Anda di halaman 1dari 6

6.

RESERVOAR KARBONAT

a. Klasifikasi batuan karbonat


Secara umum, klasifikasi batuan karbonat ada 2 macam, yaitu: klasifikasi
deskriptif dan klasifikasi genetik. Klasifikasi deskriptif merupakan klasifikasi yang
didasarkan pada sifat-sifat batuan yang dapat diamati dan dapat ditentukan secara
langsung, seperti fisik, kimia, biologi, mineralogi atau tekstur. Klasifikasi genetik
merupakan klasifikasi yang lebih menekankan pada asal usul batuan.

™ Klasifikasi Grabau (1904)


Menurut klasifikasi Grabau, batugamping dapat dibagi menjadi 5 macam, yaitu:
a. Calcirudite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih besar daripada pasir
(>2 mm).
b. Calcarenite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya sama dengan pasir (1/16
– 2 mm).
c. Calcilutite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih kecil dari pasir
(<1/16 mm).
d. Calcipulverite, yaitu batugamping hasil presipitasi kimiawi, seperti
batugamping kristalin.
e. Batugamping organik, yaitu hasil pertumbuhan organisme secara insitu seperti
terumbu dan stromatolite.

™ Klasifikasi Folk (1959)


Parameter utama yang dipakai pada klasifikasi ini adalah tekstur deposisi. Folk
menyatakan bahwa proses pengendapan batuan karbonat dapat disebandingkan dengan
proses pengendapan batupasir atau batulempung.
Menurut Folk ada 3 macam komponen utama penyusun batugamping yaitu:
a. Allochem, yaitu material karbonat sebagai hasil presipitasi kimiawi atau
biokimia yang telah mengalami transportasi (intrabasinal), analog dengan
butiran pasir atau gravel pada batuan asal daratan. Allochem ada 4 macam
yaitu intraclast, oolite, pelet dan fosil.
b. Microcrystalline calcite ooze (micrite), yaitu material karbonat yang
berdiameter 1-4 mikron, translucent, dan berwarna kecoklatan (dalam asahan
tipis). Sedangkan dalam handspecimen, micrite bersifat opak dan dull,
berwarna pitih, abu-abu, abu-abu kecoklatan atau hitam. Micrite analog
deengan lempung pada batulempung atau matrik lempung pada batupasir.
c. Sparry calcite (sparite), yaitu komponen yang berbentuk butiran atau kristal
yang berdiameter >/= 4 mikron (4-10 mikron) dan memperlihatkan
kenampakan yang jernih dan mozaik dalam asahan tipis, berfungsi sebagai
pore filling cement. Sparite analog dengan semen pada clean sandstone.

Berdasarkan perbandingan relatif antara allochem, micrite dan sparite serta jenis
allochem yang dominan, maka Folk membagi batugamping menjadi 4 famili.
Batugamping tipe I dan II disebut sebagai allochemical rock (allochem > 10%),
sedangkan batugamping tipe III disebut sebagai orthochemical rock (allochem =/<
10%). Batas ukuran butir yang digunakan oleh Folk untuk membedakan antara butiran
(allochem) dan micrite adalah 4 micron (lempung).
Batugamping tipe I analog dengan batupasir/konglomerat yang tersortasi bagus
dan terbentuk pada high-energy zone, batugamping tipe II analog dengan batupasir
lempungan atau konglomerat lempungan dan terbentuk pada low-energy zone, dan
batugamping tipe III analog dengan batulempung dan terbentuk pada kondisi tenang
(lagoon).
Prosedur pemberian nama batuan menurut Folk adalah:
1. Jika intraclast > 25% Æ intraclastic rock
2. Jika intraclast =/< 25%, lihat prosentase oolite-nya
3. Jika oolite >25% Æ oolitic rock
4. Jika intraclast =/<25% dan oolite =/<25%, lihat perbandingan antara fosil
dengan pelet, yaitu: a) fosil:pellet > 3:1 Æ biogenic rock, b) fossil:pellet < 3:1
Æ pellet rock, c) fossil:pellet = 3:1 – 1:3 Æ biogenic pellet rock.
Aturan penamaan batuan adalah sebagai berikut: kata pertama adalah jenis
allochem yang dominan dan kata kedua adalah jenis orthochem yang dominan, contoh:
intrasparite, biomicrite, dll.

