Anda di halaman 1dari 12

Mohamad Anton Athoillah Transformasi Model Pendidikan Pondok Pesantren

Elis Ratna Wulan di Era Revolusi Industri 4.0

Transformasi Model Pendidikan Pondok


Pesantren di Era Revolusi Industri 4.0
Mohamad Anton Athoillah1, Elis Ratna Wulan2

1 UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jl. A.H.


Nasution No. 105, Kota Bandung, Jawa Barat, 40614,
Indonesia.
Email: anton_athoillah@uinsgd.ac.id
2 UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jl. A.H.

Nasution No. 105, Kota Bandung, Jawa Barat, 40614,


Indonesia.
Email: elis_ratna_wulan@uinsgd.ac.id

Abstrak: Artikel ini mendiskusikan pesantren sebagai


Lembaga Pendidikan Islam yang memperhatikan
bidang pemberdayaan umat dalam mencetak insan
ber-akhlak karimah di Era Revolusi Industri 4.0.
Pesantren adalah sistem pendidikan klasik yang
merupakan produk budaya Indonesia. Seiring dengan
perubahan zaman, pendidikan di pondok pesantren
juga mengalami transformasi. Metode yang
digunakan pada penulisan artikel ini ini adalah studi
literatur. Temuannya menunjukkan bahwa di Era
Revolusi Industri 4.0, transformasi model pendidikan
di pondok pesantren dapat berupa modernisasi dalam
hal penguasaan bahasa asing, kewirausahaan,
penggunaan Information and Communication Technology
(ICT) dan kompetensi-kompetensi lainnya.

Kata Kunci: model pendidikan, pondok pesantren,


transformasi, Revolusi Industri 4.0.

Vol. 2 November 2019 25


Transformasi Model Pendidikan Pondok Pesantren Mohamad Anton Athoillah
di Era Revolusi Industri 4.0 Elis Ratna Wulan

1. Pendahuluan
Pesantren dapat dicermati sebagai pusat produksi pemikiran
Islam di Indonesia [1] dan sebagai motor terbentuknya peradaban
pendidikan Islam di Indonesia [2], [3]. Pesantren merupakan
institusi pendidikan tertua dan juga produk budaya keilmuan yang
lahir di Indonesia. Cikal bakal keberadaannya diyakini telah ada
sejak abad 13 Masehi seiring masa pengenalam Islam di Nusantara
[4]–[6].
Di samping itu, I.J. Brugman dan K. Meysdi memprediksi
praktik lembaga pendidikan ala pesantren telah ada sebelum Islam
hadir di Indonesia melalui tradisi belajar pemeluk Hindu yang
kemudian mengalami proses asimilasi dengan nilai-nilai keislaman
[7].
Eksistensi pesantren di Indonesia diakui berdasarkan
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pasal 30 ayat 4 yang berbunyi, ”Pendidikan keagamaan
berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja
samanera, dan bentuk lain yang sejenis.” Tersurat bahwa pesantren
berfungsi sebagai satuan pendidikan yang mempersiapkan peserta
didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli
ilmu agama (tafaqquh fiddin).
Undang-undang tersebut sejalan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan. Peraturan tersebut dipertegas dengan
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 13 Tahun 2014 tentang
Pendidikan Keagamaan Islam yang berbicara khusus di antaranya
tentang nomenklatur pondok pesantren. Pondok pesantren
mendapatkan penegasan melalui Peraturan Menteri Agama Nomor
18 Tahun 2014 tentang Satuan Pendidikan Muadalah pada Pondok
Pesantren.
Selain berperan dalam area pendidikan dan penguatan
sumber daya manusia, pesantren memiliki fungsi sentral dalam
peningkatan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat [8], dan
benteng keutuhan bangsa [9]–[11]. Hal tersebut mempertegas besar
dan luasnya peran pesantren bagi kehidupan bangsa Indonesia

