Anda di halaman 1dari 33

TUGAS INDIVIDU

KEPERAWATAN MATERNITAS II
“KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
INFEKSI TORCH”
(FASILITATOR : Ns. APRIANA SARTIKA, S.Kep., M.Kep.)

DI SUSUN OLEH :
NAMA : SUDI LESTARI
NIM : 1609MK704

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) HAMZAR
LOMBOK TIMUR
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah


SWT. yang telah memberikan kesehatan jasmani ataupun rohani, dan memberikan
nikmat dan kasih sayang-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dan tak lupa pula kita haturkan sholawat dan serta salam kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. yang telah menuntun manusia dari jalan
yang gelap gulita menuju ke jalan yang terang benderang seperti yang sedang kita
rasakan sekarang ini.
Akhirnya, penulis bisa menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
di mata kuliah Keperawatan Maternitas II dan pada makalah ini penulis akan
membahas suatu judul mengenai “Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Infeksi Torch”. Tentunya penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Penulis mengharapkan kepada semua
pihak yang membaca makalah ini khususnya Ibu dosen pengampu mata kuliah
untuk memberikan masukan berupa kritik atau saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan isi dari makalah ini.

Lombok Timur, Kamis 25 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman judul
Kata pengantar....................................................................................................ii
Daftar isi.............................................................................................................iii
BAB I : Pendahuluan..........................................................................................1
A. Latar belakang...........................................................................................1
B. Tujuan.......................................................................................................2
BAB II : Tinjauan Teori.....................................................................................3
A. Definisi Infeksi Torch...............................................................................3
B. Etiologi Infeksi Torch...............................................................................5
C. Klasifikasi Infeksi Torch...........................................................................5
D. Manifestasi klinis Infeksi Torch................................................................6
E. Patofisiologi Infeksi Torch........................................................................7
F. Cara penularan Infeksi Torch....................................................................8
G. Diagnosa keperawatan Infeksi Torch........................................................9
H. Pemeriksaan penunjang Infeksi Torch......................................................12
I. Komplikasi Infeksi Torch.........................................................................14
J. Penatalaksanaan Infeksi Torch..................................................................15
K. Pencegahan Infeksi Torch.........................................................................17
BAB III : Konsep Asuhan Keperawatan Infeksi Torch......................................20
A. Pengkajian keperawatan............................................................................20
B. Diagnosis keperawatan..............................................................................21
C. Intervensi keperawatan..............................................................................21
D. Implementasi keperawatan........................................................................25
E. Evaluasi keperawatan................................................................................25
BAB IV : Penutup...............................................................................................27
A. Kesimpulan...............................................................................................27
B. Saran..........................................................................................................27
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULAUN
A. LATAR BELAKANG
Wanita hamil dan janin rentan
terhadap banyak penyakit infeksi.
Infeksi maternal yang bertransmisi ke
dalam rahim pada beberapa tahap
kehamilan dapat disebabkan banyak
organisme, beberapa diantaranya cukup
berbahaya dan menyebabkan penyakit
infeksi TORCH yang diakibatkan oleh
Toxoplasmosis, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes
Simplex Virus (HSV). Infeksi TORCH
pada wanita hamil seringkali tidak
menimbulkan gejala atau asimtomatik,
tetapi dapat memberikan dampak serius
bagi janin yang dikandungnya yaitu
abortus, kematian janin intrauterine,
hidrosefalus, mikrosefalus, iridosiklisis,
retardasi mental, tuli sensoneural,
katarak dan gangguan kardiovaskular
terutama jika infeksi didapat pada
trimester pertama kehamilan. Menurut
penelitian meta analisis yang dilakukan
oleh Child Health Epidemiology
Reference Group (CHERG) pada tahun
2011 infeksi TORCH merupakan salah
satu penyakit infeksi selama kehamilan
yang menyebabkan bayi lahir mati
(stillbirth) terbanyak di dunia.
Penyakit TORCH merupakan
kelompok infeksi beberapa jenis virus
yaitu parasit Toxoplasma gondii,

1
virus Rubella, CMV
(Cytomegalo Virus),
virus Herpes Simplex
(HSV1 – HSV2) dan
kemungkinan oleh
virus lain yang
dampak klinisnya
lebih terbatas
(misalnya : Measles,
Varicella, Echovirus,
Mumps, Vassinia,
Polio dan Coxsackie-
B). Penyakit TORCH
ini dikenal karena
menyebabkan
kelainan dan berbagai
keluhan yang bisa
menyerang siapa saja,
mulai anak-anak
sampai orang dewasa,
baik pria maupun
wanita. Bagi ibu yang
terinfeksi saat hamil
dapat menyebabkan
kelainan pertumbuhan
pada bayinya, yaitu
cacat fisik dan mental
yang beraneka ragam.
Infeksi TORCH juga
dapat menyerang
semua jaringan organ
tubuh, termasuk
sistem saraf pusat dan
perifer yang
1
B. TUJUAN
1. Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Maternitas II
2. Untuk mengetahui informasi tentang Infeksi Torch secara keseluruhan
3. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengan Infeksi Torch

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Penyakit TORCH merupakan
kelompok infeksi beberapa jenis virus yaitu
parasit Toxoplasma gondii, virus Rubella,
CMV (Cytomegalo Virus), virus Herpes
Simplex (HSV1 – HSV2) dan kemungkinan
oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih
terbatas (misalnya Measles, Varicella,
Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio dan
Coxsackie-B). Penyakit TORCH ini dikenal
karena menyebabkan kelainan dan berbagai
keluhan yang bisa menyerang siapa saja,
mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik
pria maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi
saat hamil dapat menyebabkan kelainan
pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik
dan mental yang beraneka ragam. Infeksi
TORCH juga dapat menyerang semua
jaringan organ tubuh, termasuk sistem saraf
pusat dan perifer yang mengendalikan fungsi
gerak, penglihatan, pendengaran, sistem
kadiovaskuler serta metabolisme tubuh
(Wordpres, 2012).
TORCH adalah istilah yang
mengacu kepada infeksi yang disebabkan
oleh (Toksoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex
virus II (HSV-II) dalam wanita hamil.
