Anda di halaman 1dari 33

Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

MODUL 03

MODUL TINJAUAN HUKUM KONTRAK

DIKLAT HUKUM KONTRAK KONSTRUKSI TINGKAT DASAR

2016

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi


Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
validasi dan penyempurnaan Modul Tinjauan Hukum Kontrak sebagai Materi
Substansi dalam Diklat Hukum Kontrak Konstruksi Tingkat Dasar. Modul ini disusun
untuk memenuhi kebutuhan kompetensi dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) di
bidang Konstruksi.

Modul Tinjauan Hukum Kontrak disusun dalam 4 (empat) bab yang terbagi atas
Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan modul yang sistematis
diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam memahami aspek
hukum kontrak. Penekanan orientasi pembelajaran pada modul ini lebih
menonjolkan partisipasi aktif dari para peserta.

Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim
Penyusun dan Narasumber Validasi, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan
baik. Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa
terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan
peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan
manfaat bagi peningkatan kompetensi ASN di bidang Konstruksi.

Bandung, Desember 2016


Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Air dan Konstruksi

Dr. Ir. Suprapto, M.Eng.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi i


Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ v
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... I-1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... I-1
1.2 Deskripsi singkat ........................................................................................ I-1
1.3 Tujuan Pembelajaran ................................................................................. I-1
1.3.1 Kompetensi Dasar......................................................................... I-1
1.3.2 Indikator Hasil Belajar ................................................................... I-2
1.4 Materi Pokok dan Sub Materi Pokok .......................................................... I-2
1.5 Estimasi Waktu .......................................................................................... I-2
BAB II ASPEK HUKUM ...................................................................................... II-1
2.1 Umum ..................................................................................................... II-1
2.2 Beberapa Aspek Hukum ........................................................................... II-1
2.2.1 Penghentian Sementara Pekerjaan (Suspension of Work) .......... II-1
2.2.2 Pengakhiran Perjanjian/Pemutusan Kontrak ................................ II-2
2.2.3 Denda Keterlambatan (Liquidity Damages) ................................ II-2
2.2.4 Penyelesaian Perselisihan /Settlement of Dispute ....................... II-3
2.2.5 Keadaan Kahar /Force Majeure. (Permen PUPR No.
31/PRT/M/2015 angka 41) ........................................................... II-4
2.2.6 Hukum Yang Belaku (Governing Law) ......................................... II-4
2.2.7 Bahasa Kotrak (Contract Language) ............................................ II-5
2.2.8 Domisili ........................................................................................ II-6
2.2.9 Waktu Pelaksanaan (Construction Priod) .................................... II-7
2.2.10 Pengesampingan berlakunya Pasal 1266 KUHPer ...................... II-7
2.2.11 Klaim-Klaim .................................................................................. II-7
2.2.12 Prioritas Dokumen........................................................................ II-8
2.3 Latihan ..................................................................................................... II-8

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi ii


Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

2.4 Rangkuman .............................................................................................. II-8


BAB III ASPEK KEUANGAN ............................................................................. III-1
3.1 Umum .................................................................................................... III-1
3.2 Jenis jenis Kontrak Kerja Konstruksi ....................................................... III-2
3.2.1 Turn Key dan Contractor’s Full Pre Financing............................. III-2
3.2.2 Build Operate and Transfer/Build Operate and Own ................... III-3
3.2.3 Build Lease and Transfer ............................................................ III-4
3.3 Jaminan - Jaminan .................................................................................. III-4
3.1.1 Bank Garansi dan Standby Letter of Credit ................................. III-5
3.1.2 Surety Bond ................................................................................ III-7
3.1.3 Letter of Comfort, Warranty dan Indemnity ................................. III-9
3.4 Aspek Peransuransian ........................................................................... III-11
3.4.1 CAR (Contractor’s All Risk) ....................................................... III-11
3.4.2 TPL (Third Party Liabilities) ....................................................... III-11
3.5 Latihan .................................................................................................. III-12
3.6 Rangkuman ........................................................................................... III-12
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. IV-1
4.1 Simpulan .................................................................................................. IV-1
4.2 Tindak Lanjut ........................................................................................... IV-1
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. vii
GLOSARIUM ....................................................................................................... viii

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi iii
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

DAFTAR TABEL

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi iv


Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

DAFTAR GAMBAR

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi v


Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Deskripsi
Modul Tinjauan Hukum Kontrak ini terdiri dari dua kegiatan belajar mengajar.
Kegiatan belajar pertama membahas tentang pemahaman pembelajaran Aspek
Hukum. Kemudian kegiatan belajar kedua membahas tentang Aspek
Keuangan. Peserta diklat mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang
berurutan. Pemahaman setiap materi pada modul ini diperlukan untuk
memahami aspek-aspek yang timbul terhadap kontrak konstruksi. Di akhir
pembelajaran dilengkapi dengan latihan atau evaluasi yang menjadi alat ukur
tingkat penguasaan peserta diklat setelah mempelajari seluruh materi Diklat ini.

Persyaratan
Dalam mempelajari modul pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat
menyimak dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat
memahami dengan baik materi tinjauan hukum kontrak. Untuk menambah
wawasan, peserta diharapkan dapat membaca terlebih dahulu tinjauan hukum
kontrak.

Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah
dengan kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh Widyaiswara/Fasilitator,
adanya kesempatan tanya jawab, curah pendapat, bahkan diskusi

Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan Alat
Bantu/Media pembelajaran tertentu, yaitu: LCD/projector, Laptop, white board
dengan spidol dan penghapusnya, bahan tayang, serta modul dan/atau bahan
ajar.

Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan mampu
memahami aspek-aspek yang timbul terhadap kontrak konstruksi.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi vi


Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan
konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa
konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Para pihak dalam suatu
pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna
jasa dan penyedia jasa dapat merupakan orang perseorangan atau badan
usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan berbentuk
badan hukum. Penyedia jasa konstruksi yang merupakan perseorangan
hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang
berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil.

Sedangkan pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang


berteknologi tinggi dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh
badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing
yang dipersamakan.

