangkan Gitman (2008) memaparkan bahwa umumnya laporan

keuangan terdiri dari :

a) Neraca

Menunjukkan dan memaparkan jumlah aktiva, hutang, dan

modal dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu

b) Perhitungan Laba/Rugi

Memperlihatkan hasil-hasil yang telah dicapai oleh

perusahaan serta biaya yang terjadi dalam suatu periode

tertentu

c) Laporan Perubahan Modal

Menunjukkan sumber dan penggunaan atau alsan-alasan yang

menyebabkan perubahan modal suatu perusahaan

Menurut Gumanti (2011) jenis laporan keuangan yaitu:

a) Neraca (Balance Sheet)

Merupakan laporan tentang kekayaan dan kewajiban atau

beban suatu perusahaan tertentu.

b) Laporan Laba-Rugi (Income Statrment)


14

Menunjukkan kinerja operasi suatu perusahaan dalam suatu

periode akuntansi tertentu dan juga menunjukkan seberapa

jauh perusahaan mampu menjalankan kegiatan usaha serta

seberapa efisien perusahaan dalam menghasilkan

keuntungan.

c) Laporan Perubahan Modal (Statement of Changes in Capital)

Menunjukkan berapa besar bagian atau porsi dari keuntungn

bersih yang diperoleh perusahaan yang diinvestasikan

kembali ke perusahaan yang mempengaruhi besaran modal

secara keseluruhan.

d) Laporan Arus Kas (Cash Flow)

Menyajikan informasi tentang arus kas bersih dari tiga

kegiatan utama di perusahaan, yaitu arus kas dari aktivitas

operasi, arus kas dari pendanaan, dan arus kas dari aktivitas

investasi.

4. Analisis Laporan Keuangan

Analisa laporan keuangan adalah kegiatan menganalisa laporan

keuangan. Yang lahir dari suatu konsep dan sistem akutansi keuangan.

Dengan memahami sifat dan konsep akutansi keuangan maka akan lebih

mengenal sifat dan konsep laporan keuangan sehingga dapat menjaga

kemungkinan salah tafsir terhadap informasi yang diberikan melalui laporan

keuangan sehinggakesimpulan yang disapat akan lebih akurat.


15

Menurut Myer (2004:5) definisi analisa laporan keuangan adalah

Analisa laporan keuangan adalah analisa mengenai dua daftar yang

disusunoleh akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan.

Menurut Prastowo (2008:56) definisi analisis laporan

keuangankeuangan adalah: “Analisa laporan keuangan adalah penguraian

suatu pokok atas berbagaibagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta

hubungan antar bagianuntuk memperoleh pengertian yang tepat dan

pemahaman arti keseluruhan”.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa analisa laporan

keuangan adalah proses penganalisaan atau penyidikan terhadap laporan

keuangan yang terdiri dari neraca dan laporan laba rugi beserta lampiran-

lampirannya untuk mengetahui posisi keuangan dan tingkat “kesehatan”

perusahaan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan  teknik-

teknik tertentu.

.1.4. Kebangkrutan

(1) Pengertian Kebangkrutan

Menurut Baldwin (2001:2) definisi kebangkrutan adalah :

“When a firm’s business deteriorates to the point where it cannot meet


its financial obligations, the firm is said to have entered the state of
financial distress. The first signals of distress are usually violations of
debt covenants coupled with the omission or reduction of dividens.”

Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketika

suatu perusahaan menuju suatu titik dimana tidak dapat melunasi

obligasi keuangannya, maka perusahaan tersebut mengalami

financial distress. Tanda-tanda awal dari financial distress adalah


16

penundaan pelunasan hutang diikuti dengan penurunan dividen yang

diterima pemegang saham.

Kebangkrutan dapat diartikan sebagai pernyataan keadaan yang

menunjukkan jalannya usaha yang sangat kritis (genting) dan

akhirnya dinyatakan pailit (Aliminsyah dan Pandji, 2003)

Sedangkan menurut Hanafi (2003) menyatakan bahwa

kebangkrutan (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan

perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk

menghasilkan laba.

Dari pendapat - pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

kebangkrutan adalah ketidakmampuan perusahaan untuk

menjalankan usahanya, memenuhi kewajiban serta memperoleh laba.

(2) Ciri-ciri Kebangkrutan

Menurut ISDA (International Swaps and Derivatives Association),

suatu perusahaan dapat dikatakan bangkrut apabila telah terjadi hal-hal

sebagai berikut :

a) Perusahaan yang mengeluarkan surat hutang berhenti beroperasi

(pailit)

b) Perusahaan tidak solven atau tidak mampu membayar utang

c) Timbulnya tuntutan kebangkrutan

d) Proses kebangkrutan sedang terjadi

e) Telah ditunjuknya receivership

f) Dititipkannya seluruh aset kepada pihak ketiga


17

(3) Faktor - Faktor Penyebab Kebangkrutan

Faktor-faktor yang menjadi penyebab kebangkrutan dapat dibagi

menjadi tiga, yaitu (Muhammad Akhyar A dan Eha K, 2000) :

1. Faktor Umum

a) Sektor Ekonomi, berasal dari gejala inflasi dan deflasi dalam harga

barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi

atau revaluasi dengan mata uang asing.

b) Sektor Sosial, dimana yang sangat berpengaruh adalah adanya

perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan

terhadap produk dan jasa ataupun yang berhubungan dengan

karyawan.

c) Sektor Teknologi, dimana penggunaan teknologi memerlukan

biaya yang ditanggung perusahaan terutaman untuk pemeliharaan

dan implementasi.

d) Sektor Pemerintah, dimana kebijakan pemerintah terhadap

pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, penggenaan tarif

ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru

bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.

2. Faktor Eksternal

a) Sektor pelanggan atau nasabah, dimana untuk menghindari

kehilangan pelanggan, perusahaan harus melakukan identifikasi


18

terhadap sifat konsumen atau pelanggan juga menciptakan peluang

untuk mendapatkan pelanggan baru.

b) Sektor Kreditor, dimana kekuatannya terletak pada pemberian

pinjaman dan menetapkan jangka waktu pengembalian hutang

piutang yang bergantung pada kepercayaan kreditor terhadap

kelikuiditan suatu bank.

c) Sektor pesaing atau bank lain, dimana merupakan hal yang harus

diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan

kepada nasabah atau pelanggan.

3. Faktor Internal Perusahaan

a) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga

menyebabkan adanya penunggakkan dalam pembayarannya sampai

akhirnya tidak dapat membayar.

b) Manajemen yang tidak efisien, yang disebabkan karena kurang

adanya kemampuan, pengalaman, keterampilan, sikap adaptif dan

inisiatif dari manajemen.

c) Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan, dimana

sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun

yang sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan

keuangan perusahaan.

(4) Pihak - Pihak yang Berkepentingan


19

Ada beberapa pihak yang mempunyai kepentingan terhadap

informasi tentang kebangkrutan, diantaranya adalah (Foster G, 1986) :

1) Kreditur (lenders). Masalah kebangkrutan ini mempunyai hubungan

yang erat dengan lembaga ini baik dalam hal mengambil keputusan

tentang pemberian pinjaman dengan syarat-syarat tertentu atau

perancangan kebijaksanaan untuk memonitor pinjaman yang telah ada.

2) Investor. Investor berkepentingan untuk mengetahui apakah

perusahaan yang menerima dana mereka adalah perusahaan yang sehat

dan dapat memberikan return optimal dari investasi yang mereka

tanam.

3) Pemerintah. Hal ini membantu pemerintah dalam mengeluarkan

peraturan untuk melindungi masyarakat dari kerugian dan

kemungkinan menganggu stabilitas ekonomi dan politik negara, karena

pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi tenaga kerja,

industri, dan masyarakat.

4) Auditor. Satu penelitian yang harus dibuat oleh auditor adalah apakah

perusahaan bisa going concern atau tidak. Apabila ada petunjuk bahwa

perusahaan tidak bisa melangsungkan operasinya, maka auditor harus

memberikan pendapat tentang adanya petunjuk going concern tersebut.

