Anda di halaman 1dari 12

HAMPIR TENGGELAM (NEAR DROWNING)

Dzulfikar DLH

Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak/


FKUP dr. Hasan Sadikin Bandung,

Agustus 2011

Prof.Dr.Nanan Sekarwana, dr., SpA(K), MARS


NIP 19491104 197611 1001

Departemen Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin
Bandung
DAFTAR ISI

I. Pendahuluan ..........................................................................................................1
II. Epidemiologi .........................................................................................................1
III. Definisi..................................................................................................................2
IV. Klasifikasi ............................................................................................................2
V. Patofisiologi ..........................................................................................................3
5.1 Efek Terhadap Paru........................................................................................3
5.2 Efek Terhadap Kardiovaskular ......................................................................4
5.3 Efek Terhadap Susunan Saraf Pusat .............................................................4
VI. Tatalaksana............................................................................................................5
VII. Prognosis ...............................................................................................................7
VIII. Kesimpulan ...........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA
Hampir Tenggelam
(Near Drowning)

I. Pendahuluan
Tenggelam merupakan kasus gawat darurat, termasuk penyebab kematian utama karena
kecelakaan pada anak, dan memerlukan pertolongan cepat di tempat kejadian, kemudian
dilanjutkan dengan perawatan secara intensif. Secara umum, di dunia, sekitar 500.000
orang tenggelam setiap tahunnya. kejadian tenggelam pada anak sekitar 4,6/100.000/tahun.
Kematian terjadi 32,8/100 korban tenggelam, 5-12% korban yang berhasil bertahan hidup
mengalami kerusakan neurologis berat yang permanen.1,2
Awalnya, kasus tenggelam (immersion/drowning)dan hampir tenggelam
(submersion/near drowning)dianggap sama dengan keadaan tenggelam (drowning).Akibat
terpenting peristiwa tenggelam adalah/hampir tenggelam adalah hipoksia, sehingga
oksigenisasi, ventilasi, dan perfusi harus dipulihkan secepat mungkin. Hal ini memerlukan
tindakan resusitasi jantung paru dan layanan kegawatdaruratan medis.1,3-6 Terapi resusitasi
inisiasi di tempat kejadian sebelum sampai di rumah sakit dilanjutkan respons cepat dan
tatalaksana agresif tim ruang gawat darurat dan ruang intesif rumah sakit mereduksi
mortalitas karena gangguan kardiorespiratori akibat tenggelam. Kerusakan neurologis
karena hipoksemia dan iskemia menjadi penyebab mortalitas dan morbiditas jangka
panjang.1

II. Epidemiologi
Tenggelam merupakan penyebab kematian kedua pada anak berusia 1-14 tahun di
Amerika Serikat berdasarkan data National Center Health for Statistics tahun 1997,
sedangkan di California, Arizona dan Florida, tenggelam merupakan penyebab kematian
kecelakan nomor satu. The US consumer Product Safety Comission melaporkan bahwa
pada anak usia < 5 tahun, jumlah kematian di kolam renang 14 kali lebih banyak daripada
kecelakaan lalu lintas, lebih dari 1500 anak meninggal setiap tahunnya karena tenggelam.1-
3,7

Angka kejadian tenggelam di Indonesia yang tepat belum dan pasti belum ada, akan
tetapi mengingat tanah air kita terdiri dari ribuan pulau dengan sungai-sungai yang besar,
angka kejadian tenggelam pasti besar.3
Kasus-kasus hampir tenggelam pada anak umumnya terjadi di kolam renang di
perumahan. Pearn dan Nixon mendapatkan bahwa 74% lokasi kejadian adalah kolam
1
renang pribadi di perumahan, tempat lainnya adalah bak kamar mandi, saluran air,
empang, danau, laut, dan teluk.1,3
Kasus hampir tenggelam di luar rumah lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada
perempuan, yaitu 3:1 sampai 10:1.1Model melaporkan bahwa kelompok usia terbesar yang
mengalami peristiwa tenggelam adalah usia 1-4 tahun dan 10-19 tahun.1,5,8-10

