Anda di halaman 1dari 56

Pengaruh Tax Amnesty dan Efisiensi Insentif Pajak

Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak


(Studi Kasus Pada KPP Pratama Kota Cimahi)

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Seminar Perpajakan
Jenjang Studi Strata Satu (S1)
Program Studi Akuntansi

Oleh:
Syafiq Rifqi Athallah
2.11.17.042

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepatuhan pajak merupakan suatu masalah penting di Indonesia
terkait dengan pencapaian target penerimaan pajak. Hal tersebut terutama
masalah kepatuhan wajib pajak pajak orang pribadi (Lisi,2015). Wajib
pajak orang pribadi jauh lebih tidak patuh untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya daripada wajib pajak badan (Jimenes dan Iyer, 2016).
Ketidak patuhan wajib pajak orang pribadi tersebut dapat menghambat
proses pencapaian target penerimaan pajak. Hal ini ditunjuka dengan
persentase kontribusi wajib pajak orang pribadi terhadap total target
penerimaan pajak yang selalu menurun (DJP, 2020 :5)
Terlepas dari pentingnya pertambahan nilai negara, tentu tantangan
utama dan cukup berat adalah memastikan kepatuhan pajak. Kepatuhan
pajak merupakan persiapan, penyerahan dan pembayaran pajak yang jatuh
tempo jangka waktu yang ditentukan (Naicker & Rajaram, 2018).
Kepatuhan pajak dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak
banyak perhatian di Indonesia ini. Untuk meminimalisasi dampak dan
mendorong kembali perekonomian yang terimbas Covid-19, pemerintah
meluncurkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai lebih
dari Rp695,2 triliun, termasuk di antaranya insentif perpajakan sekitar
Rp120,1 triliun, pemberian insentif perpajakan saat pandemi ini dapat
dijadikan pintu masuk untuk mengedukasi manfaat nyata pajak yang
dirasakan langsung. Edukasi merupakan unsur krusial untuk meningkatkan
kesadaran pajak yang akhirnya meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat
( Sri Mulyani, 2020)
Kepatuhan pajak merupakan suatu masalah yang sedang ada di
Indonesia terkait dengan tingkat pencapaian target penerimaan pajak
negara. Hal tersebut terutama masalah kepatuhan wajib pajak orang
pribadi (lisi,2015). Wajib pajak orang pribadi jauh tidak patuh untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya daripada wajib pajak badan (Jimenes
dan Lyer, 2016).
Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
kepatuhan, salah satunya adalah pemberian keringanan melalui insentif
pajak (hamida et al, 2015), kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh
adanya keringanan pembayaran pajak. Pemberian keringanan pembayaran
tersebut dapat dimanfaatkan wajib pajak untuk mengurangi Penghasilan
Kena Pajak (PKP) (Wiwoho et al, 1991:29). kepatuhan formal dimana
wajib pajak memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan perpajakan dan
kepatuhan material dalam menghitung pajak terutang dengan benar,
menyetor pajak terutang tepat waktu, dan melapor pajak terutang tepat
waktu sesuai ketentuan perpajakan (Rahayu, 2013 : 138).

Ketidak patuhan pajak di antara wajib pajak adalah tantangan


dunia yang progresif dan berkembang (McKerchar & Evans, 2009).
Sebaliknya, kasus ini sebagian besar daerah dikaitkan dengan pendapatan
yang dikumpulkan dalam bentuk pajak atas sumber daya alam,
pendapatan dari berbagi dalam produksi dan pajak pendapatan bisnis
atas minyak dan pertambangan lembaga dan tidak bisa dipahami sebagai
simbol dari sistem pajak atau manajemen yang ditingkatkan (Eka,
2019). Sehingga meningkatkan pemungutan pajak penerimaan negara
harus memberikan suasana yang akan meningkatkan kesadaran dan
keinginan wajib pajak untuk mengembalikan pajak dengan sukarela
(Marisa dan Agus,2015). Pajak pendapatan adalah jalan bagi negara untuk
menghasilkan kekosongan moneter, menyediakannya secara kritis layanan
kepada publik, dan mengurangi bantuan moneter asing dan ketergantungan
pada sumber daya terbatas. Namun, sebagian besar basis pajak dalam
negeri seringkali tidak tercapai akibat adanya penghindaran pajak yang
meluas (Drummond, Daal, Srivastava, & Olive, 2012).
Indonesia semakin ditantang dalam mekanisme pengumpulan
pendapatan negara dari penerimaan pajaknya, dan di sana tampaknya
bukan solusi yang layak untuk menghadapi tantangan (Monica, 2011).
Pembuat kebijakan di negara berkembang termasuk membutuhkan
yang tepat mekanisme untuk meningkatkan pendapatan nasional yang
memadai dan memperluas jaringan pajak untuk memastikan konsistensi
aliran pendapatan untuk mendanai proyek-proyek pembangunan dan
untuk memastikan diversifikasi arus pendapatan dan pemberantasan
penghindaran pajak. (Rapinov dan farah 2020).
Pemerintah Indonesia sebelumnya telah memberikan cukup
banyak insentif investasi dan usaha untuk tujuan penciptaan lapangan
kerja; pengembangan usaha kecil; pengembangan industri; promosi
ekspor; pembangunan tata ruang usahadimana banyak insentif
sebelumnya tersebut diberikan berupa paket-paket kebijakan ekonomi
dengan bentuk pengaturan pembiayaan. Namun demikian keberhasilan
insentif tersebut belum memberikan hasil yang signifikan yang terlihat
dari penurunan tax ratio di akhir tahun 2019 sebesar 10,7% tersebut.
Tingkat kepatuhan pajak di Indonesia misalnya pada akhir tahun 2019 ini
berada pada tingkat yang sangat minimal dalam beberapa tabhun terakhir.
Terdapat 4 macam bentuk insentif pajak anatara lain pengecualian
dari pengenaan pajak, pengurangan dasar pengenaan pajak, pengurangan
tarif pajak dan penangguhan pajak. Insentif pajak sebagai ketentuan yang
memberikan keuntungan bagi seseorang atau aktivitas kondisi yang
menyimpang dari ketetntuan normal undang-undang perpajakan (Suandy,
2016 : 19). Pengeluaran pajak mengacu pada kerugian pendapatan yang
ditumbulkan oleh pemerintah dengan memberikan pembebasan pajak,
pemotongan atau tunjangan, kredit pajak, pajak prefensial tariff atau
penangguhan pembayaran pajak secara legal kepada pihak manapun
diekonomi (Gravelle, 2013)
Pemungutan pajak hendaklah berdasarkan ability to pay principle
yakni pemungutan pajak seharusnya memperhatikan kemampuan
penduduk untuk membayar pajak (Nurmantu, 2003: 23). Di satu sisi,
pemerintah sedang membutuhkan dana yang sangat besar untuk
penanggulanan virus corona yang bisa didapatkan dari sektor pajak.
Namun di sisi lain kondisi ekonomi sedang lumpuh yang sangat tidak
bijaksana apabila pemerintah masih harus membebani masyarakat untuk
tetap membayar pajak. Oleh karena dampak yang ditimbulkan virus
corona sangat besar, pemerrintah mengeluarkan sejumlah kebijakan
fiscal yang salah satunya ialah pemberian insentif pajak. (Selvi, 2020)
Sisi negatif pemberian insentif pajak (Bolnick,2004:3-5) . Sisi
negatif itu ialah hilangnya pendapatan pemerintah yang mungkin
akan sangat dibutuhkan dalam menjalankan pemerintahan dan
pembangunan, apalagi mengingat fungsi pajak yang utama yakni fungsi
budgetair (Resmi:2017:3). Selain itu, insentif pajak dapat disalahgunakan
untuk penghindaran pembayaran pajak, Belum lagi ditambah dengan biaya
pengadministrasian pajak yang juga meningkat. Sebenarnya dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 6 perihal deductible expense
juga secara tidak langsung memiliki peran dalam penyelamatan bencana
secara fiskal. Dalam pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan
disebutkan bahwa sumbangan bencana alam nasional dapat dijadikan
sebagai biaya pengurang penghasilan. Secara tidak langsung, dengan
diperkanankannya sumbangan bencana nasional menjadi biaya maka
perusahaan-perusahaan dapat memanfaatkan hal ini baik untuk
kepentingan perpajakan maupun CSR (Risa,2020).
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat berbagai insentif
pajak untuk membantu pelaku usaha bertahan selama pandemi Covid-19.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan ada 451.026 wajib
pajak yang mengajukan untuk mendapat insentif. “Saat ini sudah lebih dari
451.026 pemohon atau wajib pajak yang meminta untuk mendapatkan
insentif perpajakan," (Sri Mulyani,2020). Seperti di Amerika Serikat,
program tax amnesty yang dikombinasikan dengan reformasi administrasi
di bidang perpajakan dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan
kepatuhan (Mikesell dan Ross, 2012). Tax amnesty ini juga dapat
dipandang sebagai rekonsilisasi nasional untuk menghapus masa lalu
wajib pajak yang tidak patuh dan perilaku otoritas pajak yang melanggar
aturan. Tax amnesty dianggap sebagai kesempatan satu kali untuk memulai
sesuatu yang baru atau kesempatan terakhir bagi wajib pajak untuk
membersihkan buku dosa (Shevlin dkk., 2017).
Tax Amnesty perlu menjadi pemicu dimulainya reformasi besar-
besaran di tubuh otoritas pajak, sedangkan bagi wajib pajak, Tax amnesty
menjadi fase baru bagi WP dalam menjalankan kepatuhan terhadap
peraturan perpajakan. “Ini (Tax amnesty) menjadi sinyal Ditjen Pajak akan
hijrah ke masa yang terang,” (Sri Mulyani, 2019). kebijakan Tax Amnesty
memberikan dampak terhadap penerimaan pajak negara dan menjadi
solusi jangka pendek dalam mengungkap adanya kecurangan
penyelundupan pajak (Villalba, 2017). Oleh karena itu, untuk menarik
para wajib pajak, pemerintah menerapkan program Tax Amnesty dengan
harapan tingkat kepatuhan wajib pajak meningkat dan bertambahnya
penerimaan negara. Tax Amnesty di negara Indonesia telah dilaksanakan
dalam III periode. (Pangkey;2017;513)
Untuk itu penelitian ini mencoba untuk meneliti mengenai
pengaruh faktor yang mempengaruhi Tingkat Kepatuhan pajak setelah
adanya beberapa faktor bantuan yang telah di sediakan oleh pemerintah
berupa Insentif pajak dan Tax Amnesty. Maka dari itu penulis akan
melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Tax Amnesty dan
Efisiensi Insentif Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak”