TORCH merupakan singkatan dari
Toxoplasma gondii (toxo), Rubella, Cyto
Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus
(HSV) and other diseases. Infeksi TORCH ini

3
sering
menimbul
kan
berbagai
masalah
kesubura
n
(fertilitas)
baik pada
wanita
maupun
pria
sehingga
menyeba
bkan sulit
terjadinya
kehamila
n. Infeksi
TORCH
adalah
akronim
dari
beberapa
penyakit
yaitu
toksoplas
mosis,
rubella,
cytomega
lovirus,
dan
herpes
simpleks
yang
3
1. Toxoplasma gondii (toxo)
Toxoplasmosis penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat
ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang
dikenal dengan nama Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii yaitu suatu
parasit intraselluler yang menginfeksi pada manusia dan hewan.
Toxoplasma gondii termasuk spesies dari kelas sporozoa (Cocidia),
pertama kali ditemukan pada binatang pengerat Ctenodactylus gundi di
Afrika Utara (Tunisia) oleh Nicolle dan Manceaux tahun 1908. Tahun
1928. Toxoplasma gondii ditemukan pada manusia pertama kali oleh
Castellani. Toksoplasmosis adalah sejenis infeksi yang disebabkan oleh
sejenis parasit toksoplasma gondi yang biasanya ditemukan pada kucing.
Infeksi ini dapat menyebabkan pertumbuhan janin menjadi terhambat,
kelainan mata, cacat otak, abortus atau malah mati saat dilahirkan
(Nirwana, 2011).
2. Rubella
Rubella adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan infeksi kronik
intrauterin, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Rubella
disebabkan oleh virus plemorfis yang mengandung RNA (Fadlun, 2014).
Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk famili
Togaviridae dan genus Rubivirus, infeksi virus ini terjadi karena adanya
kontak dengan sekret orang yang terinfeksi, pada wanita hamil penularan
ke janin secara intrauterin.
3. Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit ini disebabkan oleh human cytomegalovirus, subfamili beta
herpes virus, famili herpesviridae. Cytomegalovirus atau lebih sering
disebut CMV adalah infeksi oportiunistik yang berhubungan dengan
HIV. Virus ini dibawa oleh sekitar 50% populasi dan 90% penderita
dengan HIV. Cytomegalo virus juga merupakan anggota keluarga virus
herpes yang disebut herpes viridae. CMV sering disebut sebagai “virus
paradoks” karena bila menginfeksi seseorang dapat berakibat fatal, atau
dapat juga hanya diam didalam tubuh penderita seumur hidupnya
(Rukiyah, 2010).

4
4. Herpes Simplex Virus (HSV)
Herpes simplex atau herpes genitalia adalah infeksi virus herpes simpleks
pada atau disekitar vagina, vulva (bibir vagina) dan anus (wanita)
(Robson, 2011). Herpes dapat menyebabkan luka pada daerah mulut, dan
hidung, pada daerah kemaluan (laki-laki dan wanita) dan daerah anus,
atau pada mata, jari dan tangan. Terdapat dua jenis virus Herpes simpleks
yaitu Herpes tipe 1 dan tipe 2 (Nugraheny, 2010).
B. ETIOLOGI
1. Toxoplasma gondii (toxo) disebabkan oleh sporozoa yang dikenal
dengan nama Toxoplasma gondii yaitu suatu parasit intraselluler yang
menginfeksi pada manusia dan hewan, termasuk spesies dari kelas
sporozoa (Cocidia) (Nirwana, 2011).
2. Rubella disebabkan oleh virus plemorfis yang mengandung RNA yang
termasuk famili Togaviridae dan genus Rubivirus (Fadlun, 2014).
3. Cytomegalovirus (CMV) disebabkan oleh human cytomegalo virus,
subfamili beta herpes virus, famili herpesviridae (Rukiyah, 2010).
4. Herpes Simplex Virus (HSV) disebabkan oleh virus herpes simpleks
(Nugraheny, 2010).
C. KLASIFIKASI
1. Toxoplasma gondii (toxo)
2. Rubella
3. Cytomegalovirus (CMV)
CMV dapat mengenai hampir semua organ dan menyebabkan
hampir semua jenis infeksi. Organ yang terkena adalah:
 CMV encephalitis (otak).
 CMV retinitis (mata).
 CMV myocarditis (jantung).
 CMV pneumonitis (paru-paru).
 CMV gastritis (lambung).
 CMV hepatitis (hati).
 CMV nefritis (ginjal).
 CMV colitis (usus).
4. Herpes Simplex Virus (HSV)
Herpes simplex virus (HSV) ada 2 tipe yaitu :
 HSV tipe 1 biasanya mempunyai gejala ringan dan hanya terjadi
pada bayi karena adanya kontak dengan lesi genital yang infektif.
 HSV tipe 2 merupakan herpes genitalis yang menular lewat
hubungan seksual (Nugraheny, 2010).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Toksoplasmosis
Gejala klinik yang muncul pada ibu hamil sebagian asimtomatik,
limpadenopati disertai malaise,nyeri kepala, nyeri tenggorokan, nyeri
otot, dan kelelahan disertai demam. Sedangkan pada bayi baru lahir
tampak hidrosefalus, retardasi mental, chorioretinitis, hepatitis,
pneumonia, miositis, dan limpadenopati (Fadlun, 2014). Nyeri pada
kelenjar limphe yang membesar, dapat disertai pneumonia, polimiositis,
dan miokarditis, serta limphafingitis (Nugraheny, 2010).
2. Rubella
Gejala klinis infeksi virus rubella berupa pembengkakan pada kelenjar
getah benih, demam diatas 38ºC, mata terasa nyeri, muncul bintik-bintik
diseluruh tubuh, kulit kering, sakit pada persendian, sakit kepala, dan
hilang nafsu makan (Rukiyah, 2010).
3. Cytomegalovirus
Pada umumnya infeksi CMV tidak menimbulkan gejala, bila
menimbulkan gejala, gejalanya tidak spesifik seperti flu dan sakit
tenggorokan (Esty, 2010). Gejala klinis infeksi cytomegalovirus seperti
mononukleosis; demam, pharingitis, poliarthritis, limfadenopati
(Manuaba, 2009).
4. Herpes Simplex Virus (HSV)
Gejalanya berupa luka yang terasa nyeri atau benjolan berisi cairan
disekitar bulu kemaluan,vagina,vulva atau anus. Bisa juga terasa nyeri
saat pipis. Serta gejala virus umumnya seperti demam, rasa tidak enak
badan serta sangat lelah. Luka herpes genital bisa muncul di sekitar
vagina, vulva, liang vagina atau anus, begitu terinfeksi virus ini, virus
akan menetap ditubuh dan bisa aktif berkali-kali. Gejala awalnya bisa
berupa rasa geli/gatal pada daerah yang terkena (Nugraheny, 2010).