26 Vol. 2 November 2019


Mohamad Anton Athoillah Transformasi Model Pendidikan Pondok Pesantren
Elis Ratna Wulan di Era Revolusi Industri 4.0

sebagaimana tersurat dalam tridharma pondok pesantren yaitu (a)


Keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT; (b) Pengembangan
keilmuan yang bermanfaat, dan (c) Pengabdian terhadap agama,
masyarakat dan negara [12].
Kehidupan manusia telah masuk era Revolusi Industri 4.0
yang secara fundamental mengubah cara hidup, bekerja dan
berhubungan satu sama lain. Dalam skala ruang lingkup dan
kompleksitasnya, transformasi model pendidikan di pondok
pesantren mengalami pergeseran gaya hidup dari sebelumnya.
Kemajuan bidang teknologi informasi hingga big data mengalami
percepatan luar biasa dan membawa perubahan radikal di semua
dimensi kehidupan [13]. Kondisi tersebut menggiring kita
memasuki era baru dalam kehidupan kemanusiaan terutama
bidang manafuktur dan industri yaitu revolusi industri 4.0.
Transformasi digital manufaktur dan pemanfaatan teknologi
platform ketiga menjadi identitas Revolusi Industri 4.0. Teknologi
informasi menjadi basis dalam kehidupan manusia. Semuanya
tanpa batas dengan penggunaan daya dan data komputasi tak
terbatas, karena dipengaruhi oleh perkembangan Internet dan
teknologi digital masif sebagai tulang punggung gerakan manusia
dan mesin serta konektivitasnya. Revolusi ini akhirnya mengubah
perspektif seseorang dalam menjalani kehidupan modern dan
canggih [14].
Klaus Schwab sebagai pendiri sekaligus ketua forum
ekonomi dunia mempertegas kondisi tersebut. Masuknya era
Revolusi Industru 4.0 ditandai dengan kemunculan
superkomputer, robotika, kendaraan tanpa pengemudi, editing
genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan
manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak [15], kecerdasan
buatan (Artificial intelligence), big data, nano teknologi, komputasi
quantum, seluruhnya ditujukan untuk kesejahteraan manusia [16].
Kemajuan sains dan teknologi telah membawa babak baru
bagi peradaban manusia. Daya jangkau yang sangat luas membuat
interaksi manusia dalam dimensi ruang dan waktu semakin tak
terbatas. Perangkat teknologi diciptakan untuk memudahkan

Vol. 2 November 2019 27


Transformasi Model Pendidikan Pondok Pesantren Mohamad Anton Athoillah
di Era Revolusi Industri 4.0 Elis Ratna Wulan

manusia dalam menjalani berbagai aktivitas kehidupan sehingga


memicu perubahan sikap, perilaku, dan cara hidup yang semakin
efisien dan produktif, serta perubahan gaya hidup yang semakin
modern [7].
Dalam konteks di atas, pesantren tetaplah merupakan
tempat belajar para santri. Sementara pondok masih diartikan
sebagai rumah atau tempat sederhana yang terbuat dari bambu.
Pondok berasal dari bahasa Arab "funduk" berarti "hotel" atau
"asrama". Ada beberapa istilah yang ditemukan dan sering
digunakan untuk menunjuk jenis pendidikan Islam tradisional
khas Indonesia atau pesantren. Di Pulau Jawa termasuk Sunda dan
Madura, umumnya digunakan istilah pesantren atau pondok, di
Aceh dikenal dengan Istilah Dayah atau rangkung atau meunasah,
sedangkan di Minangkabau disebut Surau. Jadi dapat dikatakan
bahwa pesantren merupakan “a place where student live”, yaitu
sebuah tempat dimana seorang santri atau murid tinggal dan
menetap disana dalam rangka belajar [17].
KH. Hasani Nawawi memberikan definisi pesantren adalah
lembaga yang berfungsi untuk membentuk para anggotanya agar
bertakwa kepada Allah SWT. Sebagaimana didirikannya masjid
yang berfungsi untuk membangun ketakwaan bagi setiap individu
Muslim, maka demikian pula pesantren juga sebangun dengan
asas yang membentuk masjid [17].
Ditinjau dari posisi kelembagaannya, pesantren adalah
lembaga pendidikan yang tetap istiqamah melakukan perannya
sebagai pusat pendalaman ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin) dan
lembaga dakwah Islamiyah serta ikut mencerdaskan kehidupan
masyarakat, dibuktikan dengan keberhasilannya dalam mencetak
tokoh-tohoh agama, pejuang bangsa, serta tokoh masyarakat, baik
di masa pra-kemerdekaan, setelah kemerdekaan maupun di zaman
sekarang [18].
2. Metode
Metode penelitian pada penelitian ini adalah studi pustaka
(library research) dan sumber data yang digunakan berasal dari
perpustakaan atau dokumentatif, berupa kajian sumber data yang
terdiri dari literatur-literatur yang berkaitan dengan tema