Dengan adanya analisis terhadap kebangkrutan, maka auditor bisa

melakukan audit dan memberikan pendapat terhadap laporan keuangan

perusahaan dengan lebih baik.

5) Manajemen. Dengan mengetahui adanya suatu tanda-tanda

kebangkrutan, manajemen dapat mengambil keputusan untuk


20

melakukan hal-hal yang dapat membuat perusahaannya terhindar dari

kebangkrutan, seperti melakukan merger dengan menawarkan

perusahaannya kepada peminat.

(5) Metode-metode Untuk Analisis Kebangkrutan

Metode yang biasanya sering digunakan dalam penelitian

mengenai analisis kebangkrutan perusahaan adalah metode Altman Z-

Score, metode Springate dan metode Zmijewski. Berikut penjelasan dari

metode-metode tersebut :

a) Metode Altman Z-Score

Altman membentuk 3 rumus Z Score dimana ketiga rumus

tersebut diperuntukkan bagi 3 kategori perusahaan yang berbeda

sebagai berikut :

1. Untuk perusahaan manufaktur terbuka (public manufacture). Dimana

saham atau stock dari suatu perusahaan diperdagangkan secara terbuka

atau terdaftar pada bursa efek. Rumus yang digunakan adalah sebagai

berikut :

Z = 0,012 (X1) + 0,014 (X2) + 0,033 (X3) + 0,006 (X4) + 0,999 (X5)

Dimana :

Z = Overall Index

X1 = Working Capital/Total Assets

X2 = Retained Earning/Total Assets


21

X3 = Earning Before Interest and Taxes/Total Assets

X4 = Market Value of Equity/Total Liabilities

X5 = Sales/Total Assets

2. Untuk perusahaan yang tertutup (private firm). Apabila saham atau

stock dari suatu perusahaan tidak diperdagangkan secara umum (not

publicly traded), maka rasio X4 (Market Value of Equity To Total

Liabilities) tidak dapat dihitung. Untuk mengatasi hal ini, Altman

merubah rasio X4 yang menggunakan Market Value of Equity dengan

Book Value of Equity. Rumus yang digunakan :

Z’ = 0,717 (X1) + 0,847 (X2) + 3,107 (X3) + 0,420 (X4) + 0,998 (X5)

Dimana :

Z’ = Overall Index

X1 = Working Capital/Total Assets

X2 = Retained Earning/Total Assets

X3 = Earning Before Interest and Taxes/Total Assets

X4 = Book Value of Equity/Total Liabilities

X5 = Sales/Total Assets

3. Untuk perusahaan bukan manufaktur (non-manufacture) dan

pemakaian umum lainnya (general use). Masalahnya ada pada rasio

X5 yaitu sales to total assets. Rasio ini bervariasi pada setiap


22

perusahaan, hal ini dikarenakan intensitas perputaran aset perusahaan

tersebut. Perusahaan yang bergerak di bidang merchandising dan jasa

secara konsisten memiliki perputaran yang lebih tinggi dari perusahaan

manufaktur. Untuk mengatasi masalah ini, Altman menghilangkan

rasio X5 untuk dapat menghitung tingkat kebangkrutan dengan lebih

baik atau akurat. Rumus yang digunakan :

Z’’ = 6,56 (X1) + 3,26 (X2) + 6,72 (X3) + 1,05 (X4)

Dimana :

Z’’ = Overall Index

X1 = Working Capital/Total Assets

X2 = Retained Earning/Total Assets

X3 = Earning Before Interest and Taxes/Total Assets

X4 = Book Value of Equity/Total Liabilities

Untuk lebih jelas mengenai ringkasan rumus - rumus Z-Score dapat

dilihat pada tabel berikut :


23

Tabel II.2 Rumus Z-Score Metode Altman

Variabel Z-Score Z'-Score Z"-Score

WorkingCapital WorkingCapital WorkingCapital


X1
Total Asset Total Asset Total Asset

Retained Earnig Retained Earnig Retained Earnig


X2
Total Asset Total Asset Total Asset

EBIT EBIT EBIT


X3
Total Asset Total Asset Total Asset

Market Value of Equity Book Value of Equity Market /BookValue of Equity


X4
Total Debt Total Debt Total Debt

Sales Sales
X5 Total Asset Total Asset

Sampel a. Manufaktur a. Private (Non Public) a. Jasa


perusahaan b. Public b. Public & Private
Sumber : Toto Prihadi (2009)

b) Metode Springate

Metode ini dikembangkan pada tahun 1987 oleh Gorgon L.V.

Springate. Dengan mengikuti prosedur yang dikembangkan oleh

Altman, Springate menggunakan Step - wise multiple discriminated

analysis untuk memilih 4 dari 19 rasio keuangan yang popular


24

sehingga dapat membedakan perusahaan yang berbeda dalam zona

bangkrut atau zona aman. Model Springate merumuskan sebagai

berikut :

S = 1.03A + 3.07B + 0.66C + 0.4D

Menurut Margaretta Fanny dan Sylvia Saputra (2000:4) rasio

- rasio keuangan yang terdapat pada model Springate yaitu :

working Capital
A=
Total Asset

Net Profit before Interest ∧Taxes


B=
Total Asset

Net Profit before Taxes


C=
Total Liabilities

Sales
D=
Total Asset

Metode tersebut mempunyai standar dimana perusahaan

yang mempunyai skor Z > 0,862 diklasifikasikan sebagai

perusahaan sehat, sedangkan perusahaan yang mempunyai skor Z <

0,862 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang memiliki potensial

untuk bangkrut.

c) Metode Zmijewski

Perluasan studi yang dilakukan dalam prediksi kebangkrutan

ini dilakukan olej Zmijewski (1983) menambah validitas rasio

keuangan sebagai alat deteksi kegagalan keuangan perusahaan.

Zmijewski melakukan studi dengan menelaah ulang studi bidang

kebangkrutan hasil riset sebelumnya selama dua puluh tahun. Rasi

keuangan dipilih dari rasio - rasio keuangan penelitian terdahulu


25

yang di ambil sampel sebanyak 75 perusahaan tyang bangkrut, serta

3573 perusahaan sehat selama tahun 1972 - 1978. Indikator F-test

terhadap rasio - rasio kelompok, Rate of retrun, liquidity, leverage,

turnover, fixed payment coverage, trends, firm size, dan stock

retrun volatility menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan

antara perusahaan yang sehat dan tidak sehat. Dengan kriteria

penilaian yang semakin besar nilai X maka semakin besar

kemungkinan perusahaan tersebut bangkrut. Model yang berhasil

dikembangkan yaitu :

X = -4,3 - 4,5X1 + 5,7X2 - 0,004X3

Menurut Margaretta Fanny dan Sylvia Saputra (2000:4) rasio

- rasio keuangan yang terdapat pada model Zmijewski yaitu :

EAT
X 1= x 100 %
Total Asset

Total Debt
X 2= x 100 %
Total Asset

Current Asset
X 3=
Current Liabilities

Keteranngan

X1 = Retrun On Asset atau Retrun On Investment

X2 = Debt Ratio

X3 = Current Ratio

Dalam penelitian ini metode yang akan digunakan adalah

metode Altman Z-Score karena analisis ini selain dikenal dengan


26

caranya yang mudah, keakuratan dalam menunjukan prediksi

kebangkrutan cukup akurat. Analisis kebangkrutan tersebut

dilakukan untuk memprediksi suatu perusahaan sebagai penilaian

dan pertimbangan akan suatu kondisi perusahaan.

(6) Harga Saham

1) Pengertian Saham

Untuk memperoleh modal, perusahaan menerima setoran dari

para investor. Sebagai bukti setoran, perusahaan mengeluarkan tanda

bukti pemilik yang saham yang diserahkan kepada pihak yang

menyetorkan modal. Pemilik perusahaan merupakan pihak yang

mempunyai saham dan disebut sebagai pemegang saham. Saham adalah

tanda penyertaan atau tanda kepemilikan seseorang atau badan usaha

pada sebuah perusahaan.