III. Definisi
Tenggelam (drowning) adalah kematian akibat asfiksia yang terjadi dalam 24 jam setelah
peristiwa tenggelam di air, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah korban
masih dalam keadaan hidup lebih dari 24 jam setelah setelah peristiwa tenggelam di air.
Jadi, tenggelam (drowning)merupakan suatu keadaan fatal, sedangkan hampir tenggelam
(near drowning)mungkin dapat berakibat fatal.1-3,7 Sedangkan WHO mendefinisikan
sebagai proses gangguan pernapasan akibat tenggelam/hampir tenggelam dalam cairan.
Luaran tenggelam diklasifikasikan sebagai meninggal, morbiditas dan tidak ada
morbiditas.9

IV. Klasifikasi
Berdasarkan temperatur air, klasifikasi tenggelam dibagi menjadi tiga:3,11
1. Tenggelam di air hangat (warm water drowning), bila temperatur air ≥ 20°C
2. Tenggelam di air dingin (cold water drowning), bila temperatur air 5-20°C
3. Tenggelam di air sangat dingin (very cold water drowning), bila temperatur air <
5°C
Berdasarkan osmolaritas air, klasifikasi tenggelam dibagi menjadi dua:3
1. Tenggelam di air tawar
2. Tenggelam di air laut
Kejadian tenggelam atau submersed accident dapat memberikan dua hasil:2,3
 immersion syndrome, yang merupakan kematian mendadak setelah kontak dengan
air dingin,
 submersed injury, yaitu dapat menyebabkan kematian 24 jam setelah kejadian
tenggelam, survival, atau pulihnya keadaan setelah kejadian tenggelam.

2
V. Patofisiologi
Keselamatan seseorang yang tenggelam dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain adalah
ketahan fisik, kemampuan berenang, keberadaan bantuan alat pelampung, jarak untuk
mencapai tempat yang aman, suhu air, usia, dan lain-lain.3
Serangkaian proses akan terjadi sebagai berikut: pertama terjadi suatu periode
panik dan usaha yang hebat dengan berhenti bernapas selama 1- 2 menit, selajutnya terjadi
refleks menelan sejumlah air diikuti laringospasme, hipoksia menyebabkan apnea,
penurunan kesadaran, lalu relaksasi laring dan air masuk ke dalam paru-paru dalam jumlah
lebih banyak akhirnya menjadi asfiksia dan kematian. Pada sebagian besar kasus, terjadi
aspirasi air yang banyak ke dalam paru, tetapi pada lebih kurang 10% korban tetap terjadi
laringospasme, dan terjadi apa yang disebut dry drowning.2,3,7,11
Secara teoritis, berdasarkan tonisitas cairan yang masuk ke ruang alveolus, kasus
tenggelam dibedakan menjadi tenggelam di air laut dan di air tawar. Selain itu ada juga
pembagian kasus tenggelam berdasarkan temperatur airnya.2,11
Luas permukaan tubuh anak lebih besar daripada dewasa, dan secara proporsional
memiliki jumlah lemak subkutan yang lebih sedikit. Hal ini akan memudahkan timbulnya
hipotermia. Beberapa teori menyatakan bahwa pada hipotermia atau pada keadaan
tenggelam di air dingin akan terjadi refleks “diving” pada anak. Refleks tersebut terdiri
dari bradikardi, penurunan atau penghentian laju pernapasan, dan perubahan dramatis pada
sirkulasi, sehingga terjadi redistribusi darah ke organ-organ seperti jantung, paru dan
otak.Patofisiologi hampir tenggelam berhubungan erat dengan hipoksemia multiorgan.1,3

