Anda di halaman 1dari 23

BAB I

DASAR TEORI

I.1 Air Tanah

I.1.1 Defenisi Air Tanah

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan

di bawah permukaan tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber daya

air selain air sungai dan air hujan, air tanah juga mempunyai peranan

yang sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan

ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga (domestik)

maupun untuk kepentingan industri (Pengki Irawan, 2012). Air tanah

sendiri bersifat dapat di perbaharui (re-newablew) secara alami, karena

air tanah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam siklus

hidrogeologi di bumi.

Menurut Tood dalam Adji T. Nugroho, 2014, air tanah merupakan air

yang berada di bawah permukaan tanah, baik yang tersimpan maupun

mengalir, di antara ruang-ruang kosong antar butiran, rekahan dan lubang

bukaan. Menurut Koodatie (dalam Adji T. Nugroho,2014) Air tanah

merupakan bagian air di alam yang terdapat di bawah permukaan tanah.

Pembentukan air tanah mengikuti siklus peredaran air di bumi yang

disebut daur hidrologi, yaitu proses alamiah yang berlangsung pada air

dialam yang mengalami perpindahan tempat secara berurutan dan terus

menerus.

1
I.1.2 Pembentukan Air Tanah

Pada saat turun hujan, Air meresap ke dalam tanah dan mengalir

mengikuti gaya garavitasi bumi. Akibat adanya gaya adhesi butiran tanah

pada zona tidak jenuh air, menyebabkan pori-pori tanah terisi air dan

udara dalam jumlah yang berbeda-beda. air bergerak kebawah melalui

zona tidak jenuh air (zona aerasi). Sejumlah air beredar didalam tanah

dan ditahan oleh gaya-gaya kapiler pada pori-pori yang kecil atau tarikan

molekuler di sekeliling partikel-partikel tanah. Bila kapasitas retensi dari

tanah pada zona aerasi telah habis, air akan bergerak kebawah kedalam

daerah dimana pori-pori tanah atau batuan terisi air. Air di dalam zona

jenuh air ini disebut air tanah (Linsley dkk., 1989).

Volume air yang meresap kedalam tanah tergantung pada jenis lapisan

batuannya. Berdasarkan kenyataan tersebut terdapat pula dua jenis batuan

utama, yakni lapisan kedap (impermeable) dan lapisan tanah tidak kedap

air (permeable). Kadar pori lapisan kedap atau tak tembus air sangat

kecil, sehingga kemampuan untuk meneruskan air juga kecil. Contoh

lapisan kedap yaitu galuh, napal dan lempung. Sedangkan kadar pori

lapisan tak kedap air atau tembus air cukup besar. Oleh karena itu,

kemampuan untuk meneruskan air juga besar. Contoh lapisan tembus air

yaitu pasir, padas, krikil dan kapur.

2
(Sumber:. Linsley dkk., 1989)

Gambar II.1 Pergerakan Air Tanah

Air tanah terbagi menjadi 4 wilayah, yakni:

1. Wilayah yang masih terpengaruh udara

Pada bagian teratas permukaan bumi terdapat lapisan tanah yang

mengandung air. Karena pengaruh gaya berat (gravitasi), air di

wilayah ini akan bebas bergerak kebawah. Tumbuh-tumbuhan

memanfaatkan air pada lapisan ini untuk menopang kelangsungan

hidupnya.

2. Wilayah jenuh air

Wilayah inilah yang disebut dengan wilayah kedalaman sumur.

Kedalaman wilayah ini tergantung pada topografi, jenis tanah dan

musim.

3. Wilayah kapiler udara

Wilayah ini merupakan peralihan antara wilayah terpengaruh

udara dengan wilayah jenuh air. Air tanah diperolah dari proses

kapilerisasi (perembesan naik) dan wilayah jenuh air.

3
4. Wilayah air dalam

Wilayah ini berisikan air yang terdapat dalam batuan yang tidak

tembus air.