Dalam pelaksanaannya Jasa Konstruksi selain telah diatur secara peraturan


perundang-undangan permasalahan jasa konstruksi juga harus memenuhi
beberapa aspek hukum, yaitu : Keperdataan, Administrasi Negara, Pidana,
Ketenagakerjaan dan aspek hukum lain yang mengatur sesuatu yang
berkaitan dengan pelaksanaan jasa konstruksi.

1.2 Deskripsi singkat


Mata pendidikan dan pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan
mengenai aspek hukum dan aspek keuangan.

1.3 Tujuan Pembelajaran


1.3.1 Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan mampu
memahami aspek-aspek yang timbul terhadap kontrak konstruksi.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi I-1
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

1.3.2 Indikator Hasil Belajar


Setelah pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan:
a) Aspek Hukum
b) Aspek Keuangan

1.4 Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Dalam modul Tinjauan Hukum Kontrak ini akan membahas materi:
a) Aspek hukum
1) Beberapa Aspek Hukum
b) Aspek Keuangan
1) Jenis-jenis Kontrak Kerja Konstruksi
2) Jaminan-jaminan
3) Aspek Perasuransian

1.5 Estimasi Waktu


Alokasi waktu yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
untuk mata diklat “Tinjauan Hukum Kontrak” ini adalah 6 (enam) jam
pelajaran (JP) atau sekitar 270 menit.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi I-2
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

BAB II
ASPEK HUKUM

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan


aspek hukum

2.1 Umum
Sesungguhnya seluruh dokumen kontrak terutama kontrak/perjanjian itu
sendiri merupakan hukum (bagi para pihak yang menanda tangani kontrak)
Pasal 1338 KHUPer menyatakan bahwa seluruh perjanjian yang dibuat
secara sah merupakan undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

2.2 Beberapa Aspek Hukum


2.2.1 Penghentian Sementara Pekerjaan (Suspension of Work)
Pasal mengenai hal ini seringkali terlupakan untuk dicantumkan dalam
kontrak, padahal kemungkinan hal ini terjadi cukup besar terutama proyek-
proyek yang menggunakan teknologi canggih dan padat peralatan.

Bila tidak dicantumkan/diatur dalam kontrak dan kenyataannya penghentian


sementara ini benar-benar terjadi maka baik Penyedia Jasa maupun
Pengguna Jasa dihadapkan kepada ketidakpastian secara hukum, antara
lain bagaimana dengan waktu pelaksanaan yang terganggu. Bagaimana
mengatur ganti rugi akibat pekerjaan terhenti (sementara).

Berapa lama penghentian dapat diizinkan.

Bila dilampaui apa akibat hukumnya bagi pihak yang menghentikan dan
sebagainya.

Oleh karena itu penghentian sementara ini harus dicantumkan dalam


kontrak dan diatur tata cara pelaksanaannya, alasan-alasan beserta
akibatnya.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II-1
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

Satu hal yang perlu diingat bahwa penghentian sementara tidak sama
dengan pengakhiran perjanjian/pemutusan kontrak walaupun keadaan di
lapangan yang terjadi sama yaitu seluruh kegiatan pekerjaan terhenti.

2.2.2 Pengakhiran Perjanjian/Pemutusan Kontrak


Apa yang terjadi disini adalah pelaksanaan pekerjaan dihentikan (bukan
ditangguhkan sementara oleh salah satu pihak secara sepihak) dengan
membatalkan kontrak.

Tentu saja hal ini dilakukan karena alasan-alasan yang ditentukan dalam
kontrak.Oleh karena itu hak-hak para pihak (Penyedia Jasa/Pengguna Jasa)
untuk memutuskan kontrak harus jelas disebutkan. Konsekwensi hukum
akibat yang timbul termasuk hak-hak dan kewajiban para pihak beserta tata
cara pemberitahuan mengenai pemutusan kontrak juga harus diatur dengan
jelas.

Proses pemutusan Kontrak Konstruksi di Indonesia , terlebih dahulu harus


melalui proses Penyelesaian Kontrak Kritis dengan Show Cause Meeting
untuk penanganan Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan (Permen PUPR
31/PRT/M2015, SSUK angka 43)

2.2.3 Denda Keterlambatan (Liquidity Damages)


Setiap kontrak harus ada Pasal yang mengatur mengenai sanksi berupa
denda yang harus dibayar Penyedia Jasa karena keterlambatan
penyelesaian pekerjaan.

Dalam SSUK (Permen PUPR No. 31/PRT/M 2015 angka 60), menyatakan
Penyedia berkewajiban untuk membayar sangsi finansial berupa Denda
sebgai akibat wanprestasi atau cidera janji terhadap kewajiban – kewajiban
Penyedia dalam Kontrakyang besarnya denda dihitung:
a) 1/1000 (satu perseribu) per hari keterlambatan dari dari sisa harga
bagian Kontrak yang belum dikerjakan (sebelum PPN) apsbila bagian
pekerjaan yang sudah dilaksanakan dapat berfungsi;

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II-2
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

b) atau 1/1000 (satu perseribu) per hari keterlambatan dari harga Kontrak
(sebelum PPN) apsbila bagian pekerjaan yang sudah dilaksanakan
berfungsi; dan
c) denda makximum besarnya denda 5% atau 50 (lima puluh ) hari
keterlambatannya. ( diatur dalam SSKK)
Di dunia Barat Pasal ini dikenal dengan istilah Penalty Clause dan kita sering
menamakannya Denda Keterlambatan.

Terlepas dari kenyataan apakah keterlambatan tersebut menimbulkan


kerugian kepada Pengguna Jasa, denda tetap dikenakan.

Belakangan ini para pelaku jasa konstruksi didunia Barat mulai berpikir
bahwa hal ini kurang adil dan merubah istilah denda ini dengan Ganti Rugi
atas Keterlambatan (Liquidity Damages For Delay).Jadi karena
keterlambatan tersebut menimbulkan kerugian, maka pihak yang dirugikan
mendapatkan ganti rugi.