E. PATOFISIOLOGI
1. Toksoplasmosis
Organisme tempat toxoplasma gondii hidup adalah kucing. Kucing
tersebut terinfeksi karena memakan hewan pengerat dan burung pemakan
daging yang terinfeksi. Satu minggu setelah terinfeksi, kucing
mengeluarkan oocyst yang terdapat pada fesesnya. Pengeluaran oocyst
terus menerus sampai sekitar 2 minggu sebelum kucing itu sembuh atau
pulih kembali. Feses kucing sudah sangat infeksius. Oocyst dalam feses
menyebar melalui udara dan ketika dihirup akan dapat menyebabkan
infeksi. Sporulasi organisme ini terjadi setelah 1-5 hari dalam kotoran.
Jika oocyst terkandung dalam tanah sisa-sisa partikel berada di atasnya
dan akan terbawa arus air hujan. Sisa oocyst dapat bertahan hidup sampai
lebih dari 1 tahun tetapi tidak aktif .
2. Rubella
Virus sesudah masuk melalui saluran pernafasan akan menyebabkan
peradangan pada mukosa saluran pernafasan untuk kemudian menyebar
keseluruh tubuh, dari saluran pernafasan inilah virus akan menyebrang ke
sekelilingnya. Pada infeksi rubella yang diperoleh post natal virus rubella
akan dieksresikan dari faring selama. Pada rubella yang kongenal saluran
pernafasan dan urin akan tetap mengeksresikan virus sampai usia 2
tahun. Hal ini perlu diperhatikan dalam perawatan bayi dirumah sakit dan
dirumah untuk mencegah terjadinya penularan. Sesudah sembuh tubuh
akan membentuk kekebalan baik berupa antibody maupun kekebalan
seluler yang akan mencegah terjadinya infeksi ulangan (Dr.I Made
Arya,2009).
3. Cytomegalovirus (CMV)
Sitomegalovirus (CMV) adalah penyebab utama infeksi virus congenital
di amerika utara.CMV agaknya ditularkan dari orang ke orang melalui
kontak langsung dengan cairan atau jaringan tubuh, termasuk urin, darah,
liur, secret servikal, semen dan ASI. Masa inkubasi tidak diketahui;
berikut ini adalah perkiraan masa inkubasi: setelah lahir-3 sampai 12
minggu; setelah tranfusi-3 sampai 12 minggu; dan setelah transplantasi-4
minggu sampai 4 bulan. Urin sering mengandung CMV dari beberapa
bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi.Virus tersebut dapat tetap
tidak aktif dalam tubuh seseorang tetapi masih dapat diaktifkan
kembali.Hingga kini belum ada imunisasi untuk mencegah penyakit ini.
4. Herpes Simplex Virus (HSV)
Pada saat virus masuk kedalam tubuh belum memiliki antibody maka
infeksinya bisa bersifat luas dengan gejala-gejala konstitusionil berat.Ini
disebut infeksi primer. Virus kemudian akan menjalar melalui serabut
saraf sensoris ke ganglian saraf regional (ganglian sakralis) dan berdiam
disana secara laten. kalau pada saat virus masuk pertama kali tidak terjadi
gejala-gejala primer, maka tubuh akan membuat antibody sehingga pada
serangan berikutnya gejala tidaklah seberat infeksi primer. Bila sewaktu-
waktu ada faktor pencetus, virus akan mengalami aktifasi dan
multiplikasi kembali sehingga terjadi infeksi reklien. karena pada saat ini
tubuh sudah mempunyai antibody maka gejalanya tidak seberat infeksi
primer. Faktor-faktor pencetus, virus akan mengalami aktivasi dan
multiplikasi kembali sehiangga terajadi infeksi neklien. karena pada saat
ini tubuh sudah mempunyai antibody maka gejalanya tidak seberat
infeksi primer.
F. CARA PENULARAN
1. Toksoplasmosis
Manusia dapat tertular melalui kotoran kucing, tanah yang terinfeksi,
ingesti daging terinfeksi yang mentah atau tidak dimasak sempurna
(Laksemi, 2013). Diketahui sekitar 50% pasien pengidap toksoplasmosis
tertular melalui daging yang terinfeksi, terutama daging babi (Helen,
2009).
2. Rubella
Virus ini dapat menular lewat udara. Selain itu virus rubella dapat
ditularkan melalui urine, kontak pernapasan, dan memiliki masa inkubasi
2-3 minggu. Penderita dapat menularkan virus selama seminggu sebelum
dan sesudah timbulnya Rush (ruam) pada kulit. Rush rubella berwarna
merah jambu, akan menghilang dalam 2-3 hari, dan tidak selalu muncul
dalam setiap kasus infeksi (Rukiyah, 2010).
3. Cytomegalovirus (CMV)
Penularan/transmisi CMV ini berlangsung secara horisontal, vertikal, dan
hubungan seksual. Transmisi horisontal terjadi melalui droplet infection
dan kontak dengan air ludah dan air seni. Sementara itu, transmisi
vertikal adalah penularan proses infeksi maternal ke janin. Infeksi CMV
kongenital umumnya terjadi karena transmisi transplasenta selama
kehamilan dan diperkirakan 0,5% - 2,5% dari populasi neonatal. Dimasa
peripartum infeksi CMV timbul karena akibat pemaparan terhadap
sekresi serviks yang telah terinfeksi melalui air susu ibu dan tindakan
transfusi darah. Dengan cara ini prevalensi diperkirakan 3-5%
(Prawirohardjo, 2011).
4. Herpes Simplex Virus (HSV)
Virus ini dapat ditularkan melalui kontak badan dan seksual, infeksi
dapat tertular pada bayi saat proses persalinan karena ada gesekan
dengan alat kelamin, tipe-tipe herpes; herpes simpleks tipe I pada
umumnya menyebabkan lesi atau luka pada sekitar wajah, bibir, mukosa
mulut, dan leher. Herpes simpleks tipe II umumnya menyebabkan lesi
pada genital dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha) (Rukiyah,
2010).
G. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Toksoplasmosis
Pada pemeriksaan secara makroskopis, plasenta yang terinfeksi
biasanya membesar dan memperlihatkan lesi yang mirip dengan
gambaran khas dari eritroblastosis fetalis. Villi akan membesar,
oedematus dan sering immatur pada umur kehamilan. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan adanya gambaran organisme dalam sel. Organisme
sulit ditemukan pada plasenta, tetapi bila ditemukan biasanya terdapat
dalam bentuk kista di korion atau jaringan subkorion. Identifikasi sering
sulit, sebab sinsitium yang mengalami degenerasi sering mirip dengan
kista.
Pemeriksaan yang baru dan saat ini sering digunakan adalah
dengan enzyme-linnked immunosorbent assay (ELISA). Pemeriksaan
yang sering digunakan adalan dengan mengukur jumlah IgG, IgM atau
keduanya. IgM dapat terdeteksi lebih kurang 1 minggu setelah infeksi
akut dan menetap selama beberapa minggu atau bulan. IgG biasanya
tidak muncul sampai beberapa minggu setelah peningkatan IgM tetapi
dalam titer rendah dapat menetap sampai beberapa tahun.
Secara optimal, antibodi IgG terhadap toksoplasmosis dapat
diperiksa sebelum konsepsi, dimana adanya IgG yang spesifik untuk
toksoplasma memberikan petunjuk adanya perlindungan terhadap infeksi
yang lampau. Pada wanita hamil yang belum diketahui status
serologinya, adanya titer IgG toksoplasma yang tinggi sebaiknya
diperiksa titer IgM spesifiktoksoplasma. Adanya IgM menunjukkan
adanya infeksi yang baru saja terjadi, terutama dalam keadaan titer yang
tinggi. Tetapi harus diingat bahwa IgM dapat terdeteksi selama lebih dari
4 bulan bila menggunakan fluorescent antibody test, dan dapat lebih dari
8 bulan bila menggunakan ELISA.
Diagnosis prenatal dari toksoplasmosis kongenital dapat juga
dilakukan dengan kordosintesis dan amniosintesis dengan test serologi
untuk IgG dan IgM pada darah fetus. Adanya IgM menunjukkan adanya
infeksi akrena IgM tidak dapat melewati barier plasenta sedangkan IgG
dapat berasal dari ibu. Meskipun demikian antibodi IgM spesifik
mungkin tidak dapat ditemukan karena kemungkinan terbentuknya
antibodi dapat terlambat pada janin dan bayi.
Pedoman yang digunakan dalam menilai hasil serologi :
a. Infeksi primer akut dapat dicurigai bila :
 Terdapatnya serokonversi IgG atau peningkatan IgG 2-4 kali
lipat dengan interval 2-3 minggu.
 Terdapatnya IgA dan IgM positif menunjukkan infeksi 1-3
minggu yang lalu.
 IgG avidity yang rendah
 Hasil Sabin-Feldman/ IFA >300 IU/ml atau 1:1000
 IgM-IFA 1:80 atau IgM-ELISA 2.600 IU/ml
b. IgG yang rendah dan stabil tanpa disertai IgM diperkirakan
merupakan infeksi lampau.
c. Satu kali pemeriksaan dengan IgG dan IgM positif tidak dapat
dipastikan sebagai infeksi akut dan harus dilakukan pemeriksaan
ulang atau pemeriksaan lain.
2. Rubella
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul, dan
dari pemeriksaan darah di laboratorium dengan melihat kadar antibodi
IgG dan IgM-nya terhadap rubela. Diagnosa ditegakkan melalui
pemeriksaan serologi. IgM akan cepat memberi respon setelah keluar
ruam dan kemudian akan menurun dan hilang dalam waktu 4 – 8 minggu,
IgG juga memberikan respon setelah keluar ruam dan tetap tinggi selama
hidup. Diagnosa ditegakkan dengan adanya peningkatan titer 4 kali lipat
dari hemagglutination-inhibiting (HAI) antibody dari dua serum yang
diperoleh dua kali selang waktu 2 minggu atau setelah adanya IgM.
Diagnosa Rubella juga dapat ditegakkan melalui biakan dan isolasi virus
pada fase akut. Ditemukannya IgM dalam darah tali pusat atau IgG pada
neonatus atau bayi 6 bulan mendukung diagnosa infeksi Rubella.
3. Cytomegalovirus (CMV)
Untuk dapat menegakkan diagnosis infeksi sitomegalovirus ibu
dibutuhkan antara lain:
a. Peningkatan titer antibodi anti sitomegalovirus sebesar lebih dari 4
kali (konversi serologi),
b. Adanya antibodi IgM ibu, atau
c. Isolasi virus
Pada bayi baru lahir, kultur CMV dapat diambil dari urine dan
cairan amnion. TORCH screen antibody assays, terutama mengukur IgG,
memerlukan 2 contoh serum untuk diagnosis yang lebih tepat, yang
pertama diambil pada neonatus saat lahr, dan yang kedua pada umur 4-6
bulan. Penurunan titer antiboodi CMV menunjukkan bahwa antibodi dari
ibu ke janin, dialirkan melalui plasenta. Titer yang menetap atau
meninggi akan membantu diagnosis infeksi kongenital, perinatal atau
paska natal.
Bila ditemukan adanya IgM pada bayi baru lahir menujukkan suatu
infeksi kongenital, sedangkan IgG pada bayi dapat terjadi karena transfer
pasif melalui plasenta ibu.
Pemeriksaan penunjang lainnya untuk mendiagnosis abnormalitas
fetus dalam kandungan adalah dengan pemeriksaan USG. Melalui USG,
dapat diketahui adanya kalsifikasi intrakranial, IUGR, hidrosefalus,
ventrikulomegali, oligohidramnion, plasenta besar, asites, dan peritonitis
mekoneum.
Karakteristik yang penting dan perlu diperhatikan pada infeksi
maternal, neonatal dan kongenital adalah kemampuan penyebaran infeksi
pada lingkungan sekitarnya. Bayi dengan infeksi sitomegalovirus
kongenital dapat mengeluarkan virus yang infeksius dari orofaring dan
traktus urinarius. Untuk itu diharapkan ibu hamil dengan seronegatif
tidak melakukan kontak dengan bayi tersebut. Kemungkinan peningkatan
transmisi kongenital hanya bila :
a. Didapatkan titer virus yang tinggi (menandakan adanya infeksi
yang baru terjadi)
b. Adanya peningkatan lebih dari 4 kali antibodi spesifik.
c. Adanya antibodi IgM anti sitomegalovirus.
4. Herpes Simplex Virus (HSV)
Ditemukannya virus dalam kultur jaringan. Sayangnya
pemeriksaan ini cukup mahal dan membutuhkan waktu lebih dari 48 jam.