5.1. Efek Terhadap Paru


Pada korban tenggelam di air tawar, terjadi perpindahan (absorpsi) air secara besar-besaran
dari rongga alveolus ke dalam pembuluh darah paru. Hal ini dikarenakan tekanan osmotik
di dalam pembuluh darah paru lebih tinggi daripada tekanan osmotik di dalam alveolus.
Perpindahan tersebut akan menyebabkan hemodilusi. Air akan memasuki eritrosit,
sehingga eritrosit mengalami lisis. Eritrosit yang mengalami lisis ini akan melepaskan ion
kalium ke dalam sirkulasi darah dan mengakibatkan peningkatan kadar kalium di dalam
plasma (hiperkalemi).
Keadaan hiperkalemi ditambah dengan beban sirkulasi yang meningkat akibat
penyerapan air dari alveolus dapat mengakibatkan fibrilasi ventrikel. Apabila aspirasi air
cukup banyak, akan timbul hemodilusi yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan curah
jantung dan aliran balik vena bertambah, sehingga mengakibatkan edema umum jaringan
3
termasuk paru.1-3,11 Aspirasi air tawar hipotonik dapat mengurangi konsentrasi surfaktan
sehingga dapat menyebabkan instabilitas alveolar sehingga terjadi kolaps paru.1
Pada inhalasi air laut, tekanan osmotik cairan di dalam alveolus lebih besar
daripada di dalam pembuluh darah. Oleh karena itu, plasma darah akan tertarik ke dalam
alveolus. Proses ini dapat mengakibatkan berkurangnya volume intravaskular, sehingga
terjadi hipovolemia dan hemokonsentrasi. Hipovolemia mengakibatkan terjadinya
penurunan tekanan darah dengan laju nadi yang cepat, dan akhirnya timbul kematian
akibat anoksia dan insufiensi jantung dalam 3 menit. Keluarnya cairan ke dalam alveolus
juga akan mengurangi konsentrasi surfaktan. Selanjutnya, akan terjadi kerusakan alveoli
dan sistem kapiler, sehingga terjadi penurunan kapasitas residu fungsional dan edema
paru.1-3,11 Akibat lebih lanjut lagi, dapat terjadi atelektasis karena peningkatan tekanan
permukaan alveolar.1
Bila korban mengalami aspirasi atau edema paru, dapat terjadi acute respiratory
distress syndrome (ARDS). Saluran respiratorik yang tersumbat oleh debris di dalam air
akan menyebabkan peningkatan tahanan saluran respiratorik dan memicu pelepasan
mediator-mediator inflamasi, sehingga terjadi vasokonstriksi yang menyebabkan proses
pertukaran gas menjadi terhambat.1,2,11

5.2. Efek Terhadap Kardiovaskular


Sebagian besar korban tenggelam mengalami hipovolemia akibat peningkatan
permeabilitas kapiler yang disebabkan oleh hipoksia. Hipovolemia selanjutnya akan
mengakibatkan hipotensi. Keadaan hipoksia ini juga akan mempengaruhi fungsi
miokardium, sehingga dapat terjadi disritmia ventrikel dan asistol. Selain itu, hipoksemia
juga dapat menyebabkan kerusakan miokardium dan penurunan curah jantung. Hipertensi
pulmoner dapat terjadi akibat pelepasan mediator inflamasi.3

5.3. Efek Terhadap Susunan Saraf Pusat


Kerusakan pada susunan saraf pusat berhubungan erat dengan lamanya hipoksemia, dan
pasien dapat jatuh dalam keadaan tidak sadar. Efek lain dari hipoksia diantaranya adalah
disseminated intravascular coagulation (DIC), insufisiensi ginjal dan hati, serta asidosis
metabolik. Pada penelitian kasus-kasus hampir tenggelam dilaporkan terdapat kelainan
elektrolit yang ringan. Perubahan yang mencolok dan penting adalah perubahan gas darah
dan asam-basa akibat insufisiensi respirasi, diantaranya adalah hipoksemia, hiperkapnia,
serta kombinasi asidosis metabolik dan respiratorik. Kelainan yang lebih banyak terjadi
4
adalah hipoksemia. Keadaan yang segera terjadi setelah tenggelam dalam air adalah
hipoventilasi dan kekurangan oksigen. Pada percobaan binatang, tekanan parsial O2 arterial
(PaO2) menurun drastis menjadi 40 mmHg dalam satu menit pertama, menjadi 10 mmHg
setelah 3 menit, dan 4 mmHg setelah 5 menit.1,3
Disfungsi serebri dapat terjadi akibat kerusakan hipoksia awal, atau dapat juga
karena kerusakan progresif susunan saraf pusat yang merupakan akibat dari hipoperfusi
serebri pasca resusitasi. Hipoperfusi serebri paska resusitasi terjadi akibat berbagai
mekanisme, antara lain yaitu peningkatan tekanan intrakranial, edema serebri sitotoksik,
spasme anteriolar serebri yang disebabkan masuknya kalsium ke dalam otot polos
pembuluh darah, dan radikal bebas yang dibawa oksigen.1,3