Masalah ini menjadi kritis dan dapat menjadi benih perselisihan/sengketa,


terutama dalam hal menghitung jumlah hari keterlambatan, disebabkan
antara lain perselisihan penafsiran saat mulai kerja yang tidak tegas dan
pasti.

2.2.4 Penyelesaian Perselisihan /Settlement of Dispute


Permen PUPR No. 31/PRT/M/2015 angka 76, para Pihak berkewajiban
untuk berupaya sungguh-sungguh menyelesaikan secara damai semua
perselisihan yang timbul dari atau berhubungan dengan Kontrak ini atau
interpretasinya selama atau setelah pelaksanaan pekerjaan ini.

Penyelesaian perselisihan atau sengketa antara para pihak dalam Kontrak


dapat dilakukan melalui musyawarah, arbitrase, mediasi, konsiliasi atau
pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelesaian perselisihan atau sengketa yang dipilih ditetapkan dalam
SSKK

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II-3
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

Pilihan Lembaga yang akan menyelesaikan perselisihan harus tegas sesuai


ketentuan U.U No. 18/1999 Pasal 36 dan Undang-Undang No. 30/2000
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

2.2.5 Keadaan Kahar /Force Majeure. (Permen PUPR No. 31/PRT/M/2015


angka 41)
Yang dimaksudkan dengan keadaan memaksa adalah keadaan yang terjadi
diluar kehendak / kemampuan Penyedia Jasa maupun Pengguna Jasa
seperti tindakan/kemauan Tuhan (Act of God) diantaranya : banjir, tanah
longsor, gunung meletus, halilintar atau tindakan dari Pemerintah atau pihak
lain seperti kebijakan moneter, peperangan, pemberontakan, huru hara,
pemogokan umum, wabah penyakit dan tindakan lain diluar kekuasaan para
pihak.

Semua ketentuan mengenai hal ini harus jelas disebutkan termasuk tata
cara pemberitahuan, penanggulangan atas kerusakan dan tindak lanjut
setelah kejadian tersebut. Yang penting diketahui bahwa keadaan memaksa
ini erat kaitannya dengan masalah asuransi.Terlebih lagi pada masa akhir-
akhir ini.Sebagai contoh perusahaan asuransi tidak begitu saja dapat
menerima banjir atau tanah longsor dikategorikan sebagai keadaan
memaksa. Hal ini disebabkan karena belum tentu kedua kejadian tersebut
memang benar-benar tindakan Tuhan tetapi mungkin karena ulah manusia
(ingat jalan tol ke Bandara Soekarno – Hatta yang banjir akibat penataan
ruang disekitarnya keliru atau tidak memenuhi syarat).

2.2.6 Hukum Yang Belaku (Governing Law)


Yang dimaksud disini adalah hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut.Ini
harus dicantumkan dalam kontrak untuk mengantisipasi apabila timbul
perselisihan/sengketa.

Bila tidak ditentukan dalam kontrak dan timbul sengketa maka sulit untuk
menyelesaikannya karena tidak tahu hukum apa/negara mana yang dipakai.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II-4
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

Dalam kontrak konstruksi di Indonesia dimana para pihak (Penyedia Jasa


dan Pengguna Jasa) sama-sama orang Indonesia, ketentuan mengenai
hukum yang berlaku ini umumnya tidak dicantumkan dengan pengertian
pastilah yang berlaku Undang-Undang Republik Indonesia.

Namun Peraturan Pemerintah No. 29/2000 Pasal 23 ayat 6 dengan tegas


mengatakan bahwa kontrak kerja harus tunduk pada hukum yang berlaku di
Indonesia.

Dalam hal ini berarti walaupun salah satu pihak dalam kontrak (Penyedia
Jasa atau Pengguna Jasa) adalah orang/perusahaan asing, kontrak
konstruksi tetap harus tunduk pada hukum Indonesia.

Dalam kontrak konstruksi dimana para pihak dari 2 (dua) negara berbeda
mungkin saja menetapkan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum
negara ketiga.

Misalnya kontrak antara Perusahaan Amerika Serikat dan Perusahaan


Filipina memilih hukum yang berlaku adalah hukum Singapura dengan
alasan penyelesaian sengketa akan diselesaikan oleh Lembaga Arbitrase
Singapura.

2.2.7 Bahasa Kotrak (Contract Language)


Kontrak konstruksi di Indonesia pada umumnya dibuat dalam Bahasa
Indonesia terutama kontrak-kontrak dengan Pemerintah yang mengunakan
dana dari Pemerintah murni (APBN).

Namun proyek-proyek Pemerintah yang menggunakan dana pinjaman dari


luar negeri (loan) biasanya kontrak-kontrak dibuat dalam bahasa Inggris dan
bahasa Indonesia.

Disinilah sering timbul masalah karena umumnya kita kurang menguasai


bahasa Inggris. Walaupun mungkin kita cukup fasih berbahasa Inggris

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II-5
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

sehari-hari, patut disadari bahasa Inggris yang dipakai dalam kontrak tidak
selalu sama dengan pengertian sehari-hari.

Misalnya kata “shall” dalam pengertian sehari-hari adalah “akan” sedang


dalam kontrak berarti “harus”.The Owner shall pay the Contractor ………
berarti Penggna Jasa “harus” (bukan “akan”) membayar Penyedia Jasa
……..
Seringkali kontrak konstruksi dibuat dalam 2 (dua) bahasa: Inggris dan
Indonesia tanpa mengatakan versi bahasa mana yang berlaku.

Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran, sulit dicari penyelesaian karena


secara hukum keduanya benar.Seharusnya dinyatakan bahwa walaupun
kontrak dibuat dalam 2 (dua) bahasa yang berlaku hanya 1 bahasa.Hal ini
bisa disebut dengan istilah “The language of the contract is English and
Indonesia. In the event there is a discrepancy or the ambiguity, the English
version will prevail”.Jadi walaupun kontrak dibuat dalam versi Bahasa Inggris
dan Bahasa Indonesia dalam hal terjadi perbedaan arti/penafsiran, yang
berlaku adalah salah satu versi bahasa (misalnya : Inggris).

Dengan diterbitknya U.U No. 18/1999 dan Peraturan Pemerintah No.


