Inc Hari Senin Baru
Inc Hari Senin Baru
Tanda-Tanda Persalinan
Tanda-tanda menjelang persalinan yaitu timbulnya kontraksi
palsu atau braxton hicks yang mempunyai ciri yaitu sifatnya ringan,
pendek, tidak menentu jumlahnya dalam 10 menit dan hilang saat
digunakan untuk istirahat (Sofian, 2012). His sesudah kehamilan 30
minggu makin terasa lebih kuat dan lebih sering, sesudah 36 minggu
aktivitas uterus lebih meningkat lagi hingga persalinan dimulai
(Winkjosastro, 2007). Tanda mulai persalinan yaitu timbulnya his
persalinan dengan ciri:
1) Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak
kontraksi yang semakin pendek.
Terasa nyeri diabdomen dan menjalar ke pinggang.
3) Menimbulkan perubahan progresif pada serviks berupa perlunakan
dan pembukaan.
4) Dengan aktivitas his persalinan bertambah (Manuaba dkk., 2010).
5) Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena
robekan-robekan kecil pada serviks (Sofian, 2012).
1. Kala I
a. Timbulnya kontraksi uterus
Biasa juga disebut dengan his persalinan yaitu his pembukaan yang
mempunyai sifat sebagai berikut :
1) Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian depan.
2) Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan
3) Sifatnya teratur, inerval makin lama makin pendek dan kekuatannya
makin besar
4) Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaan cervix.
5) Makin beraktifitas ibu akan menambah kekuatan kontraksi.
6) Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada servix
(frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit). Kontraksi yang terjadi dapat
menyebabkan pendataran, penipisan dan pembukaan serviks.
Kala II
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah
lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Proses ini
berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multipara
(Saifuddin, 2009).
a) Tanda dan gejala kala II:
(1) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit dengan
durasi 50-100 detik.
(2) Menjelang akhir kala I ketuban pecah, ditandai dengan
pengeluaran cairan secara mendadak (Manuaba dkk.,
2010).
(3) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi.
(4) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum
dan atau vagina. Perineum terlihat menonjol, vulva-vagina
dan sfingter ani terlihat membuka (Saifuddin, 2010).
b) Episiotomi
Episiotomi adalah tindakan untuk melebarkan jalan
lahir lunak dengan melakukan insisi pada daerah perineum.
Tujuan episiotomi adalah meluaskan jalan lahir sehingga
persalinan dapat berlangsung lebih cepat dan mengupayakan
agar tepi robekan perineum teratur untuk memudahkan
menjahitnya kembali. Ada 3 jenis irisan yaitu medialis,
mediolateralis, llateralis.
Kala III
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan
berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Seluruh
prosesnya biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir
(Saifuddin, 2010). Penataksanaan kala III dengan manajemen aktif
kala III persalinan yang dapat mempercepat kelahiran plasenta dan
dapat mencegah atau mengurangi perdarahan pasca persalinan.
Penatalaksanaan aktif kala III, meliputi: jepit dan potong talipusat
sedini mungkin, pemberian oksitosin dengan segera, melakukan
penegangan talipusat terkendali (PTT), masase fundus lahir
(Saifuddin, 2009).
Tahap ini disebut juga kala uri, yaitu saat plasenta ikut keluar dari dalam rahim.
Fase ini dimulai saat bayi lahir lengkap dan diakhiri keluarnya plasenta. Pada
tahap ini biasanya kontraksi bertambah kuat, namun frekuensi dan aktivitas
rahim terus menurun. Plasenta bisa lepas spontan atau tetap menempel dan
membutuhkan bantuan tambahan.
Kala IV
Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua
jam setelah proses tersebut (Saifuddin, 2010). Tahap ini merupakan masa satu
jam usai persalinan yang bertujuan untuk mengobservasi persalinan. Pada tahap
ini plasenta telah berhasil dikeluarkan dan tidak boleh ada pendarahan dari
vagina atau organ. Luka-luka pada tubuh ibu harus dirawat dengan baik dan
tidak boleh ada gumpalan darah.
Asuhan dan
pemantauan pada kala IV:
1) Kesadaran ibu mencerminkan kebahagiaan karena tugasnya
untuk mengeluarkan bayi telah selesai.