Menurut Hanafi dan Halim (2009), Saham merupakan klaim

paling akhir urutannya atau haknya. Bila perusahaan mengalami

kebangkrutan, maka kas yang ada dipakai untuk melunasi utang terlebih

dahulu, baru kemudian jika terdapat sisa, kas tersebut digunakan untuk

membayar pemegang saham.

Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2011), Saham (shares)

didefinisikan sebagai tanda pernyataan atau pemilikan seseorang atau

badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud

selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah

pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut.


27

Berdasarkan pengertian saham di atas dapat dinyatakan bahwa

saham merupakan selembar kertas yang diterbitkan oleh perusahaan

sebagai tanda kepemilikan perusahaan karena telah menyetorkan

sejumlah modal.

2) Jenis - Jenis Saham

Saham merupakan surat berharga yang populer dan dikenal oleh

sebagian masyarakat menengah keatas. Terdapat beragam jenis saham

dalam transaksi jual-beli di Bursa Efek Indonesia. Saham atau sering

disebut dengan shares merupakan instrument yang paling dominan

diperdagangkan. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2011) saham terbagi

berdasarkan peralihan hak :

a. Saham atas unjuk (bearer stock), artinya pada saham tersebut

tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan

dari satu investor ke investor lain.

b. Saham atas nama (registered stock), merupakan saham yang

ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, dimana cara

peralihannya harus melalui prosedur tertentu.

Menurut Hartono (2008) saham terbagi berdasarkan hak tagih saham:

a. Saham biasa (common stock), merupakan saham yang memiliki

hak klaim berdasarkan laba atau rugi yang diperoleh perusahaan.

Bila terjadi likuidasi, pemegang saham biasalah yang

mendapatkan prioritas paling akhir dalam pembagian dividend

perusahaan.
28

b. Saham preferen (preferrend stock), mempunyai sifat gabungan

antara obligasi dan saham biasa, sama halnya dengan obligasi

yang membayarkan bunga atas pinjamannya, saham preferen

juga memberikan hasil yang tetap berupa berupa dividen

preferen.

3) Pengertian Harga Saham

Investor dapat melakukan investasi pada perusahaan melalui

pasar modal, dengan memperoleh saham sebagai tanda

kepemilikannya. Penting bagi investor untuk mengetahui keadaan

perekonomian emiten. Hal ini berimbas pada harga saham yang

dimiliki emiten. Jika perusahaan mencapai prestasi yang baik, maka

saham perusahaan tersebut akan banyak diminati oleh banyak

investor. Prestasi baik yang dicapai perusahaan dapat dilihat dalam

laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan.

Harga saham merupakan cerminan dari kinerja suatu

perusahaan. Pada periode yang singkat, harga suatu saham bisa

sangat berfluktuatif. Maka akhir periode peutupan harga saham

merupakan acuan yang tepat dalam membandingkan atau

menganalisis suatu peneltian. Menurut Sutrisno (2009) harga saham

adalah nilai saham yang terjadi akibat diperjual-belikan saham

tersebut di pasar sekunder.

Menurut Widoatmodjo (2005:56), Harga saham adalah harga

jual saham dari investor yang satu kepada investor yang lain setelah
29

saham tersebut dicatatkan di bursa, baik bursa utama maupun OTC

(Over the counter market)”

Menurut Tandelilin (2010:341), Harga saham merupakan

cerminan dari ekspektasi investor terhadap faktor-faktor earning,

aliran kas, dan tingkat return yang disyaratkan investor, yang mana

ketiga faktor tersebut juga sangat dipengaruhi

Dari pengertian harga saham di atas, maka dapat dinyatakan

bahwa harga saham adalah harga jual saham dari ekspektasi investor

terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya.

4) Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham

Tinggi rendahnya harga saham perusahaan di pasar modal

ditentukan oleh tinggi rendahnya permintaan akan saham perusahaan

yang bersangkutan. Semakin besar permintaan dengan asumsi

penawaran tetap, maka semakin tinggi harga saham tersebut. Sebaliknya

jika penawaran tinggi karena banyak investor yang menjual saham yang

dimilikinya, maka akan menyebabkan turunnya harga saham.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham,

yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yakni faktor

fundamental mencakup perkembangan ekonomi dan politik. Beberapa

bentuk faktor fundamental antara lain angka pertumbuhan ekonomi,

tingkat suku bunga yang mempengaruhi kegiatan investasi, gross

domestic product (GDP), stabilitas politik dan ekonomi yang

menyangkut moneter, perpajakan, infrastruktur serta teknologi


30

informasi. Selain faktor eksternal, terdapat faktor internal yang juga turut

mempengaruhi harga saham, seperti laba perusahaan, pendapatan, aliran

arus kas, serta indikator rasio-rasio keuangan yang sering digunakan

oleh para analis untuk mengukur rencana keuangan perusahaan.

Selanjutnya menurut Wira (2014), terdapat dua teknik analisis

yang biasa dipakai oleh investor untuk mengetahui apakah suatu saham

layak beli pada saat tertentu atau tidak.Yakni dengan menggunakan

analisis fundamental dan analisis teknikal. Analisis fundamental

digunakan untuk mengetahui apakah suat saham mahal (overvalued) atau

murah (undervalued), apakah perusahaan tersebut sehat atau tidak, serta

digunakan untuk mengetahui valuasi saham, berapa nominal rupiah

saham perusahaan layak untuk dihargai. Analisis fundamental

memperhitungkan berbagai faktor, seperti kinerja perusahaan, analisis

persaingan usaha, analisis industri, analisis ekonomi dan pasar makro-

mikro.

Analisis teknikal adalah teknik yang menganalisa fluktuasi harga

saham dalam rentang waktu tertentu. Dari pergerakan tersebut akan

terlihat pola tertentu yang dapat digunakan sebagai dasar untuk

melakukan pembelian atau penjualan saham. Pada dasarnya analisis

teknikal digunakan untuk menentukan apakah suatu saham sudah

overbought (jenuh beli) atau oversold (jenuh jual).

Menurut Arifin (2004:116), Faktor yang menentukan perubahan

harga saham yaitu kondisi fundamental emiten, permintaan dan


31

penawaran, tingkat suku bunga, valuta asing, dana asing, indeks harga

saham gabungan dan rumors.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka faktor-faktor yang

mempengaruhi harga saham adalah penawaran dan permintaan, kondisi

fundamental, tingkat suku bunga, laba perusahaan dan rasio keuangan.

.2. Penelitian Terdahulu

Sebagai salah satu bahan acuan dari penelitian ini adalah penelitian

yang telah di laksanakan sebelumnya. Dengan harapan agar tidak terjadi

pengulangan atau kesamaan penelitian yang telah ada serta mengetahui dan

membandingkan penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya. Adapun

penelitian yang menjadi refrensi penelitian ini adalah sebagai berikut :

Agatha Popescu melakukan penelitian pada tahun 2014 yang

berjudul “ Research Regarding The Use Of Discriminant Analysis For

Assessing The Bankruptcy Risk Of Agricultural Companies ”. Hasilnya ialah

The paper aimed to apply the discriminant analysis using Altman Z' Score

model in order to predict bankruptcy risk of the agricultural companies,

using a study case regarding three representative companies dealing with

dairy farming in Ilfov County of Romania. The results discriminated the

companies according to their financial statement and ratios and mainly Z

Score values. The company F1 proved the most difficult financial

statement being classified in the Distress zone every year ( Z'=1.003 in the

year 2011, 1.098 in the year 2012 and 0.971 in the year 2013). For this

reason, this company is bankrupt. The company F2 was situated in the


32

"Grey zone" every year, because the financial situation is not so good, but

it i able to pay a part of its debts. However, it is in danger to fail in the

future, if measures to recover are not taken in time. (Z'=1.436 in the year

2011, 1.269 in the year 2012 and 1.343 in the year 2013). The company

F3 registered a different situation from a year to another. In the first two

years, 2011 and 2012, it was facing a difficult financial statement being

placed in the "Distress zone". In the year 2013, the financial statement has

recovered due to the measures taken by managers and it passed in the

"Safe zone", characterized by a good financial situation and solvency,

enabling it to pay all its debts.(Z'=1.126 in the year 2011, 0.928 in the

year 2012 and 3.189 in the year 2013). The agricultural companies

dealing with dairy farming have a low profitability, and the degree of

bankruptcy risk is high. For this reason, managers have to keep under

control the financial indicators any moment and take urgent measures to

recover by the end of the year as their company not to fail.

