Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MASALAH-MASALAH DALAM KEHAMILAN

Di Susun Oleh :

Nama : CINDY CLOUDIA GUMOLUNG

Nim : (19142010164)

Kelas : A1/Semester IV

Mata Kuliah : KEPERAWATAN METERNITAS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO

FAKULTAS KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN
1. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang muncul pada masa kehamilan, dan hanya
berlangsung hingga proses melahirkan. Kondisi ini dapat terjadi di usia kehamilan berapa
pun, namun lazimnya berlangsung di minggu ke-24 sampai ke-28 kehamilan.

Gejala Diabetes Gestasional
Gejala diabetes saat kehamilan muncul ketika kadar gula darah melonjak tinggi
(hiperglikemia). Di antaranya:

 Sering merasa haus


 Frekuensi buang air kecil meningkat
 Mulut kering
 Tubuh mudah lelah
 Penglihatan buram

Penyebab Diabetes Gestasional


Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan diabetes gestasional. Akan tetapi,
kondisi ini diduga terkait dengan perubahan hormon dalam masa kehamilan.

Pada masa kehamilan, plasenta akan memproduksi lebih banyak hormon, seperti hormon
estrogen, HPL (human placental lactogen), termasuk hormon yang membuat tubuh kebal
terhadap insulin, yaitu hormon yang menurunkan kadar gula darah. Akibatnya, kadar
gula darah meningkat dan menyebabkan diabetes gestasional.

Faktor Risiko Diabetes Gestasional


Semua ibu hamil berisiko mengalami diabetes gestasional, akan tetapi lebih berisiko
terjadi pada ibu hamil dengan faktor-faktor berikut ini:

 Memiliki berat badan berlebih.


 Memiliki riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi).
 Pernah mengalami diabetes gestasional pada kehamilan sebelumnya.
 Pernah mengalami keguguran.
 Pernah melahirkan anak dengan berat badan 4,5 kg atau lebih.
 Memiliki riwayat diabetes dalam keluarga.
 Mengalami PCOS (polycystic ovary syndrome) atau akantosis nigrikans.

Pengobatan Diabetes Gestasional

Pengobatan diabetes gestasional bertujuan untuk mengendalikan kadar gula darah dan
mencegah terjadinya komplikasi saat hamil dan melahirkan. Metode pengobatan diabetes
gestasional meliputi:

Pemeriksaan kadar gula darah rutin
Dokter akan menganjurkan pasien memeriksakan darah 4-5 kali sehari, terutama di pagi
hari dan tiap selesai makan. Pasien dapat memeriksakan darah secara mandiri,
menggunakan jarum kecil, dan meletakkan darah di cek gula darah.
Diet sehat.
Dokter akan menyarankan pasien untuk banyak mengonsumsi makanan berserat tinggi,
seperti buah, sayuran, dan biji-bijian. Pasien juga disarankan untuk membatasi konsumsi
makanan manis, serta makanan dengan kandungan lemak dan kalori tinggi. Menurunkan
berat badan saat sedang hamil tidak disarankan, karena tubuh sedang memerlukan tenaga
ekstra. Oleh karena itu, bila ingin menurunkan berat badan, lakukanlah sebelum
merencanakan kehamilan. Pola diet juga tidak sama pada setiap pasien.Oleh karena itu,
konsultasikan dengan dokter mengenai pola diet yang tepat bagi Anda.

 Olahraga. Olahraga dapat merangsang tubuh memindahkan gula dari darah ke dalam


sel untuk diubah menjadi tenaga. Manfaat lain dari olahraga rutin adalah membantu
mengurangi rasa tidak nyaman saat hamil, seperti sakit punggung, kram otot,
pembengkakan, sembelit, dan sulit tidur.
 Obat-obatan. Bila diet sehat dan olahraga belum mampu menurunkan kadar gula
darah, dokter akan meresepkan metformin. Bila metformin tidak efektif atau
menimbulkan efek samping parah, dokter akan memberi suntik insulin. Sekitar 10-
20 persen pasien diabetes gestasional memerlukan obat-obatan untuk menormalkan
kadar gula darah.

Bila kadar gula darah pada ibu hamil tetap tidak terkontrol atau belum juga melahirkan
pada usia kehamilan lebih dari 40 minggu, dokter dapat memilih melakukan
operasi caesar atau induksi untuk mempercepat persalinan.