I.1.3 Keterdapatan Air Tanah

Air tanah terdapat dalam beberapa tipe geologi, dan salah satu yang

terpenting adalah akuifer (aquifer), yaitu formasi batuan atau lapisan

bawah tanah yang mengandung air dan mengalirkan air dalam jumlah

yang cukup (Todd,1980 dalam Herlambang, 1996). Hal ini disebabkan

karena lapisan tersebut bersifat permeable yang mampu mengalirkan air

karena adanya pori-pori pada lapisan tersebut atau sifat dari lapisan

batuan tertentu. Contoh batuan pada lapisan akuifer adalah Pasir, kerikil,

batu pasir, batu gamping dan dolomite berongga-rongga (porous), aliran

basalt, batuan malihan, dan plutonik dengan banyak retakan (Fetter, 1994

dalam Herlambang, 1996). Sifat akuifer untuk dapat menyimpan air

tanah disebut dengan kesarangan atau porositas (porosity), sedangkan

sifat akuifer untuk melakukan atau meloloskan air tanah disebut dengan

permeabilitas (permeability) (Herlambang, 1996). Kedua sifat akuifer

inilah yang akan berpengaruh terhadap ketersediaan air tanah pada suatu

lingkungan geologi, karena air tanah berada di antara rongga-rongga

dalam lapisan batuan tersebut.

Akiklud (aquiclude) merupakan lapisan batuan yang hanya dapat

menyimpan tetapi tidak dapat meloloskan air dikarenakan adanya faktor

pembatas berupa formasi, bagian formasi atau batuan kedap air

(Impermeable). Lapisan ini mempunyai permeabilitas rendah, biasanya

4
terletak di atas atau di bawah lapisan dari sistem aliran air tanah

(Fetter,1994 dalam Herlambang, 1996). Apabila suatu lapisan batuan

tidak dapat menyimpan dan meloloskan air atau bersifat kedap air mutlak

disebut Akuifug (aquifuge), sedangkan apabila suatu batuan dapat

menyimpan dan meloloskan air secara lambat dari satu akuifer ke akuifer

lain (dapat meloloskan air apabila diberikan tekanan) disebut Akuitard

(aquitard).

(Sumber: Tood, D.K.1980 dalam Pengky Irawan, 2012)

Gambar II.2 Keberadaan Aquifer,aquiclude dan aquitard

5
I.1.4 Pembagian Air Tanah Berdasarkan Letaknya

Menurut letaknya, air tanah dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yakni air

tanah permukaan (air tanah dangkal/freatik) dan air tanah dalam (Todd

dalam Pengki Irawan,2012).

1. Air Tanah Dangkal (freatik)

Air tanah dangkal (freatik) adalah air tanah yang terjadi dari air

hujan yang meresap kedalam tanah dan berkumpul di atas lapisan

kedap air (impermeable). Air tanah jenis ini terletak pada lapisan

januh air (zona of saturation) atau pada lajur freatik (phreatic zone)

dan akuifernya tidak tertekan (unconfined aquifer) karena berada

diatas lapisan kedap air. Kedalaman air tanah dangkal terdapat pada ke

dalaman 15 m di bawah permukaan tanah. Jumlah air yang terkandung

pada kedalaman ini hanya cukup untuk keperluan rumah tangga.

Penggunaan air tanah dangkal dapat di peroleh dengan cara membuat

sumur berdinding semen atau sumur bor. Secara fisik, air tanah

dangkal terlihat jerni dan tidak berwarna (bening), karena telah

mengalami proses flitrasi oleh lapisan tanah. Kualitas air tanah

dangkal cukup baik dan layak digunakan sebagai air minum. Namun,

kuantitas air tanah dangkal ini dipengaruhi oleh musim. Pada musim

hujan, jumlah air tanah dangkal sangat melimpah. Pada musim

kemarau, jumlah air tanah dangkal sangat terbatas, bahkan kering.

2. Air tanah dalam (artesis)

Air tanah dalam (artesis) adalah air tanah yang terdapat dibawah

lapisan tanah/batuan yang tidak tembus air (impermeable) atau akuifer

6
tertekan dengan kedalaman 100-300 m di bawah permukaan tanah.

Air tanah dalam sangat jernih dan sangat baik digunakan sebagai air

minum karena telah mengalami proses penyaringan berulang-ulang

oleh lapisan tanah. Air tanah dalam memiliki kualitas yang lebih baik

dari pada air tanah dangkal. Hal ini disebabkan karena proses filtrasi

air tanah dalam lebih panjang, lama, dan lebih sempurna dibandingkan

dengan air tanah dangkal. Secara kualitas, air tanah dalam cukup besar

dan tidak terlalu dipengaruhi oleh musim.