1.2 Identifikasi & Perumusan Masalah


1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan fenomena dan latar belakang diatas, maka peneliti
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang menurun saat adanya pandemi
2. Tax Amnesty dapat menjadi pemicu kepatuhan wajib pajak.
3. Efisiensi insentif pajak membantu pelaku usaha selama terjadinya
pandemic Covid -19.
1.2.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka peneliti merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kepatuhan wajib pajak setelah adanya Tax amnesty.
2. Bagaimana efisien insentif pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib
Pajak.
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini secara keseluruhan ditentukan untuk

menjawab perumusan masalah yang ditemukan dalam suatu penelitian :

1. Mengetahui dan menganalisi tingkat kepatuhan wajib pajak di

Indonesia atas fasilitas pemerintah berupa Tax amnesty dan efisiensi

insentif pajak.

2. Mengetahui dan menganalisi efisiensi insentif pajak dalam

meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

1.3.2 Kegunaan penelitian


Melalui penelitian yang telah dilakukan ini diharapkan dapat diperoleh
manfaat/kegunaan teoritis dan praktis sebagai berikut :

1.3.2.1 Kegunaan Teoritis


a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi media pembelajaran secara

nyata oleh peneliti, karena dapat mengaplikasikan ilmu yang didapatkan

di bangku kuliah.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi

pengembangan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan bisnis

dan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen.

1.3.2.2 Kegunaan Praktis


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat/kegunaan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Disamping itu, penelitian juga diharapkan dapat memberikan
beberapa manfaat/kegunaan diantaranya :
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini akan berguna bagi peneliti untuk menambah
pengetahuan dan wawasan tentang bagaimana pengaruh dari Tax
Amnesty dan Insentif pajak yang diberikan pemerintah yang berguna
untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak di Indonesia.
b. Bagi Pihak Lain
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan bagi para pembaca tentang bagaimana pengaruh dari
Tax Amnesty dan Insentif pajak yang diberikan pemerintah yang
berguna untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak di Indonesia.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan teori – teori yang merupakan landasan terkait

tentang Tax Amnesty, Insentif Pajak, dan Kepatuhan Wajib Pajak. Kajian Pustaka

adalah suatu kegiatan penelitian yang bertujuan melakukan kajian secara sungguh

– sungguh tentang teori – teori dan konsep – konsep yang berkaitan dengan topik

yang akan diteliti Sugiyono (2016 : 58).

2.1.1 Tax Amnesty

2.1.1.1 Pengertian Tax Amnesty

Pengertian Tax Amensty menurut Ngadiman & Huslin (2015:25)

adalah :

“Tax Amnesty adalah program yang dibuat oleh


pemerintah dalam rangka memeberikan kesempatan kepada
wajib pajak yang belum membayar kewajiban perpajakannya
kepada negara dalam waktu tertentu untuk melakukan
pengampunan kewajiban pajak (termasuk bunga dan denda)
pada masa pajak rsebelumnya atau periode tertentu tanpa
adanya rasa takut akan hukuman pidana”

Menurut PMK Nomor 118/PMK.03/2016 pengampunan pajak

adalah:

“penghapusan kewajiban pajak yang terutang, tidak


dikenai sanksi administrasi perpajakan dan juga sanksi pidana
dengan cara mengungkapkan seluruh harta dan juga membayar
uang tebusan berdasarkan yang telah diatur dalam undang-
undang pengampunan pajak.”

Sedangkan menurut Zainal Muttaqin (2013:10) Menjelaskan

bahwa:
“pengampunan pajak merupakan kesempatan yang
diberikan dalam waktu terbatas kepada kelompok pembayar
pajak tertentu untuk membayar sejumlah uang tertentu
sebagai pembebasan tanggung jawab (termasuk bunga dan
denda) dalam kaitan dengan tahun pajak sebelumnya tanpa
adanya kekhawatiran untuk dituntut pidana”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tax Amnesty

adalah kebijakan pemerintah dibidang perpajakan yang memberikan

kemudahan atau penghapusan pajak yang seharusnya terutang menjadi

tidak dikenai sanksi administrasi maupun sanksi pidana yang diberikan

dalam kurun waktu terbatas guna meningkatkan tingkat kepatuhan wajib

pajak.

2.1.1.2 Tujuan Tax Amnesty

Menurut Undang-Undang No.11 Tahun 2016 (UU Indonesia,2016),

Tax Amnesty bertujuan untuk :

1. mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi

melalui pengalihan harta, yang antara lain akan berdampak

terhadap peningkatan likuiditas domestic, perbaikan nilai tukar

Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi.

2. Mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan

yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan

yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi.

3. Meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan

digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

2.1.1.3 Jenis – Jenis Tax Amnesty


Menurut Rahayu (2010 ; 307) Tax Amnesty memiliki jenis sebagai

berikut :

1. Amnesty yang tetap mewajibkan kepada Wajib Pajak untuk

membayar pokok pajak, yaitu termasuk bunga dan denda, dan

hanya mengampuni sanksi pidana perpajakan. Tujuannya

untuk memungut pajak-pajak sebelumnya dan sekaligus

menambah jumlah Wajib Pajak yang terdaftar.

2. Amnesty yang mewajibkan Wajib Pajaknya untuk membayar

pokok pajak masa lalu yang terutang dan juga bunganya,

namun sanksi denda maupun sanksi pidana akan diampuni.

3. Amnesty yang tetap mewajibkan Wajib Pajaknya untuk

membayar pokok pajak yang lama, namun mengampuni sanksi

bunga, sanksi denda, dan juga sanksi pidana.

4. Amnesty yang paling longgar karena mengampuni pokok pajak

dimasa lalu, yaitu termasuk sanksi bunga, denda dan sanksi

pidana.

2.1.1.4 Syarat-Syarat Melaksanakan Tax Amnesty

Melaksanakan pengampunan pajak ada beberapa syarat. Menurut

Rahayu (2013:330) syarat- syarat dalam melakanakan Tax amnesty yaitu:

1) Melakukan sosialisasi rencana pengampunan pajak, yang didukung

oleh perangkat administrasi perpajakan modern menggunakan sistem

computer, untuk mendukung penegakan hukum paska amnesti pajak.

2) Tunggakan pajak negara, yaitu utang pajak yang telah pasti dan

ditetapkan dengan surat ketetapan pajak, yang merupakan obyek


penagihan pajak dengan undang-undang penagihan dengan surat

paksa.

3) Perlunya program pendukung berupa penegak hukum secara tegas

dan konsisten terhadap pelanggar hukum.

4) Amandemen UU perbankan, agar memeberikan akses informasi

keuangan ke sistem perpajakan, sepanjang tidak melanggar

kerahaisaan bank.

5) Perlunya good governance, untuk menata kembali sistem penggajian

pegawai negri guna mencegah praktek korupsi karena kurang

memadainya remunerasi yang diterima aparatur negara.

6) Adanya jaminan kerahasiaan data yang diungkapkan.

7) Perbaikan strukturan paska tax amnesty, perbaikan structural yang

harus dilakukan pemerintah paska program tax amnesty mencakup

kebijakan ekonomi yang secara langsung maupun tidak

2.1.1.5 Tata Cara Penyampaian Surat Pernyataan, dan Tata Cara

Pengajuan Tax Amnesty

Tata cara penyampaian Surat Pernyataan adalah sebagai berikut:

1. Wajib Pajak harus menyampaikan terlebih dahulu Surat Pernyataan

kepada Menteri

2. Surat Pernyataan harus ditandatangani oleh:

a. WajibPajak Orang Pribadi

b. Bagi Wajib Pajak badan ditandatangani oleh Pemimpin tertinggi

berdasarkan akta pendirian badan atau orang yang telah

diberikan kuasa oleh Pemimpin tertinggi.


3. Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Penyataan harus memenuhi

syarat, yaitu:

a. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

b. Membayar uang tebusan berdasarkan ketentuannya.

c. Melunasi seluruh utang pajak.

d. Melunasi pajak kurang / lebih bayar bagi Wajib Pajak yang

sedang dilakukan pemeriksaan.

e. Menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib Pajak

4. Uang tebusan harus dibayar lunas ke kas negara melalui bank

persepsi menggunakan Surat Setoran Pajak.

Tata Cara Pengajuan Tax Amnesty adalah:

1.Wajib Pajak datang ke KPP yang terdaftar atau tempat yang

telah ditentukan oleh menteri untuk pengisian danpemenuhan

kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan di dalam Surat

Pernyataan. Dokumen yang harus dilampirkan di dalam Surat

Pernyataan adalah:

a. Bukti pembayaran uang tebusan.

b. Bukti pelunasan tunggakan pajak.

c. Daftar rincian harta yang telah telah dilaporkan

d. Daftar utang dan juga dokumen-dokumen pendukung.

e. Bukti pelunasan pajak bagi tidak dikembalikan bagi Wajib

Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan.

f. Fotokopi SPT PPh Terakhir.

g. Surat Pernyataan dalam hal pencabutan permohonan yang

diajukan ke DJP.
h. Surat Pernyataan bagi Wajib Pajak yang akan melaksanakan

repatriasi, dalam hal pengalihan dan menginvestasikan

harta ke dalam wilayah NKRI paling singkat selama tiga

tahun terhitung sejak dialihkan.

i. Bagi Wajib Pajak yang akan melaksanakan deklarasi

harus melampirkan Surat Pernyataan tidak mengalihkan harta

keluar wilayah NKRI paling singkat selama tiga tahun

dan terhitung sejak diterbitkannya surat keterangan

j. Bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam Usaha Mikro Kecil

dan Menengah (UMKM) harus melampirkan Surat

Pernyataan mengenai peredaran usahanya

2. .Wajib Pajak harus melengkapi dokumen yang akan digunakan

untuk mengajukan pengampunan pajak yang ada di dalam Surat

Pernyataan, dan juga harus membayar uang tebusan, dan

melunasi segala tunggakan pajak.

3. Wajib Pajakmenyampaikan Surat Pernyataan ke KPP yang

terdaftar ataupun tempat lainnya yang telah ditetapkan oleh

Menteri Keuangan.

4. Wajib Pajak akan mendapatkan tanda terima Surat Penyataan

5. Menteri maupun pejabat yang telah ditunjuk harus menerbitkan

Surat Keterangan (SK) maksimal sepuluh hari kerja, sejak

tanggal diterimanya Surat Pernyataan beserta lampirannya, dan

kemudian SK pengampunan pajak akan dikirim ke Wajib Pajak

6. .Jika melebihi dari sepuluh hari sejak tanggal diterimanya Surat

Pernyataan beserta lampirannya, menteri ataupun pejabat yang


telah diberi tanggungjawab belum menerbikan SK, maka Surat

Penyataan tersebut dianggap diterima.

7. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan maksimal tiga kali

selama berlakunya Undang-Undang Pengampunan Pajak

2.1.1.6 Indikator Tax Amnesty

Menurut Suryanto dkk (2016) menyebutkan persepsi wajib pajak

mengenai tax amnesty dapat diukur melalui empat indicator yaitu :

1) Pengetahuan

2) Pemahaman

3) Kesadaran dan motivasi

4) Pemanfaatan

Sedangkan menurut Ulfa (2018) Indikator – indikator dari Tax

Amnesty ialah :

1) Kejujuran

2) Ketaatan

3) Kesadaran

4) Diri sendiri

5) Peraturan Perundang-undangan Tax Amnesty.

Berdasarkan indicator diatas, maka indikator dari Tax Amnesty

yang akan digunakan ialah pemahaman dan kesadaran tentang

adanya Tax Amnesty.

2.1.2. Insentif Pajak

2.1.2.1. Pengertian Insentif Pajak

Suandy (2016 ;19), Insentif pajak adalah :


“Insentif pajak merupakan suatu bentuk fasilitas yang
diberikan pemerintah kepada insvestor luar negri untuk
aktivitas tertentu atau untuk suatu wilayah tertentu,
(misalnya, untuk kawasan Indonesia Bagian Timur).
Biasanya insentif pajak ini diberikan kepada guna
pembangunan ekonomi suatu negara khususnya dinegara
berkembang.”

Sedangkan menurut Winardi (2011 :255), Insentif Adalah :

“pemajakan dengan tujuan memberikan perangsang.


Penggunaan pajak bukan untuk maksud menghasilkan
pendapatan pemerintah saja melainkan pula memeberikan
dorongan kearah perkembangan ekonomi dalam bidang
tertentu”

Adapun menurut Black Law Dictionarry dalam Hasibuan (2016)


adalah sebuah penawaran dari pemerintah, melalui manfaat pajak,
dalam suatu kegiatan tertentu, seperti kontribusi uang atau harta
yang untuk kegiatan berkualitas.

kepada wajib pajak. (tiearya,2012). Dalam penelitian Wijaya dan Martani

(2011), insentif pajak diukur dengan menggunakan perencanaan pajak dan

beban pajak tangguhan.

a) Perencanaan pajak

Perencanaan pajak merupakan tahap pertama yang dilakukan untuk

menghemat pajak. Tindakan perencanaan pajak merupakan tindakan

yang legal karena upaya untuk menghemat pajak dilakukan dengan

memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur (loopholes).

b) Beban Pajak Tangguhan

Beban pajak tangguhan merupakan beban yang timbul karena adanya

perbedaan temporer. Perbedaan temporer yaitu perbedaan yang

disebebkan oleh adanya perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan

beban menurut akuntansi dan menurut fiscal, sehingga hal tersebut

mengakibatkan laba menurut akuntansi berbeda dengan laba menurut


fiscal. Manajer akan berusaha untuk meningkatkan laba akuntansi

dibandingkan laba fiskarl, karena sebagian besar investor hanya

menggunakan laba akuntansi untuk menilai kinerja perusahaan

(Sumomba dan Sigit, 2012).

c) Aktiva pajak tangguhan

Aktiva pajak tangguhan merupakan aktiva yang muncul akibat adanya

koreksi positif, yaitu beban pajak menurut aturan pajak lebih besar

daripada beban pajak menurut aturan akuntansi (Agoes dan Trisnawati,

2007 : 198). Harmanto (2003) menyatakan aktiva pajak tangguhan

mencakup semua perbedaan temporer yang dapat dikurangkan,

sepanjang besar kemungkinan efek perbedaan termporer tersebut dapat

dimanfaatkan untuk mengurangi penghasilan kena pajak periode

mendatang. Perbedaan temporer tersebut mengakibatkan jumlah laba

menurut akuntansi berbeda dengan jumlah laba menurut pajak. Namun,

perbedaan itu akan terkoreksi secara otomatis di masadepan, sehingga

tidak ada perbedaan laba akuntansi dengan laba pajak (Gunadi, 2000 :

203).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Insentif pajak

adalah kebijakan pemerintah dibidang perpajakan yang memberikan

kemudahan atau penghapusan pajak yang seharusnya terutang menjadi

tidak dikenai sanksi administrasi maupun sanksi pidana yang diberikan

dalam kurun waktu terbatas guna meningkatkan tingkat kepatuhan

wajib pajak.

2.1.2.2 Bentuk – bentuk Insentif Pajak


Secara umum,insentif investasi terdiri dari dua kelompok besar yaitu,

insentif non fiscal dan insentif fiscal, insentif non fiscal merupakan

kemudahan – kemudahan yang diberikan oleh pemerintah yang tidak terkait

langsung dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),

sedangkan insentif fiscal merupakan kemudahan – kemudahan yang diberikan

pemerintah yang terkait langsung dengan APBN. Insentif non fiscal biasanya

dijanjikan oleh pemerintah antara lain penyederhanaan proses perizinan,

pembangunan infrastruktur dan pemberantasan pungutan liar. Sedangkan

insentif fiscal dapat diberikan dalam bentuk insentif pajak (taxincentive) dan

subsidi. Terdapat beberapa jenis insentif untuk menarik investasi. Jenis –

jenis dan insentif tersebut dapat dibagi menjadi insentif fiscal (merupakan

insentif pajak yang bertujuan untuk mengurangi beban pajak investor),

insentif keuangan dan jenis insentif lainnya.

Kategori insentif pajak menurut Amanda (dalam Flecther,2012) dibagi

menjadi 6 jenis, yaitu tariff pajak yang lebih rendah (reduce corporate

income tax rates), tax holiday, investasi dapat dibiayakan dan pemberian

kredit pajak (investment allowances and tax credits), penyusutan dipercepat

(accelerated depretiation), pembebasan pajak tidak langsung (exemptions

from indirect taxes) dan zona produksi ekkspor (export processing zones).