Diabetes gestasional dapat meningkatkan risiko bayi terlahir dengan komplikasi.Oleh


karena itu,penting untuk melakukan konsultasi kehamilan secara rutin, agar
perkembangan bayi tetap terpantau.
Komplikasi Diabetes Gestasional
Ibu hamil yang menderita diabetes gestasional tetap dapat melahirkan bayi yang sehat.
Tetapi bila kondisi ini tidak ditangani dengan tepat, beberapa komplikasi dapat terjadi
pada bayi saat lahir, seperti:

 Kelebihan berat badan saat lahir yang disebabkan oleh tingginya kadar gula dalam
darah (macrosomia).
 Lahir prematur yang mengakibatkan bayi kesulitan bernafas (respiratory distress
syndrome). Kondisi ini juga dapat terjadi pada bayi yang lahir tepat waktu.
 Lahir dengan gula darah rendah (hipoglikemia) akibat produksi insulin yang tinggi.
Kondisi ini dapat mengakibatkan kejang pada bayi, namun dapat ditangani dengan
memberinya asupan gula.
 Risiko mengalami obesitas dan diabetes tipe 2 ketika dewasa.

Selain pada bayi, ibu hamil juga berpotensi mengalami komplikasi, seperti hipertensi
dan preeklamsia, yang dapat membahayakan nyawa ibu dan bayi. Ibu hamil juga berisiko
terserang diabetes gestasional pada kehamilan berikutnya, atau malah terkena diabetes
tipe 2.
Pencegahan Diabetes Gestasional

Hingga saat ini, belum diketahui apakah diabetes gestasional dapat dicegah atau tidak.
Namun demikian, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menekan risiko
terserang penyakit ini, yaitu:

 Memperbanyak konsumsi makanan sehat dengan serat tinggi, seperti sayuran dan


buah-buahan. Di samping itu, hindari makanan yang mengandung lemak atau kalori
tinggi.
 Berolahraga secara teratur untuk menjaga kebugaran tubuh sebelum dan saat hamil.
Dianjurkan untuk melakukan olahraga ringan hingga sedang, seperti berenang, jalan
cepat, atau bersepeda minimal 30 menit per hari. Bila tidak memungkinkan, lakukan
olahraga singkat namun berkala, seperti sering berjalan kaki atau melakukan
pekerjaan rumah.
 Turunkan berat badan saat merencanakan kehamilan dengan menjalani pola makan
sehat secara permanen. Langkah ini juga akan memberikan manfaat jangka panjang,
seperti memiliki jantung sehat.

2. Hipertensi dalam kehamilan

Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan diastolik ≥90 mmHg
pada dua kali pemeriksaan dengan jarak waktu minimal 15 menit pada wanita
dengan keadaan tenang.

Jika ditemukan tekanan darah tinggi ≥140/90 pada ibu hamil, dilakukan
pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan
tentukan diagnosis.

Hipertensi dalam kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua ibu hamil dan menjadi
salah satu penyebab tertinggi kematian ibu melahirkan.

Klasifikasi

1. Hipertensi kronik
2. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
3. Hipertensi gestasional
4. Preeklampsia – eklampsia

Hipertensi kronik

Hipertensi terjadi sebelum kehamilan dan menetap setelah persalinan tanpa


disertai proteinuria (protein dalam urin)

 TD ≥140/90 mmHg 
 Riwayat hipertensi sebelum hamil atau hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu 
 Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)

Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

 Hipertensi kronik disertai disertai proteinuria (protein dalam urin)


 Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20
minggu) 
 Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1

Hipertensi gestasional

Hipertensi yang timbul pada usia kehamilan >20 minggu tanpa proteinuria dan
menghilang setelah persalinan

Preeklampsia – eklampsia

 Preeklampsia : hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu


disertai dengan proteinuria
o Ringan: TD≥140/90 mmHg , proteinuria 1+ 
o Berat: TD >160/110 mmHg, proteinuria ≥2+ 
 Eklampsia : preeklampsia yang disertai kejang-kejang dan/atau koma

Jika tidak tertangani dengan baik, preeklampsia dapat menyebabkan komplikasi


serius bahkan fatal bagi ibu dan janin.