Penelitian yang dilakukan oleh M.Maulvi N dan M. Yasser Arafat

pada tahun 2014 yang berjudul “Pengaruh Likuiditas, Leverage Dan

Efektifitas Komite Audit Terhadap Prediksi Financial Distress Pada

Perusahaan Go Public Sektor Real Estate Dan Property Tahun 2007-2009 :

Metode Altman Z-Score”. Hasilnya ialah pengujian simultan pada

Omnibus Tests of Model Coefficients menunjukkan tingkat signifikansi

0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Sehingga hasil ini menunjukkan bahwa

variabel likuiditas, leverage, jumlah komite audit, frekuensi pertemuan

komite audit dan kompetensi komite audit secara simultan berpengaruh


33

signifikan terhadap prediksi financial distress. Dalam nilai Nagelkerke R

Square menunjukkan sebesar 0,611yang berarti variabilitas variabel

dependen dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen sebesar

61% atau dengan kata lain kontribusi variabel independen terhadap

variabel dependen adalah sebesar 61%.

Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Nur’aini Ihsan dan Sharfina

Putri Kartika pada tahun 2014 yang berjudul “Potensi Kebangkrutan Pada

Sektor Perbankan Syariah Untuk Menghadapi Perubahan Lingkungan

Bisnis”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi keuangan bank

umum syariah menunjukkan hasil yang stabil cenderung meningkat.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kesehatan bank umum syariah

tidak terganggu meskipun krisis ekonomi sedang melanda Indonesia. Hasil

penelitian juga menunjukkan bahwa bank syariah adalah bank yang aman,

sehat dan dapat dipercaya oleh masyarakat untuk menyimpan uang atau

menginvestasikan dana yang dimiliki. Altman z-score memang dapat

digunakan sebagai sistem pencegahan dini untuk memprediksi potensi

kebangkrutan pada perusahaan. Alasan pemilihan model Altman z-score

modifikasi ini karena bank syariah berbeda dengan perusahaan manufaktur

jadi bank syariah tidak cocok menggunakan model Altman z-score

original ataupun Altman z-score revisi.

Penelitian yang dilakukan oleh Stevany Anthoneta Kneefel dan

Yunita Mandagie tahun 2015 yang berjudul “Analisis Z-Score Pada

Perusahaan Food & Beverages Yang Terdaftar di BEI Periode 2011 –

2013”. Hasilnya ialah penelitian menunjukkan perusahaan yang terindikasi


34

akan mengalami kebangkrutan seperti ADES, STTP. Perusahaan yang

kemungkinan terindikasi mengalami kebangkrutan dalam 2 tahun ke depan

yaitu AISA, INDF, MYOR, PSDN, CEKA, ICBP, ROTI, SKLT.

Perusahaan yang berdasarkan laporan keuangan perusahaan berada pada

kondisi aman dan sehat terhindar dari kebangkrutan yaitu DLTA, MLBI,

ALTO, SKBM. Perusahaan yang berada pada daerah abu-abu atau grey

area untuk terindikasi kebangkrutan, dimana perusahaan terdapat kondisi

keuangan di suatu bagian yang membutuhkan perhatian khusus yaitu

ULTJ. Perusahaan yang diestimasi terindikasi akan bangkrut sebaiknya

segera memperbaiki kinerja keuangannya seperti meningkatkan penjualan,

mempertahankan likuiditas, juga lebih memahami permintaan pasar saat

ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Gnyana Ranjan Bal

(2015) yang berjudul “Prediction of financial distress using Altman

Zscore: a study of select FMCG Companies”. Hasilnya ialah “The

objective of the paper is to apply Altman’s Z-score to predict corporate

bankruptcy of select FMCG Companies. The study ranges for a period of

five years from 2011 to 2015 for five select FMCG Companies. By

applying Z-score and select liquidity ratios the study concludes that the

investors can use this model to analyze financial position of the

companies. In case of our select data, Z-score of all companies for current

year shows sound financial position and less chances of bankruptcy in

near future. Further the study suggests that the companies should

regularly estimate Z-score for making strategies to improve their financial


35

position. The study concludes that as earlier studies suggests Zscore is

one of popular and effective model, all investors should analyze the Z-

score of company before investment decision to avoid financial loss

because of financial failure. The study applies Z-score in select FMCG

companies to analyze the chances of bankruptcy for the period five years.

All companies have very good financial position in last three year (except

Godrej, 2014). Along with traditional ratios if Z-score will be calculated it

will give a better perspective for sound decision making. Also studies may

be conducted to develop a model in Indian context.”

Penelitian yang dilakukan oleh Khairunnisa Rafli Putri,

Makhdalena, Gani Haryana tahun 2015 yang berjudul “Analisis Rasio

Keuangan Dengan Model Altman Z-Score Revisi Dalam Memprediksi

Potensi Kebangkrutan Pada Perusahaan Telekomunikasi yang Terdaftar di

Bursa Efek Indonesia”. Hasilnya ialah diantara 5 perusahaan

telekomunikasi yang diteliti, terdapat 2 perusahaan yang diprediksi

berpotensi bangkrut yaitu PT. Bakrie Telecome Tbk dan PT. Smartfren

Tbk, terdapat 1 perusahaan yang berada pada daerah rawan (grey area)

yaitu PT. Indosat Tbk dan 2 Perusahaan berada pada keadaan sehat yaitu

PT. XL Axiata Tbk dan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.

Penelitian yang dilakukan oleh Maria Florida Sagho, Ni Ketut Lely

Aryani Merkusiwati tahun 2015 yang berjudul “Penggunaan Metode

Altman Z-Score Modifikasi Untuk Memprediksi Kebangkrutan Bank

Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Hasilnya ialah semua bank yang

diteliti dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 menghasilkan nilai Z-
36

Score lebih besar dari 2,6 atau dengan kata lain 11 bank tersebut tidak

terindikasi adanya gejala kebangkrutan bahkan sebaliknya semua bank

yang diteliti diprediksi tidak akan mengalami kebangkrutan dalam jangka

waktu 1 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Zaim Thohari, Nengah

Sudjana Dan Zahroh Z. A. tahun 2015 yang berjudul “Prediksi

Kebangkrutan Menggunakan Analisis Model Z-Score (Studi Pada

Subsektor Textile Mill Products Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

Periode 2009-2013)”. Hasilnya ialah enam perusahaan diprediksikan

bangkrut dengan kondisi keuangan yang tidak sehat, satu perusahaan

diprediksikan pada grey area atau rawan bangkrut yang memungkinkan

perusahaan ini bisa mengalami kebangkrutan bahkan tidak mengalami

kebangkrutan dikarenakan dengan kondisi keuangan yang fluktuatif

membuat pernah mengalami kondisi keuangan yang tidak sehat, berada

pada kondisi keuangan yang rawan, dan pernah berada dikondisi keuangan

yang sehat, sedangkan satu perusahaan lagi diprediksikan tidak bangkrut

dengan kondisi keuangan yang sangat sehat. Sehingga proses penelitian ini

mendukung akan tingkat keakuratan yang tinggi dengan menggunakan

analisis model Z-Score milik Altman.