29/2000 bahasa Kontrak hanya satu yaitu Bahasa Indonesia walaupun
dibuat dalam lebih dari satu bahasa. Hal ini tercantum dalam P.P No.
29/2000 Pasal 23 ayat 5.

2.2.8 Domisili
Kesepakatan mengenai domisili (tempat kedudukan) para pihak dalam satu
kontrak ditentukan hanya dengan maksud apabila timbul
perselisihan/sengketa akan diselesaikan oleh Pengadilan. Apabila
disepakati dalam kontrak bahwa pilihan penyelesaian sengketa adalah
arbitrase maka penetapan domisili tidak diperlukan.

Banyak kontrak yang walaupun telah memilih Arbitrase sebagai pilihan


penyelesaian sengketa tetap masih mencantumkan domisili.Ini adalah

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II-6
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

kekeliruaan yang justru menimbulkan sengketa.Dalam hal benar-benar


terjadi sengketa maka sulit penyelesaikannya karena pada saat salah satu
pihak mengajukan perselisihan ke Arbitrase, pihak lain menyatakan
keberatan dan minta perselisihan diselesaikan oleh Pengadilan.

Arbitrase pun biasanya akan menolak kasus ini.Oleh karena itu sekali telah
menetapkan pilihan sengketa melalui Arbitrase, domisili tidak perlu
dicantumkan dalam kontrak.

2.2.9 Waktu Pelaksanaan (Construction Priod)


Walaupun biasanya mencantumkan jumlah hari pelaksanaan tetapi lupa
memberikan batasan mengenai “hari”.Apakah yang dimaksud adalah hari
kerja atau hari kalender.

Bila “hari kerja” apakah 5 hari atau 6 hari seminggu. Hal lain yang sering
dilupakan saat mulai pelaksanaan. Apakah terhitung dari tanggal SPK,
penyerahan lahan atau tanggal kontrak? Ketiga hal ini hampir dapat
dipastikan tidak terjadi pada hari yang sama.

2.2.10 Pengesampingan berlakunya Pasal 1266 KUHPer


Pasal ini menyatakan bahwa pemutusan kontrak secara sepihak harus
melalui suatu keputusan Pengadilan.Bila dikehendaki pemutusan kontrak
tanpa melalui keputusan Pengadilan, maka pemberlakuan Pasal ini harus
dikesampingkan dan hal ini harus disebutkan dalam kontrak.

Banyak kontrak yang tidak mencantumkan pengesampingan ini sehingga


menimbulkan masalah sehubungan dengan pemutusan kontrak.

2.2.11 Klaim-Klaim
Pasal ini penting untuk memberikan peluang bagi para pihak untuk
mengajukan klaim dalam hal-hal tertentu.Hal ini dipandang penting karena
kita terlanjur mengartikan klaim sebagai suatu tuntutan.Memang benar klaim
dapat berakhir menjadi tuntutan jika klaim tersebut tidak dilayani.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II-7
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

Dalam Kontrak-Kontrak Konstruksi di Indonesia hampir tak pernah ada yang


mencantumkan.

2.2.12 Prioritas Dokumen


Hal ini perlu ditetapkan untuk menjaga bila terjadi hal-hal yang bertentangan
yang terdapat dalam dokumen-dokumen kontrak.Jika hal itu terjadi dan
prioritas dokumen tidak ditentukan maka akan terjadi ketidak pastian yang
dapat menjurus kepada perselisihan.

2.3 Latihan
1. Jelasakan dengan singkat penyelesaian perselisihan atau sengketa
yang dipilih harus ditetapkan dalam SSKK!
2. Sebutkan Yang termasuk keadaan memaksa adalah keadaan yang
terjadi diluar kehendak/kemampuan Penyedia Jasa maupun
Pengguna Jasa!

2.4 Rangkuman
a) Surat Perjanjian/Kontrak dan seluruh dokumen kontrak merupakan
hukum (bagi para pihak yang menanda tangani kontrak)

Pasal 1338 KHUPer menyatakan bahwa seluruh perjanjian yang dibuat


secara sah merupakan undang-undang bagi mereka yang membuatnya

b) Aspek hukum dalam kontrak konstruksi meliputi:


1) Penghentian Sementara Pekerjaan (Suspension of Work)
2) Pengakhiran Perjanjian/Pemutusan Kontrak
3) Denda Keterlambatan (Liquidity Damages)
4) Penyelesaian Perselisihan / Settlement of Dispute
5) Keadaan Kahar
6) Hukum Yang Berlaku
7) Bahasa Kontrak
8) Domisili(Contract Language)
9) Waktu Pelaksanaan (Construction Priod)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II-8
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

10) Pengesampingan Berlakunya Pasal 1266 KUHPer


11) Klaim – Klaim
12) Prioritas Dokumen

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II-9
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

BAB III
ASPEK KEUANGAN

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan


aspek keuangan

3.1 Umum
Di dalam suatu Kontrak Kerja Konstruksi diatur kesepakatan/persetujuan
para pihak mengenai terutama aspek-aspek teknis, aspek-aspek hukum,
aspek keuangan, dan aspek asuransi, dan aspek perpajakan disamping
aspek-aspek lainnya. Karena aspek-aspek tersebut memegang peranan
yang sangat penting.

Ketika pembangunan gedung-gedung mulai marak pada awal tahun 1970,


system kontrak kerja konstruksi yang dipakai masih sederhana yang
dikenal dengan Sistem Konvensional.Di sini si Penyedia Jasa memperoleh
pembayaran berkala (termin) sesuai dengan kemajuan pekerjaan baik.

Dihitung berdasarkan prosentase pekerjaan yang telah diselesaikan


(“stage payment”) atau berdasarkan pekerjaan yang telah diselesaikan
perbulan (“monthly payment”).

Jaminan yang diberikan dalam Sistim Konvensional ini pun terbatas


kepada Jaminan Uang Muka (“Advance Payments Bond”), Jaminan
Pelaksanaan (“Performance Bond”) dan Jaminan Masa Pemeliharaan
(“Maintenance Period Bond”) yang diberikan oleh Penyedia Jasa kepada
Pengguna Jasa, dan “Tender Bond” yang diberikan oleh peserta tender.
Semua jaminan di atas diberikan dalam bentuk bank garansi.