Faktor Risiko

 Usia

Peningkatan risiko preeklampsia hampir dua kali lipat pada wanita hamil
berusia 40 tahun

 Kehamilan pertama

Kehamilan pertama memiliki risiko hampir 3 kali lipat

 Jarak antar kehamilan

Wanita dengan jarak kehamilan sebelumnya lebih dari 10 tahun memiliki


risiko hampir sama dengan kehamilan pertama. Risiko preeklampsia semakin
meningkat sesuai dengan lamanya interval dengan kehamilan pertama.

 Riwayat preeklampsia sebelumnya

Riwayat preeklampsia sebelumnya merupakan faktor risiko utama dengan


peningkatan risiko hingga 7 kali lipat. Kehamilan pada wanita dengan
preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan kejadian preeklampsia berat,
preeklampsia onset dini, dan membawa dampak yang buruk untuk janin
 Riwayat keluarga preeklampsia/eklampsia

Riwayat preeklampsia pada keluarga juga meningkatkan risiko hampir 3 kali


lipat. Adanya riwayat preeklampsia pada ibu meningkatkan risiko sebanyak
3.6 kali lipat.

 Kehamilan kembar

Kehamilan kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali lipat

 Obesitas sebelum hamil

Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia. Semakin besar nilai Indeks


Masa Tubuh, semakin meningkatkan risiko. Obesitas sangat berhubungan
dengan resistensi insulin yang juga merupakan faktor risiko preeklampsia

 Diabetes Melitus Tergantung Insulin

Risiko preeklapsia meningkat hampir 4 kali lipat pada wanita dengan diabetes
sebelum hamil

 Penyakit ginjal

Preeklampsia meningkat sebanding dengan keparahan penyakit pada wanita


dengan penyakit ginjal

 Sindrom antifosfolipid

Antibodi antifosfolipid (antibodi antikardiolipin, antikoagulan lupus atau


keduanya) meningkatkan risiko preeklampsia hampir 10 kali lipat

 Hipertensi kronik

Gejala

Peningkatan tekanan darah akan terjadi perlahan-lahan atau dengan onset yang
tiba-tiba. Pemantauan tekanan darah merupakan bagian penting dari perawatan
kehamilan karena tanda pertama dari preeklampsia biasanya terjadi peningkatan
darah. Tanda dan gejala lain termasuk:

 Sakit kepala
 Nyeri ulu hati
 Mual dan/atau muntah
 Bengkak
 Gangguan penglihatan
 Penurunan volume berkemih
 Mudah marah dan mudah lelah
 Sulit tidur

Tanda dan bahaya kehamilan

1. Perdarahan
2. Demam atau panas tinggi
3. Keluar air ketuban sebelum waktunya
4. Bengkak di kaki, tangan, atau wajah disertai sakit kepala dan atau kejang
5. Bayi dalam kandungan gerakannya berkurang atau tidak bergerak
6. Ibu muntah terus dan tidak mau makan

Komplikasi

 Pertumbuhan janin terhambat

 Preeklampsia memengaruhi pembuluh darah yang membawa darah. Jika


plasenta tidak mendapatkan cukup darah, janin ajan menerima nutrisi,
oksigen, dan darah lebih sedikit. Hal ini menyebabkan pertumbuhan
terhambat, berat lahir rendah, dan kelahiran prematur. Risiko kematian ibu
dan janin
 Persalinan sebelum waktunya

Preeklampsia dengan gejala berat mungkin diharuskan untuk melahirkan janin


sesegera mungkin agar menyelamatkan hidup ibu dan bayi. Kelahiran premature
dapat menyebabkan masalah pernapasan pada bayi. Dokter akan membantu Bunda
menentukan kapan waktu ideal melahirkan.

 Plasenta lepas di dalam rahim

Preeklapmsia meningkatkan risiko terhadap gangguan plasenta, kondisi dimana


plasenta terlepas dari dinding rahim sebelum persalinann. Hal tersebut berisiko
terhadap pendarahan hebat, dimana akan mengancam nyawa ibu dan bayi

 HELLP Syndrome (hemolisis, peningkatan enzim hati, dan hitung trombosit


rendah)

Sindrom ini lebih berat dan dapat dengan cepat mengancam jiwa ibu dan janin.
Gejalaya berupa mual, muntah, nyeri kepala, nyeri ulu hati, dan dapat merusak
organ tubuh

