Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

Darah memegang peranan inti dalam kehidupan manusia. Darah beredar


dalam pembuluh darah membentuk suatu sistem sirkulasi, dengan jantung sebagai
pompanya. Darah mengalir membawa oksigen untuk metabolisme sel dan berbagai
zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh. Gangguan pada darah atau sirkulasinya tentu
membawa dampak yang sangat serius bagi tubuh. Salah satu jenis gangguan
hematologi yang diturunkan secara genetik adalah talasemia.

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yaitu anemia hemolitik herediter


yang diturunkan secara autosomal resesif dengan disebabkan oleh defek genetik pada
pembentukan rantai globin. Penyakit ini baru muncul pada seseorang apabila ia
memiliki dua gen talasemia yang berasal dari kedua orang tuanya yaitu satu dari ayah
dan satu dari ibu.

Thalasemia tersebar diseluruh ras di mediterania, Timur tengah, India sampai


Asia tenggara dan presentasi klinisnya bervariasi dari asimptomatik sampai berat
hingga mengancam jiwa, tetapi tidak menutup kemungkinan penyakit ini dapat
ditemukan dimana saja diseluruh dunia.

Saat ini, penyakit thalasemia merupakan penyakit genetika yang cukup


banyak di Indonesia. Frekuensinya terus meningkat per tahun. Walupun begitu,
masyarakat tidak menaruh perhatian yang cukup besar terhadap penyakit yang sudah
menjadi salah satu penyakit genetika terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala
awal dari penyakit sangat umum. Padahal gejala akhir yang ditimbulkan akan sangat
fatal jika tidak ditangani secara akurat, cepat, dan tepat. Melihat kenyataan ini, maka
sebaiknya kita harus mewaspadai dengan cara mengetahui dengan benar informasi
tentang penyakit ini, sehingga penyakit ini dapat diidentifikasi dan penanganannya
pun dapat dilakukan secara dini dengan cara yang tepat.1
BAB II

TINJAUAN PUSTALA

2.1 Sistem Hemopoiesis


Proses pembentukkan sel darah yaitu hemopoiesis. Proses pembentukkan
darah pertama kali terjadi pada fase prenatal yaitu di yolk sac (kantung kuning telur)
pada janin usia 0-2 bulan, kemudian fase selanjutnya pada hepar dan lien pada janin
usia 2-7 bulan, dan pada fase lanjut di sumsum tulang mulai janin usia 5-9 bulan.
Pada post natal, pembentukan utama terjadi di sumsum tulang. Pada bayi dan anak,
hematopoisis yang aktif terutama pada sumsum tulang termasuk bagian distal tulang
panjang, hal ini berbeda dengan dewasa dimana hematopoisis terbatas pada vertebra,
costae, sternum, pelvis, scapula, dan jarang berlokasi pada humerus dan femur. Pada
keadaan patologis (sumsum tulang sudah tidak berfungsi atau adanya kebutuhan yang
meningkat), pembentukan dapat terjadi di nodus limfatikus, lien, timus, hepar.
Pembentukan darah di luar sumsum tulang ini disebut hemopoisis ekstra meduler.
Proses pembentukkan darah dimulai dari sel induk pluripoten yang
berdiferensiasi menjadi sel induk limfoid dan sel progenitor myeloid campuran yang
kemudian berdiferensiasi lagi.
Pada neonatus, seluruh sumsum tulangnya berwarna merah yang bermakna
sumsum tulang yang bersifat hemopoietik, sedangkan ketika dewasa, sebagian besar
dari sumsum tulang merahnya akan inaktif dan berubah menjadi sumsum tulang
kuning (fatty marrow). Hal ini terjadi akibat adanya pertukaran sumsum menjadi
lemak-lemak secara progresif terutama di tulang-tulang panjang. Bahkan di sumsum
hemopoietik sekalipun, 50% penyusunnya adalah sel-sel lemak. Jadi pada dewasa,
proses hemopoiesis hanya terpusat di tulang-tulang rangka sentral dan ujung
proksimal dari humerus dan femur. Hemositoblas atau pluripotent stem cells
merupakan bagian dari sumsum tulang yang berasal dari jaringan mesenkim. Jumlah
sel ini sangat sedikit, diperkirakan hanya sekitar 1 sel dari setiap 20 juta sel di
sumsum tulang. Sel-sel ini memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi
beberapa lineage yang berbeda melalui proses duplikasi, kemudian berproliferasi
serta berdiferensiasi hingga akhirnya menjadi sel-sel darah, makrofag, sel-sel
retikuler, sel mast dan sel adiposa. Selanjutnya sel darah yang sudah terbentuk ini
akan memasuki sirkulasi general melalui kapiler sinusoid.