Cara yang lebih cepat adalah dengan memeriksa adanya antibodi secara
ELISA, dengan sensitivitas 97,5 % dan spesifitas 98% meskipun waktu
yang dibutuhkan tetap lebih dari 24 jam.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan TORCH adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk
mendeteksi infeksi TORCH, yang disebabkan oleh parasit TOxoplasma,
virus Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan virus Herpes. Cara mengetahui
infeksi TORCH adalah dengan mendeteksi adanya antibodi dalam darah
pasien, yaitu dengan pemeriksaan :
1. Anti-Toxoplasma IgM dan Anti-Toxoplasma IgG (untuk
mendeteksi infeksi Toxoplasma)
2. Anti-Rubella IgM dan Anti-Rubella IgG (Untuk mendeteksi infeksi
Rubella)
3. Anti-CMV IgM dan Anti-CMV IgG (untuk mendeteksi infeksi
Cytomegalovirus)
4. Anti-HSV2 IgM dan Anti-HSV2 IgG (untuk mendeteksi infeksi
virus Herpes)
Infeksi toksoplasma dan CMV dapat dapat bersifat laten tetapi
yang berbahaya adalah infeksi primer (infeksi yang baru pertama terjadi di
saat kehamilan, terutama pada trimester pertama). Jadi, bila hasil
pemeriksaan (yang dilakukan saat hamil) positif maka perlu dilihat lebih
lanjut apakah infeksi baru terjadi atau telah lama berlangsung. Untuk itu
perlu dilakukan pemeriksaan :
1. Aviditas Anti-Toxoplasma IgG.
2. Aviditas Anti-CMV IgG.
 Indikasi pemeriksaan TORCH :
1. Wanita yang akan hamil atau merencanakan segera hamil.
2. Wanita yang baru/sedang hamil bila hasil sebelumnya negatif atau
belum diperiksa, idealnya dipantau setiap 3 bulan sekali.
3. Bayi baru lahir yang ibunya terinfeksi pada saat hamil.
 Panel torch
1. Anti-Toxoplasma IgM.
2. Anti-Toxoplasma IgG.
3. Anti-Rubella IgM.
4. Anti-Rubella IgG.
5. Anti-CMV IgM.
6. Anti-CMV IgG.
7. Anti HSV2 IgM.
8. Anti HSV2 IgG.
I. KOMPLIKASI
1. Toksoplasmosis
Pada ibu hamil penyakit ini dapat menular kepada janin dengan akibat:
abortus, partus prematurus, dan kematian janin dalam rahim serta
meninggikan kematian neonatal. Dapat terjadi cacat bawaan;
hidrochepalus, mikrochepalus, anensefalus, meningo ensefalitis, dan
kelainan pada mata serta dapat menyebabkan hidrops (Nugraheny,2010).
2. Rubella
Rubella pada trimester pertama memberikan dampak buruk untuk
kemungkinan besar terjadinya kelainan bawaan (sindroma rubela
kongenital). Kelainan bawaan yang banyak ialah defek pada jantung,
katarak, retinitis, dan ketulian (Sarwono, 2011). Jika ibu menderita
infeksi ini setelah kehamilan berusia lebih dari 20 minggu, jarang terjadi
kelainan pada bayi. Kelainan bawaan yang biasa ditemukan pada bayi
baru lahir adalah tuli, katarak, mikrosefalus, keterbelakangan mental, dan
kelainan jantung bawaan (Rukiyah. 2010).
3. Cytomegalovirus (CMV)
Pengaruhnya terhadap kehamilan adalah kelainan kongenital dalam
bentuk (hidrosefalus, mikrosefali, mikroftalmia) atau infeksi yang
bersifat kronis (ensefalitis, kelainan darah) (Manuaba, 2010).
4. Herpes Simplex Virus (HSV)
Infeksi sejak trimester 1 dapat menimbulkan kelainan kongenital seperti
gangguan neurologis, korioretinitis, terjadi mikrosefali, dan gangguan
tumbuh kembang susunan saraf pusat yang menyebabkan retardasi
mental, IQ rendah kurang dari 70, dan dapat menimbulkan kejang-
kejang. Terhadap tumbuh kembang janin dapat menimbulkan: abortus,
kematian intra uteri, lahir mati, persalinan prematur, dan meningkatkan
kejadian ketuban pecah dini (Manuaba, 2012). Bayi yang tertular herpes
saat dilahirkan disebut herpes neonatal. Herpes neonatal dapat
menginfeksi kulit bayi, mata atau mulut dan bisa merusak otak serta
organ lain. Bayi bisa sangat kesakitan bahkan meninggal (Nugraheny,
2010).
J. PENATALAKSANAAN
1. Toksoplasmosis
Infeksi toksoplasma pada ibu hamil dapat dicegah dengan cara
menghindari tertelannya kista atau ookista berbentuk spora dengan
menjaga kebersihan diri. Perlu kebiasaan mencuci tangan sebelum makan
atau setelah kontak dengan kucing/ kotoran kucing, memasak makanan
sampai matang benar (>66º C) dan menggunakan sarung tangan sewaktu
berkebun. Buah-buahan dan sayur mentah harus dicuci bersih dan
makanan dilindungi supaya tidak dihinggapi lalat, kecoa, dan serangga
atau binatang lain yang mungkin dapat membawa kontaminasi dari
kotoran kucing.
Pengobatan terhadap ibu hamil yang terinfeksi akut dengan tujuan
mengurangi infeksi ke janin, dosis yang dianjurkan WHO adalah :
1. Kombinasi antara sulfa, pirimethamin, dan asam folat dengan dosis :
a. Sulfonamide/ sulfadiazin 1000 mg per hari
b. Pirimethamin (Daraprim) 25 mg per hari
c. Asam folat 10 mg/ minggu (mencegah depresi sumsum tulang)
Dosis ini diberikan selama 4 minggu dan diulang lagi dengan
interval 4 minggu dengan maksimum 3 siklus pemberian sampai
terjadinya persalinan. Karena teratogenik maka kombinasi
pirimethamin dan sulfa baru dapat digunakan setelah kehamilan 20
minggu.
2. Pada kehamilan trimester I digunakan spiramisin, suatu antibiotika
golongan makrolid dengan dosis 3x1 gram selama 4 minggu (9 juta
unit) dan diulang tiap 4 minggu.