 Peningkatan risiko hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, dan  deep


vein  thrombosis  di masa yang akan datang. Risiko ini bahkan lebih besar jika
ibu mengalami preeklampsia lebih dari satu kali atau melahirkan bayi
premature. Untuk meminimalisasi risiko jaga berat badan ideal, makan sayur
dan buah-buahan, aktivitas fisik rutin, dan tidak merokok
Pencegahan

1. Skrining risiko preeklampsia untuk setiap wanita hamil sejak awal kehamilan
2. Pola makan seimbang dengan nutrisi terpenuhi
3. Aktivitas fisik rutin
4. Manajemen stres
5. Kontrol kehamilan rutin

Pencegahan dengan obat dan suplemen

1. Aspirin 75mg/hari untuk mecegah preeklampsia pada wanita dengan risiko


tinggi dan sebaiknya diberikan sebelum usia kehamilan 20 minggu
2. Kalsium 1.000 -2.000 mg/hari
3. Zinc 200 mg/hari
4. Magnesium 365 mg/hari

Penanganan

1. Pengobatan antihipertensi.
2. Pengobatan magnesium sulfat untuk mencegah kejang pada preeklampsia dan
mengontrol kejang pada eklampsia.
3. Pemantauan tekanan darah.
4. Pemantauan detak jantung janin.
5. Pertimbangan persalinan
6. Tetap terhidrasi

3. Hyperemesis gravidarum

Pengertian Hiperemesis Gravidarum

Hiperemesis gravidarum adalah kondisi morning sickness yang ekstrem pada masa


kehamilan dan ditandai dengan mual dan muntah yang parah. Kondisi ini menyebabkan
dehidrasi, gangguan elektrolit dan keton dalam darah, serta penurunan berat badan yang
signifikan. Kondisi ini harus segera mendapatkan penanganan untuk menghindari
dampak buruk yang dapat menimpa ibu hamil dan janin. Pengidap hiperemesis
gravidarum dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit, karena komplikasinya yang
berakibat pada ginjal, sistem saraf, dan hati. 

Faktor Risiko Hiperemesis Gravidarum

Beberapa faktor risiko hiperemesis gravidarum, antara lain:

 Hamil pada usia yang sangat muda.


 Kehamilan pertama.
 Kelebihan berat badan (obesitas).
 Memiliki keluarga dekat (misalnya ibu, kakak, atau adik) yang pernah mengidap
hiperemesis gravidarum.
 Mengidap mola hidatidosa (hamil anggur).
 Mengandung anak perempuan atau anak kembar.
 Pernah mengalami hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya.

Penyebab Hiperemesis Gravidarum

Penyebab pasti dari hiperemesis gravidarum belum diketahui hingga saat ini. Dugaan
utama adalah akibat perubahan hormon, seperti hormon glikoprotein atau Human
Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah. 

Gejala Hiperemesis Gravidarum

Berikut adalah beberapa gejala ketika seseorang mengidap hiperemesis gravidarum:

 Mual dan muntah, yang parah dan berkepanjangan.


 Berat badan menurun.
 Dehidrasi.
 Jantung berdebar.
 Konstipasi.
 Mengeluarkan air liur secara berlebihan.
 Pusing dan nyeri kepala.
 Sangat sensitif terhadap aroma.
 Sulit menelan makanan atau minuman.
 Hipotensi atau tekanan darah rendah.
 Berat badan bayi rendah.
 Masalah psikologis, seperti stres, bingung, cemas, bahkan putus asa.

Komplikasi Hiperemesis Gravidarum

Beberapa komplikasi hiperemesis gravidarum, antara lain:

 Dehidrasi akibat kekurangan asupan cairan.



 Perdarahan pada kerongkongan akibat muntah berkepanjangan.

 Bayi lahir dengan berat badan rendah.

Pengobatan Hiperemesis Gravidarum

Beberapa pengobatan yang umum diberikan dokter pada pengidap hiperemesis


gravidarum, antara lain:

 Pemberian obat-obatan lewat suntikan, seperti vitamin B6, vitamin B12, serta
antiemetik atau antimual, untuk meringankan gejala hiperemesis gravidarum.
 Pemasangan cairan infus, untuk menjaga asupan cairan yang dibutuhkan oleh
pengidap agar terhindar dari dehidrasi.
 Perubahan kebiasaan dan lingkungan, seperti banyak istirahat dan kurangi gerak,
menggunakan pakaian longgar, menghindari aroma-aroma, suara bising, dan
kedipan cahaya berlebih yang dapat memicu mual. Selain itu, konsumsi kudapan
kering (misalnya biskuit) secara berkala, konsumsi makanan tinggi karbohidrat tapi
rendah lemak, serta minum air jahe ketika merasa mual.