™ Klasifikasi Dunham (1962)


Dunham membuat klasifikasi batugamping berdasarkan tekstur deposisi
batugamping, yaitu tekstur yang terbentuk pada waktu pengendapan batugamping,
meliputi ukuran butir dan susunan butir (sortasi). Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan sehubungan dengan pengklasifikasian batugamping berdasarkan tekstur
deposisinya, yaitu:
1. Derajat perubahan tekstur pengendapan
2. Komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses deposisi
3. Tingkat kelimpahan antar butiran (grain) dan lumpur karbonat
Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas, maka Dunham mengklasifikasikan
batugamping menjadi 5 macam, yaitu mudstone, wackestone, packestone, grainstone,
dan boundstone. Sedangkan batugamping yang tidak menunjukkan tekstur deposisi
disebut crystalline carbonate.
Fabrik (supportation) grain-supported (butiran yang satu dengan yang lain saling
mendukung) dan mud-supported (butiran mengambang di dalam matrik lumpur
karbonat) digunakan untuk membedakan antara wackestone dan packestone. Dunham
tidak memperhatikan jenis butiran karbonatnya seperti klasifikasi Folk. Batas ukuran
butir yang digunakan oleh Dunham untuk membedakan antara butiran dan lumpur
karbonat adalah 20 mikron (lanau kasar).
Klasifikasi batugamping yang didasarkan pada tekstur deposisi dapat
dihubungkan dengan fasies terumbu dengan tingkat energi yang bekerja, sehingga dapat
untuk interpretasi lingkungan pengendapan.

™ Klasifikasi Embry and Klovan (1971)


Klasifikasi ini didasarkan pada tekstur pengendapan dan merupakan
pengembangan dari klasifikasi Dunham (1962) yaitu dengan menambahkan kolom
khusus pada kolom boundstone, menghapus kolom crystalline carbonate, dan
membedakan % butiran yang berdiameter </= 2 mm dari butiran yang berdiameter >
2m, Dengan demikian klasifikasi Embry and Klovan seluruhnya didasarkan pada tekstur
pengendapan dan lebih tegas di dalam ukuran butir yaitu ukuran grain =/>0,03 – 2 mm
dan ukuran lumpur karbonat <0,03 mm.
Berdasarkan cara terjadinya, Embry & Klovan membagi batugamping menjadi
dua kelompok, yaitu batugamping allochton dan batugamping autochton.
Batugamping autochton adalah batugamping yang komponen penyusunnya
berasal dari organisme yang saling mengikat selama pengendapannya. Batugamping ini
dibagi menjadi 3 yaitu: bafflestone (tersusun oleh biota berbentuk cabang), bindstone
(tersusun oleh biota berbentuk menegrak atau lempengan) dan framestone (tersusun
oleh biota berbentuk kubah atau kobis).
Batugamping allochton adalah batugamping yang komponennya berasal dari
sumbernya oleh fragmentasi mekanik, kemudian mengalami transportasi dan
diendapkan kembali sebagai partikel padat. Batugamping ini dibagi menjadi 6 macam
yaitu: mudstone, wackestone, packetone, grainstone, floatstone dan rudstone.
Dengan demikian klasifikasi Embry & Klovan sangat tepat untuk mempelajari
fasies terumbu dan tingkat energi pengendapan.