VI. Tatalaksana
Pada prinsipnya, tata laksana kasus hampir tenggelam adalah mengatasi gangguan
oksigenisasi, ventilasi, sirkulasi, keseimbangan asam basa, dan mencegah kerusakan sistim
saraf pusat yang lanjut. Segera setelah korban ditolong, harus dilakukan resusitasi jantung
paru. Oksigen harus diberikan secepatnya dan dilanjutkan dalam perjalanan ke rumah
sakit. Setiap menit yang dilalui tanpa pernapasan dan sirkulasi yang adekuat menurunkan
secara dramatis kesempatan luaran yang baik. Semua korban hampir tenggelam harus
dirawat di rumah sakit, bagaimanapun kondisi pasien. 1Pasien yang tidak bergejala harus
diobservasi, minimal selama 24 jam di rumah sakit. Kematian yang lambat dapat terjadi
akibat atelektasis yang luas, edema paru akut, dan hipoksemia setelah pasien
meninggalkan ruang gawat darurat.1,3
Jalan napas harus bersih dari muntahan dan benda asing. Abdominal thrusts tidak
dianjurkan untuk mengeluarkan cairan dari paru. Bila diduga adanya benda asing, manuver
chest compression atau back blows lebih dianjurkan.1 Bila pasien dapat bernapas spontan,
berikan oksigen 100% yang dilembabkan, dengan menggunakan masker. Jika korban
tidak bernapas, ventilasi darurat segera dilakukan, setelah membersihkan jalan napas.
Pemberian oksigen selanjutnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan analisis gas darah
arteri.1,3Spina servikal dijaga bila terdapat kemungkinan cedera tulang leher. Leher
diposisikan dalam posisi netral.1
Pemantauan tanda vital, penilaian kardiopulmonal dan neurologis berulang, x-ray
dada, dan penilaian oksigenisasi melalui AGD atau oksimetri perifer harus dilakukan pada
semua korban tenggelam. Pemeriksaan lainnya bergantung kondisi klinis dan tempat
kejadian. Pada korban yang asimptomatikatau gejala minimal, hampir setengahnya
5
perburukan atau hipoksemia pada 4-8 jam setelah peristiwa tenggelam.1 Pemantauan suhu
inti tubuh merupakan hal penting, pengukuran terbaik dilakukan pada membrane timpani
karena berkorelasi kuat dengan suhu otak. Alat untuk menghangatkan penderita dapat
digunakan selimut penghangat atau radiant warmer.1
Gejala pernapasan atau edema paru lambat yang ringan sampai berat dapat terjadi
meski awalnya penderita menunjukkan pemeriksaan fisik dan x-ray dada normal.
Sebaliknya, kebanyakan anak dengan gejala minimal saat ke UGD dapat menjadi
asimptomatik dalam 18 jam setelah tenggelam.1
X-ray dada biasanya didapatkan gambaran edema antar sel atau edema alveolar.
Sebagian besar menunjukkan adanya infiltrate nodular yang berkonfluensi pada 1/3 medial
lapangan paru.1,3
Menurut Model dan kawan-kawan, 70% kasus mengalami asidosis metabolik. Bila
pasien menunjukkan hipotensi atau tidak ada respons, dianjurkan pemberian natrium
bikarbonat dengan dosis 1 mEq/kg BB secara intravena. Jika pemeriksaan analisis gas
darah dapat dilakukan, natrium bikarbonat diberikan sesuai dengan rumus:3