Pencegahan Hiperemesis Gravidarum

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah hiperemesis gravidarum adalah dengan
berkonsultasi dengan dokter saat merencanakan kehamilan dan menghindari faktor-
faktor yang dapat menjadi pemicunya.

4. Anemia

Kurang darah atau anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel darah merah yang
sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya, organ tubuh tidak
mendapat cukup oksigen, sehingga membuat penderita anemia pucat dan mudah lelah.

Penyebab Anemia
Anemia terjadi ketika tubuh kekurangan sel darah merah sehat atau hemoglobin.
Akibatnya, sel-sel dalam tubuh tidak mendapat cukup oksigen dan tidak berfungsi secara
normal (hipoksemia).
Secara garis besar, anemia terjadi akibat tiga kondisi berikut ini:

 Produksi sel darah merah yang kurang.


 Kehilangan darah secara berlebihan.
 Hancurnya sel darah merah yang terlalu cepat.

Berikut ini adalah jenis-jenis anemia yang umum terjadi berdasarkan penyebabnya:

1. Anemia akibat kekurangan zat besi


Kekurangan zat besi membuat tubuh tidak mampu menghasilkan hemoglobin (Hb).
Kondisi ini bisa terjadi akibat kurangnya asupan zat besi dalam makanan, atau
karena tubuh tidak mampu menyerap zat besi, misalnya akibat penyakit celiac.
2. Anemia pada masa kehamilan
Ibu hamil memiliki nilai hemoglobin yang lebih rendah dan hal ini normal.
Meskipun demikian, kebutuhan hemoglobin meningkat saat hamil, sehingga
dibutuhkan lebih banyak zat pembentuk hemoglobin, yaitu zat besi, vitamin B12,
dan asam folat. Bila asupan ketiga nutrisi tersebut kurang, dapat terjadi anemia yang
bisa membahayakan ibu hamil maupun janin.
3. Anemia akibat perdarahan
Anemia dapat disebabkan oleh perdarahan berat yang terjadi secara perlahan dalam
waktu lama atau terjadi seketika. Penyebabnya bisa cedera, gangguan menstruasi,
wasir, peradangan pada lambung, kanker usus, atau efek samping obat, seperti obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Selain itu, anemia karena perdarahan juga bisa
merupakan gejala cacingan akibat infeksi cacing tambang yang menghisap darah
dari dinding usus.

4. Anemia aplastik
Anemia aplastik terjadi ketika kerusakan pada sumsum tulang membuat tubuh tidak
mampu lagi menghasilkan sel darah merah dengan optimal. Kondisi ini diduga
dipicu oleh infeksi, penyakit autoimun, paparan zat kimia beracun, serta efek
samping obat antibiotik dan obat untuk mengatasi rheumatoid arthritis.
5. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik terjadi ketika penghancuran sel darah merah lebih cepat daripada
pembentukannya. Kondisi ini dapat diturunkan dari orang tua, atau didapat setelah
lahir akibat kanker darah, infeksi bakteri atau virus, penyakit autoimun, serta efek
samping obat-obatan, seperti paracetamol, penisilin, dan obat antimalaria.
6. Anemia akibat penyakit kronis
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses pembentukan sel darah merah,
terutama bila berlangsung dalam jangka panjang.
Beberapa di antaranya adalah penyakit Crohn, penyakit ginjal, kanker, rheumatoid
arthritis, dan HIV/AIDS.
7. Anemia sel sabit (sickle cell anemia)
Anemia sel sabit disebabkan oleh mutasi (perubahan) genetik pada hemoglobin.
Akibatnya, hemoglobin menjadi lengket dan berbentuk tidak normal, yaitu seperti
bulan sabit. Seseorang bisa terserang anemia sel sabit apabila memiliki kedua orang
tua yang sama-sama mengalami mutasi genetik tersebut.
8. Thalasemia
Thalasemia disebabkan oleh mutasi gen yang memengaruhi produksi hemoglobin.
Seseorang dapat menderita thalasemia jika satu atau kedua orang tuanya memiliki
kondisi yang sama.