Sebelum sel-sel darah secara spesifik terbentuk, sel pluripoten yang berada di
sumsum tulang tersebut membentuk dua jenis stem cell, yaitu myeloid stem cell dan
lymphoid stem cell. Setiap satu stem cell diperkirakan mampu memproduksi sekitar
106 sel darah matur setelah melalui 20 kali pembelahan sel. Myeloid stem cell
memulai perkembangannya di sumsum tulang dan kemudian membentuk eritrosit,
platelet, monosit, neutrofil, eosinofil dan basofil. Begitu juga dengan lymphoid stem
cell. Sel-sel ini memulai perkembangannya di sumsum tulang namun proses ini
dilanjutkan dan selesai di jaringan limfatik. Limfosit adalah turunan dari sel-sel
tersebut.

Selama proses hemopoiesis, sebagian sel myeloid berdiferensiasi menjadi sel


progenitor. Sel progenitor tidak dapat berkembang membentuk sel namun membentuk
elemen yang lebih spesifik yaitu colony-forming unit (CFU). Terdapat beberapa jenis
CFU yang diberi nama sesuai sel yang akan dibentuknya, yaitu CFU-E membentuk
eritrosit, CFU-Meg membentuk megakariosit, sumber platelet, dan CFU-GM
membentuk granulosit dan monosit. Berikutnya, lymphoid stem cell, sel progenitor
dan sebagian sel myeloid yang belum berdiferensiasi akan menjadi sel-sel prekursor
yang dikenal sebagai blast. Sel-sel ini akan berkembang menjadi sel darah yang
sebenarnya. Pada tahap ini sel-sel prekursor sudah dapat dibedakan berdasarkan
tampilan mikroskopiknya, sedangkan sel-sel di tahap sebelumnya yaitu stem cell dan
sel progenitor hanya bisa dibedakan melalui marker yang terdapat di membran
plasmanya.
Beberapa hormon yang disebut hemopoietic growth factorsbertugas dalam
meregulasi proses diferensiasi dan proliferasi dari sel-sel progenitor tertentu. Berikut
adalah beberapa contohnya :

1. Erythropoietin atau EPO meningkatkan jumlah prekursor sel darah merah atau
eritrosit. EPO diproduksi oleh sel-sel khusus yang terdapat di ginjal yaitu
peritubular interstitial cells.
2. Thrombopoietin atau TPO merupakan hormon yang diproduksi oleh hati yang
menstimulasi pembentukan platelet atau trombosit.
3. Sitokin adalah glikoprotein yang dibentuk oleh sel, seperti sel sumsum tulang,
sel darah, dan lainnya. Biasanya sitokin bekerja sebagai hormon lokal, namun
disini sitokin bekerja dalam menstimulasi proliferasi sel-sel progenitor di
sumsum tulang. Dua kelompok sitokin yang berperan adalah colony-
stimulating factorsdan interleukin.
Selain contoh diatas masih banyak growth factorlainnya yang mempengaruhi
proses hemopoiesis yang berbeda-beda fungsi dan lokasi kerjanya2

Gambar 1. Hemopoiesis
Gambar 2. Hemopoiesis (2)

2.2 Sintesis Hemoglobin

Hemoglobin terdiri dari ikatan heme-globin. Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria.
Bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil ko-A untuk kerja enzim kunci asam d-amino
levulinat /ALA (enzim yang mengatur kecepatan produlsi hemoglobin) dengan koenzimnya adalah
Piridoksal Fosfat (vitamin B12) yang dirangsang oleh eritropoetin. Yang kemudian membentuk
profobilinogen. Selanjutnya profobilinogen akan menjadi uroporfirinogen III (yang akan menjadi
uroporfirin III) dan uroporfirin I (yang akan menjadi uroporfirin I). Uroporfirinogen III akan
mengalami konversi menjadi ko proporfirinogen III (menjadi ko proporfirin III). Ko proporfirinogen
III akan membentuk protoporfirin IX yang kemudian menjadi pirol. Protoporfirin bergabung dengan
besi dalam bentuk ferro (Fe2+) untuk membentuk heme. Masing-masing molekul heme akan
bergabung dengan 1 rantai globin yang dibuat pada ribosom, membentuk suatu subunit Hemoglobin
yang disebut rantai Hb. Empat dari rantai Hb tersebut selanjutnya akan berikatan satu sama lain
secara longgar untuk membentuk molekul Hemoglobin yang lebih lengkap.3