Pembagian bentuk insentif pajak menurut Amanda (dalam Holland dan

Vann,2012) terbagi menjadi lima jenis, yaitu:

a. Tax Holiday

Pemberian insentif pajak jenis ini sering diterapkan oleh negara yang

sedang berkembang. Insentif ini ditujukan untuk perusahaan baru dan

bukan untuk perusahaan yang sedang beroperasi. Dengan Tax Holiday


baru akan diberikan periode waktu tertentu yang mana mereka akan

dibebaskan dari beban pajak penghasilan.

b. Invesments Allowance and Tax Credit

Insentif pajak ini didasarkan pada besarnya jumlah pengeluaran dari

investasi yang bersangkutan. Investment allowance digunakan untuk

mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan, sedangkan Tax

Credit digunakan untuk mengurangi jumlah pajak yang harus

dibayarkan.

c. Timming Diffrence

Insentif pajak ini muncul akibat adanya perbedaan waktu pengakuan

akun – akun tertentu antara laporan keuangan komersial dengan

laporan keuangan pajak khususnya dalam hal pengakuan biaya dan

pengakuan penghasilan.

d. Reduced Tax Rates

Insentif pajak ini memberikan pengurangan tariff pajak yang

digunakan kepada wajib pajak dengan kriteria tertentu dari suatu

persentase atau tingkatan tarif tertentu ke tingkat tariff yang berada

dibawahnya atau lebih rendah.

e. Administrative Discretion

Insentif ini memiliki arti sebagai proses administrasi yang selektif

dalam rangka pemberian fasilitas pajak, yang berarti apakah fasilitas

pajak dapat dinikmati secara otomatis oleh setiap wajib pajak yang

memenuhi kebutuhan atau harus mengajukan permohonan

penggunaan fasilitas pajak terlebih dahulu.


2.1.2.3 Tujuan Insentif Pajak

Prasetyo (2008) menjelaskan bahwa UNCTAD melaporkan beberapa tujuan

yang akan dicapai dalam pemberian insentif pajak oleh suatu negara.

Beberapa tujuan tersebut, yaitu:

a. Investasi Regional

Biasanya meliputi pemberian dukungan untuk kawasan luar kota,

pembangunan kawasan industry yang agak jauh dari pusat kota

karenganya pencemaran lingkungan dan urbanisasi yang terlalu

tinggi bisa dikurangi.

b. Investasi Sektoral

Insentif pajak bisa diberikan untuk bidang-bidang usaha yang

dipandang penting bagi pembagunan. Pemberian insentif ditujukan

untuk merangsang perkembangan industry, manufaktru, pariwisata

atau eksplorasi sumber daya alam.

c. Peningkatan kualitas

Peningkatan kualitas biasanya diusahakan dengan membuat kawasan

berikat untuk industry – industry yang berorientasi ekspor.

d. Alih teknologi

Pemberian insentif untuk industry-industri yang sifatnya pionir atau

dengan menyediakan insentif khusus untuk kegiatan yang sifatnya

penelitian dan pengembangan guna merangsang transfet teknologi.

2.1.2.4 Manfaat Insentif Pajak

Beberapa negara berkembang memeberikan penawaran insentif

pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kegiatan investasi atau

penanaman modal. Insentif tersebut sebagian besar ditujukan untuk


menarik investasi asing dalam bentuk aktivitas produksi dan bukan

investasi dalam bentuk asset keuangan. Dengan adanya investasi

diharpkan mampu meningkatkan pembangunan ekonomi negara tersebut.

Selain itu, alasan beberapa negara berkembang menawarkan insentif pajak

antara lain sebagai penyeimbang dari adanya kelemahan dalam sistem

pajak yang berlaku di negara tersebut, untuk mengurangi kerugian yang

mungkin akan dialami oleh investor (dapat karena infrastruktur tidak

mendukung,) adanya hukum yang berbelit –belit dan sudah tidak sesuai

dengan kondisi saat ini, birokrasi yang berelbihan dan administrasi yang

lemah baik di sektor pajak maupun sektor lainnya (Amanda,2012).

2.1.4.5 Indikator Insentif Pajak

Menurut Kuncoro (2010) menjelaskan beberapa indikator insentif pajak,

yaitu :

1) Kinerja ekonomi

Indikator yang digunakan untuk menilai kinerja ekonomi meliputi

perekonomian domestic, perdagangan dan investasi insternasional,

kesemaptan kerja dan tingkat harga (inflasi).

2) Efisiensi pemerintah

Indikator kunci yang digunakan untuk menilai efisiensi pemerintah

adalah pembiayaan public, kebijakan fiscal, kerangka kelembagaan,

legalisasi bisnis dan pendidikan.

3) Efisiensi bisnis
Faktor-faktor kunci yang digunakan meliputi produktivitas, pasar

tenaga kerja, pembiayaan, praktik manajemen dan pengaruh

globalisasi.

4) Infrastruktur

Indikator kuncinya meliputi infrastruktur dasar, infrastruktur

teknologi, infrastruktur ilmiah, kesehatan dan lingkungan serta

sistem nilai. Keberadaan infrastruktur memegang peranan yang

cukup penting karena dapat mempengaruhi efisiensi operasional dan

harus dikembangkan secara terus menerus serta diselaraskan dengan

kemajuan ekonomi yang telah dicapai dan yang ingin diwujudkan

dimasa depan.

Berdasarkan indikator diatas, maka indikator Insentif pajak yang akan

digunakan dalam penelitian ini yaitu, efisiensi pemerintah.

2.1.3. Kepatuhan Wajib Pajak

2.1.3.1. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Dalam hal perpajakan, Wajib Pajak dituntut untuk ikut serta dalam

menyelenggarakan perpejakaannya. Namun hal tersebut juga tidak mudah

dilakukan. Untuk mencapai tujuan yang memaksimalkannya tentu saja

pemerintah perlu memperhatikan tingkat Kepatuhan Wajib Pajak yang ada.

Menurut Rahayu (2010;137) Kepatuhan Wajib Pajak adalah

“dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan sesuai
dengan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku.”

Sedangkan menurut Widodo et al, (2010;152) kepatuhan Wajib Pajak

adalah:
“tersebut dapat dilihat dari bagaimana seseorang tersebut
membuat keputusan antara melakukan kewajibannya sebagai
warga negara dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya
atau justru melakukan penghindaran pajak. Hal tersebut akan
mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak yang ada.”

Lain halnya menurut Prasetyo (2008), menurutnya :

“penyebab ketidak patuhan wajib pajak disebabkan antara lain


Biaya kepatuhan pajak yang ditanggung oleh wajib pajak
dimana semakin besar biaya kepatuhan wajib pajak, maka
tingkat kepatuhan juga semakin rendah, dan pentingnya
pemerintah menyederhanakan peraturan perpajakan serta
menetapkan kebijakan-kebijakan yang mampu meminimalisir
tingkat pembayaran atau Biaya Kepatuhan Pajak yang
ditanggung oleh wajib pajak”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tingkat

Kepatuhan Wajib Pajak adalah pemenuhan perpajakan yang

dilakukan oleh wajib pajak dengan cara pembayaran wajib pajak,

dengan beberapa hal yang dapat dilihat tingkat kepatuhan wajib

pajak nya oleh beberapa faktor pembantu dari pemerintah.

2.1.3.2 Jenis – Jenis Kepatuhan Wajib Pajak

Adapun jenis – jenis kepatuhan wajib pajak menurut Widodo dkk

(2010:68) adalah :

1. kepatuhan formal

Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan

undang-undang perpajakan yang berlaku. Indicator kepatuhan formal

berdasarkan UU No.28 Tahun 2007 tentang KUP :

1) Pendaftaran dan pengukuhan

2) Kewajiban penyampaian SPT

3) Batas waktu penyampaian SPT


4) pembayaran dan penyetoran pajak.

2. Kepatuhan material

Suatu keadaan dimana wajib pajak secara subtantif (hakekat) memenuhi

semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-

undang perpajakan. Yang dapat diidentifikasi dari kepatuhan material :

1) Kesesuaian jumlah wajib pajak yang harus dibayar dengan

perhitungan sebenarnya.

2) Penghargaan terhadap idenpendensi akuntan public/konsultan

pajak.

3) Besar/kecilnya jumlah tunggakan pajak

2.1.3.3 Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Wardani (2017), indikator dari kepatuhan wajib pajak adalah

sebagai berikut :

1. Memenuhi kewajiban pajak adalah wajib pajak harus mengetahui

kewajibannya dan memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak.

2. Membayar tepat waktu adalah wajib pajak harus membayarkan

pajaknya tepat pada waktunya.

3. Memenuhi persyaratan adalah wajib pajak melengkapi syarat saat

pembayaran PKB.

