BAB I
PENDAHULUAN
pada awal proses pembangunannya lebih condong untuk memilih atau lebih
2011)
Secara spasial dampak negatif dapat dibagi pada dua wilayah yaitu terhadap
Kota yang terbentuk sejak tahun 2007 ini, dibagi menjadi 5 kecamatan yaitu
kemiskinan.
milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain – lain
pendapatan asli daerah yang sah (Mardiasmo, 2002). Dalam Undang – Undang
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bagi Hasil Pajak dan bukan Pajak. Pendapatan
Asli Daerah sendiri terdiri dari : Pajak Daerah, Retrebusi Daerah, Hasil
pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain lain PAD yang sah
semua hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih. Pendapatan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan,
dan lain-lain pendapatan daerah yang sah (Wati dan Fajar, 2017)
Tabel 1.1
Realisasi Penerimaan Daerah Menurut Jenis Penerimaan Di Kota
Subulussalam,Tahun 2015-2017
9 8
*)Data Tidak Tersedia
4
Pendapatan yang diterima oleh Provinsi Aceh selama ini cukup besar,
yaitu 35,95 trilyun rupiah pada tahun 2014. Dana ini dijalankan oleh Pemerintah
Provinsi Aceh sebesar 13,81 trilyun rupiah dan sisanya sebesar 22,14 trilyun
pada tahun tersebut sebesar 3,46 trilyun rupiah. Pada tahun 2014 tersebut, realisasi
belanja Pemerintah Provinsi Aceh adalah sebesar 12,05 trilyun rupiah, dan total
2017)
Pada tahun 2015, dana yang diterima oleh Provinsi meningkat menjadi
39,99 trilyun rupiah yang 12,61 trilyun rupiah diantaranya dijalankan oleh
Pemerintah Provinsi Aceh dan 27,38 trilyun rupiah sisanya dilaksanakan oleh
roda pemerintahan. Sehingga pada tahun 2015 terbentuk silva anggaran sebesar 70
milyar rupiah. Belanja pemerintah Provinsi Aceh pada tahun ini tercatat sebesar
12,32 trilyun rupiah, sedangkan belanja seluruh kabupaten kota pada tahun yang
44,05 trilyun rupiah, untuk pemerintah Provinsi Aceh sebesar 12,65 trilyun rupiah
rupiah, dan 30,26 trilyun rupiah sisanya oleh Kabupaten/Kota. Artinya ada 1,6
trilyun rupiah pendapatan daerah yang belum terbelanjakan pada tahun ini. (BPS
Aceh, 2017)
5
trilyun rupiah, yang bersumber dari APBA sebesar 14,73 trilyun rupiah dan dari
APBD sebesar 30,88 trilyun rupiah. Dana tersebut rencananya akan dibelanjakan
sebesar 15,18 trilyun rupiah oleh Pemerintah Provinsi dan 30,92 trilyun rupiah
lagi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sehingga total belanja yang dilakukan oleh
Pemerintahan Daerah Aceh senilai 46,09 trilyun rupiah, atau mengalami defisit
Tabel 1.2
Realisasi Pendapatan dan Belanja Provinsi Aceh dan Kabupaten/Kota
Tahun 2013-2017 (Trilyun Rupiah)
Aceh tahun 2017 sangat tinggi dibanding tingkat dua. Kabupaten Aceh Utara
mempunyai pendapatan daerah tertinggi, sebesar 2,72 trilyun rupiah, diikuti oleh
terendah adalah Aceh Singkil dengan target pendapatan sebesar 900 milyar,
diikuti oleh Kabupaten Gayo Lues dan Pidie Jaya. (BPS Aceh, 2017)
Gambaar 1.1
Anggaran Pendapatan Provinsi Aceh dan Kabupaten/Kota Dalam Provinsi
Aceh Tahun 2017 (Trilyun Rupiah)
rupiah dan yang terendah adalah Kota Sabang dengan target pendapatan hanya
sebesar 670 milyar rupiah. Hal yang sama juga terjadi pada belanja daerah,
Utara (2,72 trilyun rupiah) dan belanja terendah dilakasanakan oleh pemerintah
kabupaten Aceh Singkil (900 milyar rupiah). Sedangkan untuk kota, belanja
7
terbesar dilakukan oleh pemerintah Kota Langsa (1,03 trilyun rupiah) dan belanja
daerah terkecil berada di Kota Sabang (670 milyar rupiah). (BPS Aceh, 2017)
Pemasukan PAD Kota Subulussalam terbilang minim, hanya 7,88 milyar rupiah