I.2 Akuifer

Akuifer diuraikan sebagai suatu batuan geologi yang menahan dan

menyalurkan air tanah. Secara umum air tanah akan mengalir sangat

perlahan melalui suatu celah yang sangat kecil dan atau melalui butiran

antar batuan. akuifer yang tersusun oleh material batu pasir diperkirakan

memiliki derajat kelulusan yang cukup tinggi dan apabila dipengaruhi

intrusi air laut maka batu pasir akan lebih cepat terintrusi oleh air laut

dibandingkan dengan material pasir atau kerikil, mengingat batu pasir

bersifat lebih poros.

Struktur geologi berpengaruh terhadap arah gerakan air tanah, tipe dan

potensi akuifer. Stratigrafi yang tersusun atas beberapa lapisan batuan akan

berpengaruh terhadap akuifer, kedalaman dan ketebalan akuifer, serta

kedudukan air tanah. Jenis dan umur batuan juga berpengaruh terhadap daya

hantar listrik, dan dapat menentukan kualitas air tanah. Pada mulanya air

memasuki akuifer melewati daerah tangkapan (recharge area) yang berada

lebih tinggi dari pada daerah buangan (discharge area). Daerah tangkapan

7
biasanya terletak di gunung atau pegunungan dan daerah buangan terletak di

daerah pantai.

Air yang berada dibagian bawah akuifer mendapat tekanan yang besar

oleh berat air diatasnya, tekanan ini tidak dapat hilang atau berpindah karena

akuifer terisolasi oleh akiklud diatas dan dibawahnya, yaitu lapisan yang

impermeable dengan konduktivitas hidrolik sangat kecil sehingga tidak

memungkinkan air melewatinya.

Lapisan yang dapat dilalui dengan mudah air tanah seperti lapisan pasir

kerikil disebut lapisan permeable. Lapisan yang sulit dilalui air tanah seperti

lempung, disebut lapisan kedap air, atau disebut juga impermeable.

(Sasrodarsono dan Takeda,1993).

( Sumber: Linsley dan Franzini, 1991 )

Gambar II.3 Akuifer air tanah

8
(Sumber: Tood, D.K.1980 dalam Pengky Irawan, 2012)

Gambar II.4 Pengelompokan Akuifer Air Tanah

Menurut Tood, D.K (dalam pengki irawan, 2012) bahwa akuifer dapat

dikelompokkan menjadi berbagai macam, yaitu:

1. Akuifer Melayang (Perhed Aquifer) yaitu suatu akuifer dimana massa

air tanahnya terpisah dari air tanah induk oleh lapisan yang relative

kedap air yang begitu luas dan terletak diatas daerah jenuh air.

2. Akuifer Bebas (unconfined Aquifer) yaitu lapisan lolos air yang

hanya sebagian terisi oleh air dan berada di atas lapisan kedap air.

Permukaan tanah pada akuifer ini disebut water table (preatiklevel),

yaitu permukaan air yang mempunyai tekanan hidrostatik sama dengan

atmosfer.

3. Akuifer Semi Tertekan (Semi confined Aquifer) yaitu akuifer yang

seluruhnya jenuh air, dimana bagian atasnya dibatasi oleh lapisan semi

lolos air dibagian bawahnya merupakan lapisan kedap air.

9
4. Akuifer Tertekan (Confined Aquifer) yaitu akuifer yang seluruh

jumlah airnya dibatasi oleh lapisan kedap air, baik yang diatas maupun

dibawah, serta mempunyai tekanan jenuh lebih besar dari pada tekanan

atmosfer.

I.3 Jenis Porositas dan Permeabilitas Batuan

Keadaan material bawah tanah sangat mempengaruhi aliran dan jumlah

air tanah. Jumlah air tanah yang dapat disimpan dalam batuan dasar,

sedimen dan tanah sangat bergantung pada permeabilitas. Permeabilitas

merupakan kemampuan batuan atau tanah untuk melewatkan atau

meloloskan air. Air tanah mengalir melewati rongga-rongga yang kecil,

semakin kecil rongganya semakin lambat alirannya. Jika rongganya sangat

kecil, akan mengakibatkan molekul air akan tetap tinggal. Kejadian

semacam ini terjadi pada lempung. Porositas sangat berpengaruh pada aliran

dan jumlah air tanah. Porositas adalah jumlah atau persentase pori atau

rongga dalam total volume batuan atau sedimen. Porositas dapat di bagi

menjadi dua yaitu porositas primer dan porositas sekunder. Porositas primer

adalah porositas yang ada sewaktu bahan tersebut terbentuk sedangkan

porositas sekunder di hasilkan oleh retakan-retakan dan alur yang terurai.