Dengan munculnya sistim pembangunan konstruksi yang dikenal dengan


Turn Key, Contractor’s Full Prefinancing, Build Operate and Transfer
(“BOT”), Build Operete and Own (“BOO”), Build, Lease and Transfer
(“BLT”), maka sistim pendanaan maupun jaminan atas pembangunan

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III-1
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

konstruksi juga menjadi bervariasi. Oleh karenanya perangkat hokum


untuk menjamin pembayaran proyek pembangunan konstruksi perlu juga
direkayasa.

3.2 Jenis jenis Kontrak Kerja Konstruksi


Untuk membahas sistim pendanaan yang bervariasi, dibawah ini secara
singkat kami uraikan beberapa jenis Kontrak Kerja konstruksi.

3.2.1 Turn Key dan Contractor’s Full Pre Financing


“Turn Key” adalah suatu sistim kontrak pembangunan dimana seluruh aspek
pembangunan proyek tersebut mulai dari studi kelayakan, konsep
perencanaan, perencanaan, penghitungan volume pekerjaan dan harga
satuan/nilai proyek, penyusunan syarat-syarat umum dan spesifikasi teknis
serta pengurusan seluruh perizinan, melaksanakan pembangunannya dan
perawatannya dengan menggunakan dana sendiri dilakukan oleh satu
perusahaan yang disebut Turn Key Builder dan baru mendapatkan
pembayaran dari Pengguna Jasa setelah proyek diserahkan dan diterima
baik oleh Pengguna Jasa. Sistim Turn Key sering pula disebut Design –
Build, Design Construct atau dalam istilah kita Rancang Bangun.

Yang hampir sama dengan Sistim Turn Key dalam arti Penyedia Jasa dibayar
setelah Proyek diserahkan ialah Sistim Contractor’s Full Prefinancing.
Perbedaannya ialah tugas Penyedia Jasa hanya membangun saja sesuai
dengan gambar-gambar dan spesifikasi tekhnis yang diberikan oleh
Pengguna Jasa.

Oleh karena itu Turn Key Builder berhak meminta suatu “Jaminan
Pembayaran” (Payment Guarantee) dari Pengguna Jasa.Besarnya minimal
10 % lebih besar dari nilai kontrak.Hal ini dimaksudkan selain mendapat
jaminan pembayaran sejak pekerjaan tambahan yang biasanya berkisar 10
% dari nilai kontrak asli.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III-2
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

3.2.2 Build Operate and Transfer/Build Operate and Own


Seseorang, badan pemerintah atau perusahaan swasta yang memiliki suatu
asset (tanah) ingin mengembangkan asset tersebut untuk mendapatkan
hasilnya, namun tidak memiliki dana atau keahlian, sedangkan assetnya
sangat pontensial untuk dikembangkan (lokasi sangat bagus, cukup luas dan
strategis).

Untuk mencapai tujuannya orang, perusahaan atau badan tersebut


mengajak suatu perusahaan Developer (Insvestor) untuk mengembangkan
assetnya atas dasar kerjasama yang saling menguntungkan. Developer akan
membangun/mengembangkan asset sehingga menjadi suatu proyek yang
bersifat komersial.

Developer diberi hak (konsesi) untuk mengelola dan memunggut hasil dari
proyek dalam satu kurun waktu tertentu sebagai konpensasi untuk
memungkinkan Developer mengembalikan dana investasi yang telah
ditanam ditambah keuntungan yang wajar.

Satu hal yang perlu diingat, dalam sistim kontrak BOT adalah sejak awal
pelaksanaan pembangunan proyek sampai selesai, selama masa
pengelolaan hingga diserahkan kembali kepada Pengguna Jasa,
kepemilikan proyek serta tanah dimana proyek dibangun, tetap berada pada
Pengguna Jasa.

Oleh karena lahan/tanah adalah tetap milik Pengguna Jasa, Developer


biasanya tidak diizinkan oleh Pengguna Jasa untuk mengagunkan
lahan/tanah tersebut untuk dipakai sebagai jaminan mendapatkan dana
investasi.

Sebagai konsekwensinya jika Developer mengambil pinjaman dari bank


untuk membangun proyek BOT, maka yang harus dicari jaminan-jaminan lain
selain tanah/lahan yang dibangun.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III-3
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

Hampir sama dengan BOT ialah Sistim Build Operate and Own.
Perbedaanya dalam sistim BOT pada akhir masa pengelolaan tidak terjadi
transfer, tatapi Developer akan memiliki proyek.

3.2.3 Build Lease and Transfer


Sistim Build, Lease dan Transfer adalah suatu sistim membangun suatu
proyek milik Pengguna Jasa dengan biaya sepenuhnya dari Developer,
kemudian setelah proyek selesai dibangun, Pengguna Jasa menyewa
proyek dari Developer Investor yang selama waktu tertentu mengelola dan
memungut hasilnya dan pada akhir masa penyewaan (lease period) proyek
kembali kepada Pengguna Jasa.

Sama dengan sistim kontrak BOT, sejak awal pelaksanaan pembangunan


fasilitas sampai selesai, selama masa penyewaan hingga diserahkan
kembali kepada Pengguna Jasa tugas, kepemilikan proyek serta tanah
dimana proyek dibangun, tetap berada pada Pengguna Jasa.

Oleh karena lahan/tanah adalah tetap milik Pengguna Jasa, seperti dalam
sistim BOT, Developer – Investor biasanya tidak diizinkan oleh Pengguna
Jasa untuk mengagunkan lahan/tanah tersebut untuk dipakai sebagai
jaminan mendapatkan dana untuk investasi.