Darah terdiri dari berbagai komponen yang penting, antara lain sel darah
merah (eritosit), sel darah putih (leukosit), keping darah (trombosit) serta plasma.
Fungsi leukosit adalah untuk melindungi tubuh terhadap infeksi. Fungsi dari
trombosit adalah untuk mekanisme pembekuan darah sedangkan eritrosit membawa
satu protein yaitu hemoglobin yang berfungsi dalam mengikat O2 di paru,
membawanya ke peredaran darah dan melepaskannya ke sel dan jaringan tubuh.
Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin dalam
ikatan dengan Fe dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu molekul
hemoglobin mengandung 4 sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun atas satu
molekul globin dan satu molekul heme.
Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai α dan
sepasang rantai non alpha (β,γ,δ). Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan
menentukan jenis hemoglobin. Hb A1(2α2β) merupakan lebih dari 96 % Hb total, Hb
F (2α2γ) kurang dari 2% dan Hb A2 (2α2δ) kurang dari 3%.

Rantai polipeptida α tersusun atas 141 asam amino, sedangkan rantai non α
tersusun atas 146 asam amino. Sintesis rantai α disandi oleh gen α1 dan gen α2 di
kromosom 16, sedangkan gen yang mensintesis rantai β, rantai γ dan rantai δ terletak
di kromosom 11.
Pada orang normal sintesis rantai α sama dengan rantai non alpha.

Sejak masa embrio, janin, anak hingga dewasa, sel darah merah memiliki 6
hemoglobin, antara lain :

 Hemoglobin embrional (Hb Gower1, Hb Gower2, Hb Portland)


 Hemoglobin fetal (Hb-F)

 Hemoglobin dewasa (Hb-A1, Hb-A2)

Hemoglobin embrional :

Selama masa gestasi 2 minggu pertama, eritoblas primitif dalam yolc sack
membentuk rantai globin epsilon (ε) dan zeta (Z) yang membentuk Hb primitif yaitu
Hb Gower1 (Z2ε2). Selanjutnya mulailah sintesis rantai α menggantikan rantai Z dan
rantai γ menggantikan rantai ε sehingga membentuk Hb Gower2, Hb Portland. Pada
masa gestasi 4-8 minggu yang ditemukan adalah Hb Gower 1 dan Hb Gower 2 dan
menghilang pada masa gestasi 3 bulan.

Hemoglobin Fetal

Migrasi sel pruripoten stem sel dari yolc sack ke hati diikuti sintesi Hb fetal
yang merupakan awal sintesis rantai Hb β. Setelah masa gestasi 8 minggu, muncul
Hb-F yang paling dominan dan setelah janin berusia 6 bulan merupakan 90% Hb
terdiri dari Hb-F dan kemudian menurun menjelang kelahiran, setelah bayi lahir dan
setelah usia 6-12 bulan, HbF tetap ada tapi hanya ditemukan sedikit.

Hemoglobin Dewasa

Pada masa embrio, telah dideteksi HbA karena telah terjadi proses perubahan
sintesis rantai γ menjadi rantai β dan selanjutnya globin β meningkat dan pada masa
gestasi 6 bulan ditemukan HbA 5-10% dan waktu lahir 30%. Menginjak usia 6-12
bulan Hb sudah memperlihatkan gambaran Hb dewasa yaitu HbA1 dan HbA2 dan
sedikit HbF
Lokus α β γ δ

Genotip α/α β/β γ/γ δ/δ

Polipetida

yang terbentuk α β γ δ

Hb yang

terbentuk α2β2 α2γ2 α2δ2

(HbA1) (HbF) (HbA2)

Struktur kimia hemoglobin memungkinkan molekul hemoglobin memiliki


kemampuan untuk mengikat oksigen secara reversible. Zat besi dalam molekul heme
secara langsung berfungsi sebagai pengikat oksigen. Hemoglobin memiilki struktur
kuartener empat rantai polipeptida, masing-masing dengan satu tempat pegikatan
oksigen. Sehingga satu molekul hemoglobin dapat mengikat 4 molekul oksigen.1,2

2.3 Definisi Thalasemia


Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan
pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel
darah merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur
pendek kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia.Hemoglobin adalah suatu zat di
dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut zat asam dari paru-paru ke
seluruh tubuh, juga memberi warna merah pada eritrosit.