Pori-pori merupakan ciri batuan sedimen klastik dan bahan butiran lainnya.

Pori berukuran kapiler dan membawa air yang disebut air pori. Aliran

melalui pori adalah laminer.

Porositas merupakan angka tidak berdimensi yang diwujudkan dalam

bentuk %. Porositas untuk tanah normal berkisar antara 25 % sampai 75 %,

10
sedangkan untuk batuan yang terkonsolidasi berkisar antara 0 sampai 10 %.

Material dengan diameter kecil mempunyai porositas besar, hal ini dapat

dilihat dari diameter butiran material dengan besarnya porositas untuk jenis

tanah di bawah ini:

1. Kerikil : porositas berkisar antara 25 – 40 %.

2. Pasir : porositas berkisar antara 25 – 50 %.

3. Lanau : porositas berkisar antara 35 – 50 %.

4. Lempung : porositas berkisar antara 40 – 75 %

Tabel 2.1 Porositas pada batuan (Tood, D.K.1980 dalam Kodoatie,1996)

No Batuan Porositas %
1. Tanah 50-60
2. Lempung 45-55
3. Lumpur 40-50
4. Campuran Pasir kasar dan sedang 35-40
5. Pasir sedang 30-40
6. Campuran Pasir halus dan sedang 30-35
7. Kerikil 30-40
8. Kerikil dan batu pasir 20-35
9. Batu pasir 10-20
10. Shale 1-10
11. Batu gamping 1-10

Tanah berbutir halus mempunyai porositas yang lebih besar

dibandingkan dengan tanah berbutir kasar. Porositas pada material seragam

lebih besar dibandingkan material beragam. Lempung mempunyai

kerapatan porositas yang tinggi sehingga tidak dapat meloloskan air, batuan

yang mempunyai porositas antara 5 - 20 % adalah batuan yang dapat

meloloskan air dan air yang melewatinya dapat ditampung.

Air bergerak di dalam tanah secara horizontal dan vertikal. Pergerakan

air secara horizontal disebut juga pergerakan air lateral. Pergerakan air

vertikal dapat berupa pergerakan air ke bawah yang dipengaruhi oleh gaya

11
gravitasi melalui infiltrasi dan perkolasi serta pergerakan air ke atas melalui

gerak kapilaritas air tanah yang dipengaruhi oleh porositas tanah dan

temperatur tanah. Air tanah yang berada di bawah zona perakaran tanaman

akan mengalir menuju zona perakaran tanaman disebabkan oleh

kemampuan kapiler (cappilary rise) yang dimiliki oleh tanah. Menurut

Buckman (1982), air akan bergerak dari tanah yang lembab menuju tanah

yang lebih kering. Pada tanah lembab jumlah persentase airnya lebih tinggi,

gardien tegangannya lebih besar dan lebih cepat perpindahannya.

I.4 Geolistrik

I.4.1 Metode Geolistrik

Metode geolistrik adalah salah satu metode yang mempelajari sifat-

sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya dari

permukaan bumi. Besaran fisis yang dicari adalah tahanan jenis batuan

akibat adanya medan potensial dan arus yang diinjeksikan ke bawah

permukaan bumi. Pada dasarnya metode ini didekati menggunakan

konsep perambatan arus listrik di dalam medium yang homogen

isotropis, dimana arus listrik bergerak ke segala arah dengan nilai sama

besar. Sehingga jika terjadi penyimpangan dari kondisi ideal (homogen

isotropis), maka penyimpangan ini (anomali) yang justru yang diamati.