selama tahun 2013. Akan tetapi meningkat pesat sehingga ditargetkan akan
mencapai angka 69,70 milyar rupiah pada tahun 2017. Sedangkan PAD terbesar
didapatkan oleh Kota Banda Aceh dengan nilai mencapai 129 milyar rupiah pada
tahun 2013 dan terus meningkat setiap tahunnya hingga ditagertkan akan
mencapai 240 milyar rupiah pada tahun 2017. Namun melihat fenomena yang
terjadi, sepertinya alokasi belanja modal belum sepenuhnya dapat terlaksana bagi
belanja modal masih belum terorientasi pada publik. Salah satunya disebabkan
Tabel 1.3
Produk Domestik Regional Bruto Kota Subulussalam Atas Dasar Harga
Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha (juta rupiah), 2013-2017
Lapangan Usaha/Industry 2013 2014 2015 2016 2017
Pertanian, Kehutanan, dan
A Perikanan/Agriculture, 252,407.8 259,854.6 268,288.7 283,444.5 295,648.0
Forestry and Fishing
Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa 205,336.8 213,031.9 221,253.1 236,320.0 247,352.0
Pertanian
Kehutanan dan Penebangan
Kayu 38,634.8 38,106.1 37,994.7 37,816.5 38,721.0
Perikanan 8,436.1 8,716.5 9,040.9 9,307.9 9,575.0
Pertambangan dan
Penggalian/Mining and
B Quarrying 97,948.3 95,072.2 80,682.8 64,362.1 57,604.5
Industri
C Pengolahan/Manufacturing 129,894.0 139,231.4 148,127.3 159,266.7 167,138.6
Pengadaan Listrik dan
D Gas/Electricity and Gas 1,157.7 1,185.4 1,265.7 1,349.4 1,438.0
Pengadaan Air, Pengelolaan
E Sampah, Limbah dan Daur 157.1 165.9 181.9 199.1 218.9
Ulang/Water supply,
Sewerage, Waste
Management
and Remediation Activities
F Konstruksi/Construction 129, 627.8 142,002.8 153,685.8 166,499.7 178,024.7
Perdagangan Besar dan
G Eceran; Reparasi Mobil dan 159, 245.6 167, 979.5 189,363.9 208,389.8 227,914.7
Sepeda Motor/Wholesale
and Retail Trade; Repair of
Motor Vehicles and
Motorcycles
Transportasi dan
Pergudangan/Transportation
H and 55,263.8 58,193.7 58,876.9 60,036.7 60,792.5
Storage
Penyediaan Akomodasi dan
I Makan 7,045.1 7,847.4 8,857.4 9,869.1 10,996.8
Minum/Accommodation
and Food Service Activities
Informasi dan
Komunikasi/Information
J and 34,969.5 37,270.5 37,859.1 38,353.8 39,608.5
Communication
Jasa Keuangan dan
Asuransi/Financial and
K Insurance 12,867.9 15,156.8 18,117.6 20,453.5 23,579.3
Activities
Real Estat/Real Estate
L Activities 34,352.3 36,404.9 37,401.4 38,699.6 41,097.9
Jasa Perusahaan/Business
M,N Activities 3,093.6 3,278.3 3,557.0 3,816.7 4,126.5
O Administrasi Pemerintahan, 66,772.5 70,941.3 73,773.7 79,504.6 84,235.5
9
bahwa adanya kepentingan politik dari lembaga legislatif yang terlibat dalam
aspek yang penting setidaknya karena tiga alasan. Pertama, aspek sosial adalah
ini. Pendapatan yang tinggi menghasilkan kapasitas untuk tingkat kehidupan yang
lebih baik. Sebaliknya standar kesejahteraan yang lebih besar akan menghasilkan
produktivitas dan efisien yang lebih tinggi. Ketiga, kemajuan sosial berperan
bahwa ,”Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang
untuk mengelola keuangan daerah terutama belanja modal secara efektif, efesien
antara Pemerintah Pusat dan Daerah efektif diberlakukan per Januari tahun 2001
memberikan peluang bagi daerah untuk menggali potensi lokal dan meningkatkan
sudah sewajarnya apabila PAD dijadikan salah satu barometer dalam pelaksanaan
otonomi daerah. Masalahnya proporsi penerimaan yang berasal dari PAD propinsi
antara kemampuan daerah (fiscal capacity) dan kebutuhan daerah (fiscal need).
membatasi data yang akan di uji adalah sebatas PAD dan PDRB serta
Subulussalam.
Subulussalam.
2. Bagi sektor riil, hasil penelitian ini merupakan informasi yang penting
usaha.