2. Rubella
Penanggulangan infeksi rubella adalah dengan pencegahan infeksi
salah satunya dengan cara pemberian vaksinasi. Pemberian vaksinasi
rubella secara subkutan dengan virus hidup rubella yang dilemahkan
dapat memberi kekebalan yang lama dan bahkan bisa seumur hidup.
Vaksin rubella dapat diberikan bagi orang dewasa terutama wanita
yang tidak hamil. Vaksin rubella tidak boleh diberikan pada wanita yang
hamil atau akan hamil dalam 3 bulan setelah pemberian vaksin. Hal ini
karena vaksin berupa virus rubella hidup yang dilemahkan dapat beresiko
menyebabkan kecacatan meskipun sangat jarang.
Tidak ada preparat kimiawi atau antibiotik yang dapat mencegah
viremia pada orang-orang yang tidak kebal dan terpapar rubella. Bila
didapatkan infeksi rubella dalam uterus, sebaiknya ibu diterangkan
tentang resiko dari infeksi rubella kongenital. Dengan adanya
kemungkinan terjadi defek yang berat dari infeksi pada trimester I, pasien
dapat memilih untuk mengakhiri kehamilan, bila diagnosis dibuat secara
tepat.
3. Cytomegalovirus (CMV)
Sampai saat ini tidak ada pengobatan yang efektif untuk mengatasi
infeksi maternal, dan karena resiko terjadinya morbiditas fetal adalah
rendah pemeriksaan penyaring serologisselama kehamilan mempunyai
nilai yang terbatas. Berbeda dengan infeksi virus rubella, antibodi
sitomegalovirus tidak dapat melindungi kemungkinan infeksi kongenital
pada kehamilan yang berikutnya, sehingga kegunaan vaksinasi untuk
sitomegalovirus diragukan.
Yang penting dan perlu diperhatikan bagi wanita hamil yang
seronegatif harus mencegah agar tidak terlalu sering kontak dengan anak-
anak usia 2-4 tahun terutama yang diketahui menderita infeksi infeksi
sitomegalovirus, dan selalu menjaga kebersihan diri dengan
membiasakan selalu mencuci tangan setelah kontak dengan produk
cairan anak-anak seperti muntahan, popok, dan lain-lain.
4. Herpes Simplex Virus (HSV)
Prinsip utama adalah jangan biarkan virus dan bayi bertemu.
Wanita yang terkena infeksi virus herpes genitalia dianjurkan untuk tidak
hamil. Apabila ibu sudah terlanjur hamil hati-hati dengan ancaman partus
prematuria dan viremia pada ibu karena penurunan daya tahan tubuh. Ibu
yang terkena virus herpes genitalia dan bayi yang lahir dengan herpes
neonatal dapat diobati dengan acyclovir atau vidarabine yang aman
terhadap kehamilan maupun pada bayinya.
Karena beratnya ancaman infeksi virus herpes pada neonatus,
persalinan perabdominam dianjurkan pada kasus-kasus dengan dugaan
lesi herpes pada genitalia atau dengan kultur atau Pap smear terakhir
yang memperlihatkan hasil positif untuk virus herpes. Kultur hanya
dilakukan pada ibu dengan lesi herpetik yang mencurigakan. Bila tidak
terdapat lesi, persalinan dapat dilakukan pervaginam.
Bayi yang lahir dengan ibu atau bapak yang sedang terserang
herpes genital atau oral dapat dirawat gabung dengan ibu, dan dapat
diberikan ASI bila tidak ada lesi pada puting dan dihindari kontak
langsung dengan setiap lesi yang ada.
Sejak tahun 1980-an mulai digunakan pengobatan antivirus untuk
infeksi herpes dengan acyclovir. Acyclovir dapat digunakan dalam
beberapa bentuk preparat antara lain krim untuk topikal, powder untuk
intravena, kapsul oral dan suspensi oral. Preparat tiopikal digunakan
dengan dioleskan pada daerah terinfeksi setiap 3 jam, 6 kali perhari,
selama 7 hari. Acyclovir intravena diberikan pada kasus yang berat
dengan dosis 5 mg/kg setiap 8 jam selama 5 hari.
Kapsul oral acyclovir diindikasikan untuk 3 keadaan yaitu :
Pengobatan infeksi primer, pengobatan infeksi ulang yang berat dan
penekanan rekurensi yang serinng dan berat. Dosis pemberian acyclovir
oral adalah 200 mg, 5 kali perhari selama 10 hari.
Sampai saat ini belum ditemukan vaksinasi yang efektif untuk
infeksi virus herpes simpleks, meskipun pada model binatang didapatkan
vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi dan untuk mengurangi
pembentukan fase laten di ganglion saraf.
K. PENCEGAHAN
Mengingat bahaya dari Infeksi Torch untuk ibu hamil, bagi Anda
yang sedang merencanakan kehamilan atau yang saat ini sedang hamil,
berikut adalah cara-cara mencegah Infeksi Torch agar bayi Anda dapat
terlahir dengan baik dan sempurna, yaitu :
1. Makan makanan bergizi
Saat hamil, sebaiknya Anda mengkonsumsi banyak makanan bergizi.
Selain baik untuk perkembangan janin, gizi yang cukup juga akan
membuat tubuh tetap sehat dan kuat. Bila tubuh sehat, maka tubuh dapat
melawan berbagai penyakit termasuk TORCH sehingga tidak akan
menginfeksi tubuh.
2. Lakukan pemeriksaan sebelum kehamilan
Ada baiknya, Anda memeriksakan tubuh sebelum merencanakan
kehamilan. Anda dapat memeriksa apakah dalam tubuh terdapat virus
atau bakteri yang dapat menyebabkan infeksi TORCH. Jika Anda sudah
terinfeksi, ikuti saran dokter untuk mengobatinya dan tunda kehamilan
hingga benar-benar sembuh.
3. Melakukan vaksinasi
Vaksinasi bertujuan untuk mencegah masuknya parasit penyebab
TORCH. Seperti vaksin rubela dapat dilakukan sebelum kehamilan.
Hanya saja, Anda tidak boleh hamil dahulu sampai 2 bulan kemudian.
4. Makan makanan yang matang
Hindari memakan makanan tidak matang atau mentah. Virus atau parasit
penyebab TORCH bisa terdapat pada makanan dan tidak akan mati
apabila makanan tidak dimasak sampai matang. Untuk mencegah
kemungkinan tersebut, selalu konsumsi makanan matang dalam
keseharian Anda.