b. Lingkungan pengendapan, fasies dan geometri


Meskipun lingkungan pembentukan endapan karbonat dapat terjadi mulai dari
zona supratidal sampai cekungan yang lebih dalam di luar shelf, paparan cekungan
dangkal (shallow basin platform) yang meliputi middle shelf dan outer shelf adalah
tempat produksi endapan karbonat yang utama dan kemudian tempat ini disebut sebagai
subtidal carbonate factory.
Endapan-endapan karbonat yang dihasilkan akan terakumulasi pada shelf,
sebagian mengalami trasportasi ke arah daratan, yaitu ke tidal flat, pantai, atau lagoon,
sedangkan sebagian lagi mengalami trasportasi ke arah laut, yaitu ke cekungan yang
lebih dalam. Pada lingkungan laut yang dalam jarang terbentuk endapan karbonat,
kecuali merupakan hasil jatuhan dari plankton yang mensekresikan kalsium karbonat
dan hidup di air permukaan.
Terumbu merupakan salah satu sumber produksi endapan karbonat di paparan
atau cekungan di luar paparan. Terumbu adalah suatu timbulan karbonat yang dibentuk
oleh pertumbuhan organisme yang insitu, mempunyai potensi untuk berdiri tegar dan
membenrtuk struktur topografi yang tahan gelombang.
James (1979) membagi fasies terumbu masa kini secara fisiografi menjadi 3
macam:
1. Fasies Inti Terumbu (reef core facies)
Fasies ini tersusun oleh batugamping yang masif dan tidak berlapis.
Berdasarkan litologi dan biota penyusunnya, fasies ini dapa dibagi menjadi
4 sub-fasies yaitu:
a. Sub-fasies puncak terumbu (reef-crest)
Litologi berupa framestone dan bindstone, sebagai hasil pertumbuhan
biota jenis kubah dan mengerak dan merupakan very high energy zone.
b. Sub-fasies dataran terumbu (reef flat)
Litologi berupa rudstone, grainstone, dan nodule dari ganggang
karbonatan dan merupakan daerah berenergi sedang dan tempat
akumulasi rombakan terumbu.
c. Sub-fasies terumbu depan (reef front)
Litologi berupa bafflestone, bindstone dan framestone dan merupakan
daerah berenergi lemah-sedang.
d. Sub-fasies terumbu belakang (back reef)
Litologi berupa bafflestone dan floatstone dan merupakan daerah energi
lemah dan relatif tenang.
2. Fasies Depan Terumbu (fore reef facies)
Litologi berupa grainstone dan rudstone dan merupakan lingkungan yang
mempunyai kedalaman >30m dengan lereng 45 - 60°. Semakin jauh dari inti
terumbu (kearah laut) litologi berubah menjadi packstone, wackstone dan
mudstone.
3. Fasies Belakang Terumbu (back reef facies)
Fasies ini disebut juga fasies lagoon dan meliputi zona laut dangkal (< 30m)
dan tidak berhubungan dengan laut terbuka. Kondisi airnya tenang, sirkulasi
air terbatas, dan banyak biota penggali yang hidup di dasar. Litologi berupa
packetone, wackestone dan mudstone dan banyak dijumpai struktur jejak
dan bioturbasi, baik horizontal maupun vertikal.

c. Porositas dan proses diagenesa


Tipe porositas utama pada batuan karbonar adalah vuggy (pori-pori yang lebih
besar dari butiran), intergranular (antar butir), intragranular (dalam butiran, contohnya
material cangkang atau shell), dan chalky.
Diagenesa yang berakibat pada berubahnya porositas dan permeabilitas dapat
dikelompokkan atas:
- Pelarutan (leaching) yang umumnya akan meningkatkan porositas dan
permeabilitas
- Dolomitisasi yang akan meningkatkan porositas dengan menciptakan pori yang
lebih besar, atau dapat juga malahan akan mengurangi porositas jika terjadi
pertumbuhan interlocking mosaic dari kristal-kristal dolomit. Dolomitisasi
sering meningkatkan permeabilitas secara dramatis dikarenakan pembentukan
lubang pelarutan (solution vug) dan retakan pasca penimbunan (post-burial)
yang lebih besar
- Retakan (fracturing) dikarenakan adanya breksiasi, sesar atau kekar yang akan
meningkatkan permeabilitas
- Rekritaslisasi oleh neomorphism dari mikrit menjadi ukuran kristal yang lebih
besar yang akan meningkatkan porositas
- Semen yang akan menurunkan porositas dan permeabilitas

Anda mungkin juga menyukai