28 Vol. 2 November 2019


Mohamad Anton Athoillah Transformasi Model Pendidikan Pondok Pesantren
Elis Ratna Wulan di Era Revolusi Industri 4.0

pesantren dan revolusi Industri 4.0. Pengolahan data dalam


penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis, yaitu model
penelitian yang berupaya mendeskripsikan, mencatat,
menganalisa, menginterpretasikan fenomena yang ada sehingga
diharapkan memberi deskripsi kepada lembaga pesantren dalam
mensikapi perilaku masyarakat digital di era revolusi industri 4.0.
3. Hasil
Berdasarkan kurikulum atau sistem pendidikan yang
dipakai, pesantren mempunyai tiga tipe, yaitu pesantren
tradisional/salaf, pesantren modern, dan pesantren komprehensif
[17]. Pesantren tradisional/salaf masih mempertahankan bentuk
aslinya dengan mengajarkan kitab yang ditulis oleh ulama abad ke-
15 dengan menggunakan bahasa Arab. Pola pengajarannya dengan
menerapkan sistem halaqah atau mangaji tudang yang
dilaksanakan di masjid. Hakikat dari sistem pengajaran halaqah ini
adalah penghapalan yang titik akhirnya dari segi metodologi
cenderung kepada terciptanya santri yang menerima dan memiliki
ilmu. Artinya ilmu tidak berkembang ke arah mastery ilmu itu,
melainkan hanya terbatas pada apa yang diberikan kyai.
Kurikulum sepenuhnya ditentukan oleh para kyai pengasuh
pondok pesantren.
Pesantren modern adalah pengembangan tipe pesantren
karena orientasi belajarnya cenderung mengadopsi seluruh sistem
belajar klasikal dan meninggalkan sistem belajar klasik. Penerapan
sistem belajar modern ini terutama tampak pada penggunaan kelas
belajar baik dalam bentuk madrasah maupun sekolah. Kurikulum
yang dipakai adalah kurikulum nasional [19]. Kedudukan para
kyai sebagai koordinator pelaksana proses pembelajaran dan
sebagai pengajar di kelas. Perbedaannya dengan sekolah dan
madrasah terletak pada porsi pendidikan agama Islam dan bahasa
Arab lebih menonjol sebagai kurikulum lokal.
Tipe pesantren konprehensif adalah sistem pendidikan dan
pengajaran gabungan antara klasik dan modern. Pendidikan
diterapkan dengan pengajaran kitab kuning dengan metode
sorongan, bandongan dan wetonan yang biasanya diajarkan pada

Vol. 2 November 2019 29


Transformasi Model Pendidikan Pondok Pesantren Mohamad Anton Athoillah
di Era Revolusi Industri 4.0 Elis Ratna Wulan