Penelitian yang dilakukan oleh Nur Fadli Andriawan dan Dantje

Salean tahun 2016 yang berjudul “Analisis Metode Altman Z-Score

Sebagai Alat Prediksi Kebangkrutan dan Pengaruhnya Terhadap Nilai

perusahaan Pada Perusahaan Farmasi Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia”. Hasilnya ialah Dari perhitungan rasio keuangan Altman Z-


37

Score pada tahun 2009 sampai tahun 2013 diperoleh nilai Z-Score yang

berada diatas nilai cut off Z-Score sehingga dengan demikian, sebagian

besar perusahaan manufaktur sektor farmasi di Bursa Efek Indonesia

masuk dalam kategori perusahaan yang sehat. Hasil uji regresi, koefisien

determinasi (R Square) menunjukkan hasil yang berarti bahwa nilai

perusahaan dapat dipengaruhi oleh nilai Z-Score namun masih banyak

variabe yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan selain variable nilai Z-

Score.

Penelitian yang dilakukan oleh Suci Kurniawati tahun 2016 yang

berjudul “Analisis Kebangkrutan Dengan Model Altman Z-Score Pada

Perusahaan Subsektor Logam & Sejenisnya di Bei Periode 2014”.

Hasilnya ialah index Z-Score pada perusahaan subsektor logam dan

sejenisnya tahun 2014 diduduki oleh PT. Alaska Industrindo Tbk dengan

peringkat pertama tertinggi dengan kondisi sehat, sedangkan yang

menduduki peringkat paling terakhir dan terendah adalah PT. Jakarta

Kyoei Steel Works Tbk dengan kondisi bangkrut. Serta hasil penelitian ini

tidak konsisten/ sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang menunjukkan

bahwa metode altman tidak dapat dijadikan alat untuk mengindikasikan

kecendrungan terhadap kebangkrutan.

Solomon Samanhyia, Kofi Mintah Oware Dan Frederick Anisom-

Yaansah pada tahun 2016 melakukan penelitian yang berjudul “Financial

Distress and Bankruptcy Prediction: Evidence from Ghana”. Hasilnya

ialah The study shows that companies that practices good governance

principles is seen to be financially stable and thus distances itself from


38

being financially distressed. Furthermore, found that smaller board size

has negative effect on corporate performance. Thus, a poor corporate

governance practice does contribute to poor financial performance of a

company and especially, smaller board size affects corporate performance

negatively. Again, the study concludes that post 2010 of the banking

industry was generally highly competitive. This pushed inefficient banks to

perform poorly and motivated the efficient banks to become more efficient,

controlling and reducing operational cost and increasing operating

income and thus becoming more profitable and stable. The study therefore

asserts that competition within the banking industry enables efficient

banks to be more financially stable and less likely to be distressed and

thus confirms the Boone indicator theory. Finally, study was undertaken

to measure the distress/bankruptcy state of the selected listed banks and

found out that, individually, four (4) of the selected banks have their

average Z-Score between 1.1 to 2.6 and therefore classified in the grey

zone and only one (1) bank has its average Z-score below 1.1 and

therefore was classified as distressed. The four (4) out of the five (5) banks

representing 80% of the selected banks are neither distressed nor

classified as safe.

Penelitian yang dilakukan oleh Sam Ngwenya pada tahun 2016

yang berjudul “Assessing the State of Financial Distress of Listed Gold

and Platinum Mining Companies in South Africa”. Hasilnya ialah The

non-parametric independent samples Mann-Whitney U-test was conducted

to test the hypothesis of the study. The results of the Mann-Whitney mean
39

rank test indicate that the gold mining companies have the lowest mean

rank of 21.72 (Model 1) and 21.00 (Model 2) respectively as compared to

the platinum mining companies which have the highest mean rank of

29.28 (Model 1) and 30.00 (Model 2). The Mann-Whitney test statistics

indicate that the Z-score (Model 1) and the Z′ (EM) - score (Model 2) are

statistically significant at 0.067 and 0.029 respectively. Therefore, the null

hypothesis, which states that gold mining companies are morefinancially

distressed than platinum mining companies, is accepted and the

alternative hypothesis is rejected. Based on the results obtained, it is

evident that gold mining companies in South Africa are more financially

distressed than platinum mining companies. This might be the result of the

rising cost of production, the strike activities in the mining industry and

the decline in gold and platinum prices. This situation has a negative

impact on the country’s GDP contribution, earning of foreign currency

and employment, because it might result in failure or liquidation of some

gold and platinum mining companies. It is, therefore recommended that

management of gold and platinum mining companies should regularly

conduct ratio analyses and take corrective actions where necessary to

improve the financial health of the companies. Management should also

consider hedging as a sanctuary for price volatility. The study conducted

by Magee (2013) revealed that hedging in foreign currency reduces a

firm’s probability of financial distress. Management should also improve

human resource relations with employees to bring stability in the industry.

Stability in the industry will improve investor confidence, which will have
40

a positive impact on capital injection into the mining industry and thereby

improve the capital structure.banking use a debt-based financing have a

high financial stability and a low risk.”

Irina Raluca Badea dan Gheorghe Matei (2016) melakukan

penelitian yang berjudul “ The Z-Score Model for Predicting Periods of

Financial Instability. Z-Score Estimation for the Banks Listed on

Bucharest Stock Exchange”. Hasilnya ialah The Altman model for

predicting insolvency risk, intially ellaborated for the manufacturing

firms, then repeatedly adjusted to the wide range of object of activity,

including the banks’ one, represents a solid basis for measuring financial

instability of a company. This has been argued in numerous research

papers developed in order to enhance the model for a higher accuracy.

Nevertheless, financial stability quantification remains a sinuous issue,

which does not benefit from a standard measure of early warning signal of

a potential systemic crisis; therefore, the methods mentioned in this paper

need to be complementary in order to compensate their individual

limitations. The limitations of the Z-score model are based on the fact that

the formula encompasses financial ratios which totally depend on the

individual financial statements of the banks, and it is well known that

financial statement manipulation is an ongoing worldwide problem that

can counterfeit bank’s stability in order to avoid a state of distrust among

potential clients, that would lead to a strong negative impact on the bank’s

activity.Another drawback of this model is the time horizon taken into

account for predicting an episode of financial instability, namely up to five


41

years, which is insufficient for the bank to operate consistent changes on

its strategy. Beyond its limits, Altman’s model can only be beneficial to the

bank's risk management as captures the evolution of key variables related

to profitability, liquidity, stability in a word. From this point of view, from

the sample banks listed on BSE 3 of 4 banks are in gray areas, with a high

risk of financial instability that can generate bank failure. Transilvania

Bank has been downgraded from an AAA rating in 2012 to BB- in 2013

and 2014, but remains afloat, while the Carpathian Commercial Bank is

ranked in each of the analyzed years as D rating with negative Z-score

values. As numerous studies have been testing the validity of this model,

namely the determination of Z-score accuracy with which predicts bank

failure, and this can exceed 90% for a time horizon of 1 year, but also

because Romanian bankrupted banks ceased operations primarily in the

post-communist period, we consider that it is of real interest for the

Romanian financial system to identify the impact of macroeconomic

variables on the financial stability / instability of the banking system,

measured using the model presented.