Thalasemia dibedakan menjadi Thalasemia α jika menurunnya sintesis rantai


alfa globin dan Thalasemia β bila terjadi penurunan sintesis rantai beta globin.
Thalasemia dapat terjadi dari ringan sampai berat. Thalasemia beta diturunkan dari
kedua orang tua pembawa Thalasemia dan menunjukkan gejala klinis yang paling
berat, keadaan ini disebut juga Thalasemia mayor. Penderita Thalasemia mayor akan
mengalami anemia dikarenakan penghancuran hemoglobin dan membuat penderita
harus menjalani transfusi darah seumur hidup setiap bulan sekali.

Thalasemia diwariskan oleh orang tua yang carrier kepada anaknya. Apabila
salah satu dari orang tua memiliki gen pembawa sifat Thalasemia maka kemungkinan
anaknya 50% sehat dan 50% carrier Thalasemia. Apabila kedua orang tua memiliki
gen pembawa sifat Thalasemia maka kemungkinan anaknya 25% sehat, 25% Secara
molekuler, Thalasemia dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu Thalasemia alfa dan
Thalasemia beta sesuai dengan kelainan berkurangnya produksi menderita
Thalasemia mayor dan 50% carrier Thalasemia.3
2.4 Epidemiologi

WHO (2006) meneliti kira-kira 5% penduduk dunia adalah carrier dari 300-
400 ribu bayi thalassemia yang baru lahir pertahunnya. Frekuensi gen thalassemia di
Indonesia berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita
baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia. Salah satu RS di Jakarta, sampai dengan
akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat
Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5 % pasien
thalassemia β homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta thalassemia α 1,3%.
Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya. Fakta ini mendukung thalasemia
sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak dan menyerang hampir semua
golongan etnik dan terdapat di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia.3

2.5 Etiologi

Penyakit thalasemia diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen
pembentuk hemoglobin. Gen globin beta hanya sebelah yang mengalami kelainan
maka disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia
tampak normal atau sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan
normal dan dapat berfungsi dengan baik dan jarang memerlukan pengobatan.
Kelainan gen globin yang terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia mayor yang berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa
sifat thalassemia. Proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta
dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Satu dari orang tua menderita thalasemia
trait/bawaan maka kemungkinan 50% sehat dan 50% thalasemia trait. Kedua orang
tua thalasemia trait maka kemungkinan 25% anak sehat, 25% anak thalasemia mayor
dan 50% anak thalasemia trait.4

Gambar 5. Skema Penurunan Gen Pada Thalasemia

2.6 Patofisiologi

Talasemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang


ditandai dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih,
sehingga terjadi ketidakseimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk. Mutasi gen
pada globin alfa akan menyebabkan penyakit alfa- thalassemia dan jika itu terjadi
pada globin beta maka akan menyebabkan penyakit beta-thalassemia
Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan karena
kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati lokus gen
globin. Kerusakan pada salah satu kromosom homolog menimbulkan terjadinya
keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan pada kedua kromosom homolog
menimbulkan keadaan homozigot (-/-).

Pada thalassemia homozigot, sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis
sama sekali. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha,
khususnya kekurangan sintesis rantai β akan menyebabkan kurangnya pembentukan
Hb.

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta disebabkan oleh
sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus
memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka
orang tersebut hanya menjadi pembawa/carier.

Thalasemia beta

Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis


dari unit  globin pada Hb A. Pada thalasemia β heterozigot, sintesis β globin kurang
lebih separuh dari nilai normalnya. Pada thalasemia β homozigot, sintesis β globin
dapat mencapai nol.

Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai β, sintesis Hb A total menurun
dengan sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia β
homozigot mengalami anemia berat. Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai
γ menjadi teraktifasi sehingga hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang
meningkat. Namun sintesis rantai γ ini tidak efektif dan secara kuantitas tidak
mencukupi.
Pada thalasemia β homozigot, sintesis rantai α tidak mengalami perubahan dan
tidak mampu membentuk Hb tetramer. Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai
polipeptida ini mengakibatkan kelebihan adanya rantai α bebas di dalam sel darah
merah yang berinti dan retikulosit. Rantai α bebas ini mudah teroksidasi. Mereka
dapat beragregasi menjadi suatu inklusi protein (haeinz bodys), menyebabkan
kerusakan membran pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah imatur
dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi
menjadi berkurang sehingga sel darah merah yang beredar menjadi kecil, terdistorsi,
dipenuhi oleh inklusi α globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang
menurun dan memberikan gambaran dari Anemia Cooley/anemia mikrositik
hipokrom yaitu hipokromik, mikrosisitk dan poikilositik.

Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar,
dan sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel
darah merah yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang
lebih panjang.

Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying capacity
dari setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit)
mengalami hemolisa secara prematur.

Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-


sumsum tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak.
Namun mekanisme kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang
prematur dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang masif
yang memproduksi sel darah merah baru.

Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal


dari tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umur-umur yang
kritis pada pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumber-sumber biokimia
yang vital dari tempat-tempat yang membutuhkannya dan menempatkan suatu stress
yang sangat besar pada jantung. Secara klinis terlihat sebagai kegalan dari
pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung high output, kerentanan terhadap
infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan kematian di usia muda tanpa
adanya terapi transfusi.

Jika seseorang memiliki 1 gen beta globin normal, dan satu lagi gen yang
sudah termutasi, maka orang itu disebut carier/trait.

Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua orangtua merupakan carier/trait.


Maka anaknya 25% normal, 50% carier/trait, 25% mewarisi 2 gen yang termutasi
(thalasemia mayor).

Thalasemia alpha
Rantai globin yang berlebihan pada thalasemia α adalah rantai γ dan yang
kurang atau hilang sintesisnya dalah rantai α. Rantai γ bersifat larut sehingga mampu
membentuk hemotetramer yang meskipun relatif tidak stabil, mampu bertahan dan
memproduksi molekul Hb yang lain seperti Hb Bart (γ4) dan Hb H (β4). Perbedaan
dasar inilah yang mempengaruhi lebih ringannya manisfestasi klinis dan tingkat
keparahan penyakitnya dibandingkan dengan thalasemia beta.

Patofisiologi thalasemia α sebanding dengan jumlah gen yang terkena. Pada


thalasemia α homozigot (-/-) tidak ada rantai α yang diproduksi. Pasiennya hanya
memiliki Hb Bart’s yang tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb nya tinggi
tapi hampir semuanya adalah Hb Bart’s sehingga sangat hipoksik yang menyebabkan
sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda hipoksia intrauterin.

Bentuk thalasemia α heterozigot (α0 dan -α+) menghasilkan


ketidakseimbangan jumlah rantainya tetapi pasiennya dapat mampu bertahan dengan
HbH dimana kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak
bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen. Mutasi yang terjadi pada gen alpha globin
disebut delesi.3,4
2.7 Klasifikasi Thalasemia

Thalasemia α

Silent Carrier Thalassemia-α

Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, Pada tipe silent
carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4
gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah
eritrosit yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.

Bentuk heterozigot karier thalasemia α+ (–α/αα). Memiliki gambaran darah


yang abnormal tetapi dengan elektroforesis normal. Saat lahir 50% kasus memiliki
Hb Bart’s 1-3% tapi tidak adanya Hb Bart’s tidak menyingkirkan diagnosa kasus ini.

Trait Thalassemia-α

Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah
yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16
atau satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di
Asia Tenggara, India dan Timur Tengah.
Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat
lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.
Penyakit Hb H

Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan


thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus
dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang
diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang
diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam
eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan
sebagai Heinz bodies.

Gambar 5. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H


yangmenunjukkan Heinz-Bodies
Thalassemia-α Mayor

Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen
globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F, Hb A,
dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk.
Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita dan karena γ4 memiliki
afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya
juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2) yang
berfungsi sebagai pengangkut oksigen.
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir
hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal
jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen
neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.

Thalassemia-β

Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-


β; antara lain :

Silent Carrier Thalassemia-β

Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang
rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-
β+. Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat
diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan
bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia
intermedia.
Gambar 6. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

Trait Thalassemia-β

Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan


elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F atau
keduanya. Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai
anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat
besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β
mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%).

Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-
6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal
dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.