malam hari sesudah salat Magrib dan sesudah salat Subuh. Proses
pembelajaran sistem klasikal dilaksanakan pada pagi sampai siang
hari seperti di madrasah/sekolah pada umumnya [19].
Adapun model pembelajaran yang biasa digunakan dalam
sistem pendidikan pondok pesantren dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga jenis, yaitu sorogan, bandungan, dan weton [20]. Kata
sorogan berasal dari bahasa Jawa yang berarti “sodoran atau
disodorkan”. Maknanya adalah suatu sistem belajar secara
individual dimana seorang santri berhadapan dengan seorang
guru, terjadi interaksi saling mengenal di antara keduanya.
Seorang kyai menghadapi santri satu persatu, secara begantian.
Pelaksanaanya, santri yang banyak datang bersama, kemudian
mereka antri menuggu giliran masing-masing.
Bandungan ini sering disebut dengan halaqah, di mana
dalam pengajian, kitab yang dibaca oleh kyai hanya satu,
sedangkan para santrinya membawa kitab yang sama, lalu santri
mendengarkan dan menyimak bacaan kyai. Sedangkan istilah
weton berasal dari bahsa Jawa yang diartikan berkala atau
berwaktu. Pengajian weton tidak merupakan pengajian rutin
harian, misalnya pada setiap selesai shalat Jum’at.
Metode lain yang diterapkan dalam pesantren diantaranya,
musyawarah/bahtsul masa’il. Metode ini merupakan metode
pembelajaran yang mirip dengan metode diskusi. Beberapa santri
membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh kyai/ustadz
untuk mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan
sebelumnya. Juga ada metode hafalan (muhafazhah),
demonstrasi/pratek ubudiyah, muhawarah, mudzakarah, dan majlis
ta’lim [17].
4. Pembahasan
Transformasi model pendidikan di pondok pesantren dalam
era Revolusi Industri 4.0 dimulai dari sejarah pesantren itu sendiri.
Secara historis, aktifitas pesantren sejak awal telah merespon
persoalan kontemporer dan dibuktikan semenjak masa-masa awal
kejayaannya.
Pesantren pernah merespon tantangan global dalam
menghadapi kolonialisme bangsa barat yang saat itu sedang

30 Vol. 2 November 2019


Mohamad Anton Athoillah Transformasi Model Pendidikan Pondok Pesantren
Elis Ratna Wulan di Era Revolusi Industri 4.0

melakukan ekspansi ke negeri-negeri jajahannya, termasuk


Indonesia. Lembaga pendidikan pesantren di masa kolonialisme
tetap hidup dan berkembang di atas kekuatan sendiri. Bahkan
lembaga ini bagi pemerintah Belanda, bukan saja dipandang tidak
bermanfaat bagi tujuan-tujuan kolonial, akan tetapi dipandang
sebagai lembaga yang sangat berbahaya dan mengancam upaya
kolonialisme. Pandangan bangsa Belanda itu bukan tanpa sebab,
karena ketika itu lembaga pesantren merupakan tempat
persemaian yang amat subur bagi kader-kader pejuang melawan
praktik penjajahan. Atas dasar pandangan tersebut, maka ketika itu
pesantren mengalami tekanan yang sangat berat, bahkan dianggap
oleh kolonial barat sebagai sarang pemberontak dan ancaman bagi
kenyamanan kekuasaan kolonial di bumi Indonesia, khususnya.
Hal itu terjadi karena para Kyai di pesantren selalu memberikan
pengajaran kepada para santrinya untuk menintai tanah air (hub al
wathan), serta menanamkan sikap patriotik, meski awalnya
merupakan lembaga pendidikan dalam bidang keagamaan.
Kalangan pesantren yang tergabung dalam komite hijaz
yang dipelopori elit ulama pernah memperjuangkan hukum
bermadzhab kepada pemerintah Arab Saudi yang menganut faham
Wahabi. Komite ini mengusulkan kepada pemerintah Saudi agar
memberikan kebebasan kepada praktik bermadzhab dalam
menjalankan agama. Komite internasional ini dibentuk di
Surabaya, yang dihasilkan melalui forum rapat yang dihadiri
ulama pesantren, berbarengan dengan lahirnya keputusan mereka
mendidikan Jam'iyyah Nahdlatul Ulama (NU). Dua peristiwa
tentang peran Ulama pesantren ini mencerminkan bahwa dalam
kondisi perubahan apapun, dalam skala lokal, regional maupun
global, pesantren telah berusaha untuk mampu menjawab
tantangan yang berkembang dan memberikan layanan terbaik bagi
masyarakat[17].
Era revolusi industri 4.0 menampakkan wajah baru dalam
interaksi sosial masyarakat modern. Di era ini terjadi kompetisi
yang sangat ketat, baik secara individu maupun kelompok. Karena
kompetisi tidak hanya terjadi antara kelompok yang sama-sama
kuat, tetapi juga antara yang kuat dan yang lemah. Pergerakan