3.3 Jaminan - Jaminan


Jaminan yang paling lazim dipergunakan dalam suatu kontrak kerja
konstruksi adalah Bank Garansi. Selain dari bank garansi ada beberapa jenis
warkat bank yang lain yang mempunyai kekuatan jaminan seperti bank
garansi yaitu Standby Letter of Credit (“Standby LC”) dan “Surety Bond”.
Tetapi ada juga yang tidak mempunyai daya jaminan seperti “Letter of
Confort” dan “Warranty”. Dan ada juga yang daya jaminannya diragukan
menurut hukum Indonesia yaitu “Idemnity”

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III-4
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

3.1.1 Bank Garansi dan Standby Letter of Credit


Ketentuan-ketentuan mengenai Garansi Bank diatur dalam Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 23/72/KEP/Dir dan Surat edarannya No.
23/3/UKU keduanya tertanggal 28 Februari 1991.kedua peraturan tersebut
termasuk dalam Paket Deregulasi Perbankan yang dikenal dengan “PakFeb”
atau “PakTri”.

Sebagaimana dimaklumi, Garansi Bank merupakan perjanjian buntut


(accessoir) yang ditinjau dari segi hukum merupakan perjanjian
penagggungan (borgtocht) yang diatur dalam Buku Krtiga Bab – XVII Pasal
1820 sampai dengan Pasal 1850 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dimana Bank bertindak sebagai penanggung.
Ketentuan-ketentuan dalam Kitab UU Hukum Perdata tersebut diatas hanya
mengatur masalah penaggungan hutang secara umum, terutama mengenai
bentuk maupun syarat-syarat minimum yang harus dimuat dalam
warkat/perjanjian tidak diatur secara lengkap. Oleh karena itu, agar bank-
bank mempunyai pedoman yang lengkap dalam pelaksanaan pemberian
suatu Garansi Bank, maka dianggap perlu untuk menetapkan syarat-syarat
minimum yang harus dipenuhi dalam suatu Garansi Bank, yaitu sekurang-
kurangnya harus memuat :
a) Judul “Garansi bank” atau Bank Garansi”.
Dalam hal bank mengeluarkan Garansi Bank dalam bahasa Asing, maka
dibawah judul dalam bahasa Asing yang dikehendaki tersebut diberi
judul dalam kurung “Garansi Bank” atau “bank Garansi”.
b) Nama dan alamat bank pemberi
c) Tanggal penerbitan
d) Transaksi antara pihak yang dijamin dengan penerimaan garansi,
misalnya tender, pemenuhan bea masuk, pembangunan suatu proyek
dan perijinan perdagangan valuta asing.
e) Jumlah uang yang dijamin bank
f) Tanggal mulai berlaku dan berakhir. Mengingat Garansi Bank
merupakan perjanjian buntut (Acessoir) maka jangka waktunya akan
berakhir karena:

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III-5
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

1) berakhirnya perjanjian
2) berakhirnya Garansi bank sebagaimana ditetapkan dalam Garansi
bank yang bersangkutan.
g) Pemegang batas waktu pengajuan claim
Dalam hubungan ini untuk memperoleh keseragaman hendaknya
dengan jelas dicantumkan dalam garansi bank bahwa claim dapat
diajukan segera setelah timbul wanprestasi dengan batas waktu
pengajuan terakhir sekurang-kurangnya 14 hari dan selambat-
selambatnya 30 hari setelah berakhirnya Garansi bank tersebut.
h) Menurut Pasal 1831 Kitab UU Hukum Perdata, apabila timbul Cidera janji
(wanprestasi) maka sebelum melakukan pembayaran si penjamin (bank)
dapat meminta agar benda-benda si berhutang disita dan dijual terlebih
dahulu untuk melunasi hutangnya. Dalam pada itu menurut Pasal 1832
Kitab UU Perdata, dapat diperjanjikan bahwa bank melepas hak
istimewanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1831 Kitab UU Hukum
Perdata, maka bank wajib membayar Garansi Bank yang bersangkutan
segera setelah timbul cidera janji (wanprestasi) dan menerima tuntutan
pemenuhan kewajiban (claim). Agar supaya pihak yang dijamin maupun
pihak yang menerima garansi dapat mengetahui dengan jelas ketentuan
Pasal 1831 atau Pasal 1832 Kitab UU Hukum Perdata yang akan
dipergunakan, maka bank diwajibkan memperjanjikan dan
mencantumkan ketentuan yang dipilihnya dalam garansi bank yang
bersangkutan. Untuk mengefektifkan suatu garansi, menjadi kelaziman
untuk menyampingkan/tidak memberlakukan pasal-pasal 1430, 1831,
1833, 1837, 1838, 1843,1847-1850 Kitab UU Hukum Perdata Indonesia.

Khusus untuk Standby L/C selain tunduk kepada peraturan Bank Indonesia,
juga tunduk kepada Uniform Customs and Practices for Documentary Credit.
Dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat serta bank-bank dalam
melaksanakan azas-azas perbankan yang sehat maka ditetapkan bahwa
garansi bank atau Standby L/C tidak boleh memuat hal-hal sebagai berikut:
1) Syarat-Syarat yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk berlakunya
Garansi Bank atau Standby L/C, misalnya Garansi Bank atau

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III-6
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

Standby L/C baru berlaku setelah pihak yang dijamin menyetor


sejumlah uang.
2) Ketentuan bahwa Garansi Bank atau Standby L/C dapat
diubah/dibatalkan secara sepihak, misalnya oleh Bank atau Pihak
yang dijamin.

Pemberian Garansi Bank terkena ketentuan Batas Minimum Pemberian


Kredit (lebih dikenal dengan nama “Legal Lending Limit” atau “LLL”)
sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
21/50/KEP/Dir dan Surat Edaranya No. 21/11/BPPP seluruhnya tertanggal
27 Oktober 1988 (“PakTo”) dan Surat Edaran Bank Indonesia No.
23/13/BPPP tertanggal 28 Februari 1991.

Selain itu Garansi Bank juga terkena ketentuan tentang Kewajiban


Pemenuhan Modal Minimum (dikenal dengan istilah Capital Adequency
Ratio atau “CAR”) sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi bank
Indonesia No. 23/KEP/Dir dan Surat Edarannya No. 23/11/BPPP keduanya
tertanggal 28 Pebruari 1991. Kedua ketentuan tersebut menjadi kendala bagi
bank untuk memberikan Garansi Bank.