4. Mengetahui jatuh tempo adalah wajib pajak selalu ingat jatuh tempo

Sedangkan menurut Rahayu (2010 ;140) indicator kepatuhan Wajib Pajak

dapat didefinisikan sebagi berikut :

1. Kewajiban Wajib Pajak dalam hal mendaftarkan diri


2. Kepatuhan dalam melaporkan SPT secara tepat waktu.

3. Kepatuhan dalam membayar pajak terutang.

4. Kepatuhan dalam membayar tunggakan pajak.

Dimensiyang digunakan untuk mengukurkepatuhan Wajib Pajakmenurut

Chaizi Nasucha dalam Erly Suandy(2014: 97) kepatuhan Wajib Pajak

dapat diidentifikasi dari:

1. Patuh terhadap kewajiban intern

2. Patuh terhadap kewajiban tahunan

3. Patuh terhadap ketentuan material dan yuridis formal perpajakan

Berdasarkan indikator diatas, maka indikator Tingkat Kepatuhan Wajib

Pajak yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu, kepatuhan dalam

melaporkan SPT dalam tepat waktu, kepatuhan terhadap ketentuan material dan

yurudis formal perpajakan.

2.2 Kerangka Pemikiran

Kepatuhan wajib pajak sangat berpengaruh besar terhadap tingkat

penerimaan negara, dengan adanya pembayaran pajak yang besar maka target

penerimaan negara akan semakin besar, oleh karena itu pemerintah memberikan

kemudahan pembayaran pajak melalui dua hal yaitu Tax Amnesty dan insentif

pajak.

Dari dua faktor terbsebut yang dapat mendorong tingkat kepatuhan wajib

pajak maka diharapkan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam Indonesia dapat

mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak. Dalam kerangka penelitian ini

dijelaskan hubungan Tax Amnesty dan insentif pajak terhadap tingkat kepatuhan

wajib pajak
2.2.1 Pengaruh Tax Amnesty Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Pengampunan pajak merupakansebuah produk kebijakan pemerintah

yangmemberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk memperbaiki kewajiban

perpajakannya di masa lalu melalui pengungkapan dan keterbukaan sukarela.

Agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan, sebuah kebijakanharus melalui lima

tahapan yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan,

implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan. Pada tahun 2016 pemerintah

melalui Direktorat Jenderal Pajakkembali mengeluarkan kebijakan pengampunan

pajak (tax amnesty).

Tax Amnesty dipandang sebagai jalan keluar untuk meningkatkan

penerimaan dimasa yang akan datang karena Tax Amnesty memberikan

kesempatan kepada wajib pajak untuk masuk atau kemabli ke administrasi

perpajakan. Pada umumnya pemberian Tax Amnexty berujuan untuk

meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek, meningkatkan kepatuhan

wajib pajak dimasa yang akan datang (Darussalam,2014)

Sejalan dengan hasil penelitian diatas Tax amnesty memiliki pengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak karena dengan adanya tax amnesty wajib pajak

terbebas dari segala hutang pajak atas seluruh hartanya yang baru dilaporkan,

terhapusnya segala sanksi administrasi dan sanksi pidana yang mengenai wajib

pajak, dan erbebas dari pemeriksaan dan penyidikan pajak yang biasanya

dilakukan. Sehingga tax amnesty diharapkan akan mendorong peningkatan

kepatuhan wajib pajak di masa yang akan datang. Selaras dengan penelitian

Ngadiman dan Huslin (2015) menyimpulkan bahwa tax amnesty berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar 1%.


Sedangkan menurut Nugraheni (2015:5) bila setiap wajib pajak

mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang peraturan

perpajakan, maka dapat dipastikan wajib pajak secara sadar akan patuh dalam

melakanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar sehingga mereka

terhindar dari pengenaan sanksi perpajakan yang berlaku. Dengan wajib pajak

memahami pengetahuan perpajakan maka wajib pajak dapat mengetahui

kewajiban yang harus dilakukan dalam hal perpajakan (Zuhdi et al,2015).

Berdasarkan uraian – uraian diatas baik dari konsep maupun hasil

penelitian terhadulu maka hipotesis satu (H1) penelitian adalah adanya pengaruh

Tax Amnesty terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

2.2.1 Pengaruh Insentif PajakTerhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Berawal dari kepatuhan pajak merupakan suatu masalah penting di

Indonesia terkait dengan pencapaian target penerimaan pajak. Hal tersebut

masalah kepatuhan wajib pajak orang pribadi (Lisa,2015). Wajib pajak orang

pribadi jauh lebih tidak patuh untuk memenuhi kewajiban perpajakannya daripada

wajib pajak badan (Jimenes dan Lyer, 2016). Berbagai cara dilakukan oleh

pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan, salah satunya adalah pemberian

keringanan melalui insentif pajak (Darussalam,2017:20).

Berdasarkan uraian – uraian diatas baik dari konsep maupun hasil

penelitian terhadulu maka hipotesis satu (H2) penelitian adalah adanya pengaruh

Insentif Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

H1

Darussalam,Nadiman,
Tax Amnesty dan Nugrhaeni
X1

(Ngadiman & Huslin)


Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Y1

(Sri Rahayu)

Efisiensi Insentif Pajak

X2 H2
(Suandy)
Lisa,Jimenes, dan
Darussalam

2.3 Hipotesis

Hipotesis Menurut Sugiyono (2017), hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah. Karena sifatnya masih sementara, maka perlu

dibuktikan kebenarannya melalui data empiric yang terkumpul.

Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis yang telah diuraikan, Maka dari itu

penulis berasumsi :

H1 : TaxAmnesty berpengaruh terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

H2 : efisiensi Insentif Pajak berpengaruh terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib

Pajak
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian Yang Digunakan

Menurut Sugiyono (2016;6) mengatakan bahwa Metodologi

Penelitian adalah :

“metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah


untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat
ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu
pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat
digunakan untuk memahami, memecahkan dan
mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.”

Sedangkan menurut Sudaryono (2015;10) pengertian metodologi

penelitian adalah :

“ kegiatan yang secara sistematis direncanakan oleh


para peneliti untuk memecahkan permasalahan yang hidup
dan berguna bagi masyarakat ataupun bagi peneliti itu
sendiri”

Kemudian menrut Sandu Siyoto dan Ali Sodik (2015;99) metode

penelitian merupakan suatu teknik atau prosedur untuk mengumpulkan

dan menganalisis data.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

metodologi penelitian adalah sebuah kegiatan yang sistematis

direncanakan yang bertujuan untuk dikembangkan, dan dibuktikan

kevalidasian data yang ada dengan suatu teknik atau prosedur untuk

menganalisis data yang ada.

3.1.1. Jenis Penelitian Yang Digunakan


Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan

pendekatan kuantitatif, menurut Sugiyono (2018;15) metode

kuantitatif adalah metode yang berdasar filsafat positivsme

bertujuan menggambarkan dan menguji hipotesis yang dibuat

peneliti. Penelitian kuantitatif memuat banyak angka – angka

dimulai dari pengumpulan data, pengolahan data, serta hasil yang

akan didominasi oleh angka.

Metode ini biasa disebut dengan metode positivstik

dikarenakan berasaskan pada fislafat positvisme. Selain itu metode

ini dikenal dengan metode scientific atau metode ilmiah

dikarenakan sudah memenuhi kaidah ilmiah seperti empiris,

terukur, objektif, sistemastis dan rasional. Seperti pengertian dari

V. Wiratna Sujarweni (2015;10) mengatakan bahwa metode

penelitian merupakan cara ilmiah (rasional, empiris, dan

sistematis) yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu untuk

melakukan penelitian.

3.1.2. Metode Yang Digunakan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deksriptif. Menurut Sugiyono (2017 ;11) penelitian deskriptif

adalah penelitian yang digunakan untuk menjawab rumusan

masalah yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan

variable mandiri, baik hanya pada satu variable atau lebih.

Sedangkan menurut Moleong (2016 ;11) penelitian deksriptif

adalah penelitian yang ditunjukkan untuk mencari dan


mengklarifikasi suatu fenomena atau kenyataan social dengan cara

mendeskripsikan sejumlah variable yang beruhubungan dengan

masalah dan unit yang diteliti.

3.1.3. Objek Penelitian

Menurut sugiyono (2016 ;39) objek penelitian merupakan suatu

atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang

mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dari pernyataan

tersebut dapat dijelaskan bahwa objek penelitian adalah suatu atribut

yang mempunyai variasi yang dapat ditarik kesimpulannya. Dalam

hal ini objek yang peneliti gunakan ialah Pengaruh Tax Amnesty dan

Efisiensi Insentif Pajak.

3.1.4. Unit Analisis

Menurut Sugiyono (2016;298) unit analisis adalah

“unit analisis adalah satuan yang di teliti yang bisa


berupa individu, kelompok, benda atau suatu latar
peristiwa sosial seperti misalnya aktivitas individu atau
sekelompok sebagai subjek penelitian.”

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa unit analysis

adalah satuan yang dapat diteliti dapat berupa individu, kelompok,

benda maupun latar peristiwa social. Maka dalam hal ini unit analisis

pada penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi.

3.1.5. Unit Observasi

Unit observasi menurut Husein Umar (2014:51) merupakan teknik

yang menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung


ataupun tidak langsung terhadap objek penelitiannya. Dalam penelitian ini

yang menjadi unit observasi adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah

terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak.