Vol. 2 November 2019 31


Transformasi Model Pendidikan Pondok Pesantren Mohamad Anton Athoillah
di Era Revolusi Industri 4.0 Elis Ratna Wulan

informasi yang cepat dan kompetisi yang ketat ini menjadi


tantangan tersendiri bagi pesantren. Pesantren sebagai institusi
pencetak pemimpin masa depan dan pusat pemberdaya
masyarakat harus mampu mencetak generasi yang memiliki
sumber daya yang mapan yang dapat bersaing ketat dalam pentas
global. Oleh karena itu, pesantren harus dapat menghadapi era
revolusi industri 4.0 yang pada awalnya merupakan tantangan dan
rintangan menjadi peluang emas bagi pembangunan masyarakat
Indonesia. Tentunya, pesantren harus berproses dan berubah
sesuai dengan kebutuhan masyarakat global dengan tidak
meninggalkan tradisi lama yang masih dianggap baik.
Transformasi model pendidikan di pondok pesantren adalah
berkaiatan dengan peningkatan mutu pendidikan dan dapat
menjawab tantangan zaman.
Tantangan berikutnya adalah tantangan ekonomi.
Perekonomian masyarakat Indonesia masih memerlukan
penciptaan kemakmuran agar ketinggalan oleh negara-negara
tetangga dengan segala akibatnya. Hal ini tidak hanya menuntut
peluang kerja baik disediakan oleh pemerintah maupun swasta,
tetapi bekal sumber daya yang memadai.
Membangun masyarakat berarti memberikan sesuatu yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Pesantren dapat berperan maksimal
dengan memberikan bekal ilmu dan keterampilan yang cukup.
Pesantren juga harus mampu mandiri, biaya sekolah yang tinggi di
pesantren yang berkualitas menyurutkan minat orang tua
menyekolahkan anaknya ke pesantren dengan dalih ekonomi,
ditambah lagi pendidikan yang diselenggarakan pemerintah lebih
murah bahkan bisa dibilang gratis menjadi pertimbangan
tersendiri bagi orang tua untuk memasukkan anaknya ke
pesantren.
Secara spesifik ada beberapa tantangan dan masalah yang
dihadapi pesantren disebabkan keterbatasan kemampuan
pengelolanya. Pertama, dalam aspek sarana dan prasarana
penunjang yang terlihat masih kurang memadai. Selama ini, proses
pembelajaran di pondok pesantren yang penuh kesederhanaan dan
kebersahajaannya tampak masih memerlukan tingkat penyadaran
dalam melaksanakan pola hidup yang bersih dan sehat yang

32 Vol. 2 November 2019


Mohamad Anton Athoillah Transformasi Model Pendidikan Pondok Pesantren
Elis Ratna Wulan di Era Revolusi Industri 4.0