2) Pemeriksaan yang dilakukan: tekanan darah, nadi, dan
pernafasan dan suhu; kontraksi rahim yang keras; perdarahan
yang mungkin terjadi dari plasenta rest, luka episiotomi,
perlukaan pada serviks; kandung kemih dikosongkan karena
dapat menggangu kontraksi rahim.
3) Bayi yang telah dibersihkan diletakkan disamping ibunya agar
dapat memulai pemberian asi.
4) Observasi dilakukan selama 2 jam dengan interval pemeriksaan
15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada satu jam
selanjutnya (Manuaba dkk., 2010).
B. Pengkajian Awal Ibu Bersalin (Data Subjektif & Objektif)
1. Identifikasi tanda bahaya persalinan
Tanda-tanda bahaya persalinan
a. Ibu tidak kuat mengejan
b. Bayi terlilit tali pusat
c. Bayi tidak segera lahir setelah 12 jam
d. Air ketuban berwarna keruh atau bau
e. Ibu mengalami asma atau gangguan pernapasan
f. Ibu mengalami kejang
g. Keluar darah sebelum melahirkan
h. Ari-ari tidak kunjung keluar setelah proses melahirkan
i. Ibu terlalu gelisah dan mengalami sakit yang parah
j. Ibu mengalami perdarahan yang luar biasa
k. Tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg dengan sedikitnya satu tanda lain
atau gejala preekslamsi
l. temperatur lebih dari 38o C, nadi lebih dari 100 x/menit dan DJJ kurang
dari 120 x/menit atau lebih dari 160 x/menit
m. kontraksi kurang dari 3 kali dalam 10 menit, berlangsung kurang dari 40
detik, lemah saat di palpasi
n. partograf melewati garis waspada pada fase aktif
o. cairan amniotic bercampur meconium, darah dan bau
Menghitung DJJ yaitu selama 1 menit penuh, hal ini dikarenakan pada
setiap detik itu terdapat perbedaan denyut serta membandingkan dengan
rentang nornal selama 1 menit. DJJ normal 120-160/menit.
4.Amniotomi
Tindakan untuk membuka selaput amnion dengan jalan membuat robekan
kecil yang kemudian akan melebar secara spontan akibat gaya berat cairan
dan adanya tekanan di dalam rongga amnion, dilakukan pada saat
pembukaan lengkap atau hampir lengkap. Komplikasi Yang Terjadi Akibat
Amniotomi :
a. Kompresi akibat tali pusat
b. Tali pusat menumbung (Prolaps Foeniculi)
c. Molase yang meningkat serta kemungkinan kompresi kepala yang tidak
merata
d. Tekanan yang meningkat pada kepala janin dapat mengakibatkan
oksigenasi janin berkurang
e. Meningkatnya risiko infeksi
Istilah untuk menjelaskan penemuan cairan ketuban/selaput ketuban
1. Berbaring (litotomi)
Kalangan medis akrab menyebutnya dengan posisi litotomi. Pada posisi ini,
Ibu dibiarkan telentang seraya menggantung kedua pahanya pada penopang
kursi khusus untuk bersalin. Keuntungan posisi ini, dokter bisa leluasa
membantu proses persalinan. Pasalnya jalan lahir menghadap langsung ke
dokter/bidan, sehingga dokter/bidan lebih mudah mengukur perkembangan
pembukaan. Lainnya, waktu persalinan pun bisa diprediksi secara lebih
akurat.
Selain itu, tindakan episiotomi bisa dilakukan lebih leluasa, sehingga
pengguntingannya bisa lebih bagus, terarah, serta sayatannya bisa
diminimalkan. Begitu juga dengan posisi kepala bayi yang relatif lebih
gampang dipegang dan diarahkan. Dengan demikian, bila ada perubahan
posisi kepala, bisa langsung diarahkan menjadi semestinya.
Kekurangan dari cara bersalin konvesional ini, letak pembuluh besar berada
di bawah posisi bayi dan tertekan oleh massa/berat badan bayi. Apalagi jika
letak ari-ari juga berada di bawah si bayi. Akibatnya, tekanan pada pembuluh
darah bisa meninggi dan menimbulkan perlambatan peredaran darah balik
Ibu. Pengiriman oksigen melalui darah yang mengalir dari Ibu ke janin melalui
plasenta pun jadi relatif berkurang.