3.1.2 Surety Bond


Untuk mengatasi kendala tersebut, maka kini mulai banyak dipakai “Surety
Bond” suatu jenis jaminan yang diberikan oleh perusahaan asuransi.Karena
perusahaan asuransi bukan bank dan oleh karenanya tidak tunduk kepada
peraturan-peraturan Bank Indonesia, pemberian Surety Bond tidak kena
pembatasan Legal Lending Limit maupun Capital Adequacy ratio.

Surety Bond yang dilahirkan oleh Keppres 14 A/1980 dimaksudkan untuk


membuka peluang-peluang dan kemudahan kemudahan baru antara lain:
a) memperluas jaminan yang dapat dipergunakan oleh para Penyedia Jasa
dalam pengerjaan pemborongan dan/atau pembelian. Dengan demikian
memberikan alternatif pemilihan jaminan, sehingga para Penyedia Jasa

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III-7
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

berkesempatan memakai jaminan yang menurutnya lebih murah


biayanya.
b) Untuk menciptakan pasar jaminan yang kompetitip, sehingga tidak
dimonopoli hanya oleh Bank Pemerintah saja. Adanya persaingan
seperti ini disamping bisa memberikan biaya yang lebih murah, juga
mendorong para pemberi jaminan memberikan pelayanan yang lebih
baik.
c) Dengan menunjuk Lembaga Asuransi sebagai pengelola Surety Bond
dimaksudkan agar “Insurance Minded” dikalangan Penyedia Jasa
khususnya dan di masyarakat pada umumnya dapat makin bertambah.
Prinsip-prinsip Surety Bond adalah sebagai berikut:
1) Merupakan Kontrak antara tiga pihak dimana kontrak antara
Principal (Pemborong) dan Pengguna Jasa adalah yang menjadi
dasar.
2) Penerbitanya dilakukan tanpa mengandalkan adanya kolateral,
tetapi sebagai penggantinya dilibatkan pihak lain yang bertindak
sebagai Indemnitor. Untuk penerbitan ini principal dibebani Surety
Bond Fee.
3) Jangka waktu Surety Bond pada prinsifnya menjamin sepanjang
jangka waktu kontrak yang telah dibuat antara Principal Obligee
(Pengguna Jasa)
4) Didalam penyelesaian klaim pada prinsipnya harus dibuktikan
terlebih dahulu adanya kerugian yang terjadi (Loss Situation).
Prinsip adanya kerugian ini bisa berubah apabila dalam
pengaturannya sudah dengan tegas disebutkan bahwa jaminan
diminta bukan berdasarkan kerugian tetapi lebih menekankan pada
hukuman (penalty).
5) Atas segala kerugian yang dibayar, Surety Company mempunyai
hak tuntutan secara otomatis (recovery) kepada Principal. Hak
recovery ini ditegaskan secara formal dalam Indemnity Agreement
yang ditandatangani oleh Principal dan Indeminitornya sebelum atau
pada saat jaminan (Bond) dikeluarkan.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III-8
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

6) Resiko yang dijamin dari Surety Bond tidak ditahan sendiri oleh
sipenjamin, tetapi diasuransikan sendiri oleh sipenjamin, tetapi
diasuransikan kembali kepada Perusahaan Reasuransi seperti
halnya yang diumumkan berlaku pada bisnis asuransi.
7) Surety Bond adalah perjanjian yang bersifat irrevocable.

3.1.3 Letter of Comfort, Warranty dan Indemnity


Sedangkan Letter of Comfort, Warranty maupun Indemnity bukanlah
merupakan jenis jaminan untuk melunasi suatu hutang

3.1.3.1 Letter of Comfort.


Letter of Comfort biasanya diberikan oleh pemegang saham mayoritas atau
holding company dari debitur yang berisikan pernyataan bahwa pemegang
saham mayoritas/holding company tersebut:
a) tidak akan melepaskan saham-sahamnya pada debitur; dan/atau
b) tidak akan mengganti pengurusan debitur, dan/atau
c) debitur pada saat jatuh tempo hutangnya akan mampu melunasinya.

3.1.3.2 Warranty
Warranty adalah suatu pernyataan dari pembuatnya bahwa hak, kualitas dan
kuantitas dari suatu prestasi yang diberikan adalah sah dan benar adanya.

3.1.3.3 Indemnity
Indemnity adalah jaminan dari seseorang agar seorang pihak ketiga
melakukan sesuatu untuk orang yang dijaminkannya dan jika pihak ketiga
tersebut gagal melakukannya, si peminjam akan mengganti kerugian pihak
yang dijamin.
Dari keterangan singkat diatas jelaslah bahwa Letter of Comfort, Warranty
tidak bisa disamakan dengan Garansi Bank dan tidak memberikan jaminan
apapun untuk melunasi suatu hutang. Sedangkan Indemnity walaupun
mengandung prinsif yang sama dengan Garansi Bank, tidak tunduk kepada
peraturan-peraturan Garansi Bank yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia,
sehingga perlindungan yang diberikannya tidaklah sekuat Garansi Bank.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III-9
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

Selain jaminan diatas ada pula bentuk-bentuk jaminan yang memang tidak
seaman jaminan-jaminan diatas, tetapi tetap lebih aman dibandingkan
dengan jaminan-jaminan yang sifatnya hanya moral (akan diterangkan
kemudian); misalnya:
a) Hipotik atas tanah; walaupun dapat dijadikan uang tetapi tetap harus
mengajukan permohonan eksekusi Hiponik ke Pengadilan yang
memerlukan waktu kurang lebih 3 bulanan. Selain itu harga tanahnya
miring karena dilelang.
b) Cessie atas tagihan, yaitu Pengalihan hak atas piutang (Pasal 613 KUH
Perdata). Didalam hal ini si Debitur menyerahkan hak atas tagihannya
terhadap Pihak Ketiga kepada Kreditur.
Kelemahannya mungkin kita tidak pasti apakah tagihan-tagihan tersebut
dapat menutupi seluruh kewajiban Debitur dan waktunya yang tidak
pasti.
c) Penyerahan Hak Milik berdasarkan kepercayaan: jaminan ini dapat
dikenalkan atas barang-barang bergerak, misalnya mesin-mesin. Karena
secara fisik barang-barang tersebut tetap dikuasai Debitur, maka bentuk
jaminan ini kurang aman, karena apabila si Debitur tidak bersedia
menyerahkan barang tersebut, maka si Krediturnya harus
menggugatnya melalui Pengadilan dan pada waktu dapat dieksekusi (±
5 tahun) tentu harga-harga mesin-mesin telah merosot tajam.
Janganlah bersedia menerima jaminan-jaminan yang sifatnya moril semata
(moral obligation). Misalnya : Personal Guarantee, Corporate Guarantee.