didorong oleh penataan dan penyediaan sarana dan prasarana


yang layak dan memadai.
Kedua, dalam aspek sumber daya manusia. Sekalipun
sumber daya manusia dalam bidang keagamaan sangat mumpuni,
tetapi dalam rangka meningkatkan eksistensi dan peranan pondok
pesantren dalam bidang kehidupan sosial masyarakat, diperlukan
perhatian yang serius. Penyediaan dan peningkatan sumber daya
manusia dalam bidang manajemen kelembagaan, serta bidang-
bidang yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat, harus
menjadi prioritas pesantren.
Ketiga, dalam aspek manajemen kelembagaan. Manajemen
merupakan unsur penting dalam pengelolaan pesantren. Saat ini
pada umumnya pesantren dikelola secara tradisional apalagi
dalam penguasaan informasi dan teknologi yang masih belum
optimal. Hal tersebut dapat dilihat dalam proses
pendokumentasian (data base) santri dan alumni pesantren yang
masih kurang terstruktur.
Keempat dalam aspek kemandirian ekonomi kelembagaan.
Kebutuhan keuangan selalu menjadi kendala dalam melakukan
aktivitas pesantren, baik yang berkaitan dengan kebutuhan
pengembangan pesantren maupun dalam proses aktivitas
keseharian pesantren. Pada umumnya proses pembangunan
pesantren berjalan dalam waktu lama yang hanya menunggu
sumbangan atau donasi dari pihak luar, bahkan harus melakukan
penggalangan dana di pinggir jalan [21].
Kurikulum yang berorientasi life skills santri dan masyarakat.
Pesantren masih berkonsentrasi pada peningkatan wawasan dan
pengalaman keagamaan santri dan masyarakat. Apabila melihat
tantangan era Revolusi Industri 4.0 yang semakin berat,
peningkatan kapasitas santri dan masyarakat tidak hanya cukup
dalam bidang keagamaan semata, tetapi harus ditunjang oleh
kemampuan yang bersifat soft skill dan hard skill.

Vol. 2 November 2019 33


Transformasi Model Pendidikan Pondok Pesantren Mohamad Anton Athoillah
di Era Revolusi Industri 4.0 Elis Ratna Wulan

5. Kesimpulan
Era Revolusi Industri 4.0 menghadirkan perubahan-
perubahan secara cepat yang acapkali sulit diikuti oleh masyarakat
awam. Oleh sebab itu, pesantren harus mampu memfungsikan
dirinya sebagai lembaga pendidikan dakwah yang secara terus
menerus mengedepankan terwujudnya substansi dakwah Islam
yaitu akhlak karimah.
Tantangan tersebut menjadi trigger bagi pesantren agar
dapat meningkatkan kualitas pendidikan, sehingga problem
global seperti pemberdayaan ekonomi, kesehatan, sosial
kemasyarakatan tidak menjadi beban bagi dunia pesantren saat ini.
Pesantren harus selalu optimis karena sejarah pesantren terbukti
secara konsisten mampu membentengi setiap pribadi santri
terhadap arus golbalisasi. Tentu saja simultanitas tersebut
bertujuan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang
selama ini terjadi. Selain itu konsep, peran dan prospek pesantren
ke depan sangat menjanjikan karena pesantren dapat mengambil
peran sebagai lembaga pendidikan yang konsen dibidang
Pendidikan Agama Islam yang menjunjung tinggi konsep akhklak
karimah.
Perlu dilakukan transformasi model pendidikan di pondok
pesantren guna memenuhi kebutuhan masyarakat di era Revolusi
Industri 4.0. Hal tersebut dilakukan dengan cara melihat
kebutuhan “pasar” yang membutuhkan sumber daya manusia
yang mampu bersaing, sehingga terbentuklah model-model
pondok pesantren era Revolusi Industri 4.0. Berbagai
pengembangan dilakukan, diantaranya penguasaan bahasa asing,
entrepreneurship, ICT (Information and Communication Technology),
serta kompetensi kekinian lainnya. Dalam konteks ini, tetaplah
pesantren harus lebih mengorientasikan peningkatan kualitas para
santrinya ke arah pengusaan ilmu-ilmu agama. Era Revolusi
Industri 4.0 ini hanyalah satu dari sekian tantangan yang harus
direspon pesantren tanpa harus meninggalkan jati dirinya.