Untuk mengantisipasi hal ini biasanya beberapa saat sebelum pembukaan
lengkap, dokter meminta pasien untuk berbaring ke kiri dan atau ke kanan.
Dengan demikian suplai oksigen dan peredaran darah balik Ibu tidak
terhambat.
2. Berbaring Miring
Cara ini memang tidak lazim dilakukan ibu-ibu di Indonesia. Jika memilih cara
ini Ibu harus berbaring miring ke kiri atau ke kanan. Salah satu kaki diangkat,
sedangkan kaki lainnya dalam keadaan lurus. Posisi ini akrab disebut posisi
lateral.
Keunggulan posisi ini, peredaran darah balik Ibu bisa mengalir lancar.
Pengiriman oksigen dalam darah dari Ibu ke janin melalui plasenta juga tidak
terganggu. Alhasil karena tidak terlalu menekan, proses pembukaan akan
berlangsung secara perlahan-lahan sehingga persalinan berlangsung lebih
nyaman. Posisi melahirkan ini juga sangat cocok bagi ibu yang merasa pegal-
pegal di punggung atau kelelahan karena mencoba posisi yang lain.
Sayangnya, posisi miring menyulitkan dokter untuk membantu proses
persalinan. Dalam arti, kepala bayi susah dimonitor, dipegang, maupun
diarahkan. Dokter pun akan mengalami kesulitan saat melakukan tindakan
episiotomi.
3. Jongkok
Walau tidak lazim pada orang Indonesia bagian barat, cara bersalin jongkok
sudah dikenal sebagai posisi bersalin yang alami bagi ibu di beberapa suku di
Papua dan daerah lainnya. Oleh karena memanfaatkan gravitasi tubuh, Ibu
tidak usah terlalu kuat mengejan. Sementara bayi pun lebih cepat keluar
lewat jalan lahir. Tak heran karena berbagai keunggulan tersebut, beberapa
tempat bersalin di Jakarta menerapkan posisi persalinan ini untuk membantu
pasiennya.
Kelemahannya, melahirkan dengan posisi jongkok amat berpeluang
membuat kepala bayi cedera. Soalnya, tubuh bayi yang berada di jalan lahir
bisa meluncur cepat ke bawah. Untuk menghindari cedera, biasanya Ibu
berjongkok di atas bantalan empuk yang berguna menahan kepala dan tubuh
bayi.
Untuk sebagian dokter, posisi ini dinilai kurang menguntungkan karena
menyulitkan pemantauan perkembangan pembukaan dan tindakan-tindakan
persalinan lainnya, semisal episiotomi.
4. Setengah Duduk
Posisi yang paling umum diterapkan di berbagai RS/RSB di segenap penjuru
tanah air. Pada posisi ini, pasien duduk dengan punggung bersandar bantal,
kaki ditekuk dan paha dibuka ke arah samping. Posisi ini cukup membuat Ibu
nyaman. Kelebihannya, sumbu jalan lahir yang perlu ditempuh janin untuk
bisa keluar jadi lebih pendek. Suplai oksigen dari ibu ke janin pun
berlangsung optimal.
Kendati begitu, posisi persalinan ini bisa memunculkan kelelahan dan
keluhan punggung pegal. Apalagi jika proses persalinan tersebut berlangsung
lama.
5. Posisi berlutut
6. Posisi berdiri
TEKNIK RELAKSASI
Teknik Relaksasi
Ada tiga teknik relaksasi, yaitu sebagai berikut :
1. Relaksasi Pasif
Dilakukan dengan memusatkan perhatian pada berbagai bagian tubuh
dan dengan melepaskan ketegangan pada setiap bagian tubuh sehingga
akan mencapai keadaan relaksasi yang mendalam baik pikiran maupun
tubuh. Teknik ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Cari posisi berbaring yang nyaman baik berbaring miring atau semi-
duduk, dengan kepala dan seluruh anggota gerak didukung oleh lantai
atau tempat tidur dan bantal
b. Tarik napas panjang
c. Pusatkan ke arah bawah ke ibu jari kaki. Rasakan betapa relaks.
d. Bayangkan pergelangan kaki menjadi kendur dan lemas.
e. Pada betis, biarkan otot-otot betis relaks, kendur dan lunak.
f. Pusatkan pada lutut. Lutut tertopang dan relaks, tidak menahan tungkai
kaki pada posisi apapun. Lutut akan terasa sangat nyaman dan kendur.