Kharisya Ayu Effendi (2017) melakukan penelitian dengan judul

“ Risk Of Debt-Based Financing In Indonesian Islamic Banking”. hasil

dari penelitian ini adalah “This study is telling about the risk of debt-based

finacing on Indonesian Islamic banking using an accounting based

measurement, those are NPF analysis, Credit Risk Z-score analysis and

Altman Z-score analysis. The data was obtained from 2011 to 2015 from

the website of each bank. The result is a risk on debt-based financing on


42

Indonesian Islamic is low. The measurement using 3 accounting based

measurement tool gives a consistent result, that is Indonesian Islamic

Marcela Basovníková, Miloš Konečný, Roman Dubový dan

Andrea Masařova pada tahun 2018 melakukan penelitian yang berjudul “

The Use Of The Altman Model In Evaluation Of Economic Performance

Of A Corporation In The Crisis Period In The Building Sector In The

Czech Republic”. Hasilnya ialah In case of modelling by the Z’-Score and

Z’’EM-Score in the bankrupted companies, there was, based on statistical

testing, fulfilled the assumption about poor financial management of

corporations in the building industry, which is in compliance with Špička

(2013), which is also supported by the realized financial analysis. Average

return on equity of the monitored enterprises had a significant influence

on the resulting Altman Z’-Score and Z’’EM-Score, because according to

statistical modelling it explained ROE_bancrup by 82 % of its overall

variability in the Z’-Score and complete 99 % of variability in the Z’’EM-

Score model. Poor financial management was represented by return on

equity, because even in case of compliance with statistical principles

between both variables there does not occur a hidden collinearity. None of

the variables is a linear combination of another one. Therefore, within the

bankruptcy modelling, the output is confirmation of the assumption about

poor financial management of the monitored enterprises. In case of the

active companies, the observed assumption about poor financial

management is disproved in both, the Z’-Score model as well as Z’’EM-

Score. Return on equity of the monitored active enterprises represented a


43

significant variable, which represents a critical element of successful

business and avoidance of bankruptcy. In the Z’’EM-Score model there

was intentionally left a significant explanatory variable ROE_bancrup,

which specifically represents a competitive element in the industry and

therefore it influences the overall rating. Based on the sequential

elimination, it was decided to keep return on equity, which also

significantly explained variability of the Z’’EM- Score. Within modelling,

there were used data from own calculation of the Z’-Score and Z’’EM-

Score per the set as a whole and at the same time there was carried out

the comparison of results in calculations of the Z’-Score and Z’’EM-Score

per individual enterprises. The outputs of the comparison are almost

identical results within the conducted modelling. The answer for the first

research questions, if the objective of entrepreneurship was to reach

especially positive values of equity, is the fact that the active enterprises

reported positive ROE with a decreasing rate of growth. The bankrupted

enterprises reported the same tendency, however, in absolute values they

moved in negative results with a repeatedly decreasing trend. Therefore, it

can be summarized that in the active companies there was confirmed the

assumption about reaching of positive values of ROE. On contrary, in the

bankrupted enterprises this assumption was not fulfilled. Decisive factors,

which had the greatest impact on bankruptcy of monitored companies are

the ratio of net working capital and earnings before interest and taxation

and furthermore, the share of sales on total assets. These factors most

significantly influence the resulting value of the Z’-Score and


44

Z’’EM- Score and they signalized the occurrence of a problem. In

conclusion, after conducted tests we can state that for the monitored

enterprises in the building industry it is very desirable to reach positive

values of return on equity, because it significantly influences rating and it

is an inseparable part of sound financial management.

Penelitian yang dilakukan oleh G. Rod Erfani dan Bijan Vasigh

pada tahun 2018 yang berjudul “The Impact Of The Global Financial

Crisis On Profitability Of The Banking Industry: A Comparative

Analysis”. Hasilnya ialah In our empirical analysis, we utilized four

different methodologies: (a) The Altman Z-score model, (b) ratio analysis,

(c) the data envelopment analysis (DEA) method, and (d) seemingly

unrelated regression (SUR) analysis. The results show that during the

global financial crisis of 2007–2009, Islamic banks (IBs) managed to

maintain their efficiency, while most commercial banks (CBs) suffered a

loss in their efficiency. This study found that the financial crisis did not

have a significant impact on the profitability of Islamic banks. In

particular, the results confirm that Islamic banks overall were more

financially solvent as compared to commercial banks during the study

period of 2006–2013. Islamic banking is based on the Islamic faith and

must comply with the Sharia (Islamic Law). The foundation of Islamic

banking is based on three fundamental principles: (a) Avoiding

speculation, (b) investing ethically, and (c) prohibiting paying or

receiving interest (Riba) on Sharia transactions. While conventional

finance is built on a debt-based and risk transferring model, the Islamic


45

banking system is built on an asset-based and risk-sharing model. The

profit-loss sharing arrangement of the Islamic banking system leads to

safer lending practices. Financial institutions, mainly large commercial

banks, took excessive risks as part of their aggressive growth policies.

Commercial banks attained their high growth rates by significantly

increasing their mortgage lending to the public. This increase in financing

mortgages enhanced upward pressure on home prices. Furthermore,

commercial banks made a prevalent pattern of issuing loans to borrowers

with a weak credit history and greater risk of default, thereby triggering

the 2008 housing market crash. The main causes of the crisis were the

deregulation of the financial market and the emergence of new financial

instruments. Changing banking regulations and limiting commercial

banks’ risky financial practices could help prevent another financial

crisis. In 2010, as a response to the 2007–2009financial crisis, former

President Barack Obama signed the Dodd–Frank Act into law. The Dodd–

Frank Act is a piece of financial reform legislation, which restricts how

commercial banks invest and limits their speculative transactions. The

new changes in banking regulations are contributing positively to the

stability of the financial system.

Penelitian yang dilakukan oleh Grandis Imama Hendra pada tahun

2018 yang berjudul “ Earning Quality And Potential Bankruptcy Of

Islamic Banks: Indonesia Versus Malaysia”. Hasilnya ialah This study

integrates the earning quality and potential bankruptcy of Islamic banks

between before and after the adoption of IFRS. The earning quality of
46

Islamic banks in this study is measured by the residuals of the model

developed by Chang et al (2008). While the potential bankruptcy follows

the model used by Gebreslassie and Nidu (2015). The earning quality of

Islamic banks in Indonesia has no difference between before and after the

adoption of IFRS. While in Malaysia, there is a significant difference

between the earning quality of Islamic banks before and after the adoption

of IFRS. The potential bankruptcy of Islamic banks in Indonesia and

Malaysia does not have a significant difference between before and after

the adoption of IFRS. Islamic banks in Indonesia have a lower potential

bankruptcy than Islamic banks in Malaysia. Almost all Islamic Banks in

Malaysia are in the distress zone., while the majority of Islamic banks in

Indonesia are in a gray zone. The effect of earning quality and potential

bankruptcy of Islamic bank to future operating cash flow after the

adoption of IFRS is lower than before IFRS adoption. In addition, the

ability of earnings quality in explaining operating cash flow decreases

when the potential bankruptcy of Islamic banks at a high level.

Penelitian yang dilakukan oleh Patrick Amaechi Egbunike dam

Ikponmwosa Michael Igbinovia pada tahun 2018 yang berjudul “Threat of

Bankruptcy and Earnings Management in Nigerian Listed Banks”.

Hasilnya ialah The study examines the impact of bankruptcy threats on the

likelihood of earnings manipulation in Nigerian listed banks. There is

robust empirical evidence on the relationship between bankruptcy threat

and earnings management in other countries while scanty evidence exists

in Nigeria, hence this study was carried out in order to see if such results
47

obtainable in other countries may hold in Nigeria. Using Altman Z-score

and Beneish M-score, the expost-facto research design within a panel

framework was employed and binary regression models were used in

testing the hypothesis of the study via Eview 8.0. The study period is 2011-

2015. The result reveals that bankruptcy threat has no significant impact

on the likelihood of an upward earnings manipulation in Nigeria listed

banks. The implication is that manipulation of earnings in Nigerian banks

is spurred significantly by other factors outside the threat of bankruptcy.

By this, regulators and bank managements are to place less emphasis on

the bankruptcy position of banks when probing into issues of earnings

manipulation because banks manipulate earnings not just because of the

threat of bankruptcy, as non-potentially bankrupt firms also engage in

upward earnings manipulation. Using the Altman Z-score and Beneish M-

score, the study contributes to literature on the relationship between

bankruptcy threat and earnings manipulation and submit that non-

potentially bankrupt firms involve in upward earnings manipulation.