34 Vol. 2 November 2019


Mohamad Anton Athoillah Transformasi Model Pendidikan Pondok Pesantren
Elis Ratna Wulan di Era Revolusi Industri 4.0

6. Daftar Referensi
[1] K. B. Ahmad, “Metamorfosis Pemikiran Intelektual Muda NU:
Suatu Pandangan dari Outsider NU,” Millah, vol. 4, no. 2, pp.
111–126, 2004.
[2] A. Azra and J. Jamhari, “Pendidikan Islam Indonesia Dan
Tantangan Globalisasi: Perspektif Sosio- Historis,” in Mencetak
Muslim Modern: Peta Pendidikan Islam Indonesia, J. Burhanuddin
and D. Afrianty, Eds. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.
[3] K. B. Ahmad, “Pesantren Sebagai Pusat Peradaban Pendidikan
Islam : Pengalaman Indonesia untuk Asia Tenggara,”
Edukasi :Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, vol. 8,
no. 2, pp. 3939–3966, 2010.
[4] C. Tan, “Educative Tradition and Islamic Schools in
Indonesia,” Journal of Arabic and Islamic Studies, vol. 14, no. 3,
pp. 47–62, 2014.
[5] C. Geertz, The Religion of Java. Chicago: University of Chicago
Press, 1976.
[6] A. Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII & XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia, 2nd ed.
Jakarta: Prenada Media, 2005.
[7] E. Gazali, “Pesantren di Antara Generasi Alfa dan Tantangan
Dunia Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0,” OASIS: Jurnal
Ilmiah Kajian Islam, vol. 2, no. 2, pp. 95–110, 2018.
[8] M. B. Muchsin, Y. A. Gani, and M. I. Islamy, “Upaya Pondok
Pesantren Dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan,”
Wacana, vol. 12, no. 2, pp. 376–401, 2009.
[9] W. Wahyuddin, “Kontribusi Pondok Pesantren Terhadap
NKRI,” Saintifika Islamica: Jurnal Kajian Keislaman, vol. 3, no. 1,
pp. 21–42, 2016.
[10] M. Aziz, Pahlawan Santri: Tulang Punggung Pergerakan
Nasional. Tangerang: Pustaka Compass, 2016.
[11] Z. M. Bizawie, Laskar Ulama-Santri & Resolusi Jihad; Garda
Depan Menegakkan Indonesia 1945- 1949. Tangerang: Pustaka
Compass, 2014.
[12] B. Suharto, Marketing Pendidikan : Menata Ulang PTKI
Menghadapi Pasar Bebas ASEAN. Yogyakarta: LKiS, 2016.

Vol. 2 November 2019 35


Transformasi Model Pendidikan Pondok Pesantren Mohamad Anton Athoillah
di Era Revolusi Industri 4.0 Elis Ratna Wulan

[13] A. Pouris, Technology Trends: A Review of Technologies and


Policies. Pretoria: Institute for Technological Innovation,
Business Enterprises (Pty) Ltd., 2012.
[14] I-Scoop, “Industry 4.0: the fourth industrial revolution –
guide to Industrie 4.0,” 2018. [Online]. Available:
https://www.i-scoop.eu/industry- 4-0/. [Accessed: 03-Apr-
2018].
[15] K. Schwab, The Fourth Industrial Revolution. Geneva: World
Economic Forum, 2016.
[16] R. R. Tjandrawinata, “Industri 4.0: Revolusi Industri Abad
Ini Dan Pengaruhnya Pada Bidang Kesehatan dan
Bioteknologi,” Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS),
vol. 29, pp. 1–12, 2016.
[17] R. S. Wiranata, “Tantangan, Prospek, dan Peran Pesantren
dalam Pendidikan Karakter di Era Revolusi Industri 4.0,” Jurnal
Komunikasi dan Pendidikan Islam, vol. 8, no. 1, pp. 61–92, 2018.
[18] A. S. Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren.
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2018.
[19] M. B. Ghazali, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan:
Kasus Pondok Pesantren An-Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep
Madura. Jakarta: Pedoman Ilmu, 2001.
[20] H. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1996.
[21] A. F. Saifudin, Antropologi Kotemporer: Suatu Pengantar Kritis
Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana, 2006.

36 Vol. 2 November 2019

Anda mungkin juga menyukai