I.4.2 Cara Kerja Metode Geolistrik

Pada medium bumi homogen, arus listrik (I) diinjeksikan ke bumi

melalui elektroda arus listrik positif (Current Source). Arus lisrik yang

diinjeksikan berarah radial keluar dari elektroda dan membangkitkan

permukaan ekipotensial yang arahnya tegak lurus dengan garis-garis arus

12
listrik dan berbentuk setengah bola (Gambar 2.5a). Dalam situasi yang

sama antara elektroda arus positif (Current Source) dan elektroda arus

negatif (Current Sink) menghasilkan garis-garis aliran arus listrik dan

permukaan ekipotensial menjadi lebih komplek (Gambar 2.5b). Garis-

garis permukaan ekipotensial inilah yang menyebabkan terjadinya

perbedaan potensial di permukaan bumi yang dapat terukur oleh

voltmeter.

(Sumber:Telford, 1976 dalam Koebanu, Joifita,2018)

Gambar II.5 Sederhana garis-garis arus listrik dan permukaan ekipotensial yang timbul
dari (a).Satu buah elektroda sumber (current cource) (b).Satu set elektroda (current source
and sink).

Potensial listrik di sekitar elektroda positif ataupun negatif berbentuk

bulatan setengah bola. Potensial listrik di sekitar elektroda positif

(Current Source) akan bernilai positif dan berkurang seiring dengan

pertambahan jarak. Arus listrik bertanda negatif pada elektroda negatif

(Current Sink), dengan aliran arus listrik mengarah keluar dari

permukaan tanah. Oleh karena itu, potensial listrik di sekitar elektoda

13
negatif bernilai negatif dan bertambah (dengan nilai negatif) seiring

dengan pertambahan jarak dari elektroda negatif.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, beda potensial listrik di antara dua

buah pasangan elektroda potensial listrik yang terpisah pada jarak

tertentu di permukaan bumi dapat terukur. Hasil data beda potensial yang

telah terukur dalam sebuah penelitian, struktur resistivitas bawah

permukaan bumi di area penelitian dapat dipetakan.

Susunan empat buah elektroda terdiri dari sepasang elektroda arus

listrik dan sepasang elektroda potensial listrik yang terpisah pada jarak

tertentu. Elektroda A dan B merupakan elektroda arus listrik yang

berturut-turut berfungsi sebagai sumber arus listrik dan arus listrik

masukan, sedangkan elektroda M dan N merupakan elektroda potensial

listrik yang digunakan untuk mengukur beda potensial di antara dua titik

yang berjarak tertentu yaitu titik M dan N (Gambar 2.6).

(Sumber:Telford, 1976 dalam Koebanu, Joifita,2018)

Gambar II.6 Konfigurasi empat buah elektroda secara umum, yang terdiri dari
sepasang elektroda arus listrik (A dan B) dan sepasang elektroda potensial
listrik (M dan N).

14
Pada elektroda M, potensial listrik yang dihasilkan oleh elektroda A

I
bernilai positif, yaitu sebesar + ρ , sedangkan potensial listrik
2 π r ( AM )

pada elektroda M yang dihasilkan oleh elektroda B bernilai negatif, yaitu

I
sebesar −ρ ,
2 π r (BM ) sehingga besar potensial listrik pada elektroda M

sebesar:

Demikian pula pada elektroda N, potensial listrik dihasilkan oleh

elektroda arus listrik A dan B, sehingga besar potensial listrik pada

elektroda N adalah sebesar:

Setelah diperoleh nilai potensial

listrik pada elektroda M dan elektroda N, beda potensial listrik

antara elektroda M

dan N adalah

sebesar :

Semua besaran pada persamaan diatas dapat diukur diatas permukaan

tanah terkecuali nilai resitivitas. Berdasarkan persamaan diatas,

15
persamaan resitivitas semu dapat dituliskan dalam bentuk persamaan

seperti berikut :

Dimana k adalah faktor geometri konfigurasi, Secara umum,

persamaan resitivitas semu dengan menggunakan metode empat buah

elektroda akan lebih mudah diperoleh dengan menggunakan konfigurasi

khusus dari susunan elektroda arus listrik dan elektroda potensial listrik.

Terdapat beberapa konfigurasi khusus susunan empat buah elektroda

pada metode geolistrik yang sering dipergunakan, diantaranya adalah

konfigurasi Wenner, Schlumberger, pole-pole dan dipole-dipole.

