Anda di halaman 1dari 19

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT


I. DEFINISI
ARDS adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan
nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan
pada berbagai penyebab pulmonal atau nonpulmonal (Hudak Gallo,1997;579).
ARDS merupakan suatu bentuk dari gagal nafas akut yang ditandai dengan
hipoksemia, penurunan compliance paru, dispnea, enema pulmonal bilateral
noncardiogenic pulmonary edema, shock pulmonary dan lain-lain. Walaupun awalnya
disebut dengan sindrom gawat napas dewasa (adult), istilah akut sekarang lebih
dianjurkan karena keadaan ini tidak terbatas pada orang dewasa. Adapun stadium :
1. Eksudatif, ditandai dengan adanya pendarahan pada permukaan parenkim
paru, edema interatisial atau alveolar, penekanan pada bronkiolus
terminali, dan kerusakan pada sel alveolar tipe I.
2. Fibroproliferatif, ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe
II, peningkatan tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru
(statistik dan dinamik) hipoksemia, penurunann fungsi kapasitas residual,
fibrosis interstisial dan peningkatan ruang rugi ventilasi.

II. ETIOLIGI
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun,
karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada
salah satunya biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat
pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang
terjadi setelah cedera dan kematian sel. Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), gangguan
yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah :
1. Sistemik :
a) Syok karena beberapa penyebab
b) Sepsis gram negative
c) Hipotermia
d) Hipertermia
e) Takar lajak obat ( Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone, Bleomisin )
f) Gangguan hematology ( DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal )
g) Eklampsia
h) Luka bakar
2. Pulmonal :
1) Pneumonia ( Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii )
2) Trauma ( emboli lemak, kontusio paru )
3) Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon )
4) Pneumositis

3. Non-Pulmonal :
a) Cedera kepala
b) Peningkatan TIK
c) Pascakardioversi
d) Pankreatitis
e) Uremia
III. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis ARDS bervariasi bergantung pada penyebabnya. Pada
pemulaan dan beberapa jam setelah cedera , klien mungkin bebas dari berbagai tanda
dan gejala gangguan pernapasan. Tanda awal yang sering kali terlihat adalah
peningkatan frekuensi pernapasan yang segera diikuti dengan dispnea. Pengukuran
ABGs awal akan memeprhatikan penekanan PO2 meskipun PCO2 menurun, sehingga
perbedaan oksigen alveolar-arteri meningkat. Pada stadium dini pemberian oksigen
dengan masker atau dengan kanula akan membuat koreksi yang bermakna pada
peningkatan PO2 arteri. Pada pemeriksaan fisik akan di dapatkan suara ronchi basah
yang halus saat inspirasi meskipun tidak begitu jelas. Gejala klinis utama pada kasus
ARDS adalah :
1. Penurunan kesadaran mental
2. Takikardi, takipnea
3. Dispnea dengan kesulitan bernafas
4. Terdapat retraksi interkosta
5. Sianosis
6. Hipoksemia
7. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
8. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
IV. PATHOFISIOLOGI
Tanpa memperhatikan proses yang memulai, ARDS selalu berhubungan
dengan penambahan cairan dalam paru-paru, sehingga terbentuk edema paru. Namun,
hal ini berbeda dengan edema paru kardiogenik karena tekanan hidrostatik kapiler
paru tidak meningkat. Pada pemulanya terdapat cedera pada membran alveolar kapiler
yang menyebabkan kebocoran cairan, setelah itu, makromolekul dan komponen-
komponen sel dalam darah keluar menuju ruang intertisial. Dengan bertambah
parahnya penyakit komponen-komponen akan masuk ke alveoli. Peningkatan
permeabilitas vaskuler terdapat terdapat protein membuat perbedaaan hidrostaltik
tanpa lawan, sehingga peningkatan tekanan kapiler yang ringan pun sangat meningkat
edema intertisial dan alveolar terjadi secara skunder karena efek cairan alveolar
terutama fibrinogen,yang menggangu aktifitas surfaktan selanjutnya oleh cedera pada
pneumokis granular. Compliance paru menjadi tidak maksimal (kaku) karena edema
intertisial, kolaps alveolar.