g. Biarkan otot-otot paha mengendur. Otot terasa lunak dan berat, dan
paha tertopang secara menyeluruh.
h. Untuk daerah bokong dan perineum, bayangkan rasanya lunak dan
nyaman. Biarkan diri relaks, memberi kesempatan bagi perineum untuk
relaks dan membuka jalan si bayi.
i. Pada punggung bagian bawah, bayangkan bahwa seseorang sedang
menggosok punggung anda. Otot-otot punggung bahwa relaks karena
sentuhan tersebut dan punggung bagian bahwa terasa nyaman.
j. Biarkan pikiran pada pindah ke perut. Kendurkan otot-otot perut. Biarkan
perut naik dan turun sewaktu menarik napas dan mengeluarkan napas.
k. Pada daerah dada, sewaktu menarik napas, dada mengembang dengan
mudah, membuat tempat untuk udara. Sewaktu mengeluarkan napas,
dada relaks untuk membantu mengalirkan udara ke luar. Bernapaslah
dengan nyaman dan perlahan, hampir seperti pernapasan waktu tidur.
Pernapasan ini akan membantu lebih relaks.
l. Untuk daerah bahu, bayangkan bahu dan punggung bagian atas sedang
dipijat. Relakskan dan lepaskan ketegangan.
m. Pusatkan pada lengan, sewaktu mengeluarkan napas, biarakan lengan
terletak lemas disamping tubuh.
n. Daerah bahu, semua otot pada leher umumnya lunak karena tidak
berfungsi menahan kepala ditempatnya. Kepala cukup berat dan
tertopang secara total sehingga leher relaks.
o. Pusatkan pada bibir dan rahang. Keduanya lemas dan relaks, tidak perlu
menahan mulut dalam keadaan terbuka atau menutup.
p. Pusatkan pada mata dan kelopak mata. Tidak menahan mata dalam
keadaan terbuka atau menutup. Mata bergerak sesuai dengan
keinginannya.
q. Pusatkan pada alis dan kulit kepala. Bayangkan relaksnya, kendurkan,
bentuk ekspresi yang tenang dan damai.
r. Memusatkan diri pada pencapaian positif untuk setiap kontraksi dan
melewati kontraksi tersebut.
2. Relaksasi Sentuhan
Pada persalinan relaksasi sentuhan akan merelakskan atau
mengendurkan otot-otot yang tegang dengan menggunakan sentuhan,
usapan, atau pijatan orang yang menemani saat persalinan sebagai isyarat
nonverbal untuk relaks. Relaksasi sentuhan akan sangat membantu bukan
saja karena tekanan sentuhan itu sendiri yang memberi kenyamanan tetapi
juga karena kontak fisik dengan seseorang yang peduli dan berusaha keras
membantu ibu meredakan nyeri. Beberapa jenis relaksasi sentuhan antara
lain:
a. Sentuhan diam: Pasangan menahan tangannya dengan kuat di tempat
sampai ibu merasakan relaks.
b. Tekanan Kuat: Pasangan memberi tekanan dengan ujung jari atau seluruh
telapak tangannya pada daerah yang tegang, lalu berangsur-angsur
melepas tekanan.
c. Mengusap: Pasangan mengusap dengan ringan dan kuat daerah yang
tegang.
d. Memijat: Pasangan menggosok atau menekan dengan kuat otot-otot yang
tegang, umumnya digunakan untuk daerah punggung dan leher.
3. Relaksasi Aktif
Digunakan untuk menghadapi persalinan yang menggunakan berbagai
posisi dan aktif secara fisik untuk mendapatkan perasaan relaks dan kondisi
mental pada keadaan aktif. Mempaktekan relaksasi dalam berbagai posisi
berdiri (tegak atau bersandar ke dinding atau pasangan), duduk, setengah
duduk, atau merangkak, berlutut dengan kepala dan bahu bersandar di kursi,
berjongkok, dan berbaring menyamping. Dengan berlatih pada berbagai
posisi akan mampu relaks dengan efektif selama persalinan. Dengan
membayangkan sensasi kontraksi persalinan kuat, dapat membuat setiap
sesi pelatihan mirip seperti persalinan yang sesungguhnya.