I.4.3 Konfigurasi Metode Geolistrik

3.4.2.1 Konfigurasi Wener

Konfigurasi Wenner ini adalah konfigurasi yang dikembangkan

oleh seseorang berkebangsaan amerika bernama Wenner. Untuk

kompensasi kelemahan pada sumber pembangkit arus yang kuat

karena elektroda arus jauh dari potensial, maka jarak antara

elektroda potensial dibuat lebih pendek dan sama jaraknya.

Konfigurasi wenner biasanya digunakan untuk Horizontal Profiling

(Mapping) dengan hasil akhir hanya diperoleh profil secara

16
horizontal (mendatar). Metode resistivity konfigurasi wenner ini

dibagi menjadi beberapa konfigurasi yaitu wenner alpha, wenner

beta dan wenner gamma. Dimana masing-masing memiliki susunan

elektroda yang berbeda, dan juga masing-masing konfigurasi dari

wenner memiliki ciri khusus dalam memetakan kondisi subsurface

berdasarkan nilai resistivity.

Pada konfigurasi Wenner, jarak antar elektroda memiliki nilai

yang sama, yaitu rAM = rBM = dan rAN = rBN =2a seperti terlihat pada

Gambar 2.7.

Dengan mensubsitusikan nilai rAM, rBM, rAN , dan rBM pada

persamaan rumus :

(Sumber:Telford, 1976 dalam Koebanu, Joifita,2018)

Gambar II.7 Geometri Konfigurasi Wener

Konfigurasi Wenner sangat baik untuk lateral profiling atau

lateral mapping, yaitu pemetaan untuk mengetahui variasi

resitivitas secara lateral atau horizontal. Hal ini dikarenakan pada

konfigurasi Wenner, jarak antar elektroda memiliki jarak yang

17
tetap. Jarak antar elektroda arus listrik yang dibuat tetap

menghasilkan aliran arus listrik yang maksimal pada kedalaman

tertentu sehingga kontras resitivitas lateral atau horizontal dapat

diperkirakan.

3.4.2.2 Konfigurasi Schlumberger

Prinsip konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat

sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah.

Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak

AB sudah relative besar maka jarak MN hendaknya dirubah.

Dimana perubahannya itu tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB

seperti pada Gambar 2.8

(Sumber:Telford, 1976 dalam Koebanu, Joifita,2018)

Gambar II.8 Rangkaian elektroda Konfigurasi Schlumberger

Keterangan : R1 = R4

Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger adalah pembacaan

tegangan pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika

jarak AB yang relative jauh, sehingga diperlukan alat ukur

multimeter yang mempunyai karakteristik High Impedance dengan

mengatur tegangan minimal 4 digit atau 2 digit dibelakang koma,

18
atau dengan cara peralatan arus yang memepunyai tegangan listrik

DC yang sangat tinggi.

Keunggulan konfigurasi schlumberger adalah kemampuan untuk

mendeteksi adanya sifat tidak homogen lapisan batuan pada

permukaan yaitu membandingkan nilai resistivitas semu ketika

terjadi perubahan jarak elektroda MN/2. Parameter yang diukur

yaitu: jarak antar stasiun dengan elektroda- elektroda (AB/2 dan

MN/2), arus (I), dan beda potensial (ΔV). Parameter yang dihitung

yaitu: tahanan jenis(R) dan factor Geometri (k).

3.4.2.3 Konfigurasi Dipole-Dipole

Pada prinsipnya konfigurasi dipole-dipole menggunakan 4 buah

elektroda, yaitu pasangan elektroda arus yang disebut ‘current

dipole AB’ dan pasangan elektroda potensial yang disebut

‘potential dipole MN’. Pada konfigurasi dipoledipole, elektroda

arus dan elektroda potensial bisa terletak tidak segaris dan tidak

simetris.

Untuk menambah kedalaman penetrasi maka jarak ‘current

dipole’ dan ‘potential dipole’ diperpanjang, sedangkan jarak

elektroda arus dan elektroda potensial dibuat tetap. Hal ini

merupakan keunggulan konfigurasi dipole-dipole dibandingkan

dengan konfigurasi wenner atau schlumberger. Karena tanpa

memperpanjang kabel bisa mendeteksi batuan yang lebih dalam.