V. PATHWAY
Terlampir

Trauma langsung / trauma tidak


langsung pada paru

Toksik terhadap epithelium


Mengganggu mekanisme
alveolar
pertahanan saluran napas

Kehilangan fungsi slia Kerusakan membrane kapiler


jalan napas alveoli

Batuk, sekresi tertahan Kerusakan epithelium Gangguan


alveolar endothelium kapiler

Bersihan jalan nafas tidak


efektif Kebocoran cairan ke Kebocoran cairan
dalam alveoli kearah interstitial

Edema alveolar Atelektaksis Edema Interstitial


Sesak napas

Perubahan pola
napas

Penggunaan otot
bantu napas

Pola napas tidak


efektif

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Foto rontgen dad (chest X-Ray): tidak terlihat jelas pada stadium awal atau
dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrat yang terletak di tengah region
perihilar paru. Pada stadium lanjut terlihat penyebaran di intertitisial secara
bilateral dan infiltrat alveolar,menjadi rata dan dapat mencangkup keseluruhan
lobus paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
- ABGs : hipoksemia (penurunan PaO2 ), hipokapnea (penurunan nilai CO2
dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai ventilasi terhadap
hiperventilasi), hiperkapnea (PaCO2 >50) menunjukan terjadinya gangguan
pernafasan. Alkalosis respiratori (PH > 7,45) dapat timbul pada stadium awal,
tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan
dengan peningkatan dead space dan penurunan ventilasi alveolar. Asidosis
metabolik dapat timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan
peningkatan nilai laktat darah, akibat metabolisme anaerob.
- Tes fungsi paru (pulmonary function test): compliance paru dan volume paru
menurun, terutama FRC, peningkatan dead space dihasilkan oleh dada area
terjadnya vasokontriksi dan mikroemboli timbul.
- Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.

VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari
pengambilan anamnesa klinis yang tepat. Pemeriksaan laboraturium yang
paling awal adalah hipoksemia, sehingga penting untuk melakukan
pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis yang tepat, kemudian
hiperkapnea dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir. Pada permulaan,
foto dada menunjukkan kelainan minimal dan kadang-kadang terdapat
gambaran edema interstisial. Pemberian oksigen pada tahap awal umumnya
dapat menaikkan tekanan PO2 arteri ke arah yang masih dapat ditolelir. Pada
tahap berikutnya sesak nafas bertambah, sianosis penderita menjadi lebih berat
ronki mungkin terdengar di seluruh paru-paru. Pada saat ini foto dada
menunjukkan infiltrate alveolar bilateral dan tersebar luas. Pada saat terminal
sesak nafas menjadi lebih hebat dan volume tidal sangat menurun, kenaikan
PCO2 dan hipoksemia bertambah berat, terdapat asidosis metabolic sebab
hipoksia serta asidosis respiratorik dan tekanan darah sulit dipertahankan.
VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Oksigen dengan sifat terapiutik penting dan secara potensial
memiliki efek Smping toksik. Klien tanpa dasar penyakit paru tampak
tolerab dengan oksigen 100%selam 24-72 jam tanpa abnormalitas
fisiologis penting.
2. Ventilasi mekanik aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi
mekanisme. Tujuan terapi modalitas ini adalah untuk memberikan
dukungan ventilasi sampai integritas membran alveoli-kapiler kembali
baik.
3. Positif End_Expiratory Pressure (PEEP) ventilasi dan oksigenasi adekuat
diberikan oleh volume ventilator dengan tekanan tinggi dan kemampuan
aliran, di mana PEEP dapat ditambahkan. PEEP dipertahankan dalam
alveoli melalui siklua pernapasan. Selain itu untuk mencegah atau
mempaertahankan alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.
4. Pemantauan Oksigenasi Arteri Adekuat kebanyakan volume oksigen yang
di transpor ke jaringan dalam bentuk yang telah berikatan dengan
hemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan oksigen dalm darah menurun,
sebagai efek ventilasi mekanik PEEP. Pengukuran seri hemoglonbin perlu
dilakukan untuk kalkulasi kandungan oksigen yang menentukan kebutuhan
untuk tranfusi sel darah merah.
5. Titrasi cairan mekanisme patogenesis peningkatan permabilitas alveolar-
kapiler mengakibatkan edema interstisial dan alveolar. Pemberian cairan
yang berlebihan pada orang normal dapat menyebabkan edema paru dan
gagal pernapasan. Tujuan utama terapi cairan adalah untuk
mempertahankan parameter fisiologis normal.
6. Terapi farmakologi, penggunaan kortikosteroid masih menjadi kontaversi.
Sebelumnya terapi antibiotik diberikan untuk profilsaksis. Akan, tetapi
fakta menunjukkan bahwa ini tidak mencegah sepsis gram negatif yang
berbahaya. Antibiotik profilaksis rutin sudah tidak digunakan lagi.
7. Pemeliharaan jalan nafas, selang endotrakial atau selang trakiostomi
disediakan tidak hanya sebagai jalan nafas tetapi juga sangat berarti dalam
melindungi jalan nafas (dengan cuff utuh), memberikan dukungan
ventilasi kontibu, dan memberika konsentrasi oksigen terus-menerus.
Pemeliharaan jalan nafas meliputi pengetahuan mengenai waktu yang tepat
untuk mengisap, melakuka pengisapan dengan teknik yang benar ,
mempertahankan tekanan cuff yang adekuat, pencegahan nekrosis,tekanan
nasal dan oral untuk membuang sekresi, serta pemantauan kontinu
terhadap jalan nafas bagian atas.
8. Pencegahan infeksi, terhadap sekresi saluran pernapasan bagian atas dan
bawah serta pencegahan infeksi melalui teknik pengisapan yang telah
dilakukan. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapatkan di rumah
sakit.
9. Dukungan nutrisi, malnutrisi relatif merupakan masalah umum pada klien
dengan masalah kritis. Nutrisi parenteral total (hiperalimentasi intravena)
memberikan makanan per selang (nasogatric tube-NGT) dapat
mmemperbaiki maknutrisi dan memungkinkan klien untuk terhindar dari
gagal nafas sehubungan dengan nutrisi buruk pada otot inspirasi.
10. Monitor semua sistem terhadap respons terapi dn potensial komplikasi,
rata-rata mortalitas 50-70% dapat menimbulkkan gejala sisa saat
penyembuhan. Prognosis jangka panjang baik. Abnormalitas fisiologidari
ringan sampai sedang telah dilaporkan adalah abnormalitas obstruksi
terbatas, defek difusi sedang, dan hipoksemia selama latihan.
IX. KOMPLIKASI
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS
adalah :
 Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )
 Defek difusi sedang
 Hipoksemia selama latihan
 Toksisitas oksigen
 Sepsis

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Keadaan-keadaan berikut biasanya terjadi saat periode latent saat fungsi paru
relatif masih terlihat normal (misalnya 12 – 24 jam setelah trauma/shock atau 5 –
10 hari setelah terjadinya sepsis) tapi secara berangsur-angsur memburuk sampai
tahapan kegagalan pernafasan. Gejala fisik yang ditemukan amat bervariasi,
tergantung daripada pada tahapan mana diagnosis dibuat.
Pengumpulan Data
A. Biodata
Sesuai dengan namanya, maka penyakit ini lebih menyerang orang
dewasa dibandingkan anak-anak, namun saat ini dityemukan bahwa seluruh
usia dapat terkena ARDS. Tidak di temukan antara prevalensi timbulnya pada
laki-laki dan perempuan.
 Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status, suku/bangsa,
diagnosa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no. medical record, dan
alamat.
 Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, dan
hubungan dengan klien.
B. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
ARDS dapat terjadi dalam 24-48 jam timbulnya serangan, ditandai
dengan nafas pendek, takipnea, gejala yang berhubungan dengan
penyebab utama, misalnya syok.
 Riwayat kesehatan dahulu/faktor resiko
a) Syok
b) Trauma (kuntosio pulmonal, fraktur multipel, trauma kepala)
c) Cedera sistem saraf yang serius
Cedera sistem saraf yang serius seperti trauma, CVA, tumor dan
peningkatan (tekanan intrakranial-PTIK) dapat menyebabkan
terangsangnya saraf simpatis, sehingga terjadi vasokontriksi
sistemik distribusi sejumlah besar volume darah ke dalam aliran
pulmonal. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan tekanan
hidrostaltik dan kemudian akan menyebabkan cedera paru( lung
injury).
d) Gangguan metabolik (pankreatitis, uremia)
e) Emboli lemak dan cairan amnion
f) Infeksi paru difus (bakteri, viral, fungal)
g) Inhalasi gas beracun (rokok, oksigen, konsentrasi tinggi, gas klorin,
NO2, ozon).
h) Aspirasi (sekresi gastrik, tenggelam, keracunan hidrokarbon)
i) Drug ingestion dan overdosis narkotika/non-narkotik
 Pola aktivitas sehari-hari
Adanya penurunan mengakibatkan terjadinya gangguan secara umum
untuk aktivitas sehari-hari yang meliputi pemenuhan nutrisi, cairan dan
elektrolit, aktivitas dan istirahat, serta perawatan diri