48

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

.4. Kerangka Berpikir

Pada umumnya perusahaan didirikan untuk memperoleh dan

meningkatkan laba, memaksimalkan nilai saham, meningkatkan penjualan dan

meningkatkan kesejahteraan karyawan maupun pemegang saham. Namun

operasional perusahaan tidak selamanya berjalan lancar. Banyak faktor

internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan

perusahaan. Dalam kondisi persaingan yang ketat, perusahaan dituntut untuk

selalu mengembangkan strategi demi mempertahankan eksistensinya. Jika

perusahaan tidak mengembangkan strategi dan tidak mampu dalam bersaing

untuk menjalankan usahanya maka perusahan akan menemui masalah

kesuitan keuangan. Jika masalah tersebut dibiarkan tanpa melakukan

perubahaan dan semakin berlarut-larut makan perusahaan akan mengalami

kebangkrutan.

Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan akan

kebangkrtutan sejak dini. Dalam penelitian ini analisis kebangkrutan

dilakukan PT Mayora Indah Tbk periode 2014-2018. Dari laporan

keuanganPerusahaan Subsektor Pariwisata di Bursa Efek Indonesia, dilakukan

analisis keuangan dengan menggunakan rasio - rasio yang ada di analisis

Altman (Z-Score). Selanjutnya akan dihitung Z-nya sehinggan di peroleh

klasifikasi perusahaan apakah perusahaan berada dalam kondisi sehat, rawan

atau berpotensi untuk bangkrut. Selain itu akan dilakukan penelitian untuk
49

membuktikan apakah nilai rasio keuangan Altman (Z-Score) berpengaruh

terhadap harga saham pada PT Mayora Indah Tbk periode 2014-2018

Secara sistematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

Analisis Kebangkrutan pada PT


Mayora Indah Tbk dengan metode Z-
Score

Laporan Keuangan (data-data


keuangan periode 2014-2018)

Metode Altman Z-Score

Nilai Z-Score Nilai Perusahaan


(X1) (Y)

Penilaian Kinerja Keuangan


serta Kelangsungan Perusahaan

Distress Grey Zone Safe Zone


Zone
Gambar III.1 Kernagka berpikir

.4. Hipotesis Penelitian


50

Hipotesis penelitian merupakan saran penelitian ilmiah yang

penting karena merupakan instrumental saran penelitian kerja teori.

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap perumusan masalah

penelitian, dimana perumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang

diberi baru berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui

pengumpulan data (Sugiono,2012 : 70).

Berdasarkan perumusan masalah penelitian dan tujuan penelitian

yang ingin dicapai , maka sebagai hipotesis adalah :

H1 = Diduga bahwa nilai rasio keuangan Altman Z-score berpengaruh

terhadap harga saham PT Mayora Indah Tbk pada periode 2014 -

2018.

BAB IV

METODE PENELITIAN
51

4.1 Obyek Penelitian

Obyek penelitian dalam hal ini adalah tingkat kebangkrutan yang akan

dianalsis dengan menggunakan metode Z-Score dan Pengaruhnya terhadap harga

saham.

4.2 Identifikasi Variable

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013: 38). Variabel yang

digunakan dalam penelitian dapat diklasifikasikan menjadi: (1) variabel

independen (bebas), yaitu variabel yang menjelaskan dan memengaruhi variabel

lain, dan (2) variabel dependen (terikat), yaitu variabel yang dijelaskan dan

dipengaruhi oleh variabel independen. Adapun variabel dependen dalam

penelitian ini adalah potensi kebangkrutan (Nilai Z-Score) dan variable

indipendenya adalah harga saham.

4.3 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi mengenai variabel yang

di rumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat

diamaati. Definisi varibel penelitian ini meliputi :

a. Nilai Z-Score (X1)


52

Nilai yang menentukan suatu perusahaan apakah berada

dalam kondisi sehat (safe zone), kondisi rawan (grey zone) atau

bankrupt (distress zone)

b. Harga Saham (Y)

Harga yang dibentuk dari interaksi antara penjual dan

pembeli saham yang dilatarbelakangi oleh harapan mendapatkan

profit bagi perusahaan yang mengeluarkan saham.

.4. Jenis dan Sumber Data

4.4.1.Jenis data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data Kuantitatif

Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka - angka, dalam

hal ini adalah laporan keuangan PT Mayora Indah Tbk periode 2014-

2018.

b. Data Kualitatif

Data Kualitatif merupakan data yang tidak berbentuk angka melainkan

berupa uraian atau keterangan, dalam ini adalah gambaran umum

perusahaan yang menjadi objek penelitian.

4.4.2.Sumber Data

Sumber data yang digunakan dan diolah dalam penelitian

ini adalah sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak

di luar perusahaan namun berkaitan dengan penelitian ini. Data

skunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan


53

keuangan periode 2014 - 2018 yang diperoleh dari sumber

www.idx.co.id.

4.5 Metode Pengumpulan Data

Sebagai pelengkap dalam penyusunan laporan ini, maka perlunya

data atau informasi baik dari dalam perusahaan maupun dari luar

perusahaan. Penulis memperoleh data yang berhubungan dengan

penelitian menggunakan metode studi dokumentasi yaitu dengan cara

mengumpulkan data - data atau dokumen-dokumen perusahaan yang

berkaitan denganpeneltian yang dilaksanakan. Teknik pengumpulan data

dilakukan dengan memilih dan mengambil laporan keuangan yang telah

dipublikasi oleh PT Mayora Indah Tbk periode 2014 -2018 melalui situs

web : www.idx.co.id.

.6. Teknik Analisis Data

Untuk mendukung dan membandingkan hasil analisa kebangkrutan

dari perhitungan Altman Z-Score, digunakan suatu analisa terhadap

kesehatan perusahaan yang menggunakan laporan keuangan. Pada

penelitian ini teknik yang digunakan untuk menganalisa adalah :

.6.1. Rumus Z-Score

a.Altman membentuk 3 rumus Z Score dimana ketiga rumus tersebut

diperuntukkan bagi 3 kategori perusahaan yang berbeda. Rumus Z-

Score yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah rumus Z-Score

untuk perusahaan bukan manufaktur (non-manufacture) dan

pemakaian umum lainnya (general use). Karena perusahaan yang

digunakan dalam penelitian ini ada perusahaan yang bergerak dibidang


54

jasa. Untuk perusahaan bukan manufaktur (non-manufacture) dan

pemakaian umum lainnya (general use) tidak di gunakan rasio X5

yaitu sales to total assets, hal ini dikarenakan intensitas perputaran aset

perusahaan yang bergerak di bidang merchandising dan jasa secara

konsisten memiliki perputaran yang lebih tinggi dari perusahaan

manufaktur. Untuk mengatasi masalah ini, Altman menghilangkan

rasio X5 untuk dapat menghitung tingkat kebangkrutan dengan lebih

baik atau akurat. Rumus yang digunakan adalah :

Z’’ = 6,56 (X1) + 3,26 (X2) + 6,72 (X3) + 1,05 (X4)

Dimana :

Z’’ = Overall Index

X1 = Working Capital/Total Assets

X2 = Retained Earning/Total Assets

X3 = Earning Before Interest and Taxes/Total Assets

X4 = Book Value of Equity/Total Liabilities

b) Kriteria atau Nilai Cut-Off Z Score

Nilai cut-off ini merupakan sebuah batasan untuk menentukan

apakah suatu perusahaan dikelompokkan sebagai perusahaan yang akan

bangkrut atau tidak bangkrut. Nilai cut-off ini memiliki nilai batas yang

berbeda-beda pada ketiga rumus Z Score. Berikut adalah tabel yang

menunjukkan nilai cut-off pada masing-masing rumus :

TABEL III.1
55

NILAI CUT-OFF Z SCORE

Kondisi Z Score

Perusahaan Z Z' Z''


"Distress" Zone Z < 1,80 Z < 1,23 Z < 1,1
"Grey" Zone 1,80 < Z < 2,99 1,23 < Z < 2,90 1,1 < Z < 2,60
"Safe" Zone Z > 2.99 Z > 2,90 Z > 2,60
Apabila hasil perhitungan Z Score dari perusahaan yang diteliti masuk

pada kondisi “Distress” Zone, maka perusahaan tersebut berpeluang besar

untuk mengalami kondisi kebangkrutan karena perusahaan mengalami

masalah keuangan yang serius. Apabila masuk pada kondisi “Grey” Zone,

maka perusahaan yang diteliti masuk ke dalam kondisi yang meragukan atau

dengan kata lain perusahaan tersebut memiliki resiko untuk bangkrut namun

tidak besar sehingga perusahaan masih dapat melakukan perbaikan yang

berarti dalam manajemen maupun struktur keuangan. Dan pada kondisi “Safe”

Zone, perusahaan yang diteliti tidak mengalami permasalahan dalam keuangan

dan diprediksi tidak akan mengalami kebangkrutan (non bankrupt).