Dalam hal ini diperlukan alat pengukur tegangan yang ‘high

impedance’ dan ‘high accuracy’. Ada alat dengan merk tertentu

19
yang bisa menggunakan multi ‘potenTial electrode’ dan dapat

menampilkan hasilnya langsung pada layar monitor. Dalam hal ini

yang tergambar adalah ‘apparent resistivity’ dan bukan ‘true

resistivity’ serta mengabaikan persyaratan pengukuran geolistrik

yaitu homogenitas batuan, karena dalam konfigurasi dipole-dipole

Tidak ada fasilitas untuk membuat batuan yang tidak homogen

menjadi seakan-akan homogen. Sedangkan pada konfigurasi

schlumberger bisa dibuat data yang diperoleh dari batuan yang

tidak homogen menjadi seakan-akan homogen.

Konfigurasi dipole-dipole lebih banyak digunakan dalam

eksplorasi mineral-mineral sulfida dan bahan-bahan tambang

dengan kedalaman yang relatif dangkal.

Hasil akhir dipole-dipole berupa penampang, baik secara

horizontal maupun secara vertikal.

( Sumber:Telford, 1976 dalam Koebanu, Joifita,2018)

Gambar II.9 Geometri Konfigurasi Dipole-dipole

20
3.4.2.4 Konfigurasi Pole-Pole

Metode Geolistrik Konfigurasi pole-pole merupakan salah satu

geolistrik aktif yaitu metode yang dengan menginjeksikan listik ke

dalam bumi. Konfigurasi polepole merupakan konfigurasi

elektrode elementer dimana terdapat satu titik sumber arus dan satu

titik ukur potensial. Untuk itu salah satu elektrode arus (C2) dan

elektroda potensial (P2) ditempatkan di tempat yang cukup jauh

relatif terhadap C1 dan P1 sehingga pengaruhnya dapat diabaikan.

Konfigurasi ini terutama digunakan dalam survei di mana spasi

elektroda relatif kecil (kurang dari beberapa meter) digunakan. Hal

ini banyak dilakukan di beberapa aplikasi seperti survei arkeologis

di mana spasi elektroda kecil digunakan. Ini juga telah digunakan

untuk survei 3-D. Konfigurasi ini merupakan salah satu standar

dalam electrical well logging. Untuk memperoleh informasi

mengenai resistivitas pada kedalaman yang berbeda maka

pengukuran dilakukan dengan memvariasikan jarak antar elektroda

(α).

Keuntungan konfigurasi pole-pole adalah operasi lapangan yang

lebih mudah, yaitu hanya perlu memindahkan elektroda C1 dan P1

saja. Namun, konfigurasi pole-pole dalam praktek idealnya,

dengan hanya satu elektrode arus dan satu elektrode potensial, tidak

ada. Menurut Li dan Oldenburg, untuk mendekati konfigurasi pole-

pole, elektroda arus dan potensial kedua harus ditempatkan pada

jarak yang lebih dari 20 kali pemisahan maksimum antara elektroda

21
P1 dan C1 yang digunakan dalam survei. Pengaruh dari elektroda

C2 (dan dengan cara yang sama untuk P2) adalah sebanding

dengan rasio jarak elektroda C1 dan P1. Jika pengaruh elektroda

C2 dan P2 tidak diperhitungkan, jarak elektroda ini dari garis

survey harus minimal 20 kali jarak terbesar C1-P1 untuk

memastikan bahwa kesalahan kurang dari 5%. Dalam survei di

mana jarak antar-elektroda sepanjang garis survei lebih dari

beberapa meter, mungkin ada masalah praktis dalam menemukan

lokasi yang cocok untuk elektroda C2 dan P2 untuk memenuhi

persyaratan ini. Kelemahan lain dari konfigurasi ini adalah bahwa

karena jarak yang besar antara elektroda P1 dan P2, itu bisa

mengambil sejumlah besar noise telluric yang sangat dapat

menurunkan kualitas pengukuran.

Hasil akhir konfigurasi pole-pole berupa profil baik secara

horizontal maupun secara vertikal. Karena posisi C2 dan P2 lebih

jauh dari posisi C1 dan P1, konfigurasi ini memiliki cakupan

horizontal terluas dan kedalaman terdalam dari penyelidikan tetapi

memiliki resolusi yang paling rendah. Berikut susunan konfigurasi

pole-pole :

22
( Sumber:Telford, 1976 dalam Koebanu, Joifita,2018)

Gambar II.10 Susunan elektroda konfigurasi Pole-Pole

23

Anda mungkin juga menyukai