Karena jaminan-jaminan tersebut tidak dapat dijadikan uang dalam waktu


yang relatif singkat, walaupun diberikan oleh orang sekaliber Lien Sioe Liong,
misalnya, karena kecuali si Penjamin bersedia memenuhi kewajibannya
secara sukarela, tetap saja kita harus menempuh jalur Pengadilan yang
panjang dan rumit (winding road) untuk memperoleh pemenuhan kewajiban
tersebut.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III-10
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

3.4 Aspek Peransuransian


Didalam suatu Kontrak Konstruksi biasanya diatur mengenai kewajiban
kontraktor untuk mengasuransikan risiko-risiko sebagai berikut:

3.4.1 CAR (Contractor’s All Risk)


Pekerjaan yang dilakukan oleh Kontraktor harus diasuransikan atas nama
Pemberi Tugas dengan nilai pertanggungan minimal sama (mengcover)
seluruh nilai kontrak/pekerjaan. Jumlah premi yang harus dibayar biasnya
sudah dimasukakan ke dalam nilai kontrak.
Premi asuransi wajib dibayar oleh Kontraktor dengan mencantumkan
Pemberi tugas sebagai Beneficiary pada Polis Asuransi; artinya yang berhak
menerima pembayaran asuransi tersebut, di dalam hal terjadi klaim dalam
asuransi adalah si pemberi tugas, walaupun Premi asuransi dibayar oleh
Kontraktor.
Masa pertanggungan biasanya dihitung sejak saat kontrak/pekerjaan dimulai
sampai masa kontrak berakhir/setelah berakhir masa perawatan atas cacat,
Polis Asuransi beserta pembayaran preminya biasanya diminta oleh Pemberi
Tugas. Dalam banyak kasus Pemberi Tugas mengharuskan /
merekomendasikan suatu Perusahaan Asuransi tertentu. Seringkali klaim
asuransi menjadi sengketa karena dalam surat polish tidak/kurang jelas
menyangkut apa saja yang dipertanggungkan atau karena perbedaan
interpretasi.

3.4.2 TPL (Third Party Liabilities)


Penyedia Jasa juga diwajibkan untuk membayar premi asuransi untuk
menanggung resiko Third Party Liabilitie; yaitu tanggung jawab terhadap
(adanya tuntutan dari) pihak ketiga. Di dalam hal ini, Pemberi tugas juga di
cantumkan sebagai Beneficiary pada Polis Asuransi.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III-11
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

3.5 Latihan
1. Jelaskan dengan singkat jenis-jenis kontrak konstruksi!
2. Sebutkan Jaminan-jaminan yang paling lazim dipergunakan dalam
suatu kontrak kerja konstruksi!
3. Jelaskan dalam suatu Kontrak Konstruksi, mengapa kontraktor
diwajibkan untuk mengasuransikan risiko-risiko!

3.6 Rangkuman
a) Aspek Keuangan meliputi:
1) Jenis Kontrak;
2) Jaminan – Jaminan;
3) Perasuransian.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III-12
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Sesungguhnya seluruh dokumen kontrak terutama kontrak/perjanjian itu
sendiri merupakan hukum (bagi para pihak yang menanda tangani kontrak)
Pasal 1338 KHUPer menyatakan bahwa seluruh perjanjian yang dibuat
secara sah merupakan undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Di dalam suatu Kontrak Kerja Konstruksi diatur kesepakatan/persetujuan


para pihak mengenai terutama aspek-aspek teknis, aspek-aspek hukum,
aspek keuangan, dan aspek asuransi, dan aspek perpajakan disamping
aspek-aspek lainnya. Karena aspek-aspek tersebut memegang peranan
yang sangat penting.

4.2 Tindak Lanjut


Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini, peserta diharapkan mengikuti kelas
lanjutan untuk dapat memahami detail tinjauan hukum kontrak dan
ketentuan pendukung terkait lainnya, sehingga memiliki pemahaman yang
komprehensif mengenai materi tersebut.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi IV-1
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

DAFTAR PUSTAKA

Soekarsono Malangjoedo. “Algemene Voorwarden ( AV ) 41”.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999, Tentang Jasa


Konstruksi

PP Nomor 29 tahun 2000, tentang penyelenggaraan jasa konstruksi, dan


perubahannya terarakhir melalui Nomor 59 tahun 2010

Perpres Nomor 54 Tahun 2010, Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan


perubahannya terarakhir melalui Perpres Nomor 4 tahun 2015

Permen PUPR Nomor 31/PRT?M?2015, Perubahan Ketiga atas Permen PU Nomor


07/PRT/M/2011, tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan
Konstruksi dan Konsultansi.

H. Nazarkhan Yasin . “ Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia “.

Robert D Gilbreath (1992) “ Managing Construction Contracts “.

Mc Neill Stokes (1977) “ Construction Law in Contractors Languange “.

R. Wiryono Prodjodikoro “ Perbuatan Melanggar Hukum”

Modul/bahan ajar Hukum Kontrak PISK PSDA.

Modul/bahan ajar Hukum Kontrak Pusdiklat PUPR.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi vii
Modul 3 Tinjauan Hukum Kontrak

GLOSARIUM

BOT : Build Operate and Transfer


BOO : Build Operete and Own
BLT : Build, Lease and Transfer

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi viii

Anda mungkin juga menyukai