5. Periksa kandungan secara terartur
Selama masa kehamilan, pastikan juga agar Anda memeriksakan
kandungan secara rutin dan teratur. Maksudnya adalah agar dapat
dilakukan tindakan secepatnya apabila di dalam tubuh Anda ternyata
terinfeksi TORCH. Penanganan yang cepat dapat membantu agar kondisi
bayi tidak menjadi buruk.
6. Jaga kebersihan tubuh
Jaga higiene tubuh Anda. Prosedur higiene dasar, seperti mencuci tangan,
sangatlah penting.
7. Hindari kontak dengan penderita penyakit
Seorang wanita hamil harus menghindari kontak dengan siapa pun yang
menderita infeksi virus, seperti rubela, yang juga disebut campak Jerman.
Dengan mencari lebih banyak informasi tentang kehamilan serta merawat
dirinya sebelum dan selama masa kehamilan maupun dengan memikirkan
masak-masak jauh di muka tentang berbagai aspek melahirkan, seorang
wanita akan melakukan sebisa-bisanya untuk memastikan
kehamilan yang lebih aman. Maka, bagi seorang wanita hamil, cobalah
untuk selalu waspada terhadap berbagai penyakit seperti TORCH agar bayi
Anda terlahir sehat.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI TORCH

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien dan penanggung jawab.
 Nama :
 Tempat Tanggal Lahir (TTL) :
 Umu :
 Jenis Kelamin :
 Agama :
 Status perkawinan :
 Pendidikan terakhir. :
 Pekerjaan :
 Alamat :
2. Keluhan utama:
3. Riwayat kesehatan:
4. Riwayat kesehatan dahulu:
 Klien sering berkontak langsung dengan binatang
 Klien sering mengkonsumsi daging setengah atang
 Klien pernah mendapatkan transfusi darah
5. Pengukuran TTV
6. Pemeriksaan fisik (head to toe)
7. Data biologis
Fisik ibu biasanya tidak ada perubahan yang berrti pada tahapawal,
ibu mungkin lebih menyukai makanan yang setenagh matang maupun
kontak dengan hewan peliharaan.
8. Data psikologis
Usia dan tahap perkembangan ibu hamil mempengaruhi respon dan
mekanisme koping ibu terhdapa perubahan yang dialaminya.
Pengalaman dari lingkungan sekitar turut membantu ibu dalam
menghadapi diagnose atas penyakitnya.
9. Data psikospiritual
Lingkungan social dan dukungan orang sekiar maupun terdekat
memiliki peranan penting dalam peranan penyembuhan penyakit. Jika
lingkungan social dan keluarga mampu mendukung klien percepatan
kesembuhan akan mungkin terjadi. Pondasi agama dan kebiasaan
klien beribadah juga dapat dapat menjadi asper mekanisme koping
klien. Semakin dekat klien dengan tuhannya, maka klien akan lebih
mendekatkan dirinya ketika mengetahui diagnose penyakitnya. Dalam
beberapa kasus ada juga yang menyalahkan tuhan.
10. Data social dan ekonomi
Lingkungan social jika klien tinggal dilingkungan keluargab yang
menyukai hewan seperti kucing mungkin lebih meningkatkan resiko
terjadinya penyakit TORCH. Dan keterbatasan ekonomi pada klien
sehingga tidak mampu merawat hewan peliharan dengan baik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d adanya proses infeksi / inflamasi.
2. Hipertemia b. d peningkatan tingkat metabolisme penyakit
3. Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan makanan dan
cairan
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit b.d terbatasnya informasi.
C. INTERVENSI
1. Nyeri b.d adanya proses infeksi / inflamasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan
nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil :
 Pasien dapat melaporkan nyeri berkurang dan dapat terkontrol.
 Pasien tampak rileks.
 Pasien dapat tidur dan istirahat tanpa harus terganggu oleh rasa
nyerinya.
INTERVENSI
 Observasi :
1. Observasi adanya nyeri dan tingkat nyeri.
Rasional : Memudahkan tindakan keperawatan.
 Mandiri :
2. Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakah untuk mengatasi
nyeri.
Rasional : Meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang
dialaminya.
3. Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan klien.
 Health Education :
4. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga untuk
menggunakan kompres hangat dalam mengurangi nyeri.
Rasional : Membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan
kenyamanan klien.
 Kolaborasi :
5. Kolaborasi pemberian analgesik.
Rasional : Mengurangi nyeri
2. Hipertemia b. d peningkatan tingkat metabolisme penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan
suhu tubuh pasien dapat normal kembali dengan criteria hasil :
 Suhu normal : 36,5-37,5oC.
 Kulit pasien tidak tampak kemerahan dan tidak panas ketika
disentuh.
 Tubuh pasien tidak menggigil.
INTERVENSI
 Observasi :
1. Observasi dan catat hasil pemeriksaan suhu tubuh pasien.
Rasional : Menentukan intervensi selanjutnya.
 Mandiri :
2. Berikan kompres hangat.
Rasional : Kompres dapat menurun suhu tubuh yang non
farmakologis.
 Health Education :
3. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga untuk banyak
minum minimal 1,5 liter/hari.
Rasional : Hidrasi yang adekuat dapat menurunkan suhu
tubuh dan mencegah kekurangan cairan dan elektrolit.
4. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga untuk
mempertahankan kebersihan kulit.
Rasional : Kulit yang kotor dapat menghalangi penguapan
tubuh terhadap panas.
 Kolaborasi :
5. Kolaborasi pemberian antipiretik.
Rasional : Dapat menurunkan panas.
3. Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan makanan
dan cairan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
volume cairan pasien dapat terpenuhi dengan criteria hasil :
 Pasien dapat mempertahankan volume sirkulasi adekuat.
 Tanda – tanda vital dalam batas normal :
- S = 36,5-37,50C.
- RR = 16-24 x/menit.
- TD = 120/80 mmHg.
- N = 60-100 x/menit.
 Nadi perifer pasien teraba.
 Haluaran urine adekuat.
 Membrane mukosa pasien lembab.
 Turgor kulit elastis.
INTERVENSI
 Observasi :
1. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Perubahan tanda vital yang signifikan menandakan
adanya.
2. Observasi tanda-tanda dehidrasi.
Rasional : Menentukan intervensi selanjutnya.
3. Pantau mambran mukosa kering, torgor kulit yang kurang
baik, dan rasa haus.