Na bikarbonat (mEq) = berat badan (kg) x deficit basa (mEq) x 0,3

Jalan napas harus dibersihkan dari kotoran dan dijamin tetap terbuka. Pada korban
hampir tenggelam yang banyak menelan air, risiko aspirasi muntahan sangat besar. Oleh
karena itu, lambung harus cepat dikosongkan dengan memakai pipa nasogastrik.3
Pengobatan selanjutnya bergantung pada hasil evaluasi PaO2, PaCO2, dan pH
darah. PaCO2 lebih dari 60 mmHg merupakan indikasi untuk melakukan bantuan
pernapasan. Bila terjadi kegagalan oksigenisasi meskipun telah diberikan oksigen, perlu
dilakukan intubasi endotrakeal.3 Inisial positive end-expiratory pressure (PEEP) dimulai
sekitar 5 cm H2O, dapat di naikkan bertahap hingga 10-15 cm H2O bila oksigenisasi masih
belum adekuat (target SaO2>90%).1
Anak-anak korban tenggelam menunjukkan irama jantung asistol 55%, ventrikel
takikardi (VT) atau ventrikel fibrilasi (VF) 29% dan bradikardi 16%. Defibrilasi elektrik
atau kardioversi diperlukan pada korban dengan VF atau VT tanpa nadi. Obat-obatan
kardioaktif mungkin diperlukan untuk memperbaiki ritme jantung. Oksigenisasai dan
ventilasi yang adekuat merupakan syarat memperbaiki fungsi miokard. Resusitasi cairan
dan inotropik seringkali dibutuhkan untuk memperbaiki fungsi jantung dan perfusi perifer,
namun pada keadaan disfungsi miokard pemberian cairan yang agresif mungkin dapat
memperburuk edema paru. Infuse epinefrin (dosis 0,05-1µg/kg/menit) biasanya merupakan
6
pilihan utama pada penderita dengan disfungsi jantung atau hipotensi setelah kejadian
hipoksik-iskemik, dobutamin (dosis 2-20µg/kg/menit) dapat memperbaiki cardiac output
pada penderita normotensi.1
Pengobatan lain yang perlu dipertimbangkan adalah pemberian bronkodilator dan
antibiotik. Jika pada pemeriksaan fisis didapatkan bronkospasme, pemberian bronkodilator
seperti aminofilin intravena atau nebulisasi agonis-β2 akan memberikan hasil yang baik.
Pemberian antibiotik pada saat awal tidak dianjurkan, meskipun seringkali air yang
diaspirasi mengalami kontaminasi. Oleh karena itu perlu pemeriksaan kultur darah, kultur
sputum, jumlah lekosit, dan analisis tanda vital. Pemilihan antibiotik dilakukan
berdasarkan kultur darah atau sputum. Penggunaan obat steroid tidak dianjurkan karena
tidak ada bukti baik secara klinis maupun eksperimental yang menunjukkan bahwa
penggunaannya bermanfaat.1,3

VII. Prognosis
Penentuan prognosis yang terbaik pada korban hampir tenggelam adalah dengan
melakukan evaluasi awal status hemodinamiknya. Sembilan puluh dua persen korban
hampir tenggelam akan pulih seperti semula. Penelitian terhadap 93 korban hampir
tenggelam dengan usia rata-rata 31 bulan menyatakan, bahwa pasien yang tidak
mengalami koma saat datang ke ICU atau datang ke IGD dengan nadi teraba dan tekanan
darah terukur, tidak mengalami kerusakan neurologis permanen. Akan tetapi mereka yang
datang dengan pemeriksaan awal nadi tidak teraba atau dalam keadaan koma, biasanya
meninggal atau mengalami kerusakan otak yang parah.3,10Luaran yang buruk dihubungkan
dengan adanya asistol, tenggelam > 15 menit, tidak mendapat resusitasi di tempat
kejadian, lama resusitasi > 30 menit, mendapat epinefrin, asidosis metabolik, dan suhu inti
tubuh rendah.12Nilai pH < 7,1; Glagow Coma Scale (GCS) <5; pupil yang terfiksasi dan
berdilatasi saat masuk rumah sakit menandakan prognosis buruk, tetapi bukan berarti
indikasi kontra untuk melakukan resusitasi. Akan tetapi, bila asidosis dan koma tetap
berlangsung 4 jam setelah resusitasi, kemungkinan untuk mempertahankansistem
neurologis seperti semula akan sulit. Anderson dkk., mendapatkan faktor prediktor luaran
neurologis adalah pH ≤ 7,1, rasio PaO2/PAO2 ≤ 0,35 dan anion gap ≥15 mEq, masing-
masing nilai skor 1, bila skor ≥2, maka luarannya buruk yaitu gejala sisa permanen atau
kematian.13 Bila setelah 24-48 jam terapi resusitasi yang adekuat tidak terdapat perbaikan
klinis, kemungkinan besar kematian otak atau kerusakan berat pada otak telah terjadi.14

7
VIII. Kesimpulan
Tenggelam merupakan kasus gawat darurat dan memerlukan pertolongan cepat di tempat
kejadian, kemudian dilanjutkan dengan perawatan secara intensif. Angka kejadian
tenggelam di Indonesia belum ada data yang pasti, namun diperkirakan tinggi. Tenggelam
termasuk penyebab kematian utama pada anak. Pada prinsipnya, tata laksana kasus
hampir tenggelam adalah mengatasi gangguan oksigenisasi, ventilasi, sirkulasi,
keseimbangan asam basa, dan mencegah kerusakan sistem saraf pusat yang lanjut.

8
9
DAFTAR PUSTAKA

1. Kallas H. Drowning and near drowning. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders;
2007. h. 321-30.
2. Zulkarnaen I. Hampir Tenggelam Dalam: NN Rahajoe, B Supriyatno, DB
Setyanto, penyunting Buku Ajar Respirologi Anak Edisi pertama Jakarta:Ikatan
Dokter Anak Indonesia;2008 hlm 427-32
3. Stevenson M, Rimajova M, Edgecombe D, Vickery K. Childhood drowning:
barriers surrounding private swimming pools. Pediatrics 2003:111;e 115-9.
4. Nasrullah M, Muazzam S. Drowning mortality in the United States, 1999-2006
J Community Health (2011) 36:69-75.
5. American Heart Association. Drowning. Circulation 2005;112:IV-133-IV-135.
6. Numa AH, Hammer J, Newth C. Near-drowning and drowning. . Dalam: Chernick
V, Boat TF, Wilmott RW, Bush A, penyunting. Kendig's disorders of the
respiratory tract in children. Edisi ke-7.Philadelphia: Saunders-Elsivier; 2006. hlm.
661-75..
7. Quan L. Near-drowning. Pediatr in Rev 1999;20(8):255-9.
8. Brenner R, Taneja G. Injury prevention: Drowning. Encyclopedia on Early
Childhood Development. Tersedia dari: http://www.child-
encyclopedia.com/documents/Brenner-TanejaANGxp.pdf. Diunduh 10 juli 2011.
9. World Health Organization. Facts about injuries: drowning. Injuries & Violence
prevention. Non-communicable Diseases and Mental Health. tersedia dari:
www.who.int/violence_injury_prevention. Diunduh 20 Juli 2011.
10. Habib DM, Tecklenburg F, Sally A, Anas N, Perkin R. Prediction of childhood
drowning and near-drowning morbidity and mortality. . Pediatr Emerg Care
1996;12(4):55-8.
11. Verive MJ. Near Drowning Tersedia dari:
http://emedicinemedscapecom/article/908677-overview Diunduh 28 Juli 2011.
12. Leroy p, Smismans A, Seute T. Invasive pulmonary and central nervous system
aspergillosis after near-drowning of a child: Case report and review of the
literature. Pediatrics 2006. 118;e509.
13. Anderson K, Roy T, Danzl D. Submersion incidents: a review of 39 cases and
development of the submersion outcome score Journal of Wilderness Medicine
1991: 2:27-36.
14. Monttes J, Conn A. Near-drowning: an unusual case. Canad Anaesth Soc J
1980:27(2):172-174.

Anda mungkin juga menyukai