Gejala Anemia
Gejala anemia sangat bervariasi, tergantung pada penyebabnya. Penderita anemia bisa
mengalami gejala berupa:

 Lemas dan cepat lelah


 Sakit kepala dan pusing
 Sering mengantuk, misalnya mengantuk setelah makan
 Kulit terlihat pucat atau kekuningan
 Detak jantung tidak teratur
 Napas pendek
 Nyeri dada
 Dingin di tangan dan kaki

Gejala di atas awalnya sering tidak disadari oleh penderita, namun akan makin terasa
seiring bertambah parahnya kondisi anemia.

Pengobatan Anemia

Metode pengobatan anemia tergantung pada jenis anemia yang diderita pasien. Perlu
diketahui, pengobatan bagi satu jenis anemia bisa berbahaya bagi anemia jenis yang lain.
Oleh karena itu, dokter tidak akan memulai pengobatan sebelum mengetahui
penyebabnya dengan pasti.
Beberapa contoh pengobatan anemia atau obat kurang darah berdasarkan jenisnya
adalah:

 Anemia akibat kekurangan zat besi

Kondisi ini diatasi dengan mengonsumsi makanan dan suplemen zat besi. Pada kasus
yang parah, diperlukan transfusi darah.

 Anemia pada masa kehamilan

Kondisi ini ditangani dengan pemberian suplemen zat besi, vitamin B12 dan asam folat,
yang dosisnya ditentukan oleh dokter.

 Anemia akibat perdarahan

Kondisi ini diobati dengan menghentikan perdarahan. Bila diperlukan, dokter juga akan
memberikan suplemen zat besi atau transfusi darah.

 Anemia aplastik

Pengobatannya adalah dengan transfusi darah untuk meningkatkan jumlah sel darah
merah, atau transplantasi (cangkok) sumsum tulang bila sumsum tulang pasien tidak bisa
lagi menghasilkan sel darah merah yang sehat.

 Anemia hemolitik

Pengobatannya dengan menghentikan konsumsi obat yang memicu anemia hemolitik,


mengobati infeksi, mengonsumsi obat-obatan imunosupresan, atau pengangkatan limpa.

 Anemia akibat penyakit kronis


Kondisi ini diatasi dengan mengobati penyakit yang mendasarinya. Pada kondisi tertentu,
diperlukan transfusi darah dan suntik hormon eritropoietin untuk meningkatkan produksi
sel darah merah.

 Anemia sel sabit

Kondisi ini ditangani dengan suplemen zat besi dan asam folat, cangkok sumsum tulang,
dan pemberian kemoterapi, seperti hydroxyurea. Dalam kondisi tertentu, dokter akan
memberikan obat pereda nyeri dan antibiotik.

 Thalassemia

Dalam menangani thalassemia, dokter dapat melakukan transfusi darah,


pemberian suplemen asam folat, pengangkatan limpa, dan cangkok sumsum tulang.

Komplikasi Anemia
Jika dibiarkan tanpa penanganan, anemia berisiko menyebabkan beberapa komplikasi
serius, seperti:

 Kesulitan melakukan aktivitas akibat kelelahan.


 Masalah pada jantung, seperti gangguan irama jantung (aritmia) dan gagal jantung.
 Gangguan pada paru-paru, misalnya hipertensi pulmonal.
 Komplikasi kehamilan, antara lain melahirkan prematur atau bayi terlahir dengan
berat badan rendah.
 Gangguan proses tumbuh kembang jika anemia terjadi pada anak-anak atau bayi.
 Rentan terkena infeksi.

Pencegahan Anemia
Beberapa jenis anemia, seperti anemia pada masa kehamilan dan anemia akibat
kekurangan zat besi, dapat dicegah dengan pola makan kaya nutrisi, terutama:

 Makanan kaya zat besi dan asam folat, seperti daging, sereal, kacang-kacangan,
sayuran berdaun hijau gelap, roti, dan buah-buahan
 Makanan kaya vitamin B12, seperti susu dan produk turunannya, serta makanan
berbahan dasar kacang kedelai, seperti tempe dan tahu.
 Buah-buahan kaya vitamin C, misalnya jeruk, melon, tomat, dan stroberi.

Anda mungkin juga menyukai