Rasional : Hipovolemia akan memperkuat tanda-tanda
dehidrasi.
 Mandiri :
4. Ukur dan catat urine setiap kali berkemih.
Rasional : Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan
untuk mengetahui input/output.
 Health Education :
5. Berikan penjelasan kepada pasien untuk banyak minum
minimal 1,5 liter/hari.
Rasional : Mempertahankan intake cairan peroral.
 Kolaborasi :
6. Berikan cairan IV.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi, meningkatkan
fungsi ginjal.
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit b.d terbatasnya informasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan
pasien dan keluarga dapat memiliki pengetahuan terkait masalah
kesehatan yang dialaminya dengan kriteria hasil :
 Pasien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya.
 Pasien dan keluarga mengetahui penanganan penyakitnya.
INTERVENSI
 Observasi :
1. Kaji ulang proses penyakit, ulangi penjelasan sesuai
kebutuhan.
Rasional : Memberi informasi pada tingkat pemahaman
pasien/orang terdekat akan menurunkan ansietas dan
kesalahan konsep tentang apa yang dialami pasien.
 Mandiri :
2. Perhatikan tingkat ansietas dan perubahan proses pikir.
Rasional : Faktor ini secara langsung mempengaruhi
kemampuan untuk berpartisipasi/mengakses dan
menggunakan pengetahuan.
3. Dorong dan berikan kesempatan untuk bertanya.
Rasional : Meningkatkan proses belajar, meningkatkan
pengambilan keputusan dan menurunkan ansietas sehubung
dengan ketidaktahuan.
 Health Education :
4. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang
penyakitnya.
Rasional : Mengetahui pemahaman keluarga dan pasien.
5. Berikan penjelasan kepada pasien untuk berobat secara rutin.
Rasional : Terapi yang berkelanjutan dapat memulihkan
keadaan pasien.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang telah dibuat.
E. EVALUASI.
1. Nyeri b.d adanya proses infeksi / inflamasi.
 Pasien dapat melaporkan nyeri berkurang dan dapat terkontrol.
 Pasien tampak rileks.
 Pasien dapat tidur dan istirahat tanpa harus terganggu oleh rasa
nyerinya.
2. Hipertemia b. d peningkatan tingkat metabolisme penyakit.
 Suhu normal : 36,5-37,5oC.
 Kulit pasien tidak tampah kemerahan dan tidak panas ketika
disentuh.
 Tubuh pasien tidak menggigil.
3. Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan makanan dan
cairan.
 Pasien dapat mempertahankan volume sirkulasi adekuat
 Tanda – tanda vital dalam batas normal :
- S = 36,5-37,50C.
- RR = 16-24 x/menit.
- TD = 120/80 mmHg.
- N = 60-100 x/menit.
 Nadi perifer pasien teraba.
 Haluaran urine adekuat.
 Membrane mukosa pasien lembab.
 Turgor kulit elastis.
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit b.d terbatasnya informasi.
 Pasien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya.
 Pasien dan keluarga mengetahui penanganan penyakitnya.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPAULAN
TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella,
CytoMegaloVirus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri dari
HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya
lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, virus
Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B). Penyakit ini sangat
berbahaya bagi ibu hamil karena dapat mengakibatkan keguguran, cacat
pada bayi, juga pada wanita belum hamil bisa akan sulit mendapatkan
kehamilan.
Gejala klinis infeksi TORCH sukar dibedakan, karena gejala klinis
yang tidak spesifik. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium sangat
membantu serta perlu kesadaran tinggi terhadap bahaya TORCH pada
Neonatal Ibu yang terkena TORCH pada waktu hamil, serta kibat yang akan
diderita oleh bayi : bisa berupa cacat fisik ataupun mental
B. SARAN
Untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara
mengetahui media dan cara penyebaran penyakit ini kita dapat menghindari
kemungkinan tertular. Hidup bersih dan makan makanan yang dimasak
dengan matang. Diharapkan bagi ibu hamil untuk meningkatkan
pengetahuan tentang infeksi TORCH dari buku, majalah, informasi media
elektronik (radio, televisi, internet) dan lebih memperhatikan kebersihan
lingkungan disekitar agar kejadian terjadinya penularan TORCH bisa
ditekan seminimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2010.
Abidin, A.N. Menghindari dan Mengatasi TORCH. Jakarta: PT Gramedia. 2014.
Acharya, Dhruba dkk. Serological Screening Of Torch Agents As An Etiology Of
Spontaneous Abortion In Dhulikhel Hospital, Nepal diakses dari
http://article.sciencepublishinggroup.com/pdf/10.11648.j.ajbls.20140202.
11.pdf pada tanggal 14 Maret 2016 jam 00.50. (2014).
Fadlun & Achmad Feryanto. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba
Medika. 2014.
Helen, Varney, dkk. Buku ajar asuhankebidanan. Jakarta: EGC, 2006
Laksemi, Dewa AAS dkk. Seroprevalensi Yang Tinggi Dan Faktor-Faktor
Resiko Toksoplasmosis Pada Donor Darah Dan Wanita diakses dari
http://ojs.unud.ac.id/index.php/jvet/article/view/6437 pada tanggal 3
maret 2016 jam 17.15. (2013).
Manuaba. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Kb. Jakarta: EGC. 2010.
Nirwana, Ade B. Kapita Selekta Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika. 2011.
Nugraheny, Esti. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Pustaka Rihama.
2010.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kebidanan. Jakarta: Pt. Bina pustaka. 2011.
Prawirihardjo, Sarwono. Ilmu kebidanan. Jakarta: Pt. Bina pustaka, 2013
Priyowidodo, Dwi dkk. 2015. Diagnosis Toksoplasmosis Kongenital Berdasarkan
Gen Surface Antigen-1 Toxoplasma Gondi Isolat Lokal Menggunakan
Polymerase Chain Reaction diakses dari http://ojs.unud.ac.id/ index. php/
jvet/article/view/15997 pada tanggal 3 maret 2016 jam 17.17. (2015).
Pudiastuti, Ratna D. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Normal Dan Patologi.
Yogyakarta: Nuha Medika. 2012.
Robson, S.E& Jason Waugh. Patologi Pada Kehamilan. Manajemen & Asuhan
Kebidanan. Jakarta: EGC. 2011.
Rukiyah, A.Y, Yulianti, L. Asuhan Kebidanan Patologi IV. Jakarta: Trans Info
Media. 2010.

Anda mungkin juga menyukai