4.6.2 Analisis Regresi Linier Sederhana

Dalam penelitian ini data dianalisis dengan metode statistik Regresi Linier

Berganda yang digunakan untuk mengetahui pengaruh keseluruhan variabel bebas

secara bersama-sama terhadap variabel terikat sebagaimana yang telah

dihipotesiskan. Secara keseluruhan data dianalisis dengan menggunakan program


56

komputer SPSS versi 20.00 for windows ,Sugiyono (2006 : 261).

Memformulasikan sebagai berikut :

Y= a + b1 . X1 + e

Keterangan :

Y = Harga Saham

a = Konstanta

b = Koefisien Korelasi

X1 = Nilai Z-Score

e = kesalahan random

b. Pengujian Hipotesis

Menurut pendapat M. Iqbal Hasan (2004), Pengujian hipotesis

adalah suatu prosedur yang akan menghasilkan suatu keputusan, yaitu

keputusan menerima atau menolak hipotesis tersebut. Hipotesis

merupakan bagian penting dalam suatu penelitian, karena dengan

adanya hipotesis, penelitian menjadi lebih terarah. Hipotesis dapat

dijadikan sebagai petunjuk ke arah penyelidikan lebih lanjut. Oleh

karena itu, hipotesis harus di uji kebenarannya melalui uji statistik.

Hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah ada atau

tidaknya pengaruh yang positif dan signifikan dari nilai Z-Score

(variabel X) sebagai variabel bebas dengan harga saham (variabel Y)

sebagai variabel terikat. Untuk menguji hipotesis tersebut maka data

yang diperoleh, di analisis dengan rumus uji t.


57

Uji t dalam penelitian ini menggunakan software SPSS V.20.0

for windows dan datanya bersumber pada output tabel Coefficientsa,

kemudian pengujian dilakukan dengan membandingkan antara thitung

dan ttabel. Pengujian menggunakan tingkat signifikansi 0,05 dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

a) Merumuskan hipotesis:

Apabila β=0 maka Ho ditolak, itu berarti bahwa nilai z-

score tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada PT

Mayora Indah Tbk periode 2014-208. Apabila β>0 maka Ho

diterima, itu berarti nilai z-score berpengaruh terhadap nilai

perusahaan pada PT Mayora Indah Tbk periode 2014-208.

b) Menentukan t hitung dan signifikansi.

Dari output program SPSS 20.0 akan muncul tabel

Coefficientsa. Dan dari tabel tersebut dapat dilihat hasil perolehan t

hitung dan signifikansinya.

c) Menentukan t tabel.

Tabel distribusi t dicari pada α = 5% :2 = 2,5% (uji 2 sisi)

dengan drajat kebebasan (df) = n - 1 atau 15 - 1 = 14. Dengan

pengujian 2 sisi (signifikansi = 0,025)


58

d) Kriteria pengujian:

Ho diterima jika Thitung ≤ Ttabel atau Thitung ≥ -Ttabel

Ho ditolak jika Thitung ≥ Ttabel atau -Thitung ≤ Ttabel

4.6.3 Analisis Determinasi

Analisis determinasi digunakan untuk mengetahui persentase

besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

D = R2 x 100%

Keterangan :

R2 = Nilai koefisien Korelasi

D = Nilai Koefisien Diterminasi


59

DAFTAR RUJUKAN
Alimsyah dan Pandji, 2003. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
PT Rineka Cipta

Anthoneta Kneefel Stevany dan Yunita Mandagie. 2015. Analisis Z-Score Pada
Perusahaan Food & Beverages Yang Terdaftar di BEI Periode 2011 –
2013. Diakses melalui website http://download.portalgaruda.org/article.
Diunduh tanggal 30 November 2018

Ardianto, Elvinaro 2011, Meteodologi Penelitian untuk public relations kualitatif


dan kuantitatif, Bandung : Remaja Rostakarya.

Baldwin A.L. 2001. Theories of Child Development. Chicago : Jhon Wiley &
Son,inc.

Bambang Riyanto. 2011. Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan. Yogyakarta :


BPPE UGM

Dwi Kifana Benny, Kamaliah dan Herman Halim Ediyanus. 2014. Analisis Kinerja
Keuangan Dan Potensi Kebangkrutan Serta Pengaruhnya Terhadap Nilai
perusahaan Pada Perusahaan Terbuka Sektor Telekomunikasi di BEI.
Diakses dari website
https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JPEB/article/view/. Diunduh tanggal
22 Mei 2018

Gretha Simanjuntak. 2012. Analisis Kebangkrutan pada PT. Infokom Elktrindo


dengan Analisa Z-Score Periode 2008-2011. Diakses dari website
www.skripsi_gretha_kebangkrutan/htm . Diunduh 20 Februari 2017.

G.R terry. 2006. Prinsip-prinsip Manajemen terj. J. Smith D.F.M. Jakarta : PT. Bumi
Aksara.

Hanafi, M Mamduh. dan Halim, Abdul.2003. Analisis Laporan Keuangan.


Yogyakarta : AMP YKPN

Irawati Susan, 2005.Manajemen Keuangan. Bandung : Pustaka

Kasmir. 2008. Analisis Laporan Keuangan.Jakarta : Rajawali Pers

MC. Maryati. 2008. Manajemen Perkantoran Efektif. Yogyakarta : UPP STIM


YKPN

Mahanavami Gusti Ayu dan Bagus Surya Gangga Anak Agung. 2015. Analisis
Kebangkrutan pada PT. Mayora Indah Tbk. Dengan Metode Z-Score
Periode 2009-2013. Diakses dari website
60

http://jurnal.undhirabali.ac.id/index.php/pariwisata/article/viewFile/9/11.
Diunduh Tanggal 22 Mei 2018

Muminović Saša. 2013. Revaluation and Altman`s Z-score –the Case of the Serbian
Capital Market. http.article.sapub.org/pdf/10.5923.j.jijfa. Diunduh tanggal
22 Mei 2018

Prasetyo, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif teori dan Aplikasi. Jakarta : Rajawali
Pers.

Rahardjo Budi. 2007. Keuangan dan Akuntansi Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha
Ilmu

Ranjan Bal Gnyana. 2015 . Prediction of financial distress using Altman Zscore:
a study of select FMCG Companies. Diakses melalui website
http://www.worldwidejournals.com/indian-journal-of-applied-reserch-
(IJAR)/ Diunduh tanggal 22 mei 2018.

Resty Prasetyo Gusniar dan Fitria Astri. 2014. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap
Nilai perusahaan. Diakses dari website
http://download.portalgaruda.org/article.php%3Farticle. Diunduh tanggal
22 mei 2018.

S.Marwin. 2010. Analisis Laporan Keuangan Edisi 4. Yogyakarta : Liberty

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV Alfabeta

Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Administrasi dengan Metode R&D. Bandung :


CV Alfabeta

Sujarweni V. Wiranata, 2015. SPSS untuk Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Baru


Pers

Sutrisno.2009. Manajemen Keuangan (Teori, Konsep, dan Aplikasi). Yogyakarta :


Ekonesia

Umar Husein, 2005.Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.

www.idx.co.id/htm. Diunduh 29 Mei 2018.

Anda mungkin juga menyukai