TEKNIK MENERAN
Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila
pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu harus di dukung
untuk meneran dengan benar pada saat ia merasakan dorongan dan memang
ingin mengejan. Ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih efektif pada
posisi tertentu. Selain itu ibu harus didukung dan dibimbing untuk mengikuti
beberapa cara meneran untuk mencegah terjadinya laserasi jalan lahir.
Teknik meneran yang benar yaitu:
a. Anjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya selama
kontraksi.
b. Beritahu untuk tidak menahan nafas pada saat meneran karwna dapat
mengakibatkan suplai oksigen berkurang.
c. Minta ibu untuk berhenti meneran dan beristirahat diantara kontraksi.
d. Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ibu mungkin merasa lebih
mudah untuk meneran jika ia menarik lutut kearah dada dan menempelkan dagu
ke dada.
e. Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
f. Tidak diperbolehkan untuk mendorong fundus untuk membantu kelahiran bayi
karena dorongan pada fundus dapat meningkatkan distosia bahu dan ruptur
uteri.
E. Episiotomi
Episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina yaitu
pengguntingan mulut rahim sebagai jalan lahir pada saat proses persalinan.
Indikasi Episiotomi
1. Gawat janin.
2. Penyulit persalinan pervaginam ( sunsang, distosia bahu, ekstraksi forcep dan
vakum, bayi besar, presentasi muka, dll ).
3. Pada persalinan prematur.
4. Jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan
persalinan.
Tujuan Episiotomi
Manfaat Episiotomi
Kerugian Episiotomi
1. Dapat menyebabkan nyeri pada masa nifas yang tidak perlu, sering
membutuhkan penggunaan analgesik.
2. Menyebabkan ketidaknyamanan dan nyeri kerena insisi episiotomi juga
penjahitan saat berbaring dan duduk di tempat tidur, bisa menyebabkan
imsomnia dan mengganggu kemmpuan ibu untuk berinteraksi dengan bayinya
pada minggu pertama dan mengganggu ibu untuk menyusui bayinya. Banyak
wanita juga mengalami nyeri pada saat duduk di kursi dan pada saat berjalan.
Nyeri bisa menyebabkan kesulitan pada saat BAK.
3. Nyeri atau ketidaknyaman dapat berlangsung lama sampai beberapa minggu
atau satu bulan postpartum.
4. Terjadi perdarahan, perdarahan hebat jarang terjadi.
5. Insisi dapat bertambah paanjang jika persalinan tidak terkontrol atau jika insisi
tidak adekuat/ tidak dilakukan dengan baik.
6. Selalu ada resiko infeksi, terutama bila berdekatan dengan anus.
7. Dipauruneria dan ketakutan untuk memulai hubungan seksual. Mungkin
berlanjut sampai beberapa bulan setelaah melahirkan.
Jenis-Jenis Episiotomi
1. Episiotomi mediolateralis
Merupakan insisi perineum kearah bawah, tetapi menjauhi rektum, selain itu dapat
juga kearah kanan atau kiri tergantung tangan dominan yaang digunakan oleh
penolong. Episotomi mediolateralis memotong sampai titik tendineus pusat
perineum, melewati bulbokavernosus dan otot-otot tranversus perinei supervisialis
dan profunda, kemudian kedalam otot pubokoksigeus ( levator ani ). Banyaknya
otot pubokosigeus yang dipotong tergantung pada panjang dan kedalaman insisi.
Pada epsiotomi medialateralis penolong diharapkan agar berhati-hati untuk
memulai potongan pada aspek lateral fourchete atau mengarahkan potongan
terlalu jauh ke sisi lateraal sebagai upaya menghindari kelenjar bartholin di sisi
tersebut.
Episiotomi mediolateral paling sering digunakan karena relatif lebih aman untuk
mencegah perluasan ruptur perineum ke arah derajat tiga dan empat. Pada
episiotomi ini kehilangan darah akan lebih banyak dan perbaikan lebih sulit, serta
lebih nyeri dibandingkan episiotomi median.
2. Episiotomi Medialis
Episiotomi ini efekti, lebih mudah diperbaiki, dan biasanya nyeri timbul lebih
ringan. Terkadang juga dapat terjadi perluasan ruptur perineum derajat tiga dan
empat, namun penyembuhan primer dan perbaikan ( jahitan ) yang baik akan
memulihkan tonus otot sfingter. Keuntungan dari episiotomi jenis ini adalah :
1. Perdarahan yang timbul dari luka lebih sedikit karena merupakan daerah
yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.
2. Pengguntiangan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan
kemabali lebih mudah dan penyembuhan lebih memuaskan.
Kerugian dari episiotomi jenis ini adalah dapat terjadinya ruptur perineum tingkat
tiga inkomplet ( laserasi muskulu sfinter ani ) atau komplet ( laserasi dinding
rektum ).
3. Episiotomi Lateralis
Pengguntingan yang dilakukan kearah lateral mulai dari kira-kira jam tiga atau
sembilan menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan
lagi karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat menyebar
kearah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna sehingga dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu bparut yang terjadi dapat
menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.
4. Insisi Schuchardt
Dalam melaksanakan episotomi, berikan anestesi lokal secara dini agar obat
tersebut mempunyai tepat waktu untuk memberikan efek sebelum dilakukan
episotomi. Pada episiotomi diberikan anastesi karena tindakaan ini menimbulkan
rasa sakit dan memberikan ansatesi lokal merupakaan asuhan sayang ibu.
1. Jelaskan kepada ibu apa yang dilakukan dan bantu ibu untuk merasa
rileks.
2. Masukkan 10 ml larutan lidokain 1% kedalam tabung suntik steril ukuran
10 ml ( tabung suntik yang lebih besar juga dapat digunakan jika
diperlukan ). Jika lidokain 1% tidak tersedia, larutka sebagian lidokain
2% dengan 1 bagian cairan garam fisiologis atau air distilasi steril,
sebagai contoh larutkan 5 ml larutan lidokain dalam 5 ml garam fisiologis
atau air steril.
3. Pastikan tabung suntik memiliki jarum ukuran 22 dan panjang 4 cm
( jarum yang lebih panjang boleh digunakan apabila diperlukan ).
4. Letakan dua jari kedalam vaagina diantara kepala bayi dan perineum.
5. Masukkan jarum ditengah fourchete dan arahkan jarum sepanjang
tempat yang akan dilakukan episiotomi.
6. Aspirasi ( tarik batang penghisap ) untuk memastikan bahwa jarum tidak
berada dalam pembuluh darah. Jika darah masuk kedalam tabung
suntik, jangan suntikkan lidokain, tarik jarum tersebut keluar. Ubah posisi
jarum dan tusukkan kembali.
Alasan ; ibu dapat mengalami kejang dan menimbulkan kematian jika lidokain
disuntikkan ke pembuluh darah.
1. Tunda tindakan episotomi hingga perineum menipis dan pucat, serta 3-4
cm kepala bayi sudah terlihat pada saat kontraksi. Alasan : melakukan
episiotomi akan menyebabkan perdarahan jangan melakukan secara
dini.
2. Masukkan dua jari kedalam vagina diantara kepala bayi dan perineum.
Kedua jari agak diregangkan dan berikan tekanan lembut kearah luar
pada perineum.
Alasan : hal ini akan melindungi kepala bayi dari gunting dan meratakan perineum
sehingga membuatnya lebih mudah di episotomi.
Klasifikasi Laserasi
1. Derajat Satu
a. Mukosa vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perineum
2. Derajat Dua
a. Mukosa vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perineum
d. Otot perineum.
3. Derajat Tiga
a. Mukosa vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perineum
d. Otot perineum.
e. Otot sfinter ani
4. Derajat Empat
a. Mukosa vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perineum
d. Otot perineum.
e. Otot sfinter ani
f. Dindig depan rektum
Derajat 3 dan 4 : laserasi mencapai jaringan epitel anus, robekan menembus dari
epitel vagina hingga epitel anus
Pencegahan Laserasi
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala janin
dilahirkan, kejadian ini akan meningkat jika bayi atau janin yang dilaahirkan terlalu
cepat dan tidak terkendali. Adanya kerjasama yang baik antara pasien dan
penolong saat kepala sedang crowning ( kepala nampak 5-6 cm di vulva ) sangat
berperan dalam pencegahan laserasi. Dalam tahap ini pasien dan penolong
bekerjasama dalam mengendalikan kecepatan dan pengaturan diameter kepala
saat melewati introitus vagina melalui pengaturan irama, kekuatan dan durasi
meneran.