3.2. Operasional Variabel

Definisi operasional variable menurut Sugiyono (2015;38) adalah

“suatu attribut atau sifat atau nilai dari obyek atau kegiatan yang
memiliki variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”

Sedangkan menurut Juliansyah Noor (2017;97), operasional

variable merupakan bagian yang mendifinisikan sebuah konsep/

variable yang dapat diukur dengan cara melihat pada dimensi

(indikator) dari suatu konsep/variable. Maka variable yang akan diuji,

yaitu Tax Amnesty dan Insentif Pajak, dimana variable yang terkait

dalam penelitian adalah:

1) Variable Indenpenden / Bebas (X)

Menurut Sugiyono (2017;68) variable bebas adalah variable yang

mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbunya

variable terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variable

bebas adalah sebagai berikut :

1. Tax Amnesty

menurut Thomas Sumarsan (2017;443) Tax Amnesty adalah

penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai

sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana dibidang

perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar


Uang tebusan sebagai mana yang telah diatur dalam

Undang-Undang.

2. Insentif Pajak

Menurut Suandy (2016;19) Insentif Pajak merupakan

suatu bentuk fasilitas yang diberikan pemerintah kepada

insvestor luar negri untuk aktivitas tertentu atau untuk

suatu wilayah tertentu, (misalnya, untuk kawasan

Indonesia Bagian Timur). Biasanya insentif pajak ini

diberikan kepada guna pembangunan ekonomi suatu

negara khususnya dinegara berkembang

2) Variabel Dependen (Y)

Menurut Sugiyono (2017:68) variabel terikat adalah

variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena

adanya variabel bebas.Dalam penelitian ini, yang menjadi

variabel terikat (Y) adalah Kepatuhan Wajib Pajak. Pengertian

kepatuhan wajib pajak mengacu pada Siti Kurnia Rahayu

(2013:137-138) adalah Suatu keadaan dimana Wajib Pajak

memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak

perpajakannya. Maka operasionalisasi variable dapat dilihat pada

tabel dibawah :

Tabel 3.1
Operasional Variabel Pengaruh Tax Amnesty (X1)

variabel Konsep variabel indikator skala kuisoner


Tax Amnesty Tax Amnesty adalah penghapusan pajak -pemahaman Tax Ordinal 1

(X1) yang seharusnya terutang, tidak dikenai Amnesty

sanksi administrasi perpajakan dan -Kesadaran akan


2
sanksi pidana dibidang perpajakan, Tax Amnesty

dengan cara mengungkap Harta dan Ulfa (2018)


membayar Uang tebusan sebagai mana

yang telah diatur dalam Undang-Undang


3
(Thomas Sumarsan ,2017;443)

Tabel 3.2

Operasional Variabel Efisiensi Insentif Pajak (X2)

variabel Konsep variabel indikator skala kuisoner


Insentif Pajak Insentif Pajak merupakan suatu bentuk -efisiensi Ordinal 4

(X2) fasilitas yang diberikan pemerintah pemerintah

kepada insvestor luar negri untuk -kinerja ekonomi


5
aktivitas tertentu atau untuk suatu Kuncoro (2010)

wilayah tertentu, (misalnya, untuk

kawasan Indonesia Bagian Timur). 6

Biasanya insentif pajak ini diberikan

kepada guna pembangunan ekonomi 7

suatu negara khususnya dinegara

berkembang (Suandy ,2016;19)


Tabel 3.3

Operasional Variabel Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y1)

variabel Konsep variabel indikator skala kuisoner


Kepatuhan Kepatuhan Wajib Pajak adalah Suatu -kepatuhan dalam Ordinal 8

Wajib Pajak keadaan dimana Wajib Pajak melaporkan SPT


9
(Y1) memenuhi semua kewajiban tepat waktu

perpajakan dan melaksanakan hak -kepatuhan

perpajakannya (Siti Kurnia Rahayu , terhadap ketentuan 10

2013:137-138) material dan

yuridis formal

perpajakan

Rahayu (2010 ;

140), Chaizi

Nasucha dalam

Erly

Suandy(2014: 97)

3.2.1. Skala Penelitian Variabel

Teknik dalam pemberian skor yang digunakan dalam kuisioner

penelitian ini adalah teknik skala Likert. Penggunaan skala Likert

menurut Sugiyono (2014;132) skala Likert digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok

orang tentang fenomena social.

Dan Sugiyono (2014;132) juga mengemukakan bahwa :

“macam-macam skala pengukuran dapat berupa skala

nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala rasio, dari skala
pengengukuran itu akan diperoleh data nominal, ordinal, interval,

dan rasio”.

Penelitian ini menggunakan skala ordinal, menurut Sugiyono

(2014;98) menyatakan skala adalah skala pengukuran yang tidak

hanya menyatakan kategori, tetapi juga menyatakan peringkat

construct yang diukur”.

3.2.2. Populasi, Penarikan Sample dan Tempat Waktu Penelitian

Teknik Penelitian data yang akan digunakan dalam penelitian dibagi

menjadi dua bagian, yaitu populasi dan sample. Pengerituan tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut:

3.2.3. Populasi

Menurut Sugiyono (2017:136), pengertian populasi dapat didefinisikan

sebagai berikut:

“generalisasi yang terdiri atas : objek/Subjek yang mempunyai

kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk

mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Dari pengertian tersebut dapat disumpulkan bahwa

populasi merupakan obyek/subjek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang telah ditetapkan peneliti untuk

dipelajari. Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak yang

terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama bandung Cicadas.

3.2.4. Penarikan Sample

Sample penelitian menurut Sugiyono (2017:137) adalah bagian

dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.


Pengukuran sample merupakan suatu langkah untuk

menentukan besarnya sample yang diambil dalam melaksanakan

penelitian. Untuk menentukan besarnya sample dapat dilakukan

dengan statistic atau berdasarkan estimasi penelitian.

Pengambilan sample ini harus dilakukan sedemikian rupa

sehingga diperoleh sample yang benar-benar dapat menggambarkan

populasi yang sebenarnya atau representative (mewakili).

Menurut Roscoe dalam Sugiyono (2018:164) berpendapat

bahwa ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30

samapai dengan 500. Bila sampel dibagi dalam kategore maka jumlah

sampel harus sesuai dengan ukuran sampel tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk menentukan sampel

dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan rumus Yamane dalam

Sugiyono (2016:149) sebagai berikut:

Keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah Populasi

e = Tingkat Kesalahan sampel (sampling Error), Biasanya

5%

n= 30
1 + 30 10²

n= 30 = 23 responden

1.30

Berdasarkan rumus Yamane tersebut, maka diperoleh jumlah

sampelnya adalah sebanyak 23 orang.

3.2.4.1. Tempat Serta waktu Penelitian

Tempat dan Waktu Penelitian yang akan peneliti laksanakan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut

3.2.4.2. Tempat Penelitian

Tempat yang akan peneliti tuju adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Cicadas, yang berolokasi di Jl. Sokarno-Hatta No.781,Bandung.

3.2.4.3. Waktu Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis membuat rencana jadwal

penelitian yang dimulai dengan tahap persiapan sampai ke taham akhir

yaitu pelaporan hasil penelitian.

Tabel 3.5
Waktu Pelaksanaan Penelitian

No Deskripsi Kegiatan 2020-2021

Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei

1 Pra Survei:
a. Pengajuan Judul

b. Persiapan Teori

c. Mencari Tempat
Penelitian
2 Usulan Penelitian :

a. Penulisan UP

b. Bimbingan UP

c. Sidang UP

d. Revisi UP

3 Pengumpulan Data

4 Pengolahan Data

5 Penyusunan Skripsi:

a. Bimbingan Skripsi

b. Sidang Skripsi

c. revisi Skripsi

d. Pengumpulan Draft
Skripsi

3.5. Metode Pengujian Data

Dalam penelitian daya yang diambil berasal dari data primer yang

telah diisi oleh responder untuk enguji kebenaran maka jawaban yang

diberikan oleh responden perlu diuji terlebih dahulu menggunakan Uji

Validitas dan Uji Realibitas, maka uraian nya sebagai berikut:

3.5.1. Uji Validitas

Uji Validitas digunakan untuk menunjukan tingkat

keandalan atau ketetapan suatu alat ukur. Validitas menunjukan

derjat ketetapan antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek

dengan data yang dikumpulkan oleh peneliti.


Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk

mengkur apa yang seharusnya diukur. Sugiyono (2018:121)

mengemukakan bahwa:

“Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara

data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi

pada obyek yang diteliti. Instrumen yang valid berarti alat ukur

yang digunakan untuk mendapaktkan data (mengukur) itu

valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk

mengukur apa yang seharusnya diukur”.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat

disimpulakn bahwa uji validitas adalah suatu alat yang

mengukur keterkaitan dengan kuisoner yang disebrkan oleh

peneliti.

Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan

adalah kuisioner. Untuk mencari validitas, harus

mengkorelasi skor dari setiap pertanyaan dengan skor

seluruh pertanyaan, jika memliki keofisien korelasi lebih

besar dari 0,3 maka dinyatakan valid tetapi jika

keofisiennya korelasinya dibawah 0,3 maka dinyatakan

tidak valid. Dalam mencari nilai korelasi maka penulis

menggunakan rumus Preason Product Moment, dengan

rumus sebagai berikut:


Dimana :

r = Keofisien Korelasi

n = Jumlah Responder

∑X = Jumlah Skor item Instrument

∑Y = Jumlah Total Skor Jawaban

∑X2 = Jumlah Kuadrat Skor Item

∑Y2 = jumlah kuadrat total skor jawaban

∑XY = jumlah perkalian skor jawaban suatu item dengan total skor

Angka tersebut yang diporelih harud dibandingkan

dengan standar nilai korelasi validitas, menurut Sugiyono

(2017:125) nilai standar dari validitas adalah sebesar 0,3. Jika

angka korelasi diperoleh lebih besar daripada nilai standar

maka pertanyaan tersebut valid (Signifikan).

3.2.5. Uji Reabilitas

Menurut Sugiyono (2017:130) menyatakan bahwa uji reliabilitas

adalah sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan objek

yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Uji reliabilitas

dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh pernyataan. Untuk uji

reliabilitas digunakan metode split half, hasilnya bisa dilihat dari nilai
Correlation Between Forms. Hasil penelitian reliabel terjadi apabila

terdapat kesamaan data dalam waktu yangnberbeda. Instrumentyang

reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kalinuntuk

mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Metode

yang digunakan adalah Split Half, dimana instrument dibagi menjadi dua

kelompok.

Dimana :

r
AB = Korealsi Pearson Product Moment

∑A = Jumlah total Skor Belahan ganjil

∑B = Jumlah total skor belahan genap

∑A2 = jumlah kuadrat skor belahan ganjil

∑B2 = jumlah kuadrat skor belahan genap

∑AB = Jumlah perkalian skor jawaban belahan ganjil dan genap

Apabila korelasi 0,7 atau lebih maka dikatakan item tersebut

memeberikan tingkat realibel yang cukup tinggi, namun sebaliknya

apabila nilai korelasi dibawah 0,7 maka dikatakan item tersebut kurang

realibel
Dimana:

r = koefisien korelasi

rb = korelasi product moment antara belahan pertama dan

kedua batas reliabilitas minimal 0,7

Setelah didapat reabilitas (rhitung) maka nilai tersebut

dibandingkan dengan rtabel yang sesuai dengan jumlah responder

dan taraf nyata dengan ketentuan sebagai berikut :

bila rhitung ≥ rtabel : instrument tersebut dikatakan reliabel

bila rhitung ≤ rtabel :Instument tersebut dikatakan tidak reliabel

3.6. Metode Analisis Data

3.6.1. Analisis data Metode Deskritif

Analisis Deskriptif pada penelitian ini, digunakan untuk menjawab

rumusan masalah mengenai kondisi masing-masing variable

penelitian. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, alat analisis

yang digunakan adalah statistic deskriptif. Adapun menurut Sugiyono

(2018;239-239) mengenai statistic deskriptif:

“statistic yang digunakan untuk menganaslisis data dengan cara


mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagai mana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum atau generalisasi”

Dalam penelitian ini, adapun penulis menjabarkan langkah –

langkah yang dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut:


1. Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara

menyebarkan kuisioner. Kuisioner yang diteliti adalah sampel

yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Melakukan pengumpulan data. Penulis menentukan alat untuk

memperoleh data dari elemen-elemn yang akan diselidiki.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah dftar

penyusunan pernyataan atau kuisioner. Penulis menggunakan

skala Likert untuk mengindintefekasi nilai kuisinoer dari

masing-masing variable penelitian yang diajukan kepada

responder.

3. Daftar kuesioner disebarkan ke unit ovservasi yaitu, wajib

pajak yang telah terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Bandung Cicadas.

Tabel 3.6

Ukuran Alternatif Jawaban Kuesioner

No Pilihan Jawaban Bobot Nilai


Positif Negatif
1 Sangat Paham/Sangat Efektif/ Sangat Patuh 5 1
2 Paham/Efektif/Patuh 4 2
3 Cukup Paham/Cukup efektif/Cukup Patuh 3 3
4 Kurang paham/kurang efektif/kurang patuh 2 4
5 Tidak paham/tidak efektif/tidak patuh 1 5
1. Apabila data kuesioner terkumpul, kemudian dilakukan

pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan cara

mentabulasi data, kemudian data tersebut disajikan dan

dianalisis. Untuk menilai variable X dan Y, aka analisis yang

digunakan dihitung berdasarkan rata-rata (mean) dari masing-

masing variable. Nilai rata-rata (mean) diperoleh dengan

menjumlahkan data keseluruhan dari setiap variable,

kemudian dibagi dengan jumlah responden. Rumus yang

digunakan sebagai berikut:

Dimana :

Me = Rata-Rata

∑ = Sigma (Jumlah XdanY)

Xi =Nilai Xke-i sampai ke-n

Yi =Nilai Yke-i sampai ke-n

n = Jumlah responden yang akan dirata-rata

setelah diperoleh rata-rata dari masing-masing variable kemudian

dibandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan berdasarkan nilai

terendah dan nilai tertinggi dari hasil kuisioner.


Nilai terendah dan nilai tertinggi, tersebut masing-masing penulis

ambil dari banyaknya pertanyaan dalam kuisioner dikalikan dengan

nilai terendah (1) dan nilai tertinggi (5) yang telah diteteapkan.

Berdasarkan nilai tersebut maka dapat ditentukan rentang interval

yaitu nilai tertinggi dikurangi nilai terendah, sedangkan menghitung

panjang kelas dengan cara membagi rentang interval dengan jumlah

kelas. Adapun penjelasannya, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Untuk variable X1 Penerapan Tax Amnesty terdapat 3 pertanyaan,

nilai tertinggi adalah (5 x 3), nilai terendah adalah (1 x 3) dan

kelas interval adalah 2,4 ((15-3)/5). Adapun ukuran penliatan

Penerapan Tax Amnesty adalah sebagai berikut :

Tabel 3.7

Ukuran Penilaian Peneprapan Tax Amnesty

No Interval Kriteria

1 3,0-5,4 Tidak Efektif

2 5,5-7,4 Kurang efektif

3 7,5-9,9 Cukup efektif

4 10-12,4 Efektif

5 12,5-15 Sanngat efektif

1) Untuk variable X2 Efisiensi Insentif Pajak terdapat 4

pertanyaan, nilai tertinggi adalah (5 x 4), nilai terendah

adalah (1 x 4) dan kelas interval adalah 3,2 ((20-4)/5).

Adapun ukuran penliatan Efisiensi Insentif Pajak adalah

sebagai berikut :
Tabel 3.8

Ukuran Penilaian Efisiensi Insentif Pajak

No Interval Kriteria

1 3,2-6,4 Tidak Efektif

2 6,5-9,9 Kurang efektif

3 10-13,2 Cukup efektif

4 13,3-16,5 Efektif

5 16,6-20 Sanngat efektif

2) Untuk variable Y1 Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak terdapat

3 pertanyaan, nilai tertinggi adalah (5 x 3), nilai terendah

adalah (1 x 3) dan kelas interval adalah 2,4 ((15-3)/5).

Adapun ukuran penliatan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

adalah sebagai berikut :

Tabel 3.9

Ukuran Penilaian Peneprapan Tax Amnesty

No Interval Kriteria

1 3,0-5,4 Tidak Efektif

2 5,5-7,4 Kurang efektif

3 7,5-9,9 Cukup efektif

4 10-12,4 Efektif

5 12,5-15 Sanngat efektif

3.6.2. Analisis Data Metode Verkatif


Dalam analisis verifikatif cara atau teknik statistic yang digunakan

adalah statistic inferensial. Statistic inferensial adalah teknik

statistic yang dugnakan untuk menganalisis data sampel dan

hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2017;148).

Metode verifikatif digunakan untuk menguji kebenaran dari suatu

hipotesis

A. Analisis Korelasi Berganda

Analisis korelasi berganda merupakan analisis yang digunakan

untuk mengetahui derajat atau kekuatan hubungan variabel

X1,X2 dan Y1 dengan rumus yang digunakan sebagai berikut :

Berdasarkan nilai r yang diperoleh maka dapat dihubungkan

-1<r<1 yaitu:
Apabila r =1, artinya terdapat hubungan positif antara variable X1,X2,

dan variable Y1.

Apabila r= (-1), artinya terdapat hubungan antara variable X1,X2 dan

variable Y1.

Apabila r= 0, artinya tidak terdapat hubungan korelasi.

Untuk dapar memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi

yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada

ketentuan yang dikemukakan Sugiyono (2017:184) seperti tertera pada

tabel berikut :

Untuk dapar memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi

yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada

ketentuan yang dikemukakan Sugiyono (2017:184) seperti tertera pada

tabel berikut :

Tabel 3.10
Pedoman untuk Memberikan Interprestasi Koefisien
Korelasi
Interval Tingkat
Koefisien Hubungan
0,000 – 0,199 Sangat Rendah
0,200 – 0,399 Rendah
0,400 – 0,599 Sedang
0,600 – 0,799 Kuat
0,800 – 0,999 Sangat Kuat
Sumber : Sugiyono (2017:184)

3.7. Uji Hipotesis


Dalam penelitian, pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji

hipotesis secara parsial maupun secara simultan, yang dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Pengujian Hipotesis Parsial (Uji T)

Menurut Imam Ghozali (2018:98-99) mengenai uji statistik t

adalah sebagai berikut:

“Uji statistik t atau uji signifikan parameter individual. Uji

ini menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel

independen secara parsial terhadap variabel dependen.”