C. Pengkajian primer
Airway
a. Pengkajian Primer
1. Airway
 Jalan napas tidak normal
 Terdengar adanya bunyi napas tambahan (ronchi, wheezing)
 Tidak ada jejas badan daerah dada
2. Breathing
 Peningkatan frekunsi napas
 Napas dangkal dan cepat
 Kelemahan otot pernapasan
 Kesulitan bernapas : sianosis
3. Circulation
 Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
 Sakit kepala
 Pingsan
 berkeringat banyak
 Reaksi emosi yang kuat
 Pusing, mata berkunang – kunang
4. Disability
 Dapat terjadi penurunan kesadaran

D. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu
sebagai berikut:
- S : Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya kanker paru-paru, yaitu ada jejas pada thorak, Nyeri
pada dada, bertambah saat inspirasi, Pembengkakan lokal dan krepitasi pada
saat palpasi, Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, dispnea,
hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan, penurunan tekanan darah, dan
batuk berdarah.
- A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-
obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
- M : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially).
Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan
klien dan tidak menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai
dengan riwayat pengobatan klien
- P :Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
- L :Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
- E :Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what
happened.

Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar klien
yang kemudian digolongkan dalam SAMPLE.
a. Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung
gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan
mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan
denyutan jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).
c. Psikososial
d. Ketakutan, gelisah.
e. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
f. Nyeri / kenyamanan
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral
meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau
regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
g. Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan
otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi
napas menurun/ hilang (auskultasi  mengindikasikan bahwa paru
tidak mengembang dalam rongga pleura), fremitus menurun, perkusi
dada : hipersonor diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada :
gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis,
berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Kesulitan
bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru kronis,
inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi
tumor).
h. Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi

III. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi (SIKI)


Dx (SLKI)
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan intervensi A. Latihan Batuk Efektif
napas tidak efektif selama 1x... diharapkan (I.01006)
berhubungan bersihan jalan napas 1. Observasi
dengan benda membaik dengan kriteria a. Identifikasi
asing dalam jalan hasil : kemampuan batuk
napas Bersihan jalan napas b. Monitor adanya
(L.01001) retensi sputum
a. Batuk efektif 2. Terapeutik
meningkat (5) a. Atur posisi semi
b. Produksi sputum fowler atau fowler
menurum (5) b. Buang secret pada
c. Mengi menurun (5) tempat sputum
d. Dipsnea menurun (5) 3. Edukasi
e. Frekuensi napas a. Jelaskan tujuan dan
membaik (5) prosedur batuk
f. Pola napas membaik efektif
95) b. Anjurkan Tarik
napas dalam melalui
hidung selama 4
detik, ditahan
selama 2 detik,
kemudian keluarkan
dari mulut dengan
bibir dibulatkan
selama 8 detik
c. Anjurkan
mengulangi Tarik
napas dalam hingga
3 kali
d. Anjurkan batuk
dengan kuat
langsung setelah
Tarik napas dalam
yang ketiga
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
mukolitik,
ekspektoran, jika
perlu.
B. Manajemen Jalan Napas
(I.01011)
1. Observasi
a. Monitor pola napas
(frekuensi,
kedalaman, usaha
napas)
b. Monitor bunyi napas
tambahan (ronchi)
c. Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
2. Terapeutik
a. Pertahankan
kepatenan jala napas
dengan head-tilt dan
chin-lift
b. Berikan minum
hangat
c. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
d. Berikan oksigen,
jika perlu
3. Edukasi
a. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi

4 Pola napas tidak Setelah dilakukan intervesi A. Manajemen Jalan Napas


efektif keperawatan selama 1x... , (I.01011)
berhubungan maka pola napas membaik, 1. Observasi
dengan hambatan dengan kriteria hasil: d. Monitor pola napas
upaya napas Pola Napas (L.01004) (frekuensi,
a. Dipsnea menurun (5) kedalaman, usaha
b. Penggunaan otot bantu napas)
npas menurun (5) e. Monitor bunyi napas
c. Pemanjangan fase tambahan (ronchi)
ekspirasi menurun f. Monitor sputum
d. Frekuensi napas (jumlah, warna,
membaik aroma)
e. Kedalaman napas 2. Terapeutik
membaik e. Pertahankan
kepatenan jala napas
dengan head-tilt dan
chin-lift
f. Berikan minum
hangat
g. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
h. Berikan oksigen,
jika perlu
3. Edukasi
b. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
B. Pemantauan Respirasi
(I.01014)
1. Observasi
a. Monitor frekuensi,
irama, kedalaman,
dan upaya napas
b. Monitor pola napas
c. Monitor kemampuan
batuk efektif
d. Monitor adanya
produksi sputum
e. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
f. Monitor saturasi
oksigen
g. Monitor nilai AGD
h. Monitor hasil X-Ray
thoraks
2. Terapeutik
a. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi klien
b. Dokumentasi hasil
pemantauan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
3 Gangguan Setelah dilakukan intervesi C. Pemantauan Respirasi
pertukaran gas keperawatan selama 1x... , (I.01014)
berhubungan maka pertukaran gas 2. Observasi
dengan meningkat, dengan kriteria i. Monitor frekuensi,
ketidakseimbangan hasil: irama, kedalaman,
ventilasi perfusi Pertukaran Gas (01003) dan upaya napas
a. Dyspnea menurun (5) j. Monitor pola napas
b. Bunyi napas k. Monitor kemampuan
tambahan menurun batuk efektif
(5) l. Monitor adanya
c. Takikardia menurun produksi sputum
(5) m. Monitor adanya
d. PCO2 membaik (5) sumbatan jalan napas
e. PO2 membaik (5) n. Monitor saturasi
f. pH arteri membaik (5) oksigen
o. Monitor nilai AGD
p. Monitor hasil X-Ray
thoraks
4. Terapeutik
a. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi klien
b. Dokumentasi hasil
pemantauan
5. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
D. Terapi Oksigen (I.01026)
1. Observasi
a. Monitor kecepatan
aliran oksigen
b. Monitor posisi alat
terapi oksigen
c. Monitor efektifitas
terapi oksigen
(oksimetri, analisa
gas darah, jika
perlu)
d. Monitor tanda-
tanda hipoventilasi
e. Monitor tanda dan
gejala toksikasi
oksigen dan
atelectasis
f. Monitor integritas
mukosa hidung
akibat pemasangan
oksigen
2. Terapeutik
a. Bersihkan secret
pada mulut,
hidung, dan trakea
jika perlu
b. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
c. Berikan oksigen
tambahan, bila
perlu
d. Tetap berikan
oksigen saat pasien
di transportasi

3. Kolaborasi
a. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
b. Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas dan/atau
tidur
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H. dan A. Mukty. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru . Surabaya: Airlangga
University Press.
Asher M.I. dan P.H. Beadry. 1990. Lung Abscess in Infections of Respiratory Tract. 3rd ed.
Kanada: Prentice Hall Inc.
Bunner, Suddath, dkk . 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisin 8. Jakarta : EGC.
Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn. E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
& Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi : 3. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Mediaesculapius
Patofisiologi ,Edisi 6 .Penerbit Sylvia A,Price Dan Lorraine M,Wilson
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI:
Jakarta Selatan.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan
Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Wong, Donna. L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai