TRAUMA INHALASI
NAMA MAHASISWA :
NUR RAHMAT RAMADIANI
NIM. I4051201005
C. Manifestasi
Tanda dan gejala trauma inhalasi, Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
1. Luka bakar wajah
2. Edema dari orofaring
3. Suara serak
4. Stridor
5. Lesi mukosa atas saluran napas
6. Sputum karbon
7. Gejala pada saluran napas bagian bawah seperti takipnea, dyspnea, batuk, suara
napas menurun, wheezing, rhonki, retraksi
8. Sianosis
9. Asfiksia
Pathway
TRAUMA INHALASI
KONSENTRASI CO MENINGKAT
DALAM RUANGAN
HEMOGLOBIN BERIKATAN
DENGAN CO SEHINGGA TERDENGAR WHEEZING
BANYAK TERBENTUK
SENINGGA TERBENTUK IKATAN
KARBOHEMOGLOBIN
TERJADI SYNCOPE
KOMPENSASI TUBUH
TAKIKARDI DAN TAKIPNEA
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Paramita dkk (2013), pemeriksaan diagnostic pada trauma inhalasi meliputi:
1. Foto Thoraks
Biasanya normal dalam 3-5 hari, gambaran yang dapat muncul sesudahnya
termasuk atelektasis, edema paru, dan ARDS.
2. Laringoskopi dan Bronkoskopi Fieroptik
Keduanya dapat digunakan sebagai alat diagnostic maupun terapeutik. Pada
bronkoskopi biasanya didapatkan gambaran jelaga, eritema, sputum dengan arang,
petekia, daerah pink sampai abu-abu karena nekrosis, ulserasi, sekresi,
mukupurulen. Bronkoskopi serial berguna untuk menghilangkan debris dan sel-sel
nekrotik pada kasus-kasus paru atau jika suction dan ventilasi tekanan positif tidak
cukup memadai.
3. Laboratorium
a) Pulse Oximetry
Digunakan untuk mengukur saturasi oksigen hemoglobin yang meningkat
palsu akibat ikatan CO terhadap hemoglobin sehingga kadar
kerbonsihemoglobin seringkali diartikan sebagai oksihemaglon
b) Analisa Gas Darah
Untuk mengukut kadar karboksihemoglobin, kesimbangan asam basa dan
kadar sianida. Sianida dihasilkan dari kebakaran rumah tangga dan biasanya
terjadi peningkatan kadar laktat plasma
c) Elektrolit
Untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasil dari resusitasi cairan
dalam jumlah besar
d) Darah Lengkap
Hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan biasanya terjadi sesaat setelah
trauma. Hematokrit yang menurun secara progresif akibat pemulihan volume
intravaskuler. Anemia berat biasanya terjadi akibat hipoksia atau
ketidakseimbangan hemodinamik. Peningkatan sel darah putih untuk melihat
adanya infeksi
F. Pencegahan
Mencegah keracunan karbon monoksida
1. Periksa semua saluran rumah yang bukaanya menghadap ke luar rumah (pemanas
air dsb) setiap tahun untuk memastikan saluran pengeluaran tidak tersumbat.
2. Periksa sistem AC mobil saudara untuk memeriksa kebocoran yang mungkin
terjadi
3. Periksa pemanas air, pastikan bukaanya sempurna dan saluran tidak bocor.
4. Jangan nyalakan mobil di dalam garasi yang tertutup rapat (Hadiyani, 2012)
G. Komplikasi
1. Terhadap respirasi dapat berakibat Hipoksia jaringan dan seluler yang bersifat
ringan sampai berat,
2. Komplikasi terhadap kardiovaskular dapat berupa iskemia miokard, edema
pulmonal, aritmia dan sindrom miokardial. Efek kardiovaskuler ini dapat
disebabkan karena menurunnya cardiac output yang disebabkan oleh hipoksia
jaringan, ikatan CO dengan myoglobin dan menyebabkan kurangnya pelepasan
oksigen ke sel,
3. Komplikasi terhadap sistem saraf berupa nistagmus, ataksia dan pada intoksikasi
akut yang berat dapat ditemukan edema serebri hingga Hidrosefalus akut
Komplikasi pada fungsi ginjal yaitu Rhabdomyolisis dan gagal ginjal akut, dan
4. Rhabdomyolisis dapat terjadi pada otot (Soekamto,2008)
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan tidak efektif b.d. faktor lingkungan, menghirup asap (karbon)
2. Pola napas tidak efektif b.d. hiperventilasi
I. PERENCANAAN
Diagnosa Tujuan Intervensi
Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
Observasi:
napas tidak tindakan keperawatan 1 x
Monitor pola napas
efektif 24 jam oksigenasi Monitor bunyi napas
tambahan
dan/atau eliminasi
Monitor sputum
karbondioksida pada (jumlah,warna,aroma)
Terapeutik
membran alveolus-kapiler
normal, dengan kriteria Pertahankan kepatenan jalan
napas
hasil:
Posisikan semi fowler atau
- Produksi sputum fowler
Lakukan fisioterapi dada,
berubah dari sedang
jika perlu
(3) menjadi cukup Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
menurun (4)
Berikan oksigen, jika perlu
- Batuk efektif berubah Edukasi
Anjurkan asupan cairan
dari sedang (3)
2000ml/hari, jika tidak
menjadi cukup kontraindikasi
Kolaborasi
menurun (4)
Kolaborasi pemberian
- Mengi berubah dari bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
sedang (3) menjadi
cukup menurun (4) Pemantauan Respirasi
Observasi:
- Sianosis berubah dari
Monitor pola nafas
sedang (3) menjadi Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
cukup menurun (4)
Monitor saturasi oksigen,
- Gelisah berubah dari monitor nilai AGD
Monitor adanya sumbatan
sedang (3) menjadi
jalan nafas
cukup menurun (4) Monitor produksi sputum
Terapeutik
- Pola nafas berubah
Atur Interval pemantauan
dari cukup memburuk respirasi sesuai kondisi ps
Edukasi
(2) menjadi sedang (3)
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
keperawatan 3x24 jam Observasi:
efektif
Monitor pola nafas, monitor
inspirasi dan atau ekspirasi saturasi oksigen
yang tidak memberikan Monitor frekuensi, irama,
ventilasi adekuat membaik
kedalaman dan upaya napas
Monitor adanya sumbatan
dengan kriteria hasil : jalan nafas
- Dipsnea berubah dari Terapeutik
Atur Interval pemantauan
cukup menurun (2) respirasi sesuai kondisi pasien
menjadi sedang (3) Edukasi
Jelaskan tujuan dan
- Penggunaan otot bantu prosedur pemantauan
berubah dari cukup Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
menurun (2) menjadi
Terapi Oksigen
sedang (3) Observasi:
Monitor kecepatan aliran
- Frekuensi nafas
oksigen
berubah dari cukup Monitor posisi alat terapi
oksigen
memburung (2)
Monitor tanda-tanda
menjadi sedang (3) hipoventilasi
Monitor integritas mukosa
- Kedalaman nafas
hidung akibat pemasangan
berubah dari cukup oksigen
Terapeutik:
memburung (2)
Bersihkan sekret pada
menjadi sedang (3) mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
Pertahankan kepatenan jalan
napas
Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
Ajarkan keluarga cara
menggunakan O2 di rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
Daftar Pustaka
Dries, David J & Frederick W Endorf.” Inhalation Injury: Epidemiology, Pathology,
Treatment Strategies”. Scand J Trauma Resusc Emerg Med. 2013; 21: 31.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3653783
Gill, Preea & Rebecca V Martin. “Smoke Inhalation Injury”. BJA Education, 15 (3): 143–
148 (2015). doi: 10.1093/bjaceaccp/mku017
Hadiyani, Murti. 2012. Keracunan Karbon Monoksida. Jakarta: Badan POM, RI diunduh
melalui http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunkarmon.pdf pada hari
selasa , 19 september 2017 pukul 08.35
Oman, Kathleen S, Jane Koziol-McLain & Linda J. Scheetz. 2012. Panduan Belajar
Keperawatan Emergensi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Paramita, D dkk. 2013. “Luka Bakar Disertai Truma Inhalasi”. Jambi: Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universita Negeri Jambi.
Ronald P Micak, P. M. (2017, 9 24). Inhalation Injury from Heat, Smoke, or Chemical
Irritants. Wolters Kluwer, pp. 1-5
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta
: PPNI