Variabel independennya dalam penelitian ini adalah

Penerapan Tax Amnesty dan Efisiensi Insentif Pajak. Variabel

dependennya adalah Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Dengan

menggunakan tingkat signifikan 5% dan degree of freedom (df)

untuk menguji pengaruh df = n – 2, dapat dilihat nilai t tabel untuk

menguji 2 (dua) pihak, selanjutnya ditetapkan nilai thitung. Adapun

rumus yang diajukan oleh Sugiyono (2017:288) adalah sebagai

berikut:

Keterangan:

r = Koefisien Korelasi
n = Jumlah Data
t = Tingkat signifikan thitung diperbandingkan dengan
ttabel

Kemudian menentukan model keputusan


dengan menggunakan statistik uji t, dengan melihat

asumsi sebagai berikut:

a. Tingkat signifikan α = 0,05 (5%)

b. Degree of freedom (df) = n - 2


c. Hasil thitung dibandingkan dengan ttabel

Berpedoman kepada Sugiyono (2017:288-289)

uji kriterianya adalah sebagai berikut:

a. Jika thitung > ttabel pada α = 5 % atau thitung < ttabel atau P
value (sig) < α

maka Ho ditolak dan H1 diterima (berpengaruh).

b. Jika thitung < ttabel pada α = 5 % atau thitung > ttabel atau P
value (sig) > α

maka Ho diterima dan H1 ditolak (tidak berpengaruh).

Jika hasil pengujian statistik menunjukan Ho ditolak, berarti

variabel- variabel independen yang terdiri dari Pengaruh Tax

Amnesty dan Efisiensi Insentif Pajak secara parsial mempunyai

pengaruh terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Tetapi apabila

Ho diterima, berarti variabel-variabel independen tersebut tidak

mempunyai pengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

Gambar 3.1

Kurva Distribusi Uji T


Berpedoman kepada Sugiyono (2017: 288-289) bentuk

penetapan hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut:

H0 : r = 0 atau Ha : r ≠ 0

Dimana:

H0 = format hipotesis awal (hipotesis nol).


Ha = format hipotesis alternatif.
R = koefisien korelasi hubungan antar variabel.

Dalam penelitian ini, penetapan hipotesis

statistiknya adalah sebagai berikut:

1 H01 : r = 0, Pengaruh Tax Amnesty tidak berpengaruh signifikan


. terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak.

Ha1 : r ≠ 0, Pengaruh Tax Amnesty berpengaruh signifikan terhadap


Kepatuhan Wajib Pajak.

2 H02 : r = 0, Efisiensi Insentif Pajak tidak berpengaruh signifikan


. terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

Ha2 : r ≠ 0, Efisiensi Insentif Pajak berpengaruh signifikan terhadap


Kepatuhan Wajib Pajak.
2. Pengujian Hipotesis Simultan (Uji F)

Menurut Imam Ghozali (2018:98) mengenai uji statistik f

adalah sebagai berikut:

“Uji statistik F atau uji signifikansi simultan. Uji ini


menunjukkan apakah semua variabel independen atau
bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen/terikat.”

Adapun rumus yang diajukan oleh Sugiyono (2017:284) adalah

sebagai berikut:
Keterangan:
R2 = Koefisien Korelasi Ganda

k = Jumlah Variabel Independen

n = Jumlah Sampel

n-k-1 = Degree of Freedom

Nilai Fhitung dari hasil pertimbangan menggunakan rumus di

atas kemudian diperbandingkan dengan Ftabel atau f yang diperoleh

dengan menggunakan tingkat risiko 5% dan degree of freedom (df =

n - k - 1). Uji F hasil perhitungan diperbandingkan dengan Ftabel

dengan kriteria:

a. Jika Fhitung > Ftabel pada α = 5 % atau P Value (sig)

< α maka Ho ditolak dan H1 diterima

(berpengaruh).

b. Jika Fhitung < Ftabel pada α = 5 % atau P Value (sig) > α maka Ho

diterima dan

H1 ditolak (tidak berpengaruh).

Asumsi jika terjadi penolakan Ho maka dapat diartikan

sebagai adanya pengaruh signifikan dari variabel-variabel

independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel

dependen.

Gambar 3.2
Kurva Distribusi Uji F

Berpedoman kepada Sugiyono (2017:285-286) bentuk

penetapan hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut:

H03 : r = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan Penerapan Tax


Amnesty dan Efisiensi Insentif Pajak secara simultan
terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak.

Ha3 : r ≠ 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan Penerapan


Tax Amnesty dan Efisiensi Insentif Pajak secara simultan
terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak.
Daftar Pustaka

Ariesta, R. P. (2017). Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Sanksi Perpajakan, Sistem


Administrasi Perpajakan Modern, Pengetahuan Korupsi, dan Tax Amnesty terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Semarang Candisari (Doctoral dissertation,
Universitas Negeri Semarang).
Ali, S., Sanim, B., Harianto, H., & Djohar, S. (2011). Analisis Manfaat Insentif Pajak
Penghasilan dan Pengaruhnya pada Kepatuhan Wajib Pajak Studi Tentang Kepuasan
Wajib Pajak terhadap Insentif Pajak pada Perusahaan PMA Agribisnis Tahun 2000 Sd
2007. Jurnal Telaah dan Riset Akuntansi, 4(1), 21-32.
Dr, Siti Kurnia Rahayu, 2017. Perpajakan (Konsep dan Aspek formal).Bandung, Rekayasa
Sains.
Hutasoit, Ganda. "Pengaruh Tax Amnesty terhadap kepatuhan wajib pajak di kota
Palembang." SNTIBD 2.1 (2017): 38-43.
KURNIASARI, R. D. (2020). PENGARUH TAX AMNESTY TERHADAP TINGKAT
KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Studi Kasus pada KPP Pratama di
Lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III) (Doctoral dissertation, Universitas Mercu Buana
Jatisampurna).
Direktorat Jenderal Pajak. 2013. Fasilitas dan Insentif Pajak Penghasilan Indonesia : Edisi
II.Jakarta: Penulis.
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA.,Ak, 2019. Perpajakan edisi Terbaru 2019. Yogyakarta,
Andi.
Rakhmi, A. (2020). PENGARUH TAX AMNESTY TERHADAP KEPATUHAN WAJIB
PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA BANJARMASIN. Dinamika Ekonomi-
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 13(2), 424-435.
Narimawati, Umi. 2010. Metodologi Penelitian: Dasar Penyusun Penelitian
Ekonomi.Jakarta,Genesis
Nengtyas, R. U. (2019). Tingkat Pengetahuan Wajib Pajak atas Fasilitas Zakat Penghasilan
sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak dalam Meningkatkan Kepatuhan (Doctoral
dissertation, Universitas Brawijaya).
Rachmawati, N. A., & Ramayanti, R. (2016). Manfaat Pemberian Insentif Pajak Penghasilan
dalam Kepatuhan Wajib Pajak UMKM. Jurnal Akuntansi, Ekonomi dan Manajemen
Bisnis, 4(2), 176-185.
Ngadiman, dan D. Huslin. 2015. Pengaruh Sunset Policy, Tax Amnesty, dan Sanksi
PajakTerhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris di Kantor Pelayanan
PajakPratama Jakarta Kembangan).Jurnal Akuntansi, 12 (2): 225-241.
Mardiasmo. 2016. Perpajakan. Edisi Revisi.Yogyakarta, Andi
Mustadir, M., Modding, B., & Mursalim, M. (2020). Pengaruh Pengawasan Dan Sanksi
PerpajakanTerhadap Kesadaran Wajib Pajak Pasca Program Tax Amnesty. Journal of
Accounting and Finance (JAF), 1(1), 41-55.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D.Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT Alfabet.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung: CV Alfabeta.
Tisnavianti, R., & Aisyah, H. S. (2020). TAX AMNESTY APPLICATION ON TAX
OBJECTS THAT BECAME DISPUTES IN THE COURT IN INDONESIA. PalArch's
Journal of Archaeology of Egypt/Egyptology, 17(3), 1878-1885.
UN, C. (2018). Design and Assessment of Tax Incentives in Developing Countries. Selected
issues and a country experience. UN publication.
Viega Ayu Permata Sari. (2017). PENGARUH TAX AMNESTY, PENGETAHUAN
PERPAJAKAN, DAN PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB
PAJAK. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi Volume 6, Nomor 2, ISSN : 2460-0585.
Website:

https://news.ddtc.co.id/peluang-meningkatkan-kepatuhan-dengan-insentif-pajak-24657

https://ekonomi.bisnis.com/read/20191017/259/1160343/tax-amnesty-reformasi-pajak-

yang-tak-usai

https://djponline.pajak.go.id

Anda mungkin juga menyukai