Thalassemia-β Yang Terkait Dengan Variasi Struktural Rantai β

Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga seberat


thalassemia-β mayor.

Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip anemia


Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skelet dan
hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya
bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.

Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia ringan.


Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal menurut umur.

Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis, dan


seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi biasanya tidak
mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia. MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan
MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga
dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum
normal atau meningkat.

Thalassemia-β° Homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)

Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan


kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk
mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh
anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum
tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur
patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak
menghasilkan bentuk wajah yang khas.
Gambar 7. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies
Cooley)

Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat


kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan
hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya
sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 8. Splenomegali pada thalassemia

Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau
tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan
oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan
gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering
merupakan kejadian terminal.

Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang


tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat,
banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi aneh (sel bizarre) dan sel target.
Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi.
Inklusi intraeritrositik yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat
pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat
transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron
binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang
sangat tinggi dalam eritrosit.5

2.8 Diagnosis Thalasemia

Anamnesis

- Pucat yang lama

Merupakan gejala umum pada penderita thalassemia, yang berkaitan dengan


anemia berat. Penyebab anemia pada thalassemia bersifat primer dan sekunder.
Primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder mengakibatkan
hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan
hati.

- Facies Cooley
Terjadi keaktifan sumsum tulang yang luar biasa pada tulang muka dan tulang
tengkorak hingga nengakibatkan perubahan perkembangan tulang tersebut dan
umumnya terjadi pada anak usia lebih dari 2 tahun

- Perut membuncit
Pada anak yang besar tampak perut yang membuncit akibat pembesaran hati
dan limpa. Hati dan limpa membesar akibat dari hemopoisis ekstrameduler dan
hemosiderosis. Dan akibat dari penghancuran eritrosit yang berlebihan itu dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan biliribin indirek, sehingga menimbulkan kuning
pada penderita thalassemia dan kadang ditemui trombositopenia.

- Mudah Infeksi
- Pertumbuhan terhambat/ pubertas terhambat

- Terlihat kuning

Pemeriksaan Fisik

- Anemia/pucat

- Ikterus

- Facies Cooley (Bentuk muka Mongoloid)

- Hepatosplenomegali

- Gangguan pertumbuhan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalasemia


ialah:

1. Darah

Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita


thalasemia adalah

 Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan peningkatan jumlah lekosit,
ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi
penurunan dari jumlah trombosit.

 Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.

 Gambaran darah tepi


Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom.
Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear
drops sel dan target sel.

 Serum Iron & Total Iron Binding Capacity


Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun,
sedangkan TIBC akan meningkat.

 LFT
Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka
tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis,
obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan
menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga
terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.

2. Elektroforesis Hb

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin.


Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga
pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis
hemoglobin dan kadar Hb A2. petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya
Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%,
sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.

3. Pemeriksaan sumsum tulang

Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif
sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal
biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.

4. Pemeriksaan roentgen

Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak
mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi
berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala.
Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari
korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak
memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai
rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.6
2.9 Diagnosa Banding

Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini
disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit
mikrositik hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada
anemia defisiensi Fe didapatkan :

 Pucat tanpa organomegali


 Tidak tedapat besi dalam sumsum tulang
 Bereaksi baik dengan pengobatan dengan preparat besi

2.10 Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan pada pasien talasemia adalah :

 terapi tranfusi darah untuk mencegah komplikasi dari anemia kronis


 pencegahan dari resiko kelebihan besi akibat terapi transfusi
 penatalaksanaan splenomegali

Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut


setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali
memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai
Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada
semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota
keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi
darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah
harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode
pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam
batas normal tanpa transfusi.

Transfusi Darah
Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9 -
9.5 gr/dL sepanjang waktu. Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler,
maka dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan
tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan
pemeriksaan hepatitis. Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit, 10-15
mL/kg PRC dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan
regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.
Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk
mencegah demam dan reaksi alergi.

Komplikasi Transfusi Darah


Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi
bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor
biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa
diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi
terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut
sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis
pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme
opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron
overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin
(DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin
dan Trimetoprim-Sulfametoksazol.

Terapi Khelasi (Pengikat Besi)


Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat
menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat
mencegah kelainan jantung tersebut.
Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks
hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting
untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih
banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka
rute pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan).
Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat
pasien tidur selama 5 hari/minggu.

Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)


TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat
ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya
hepatomegali, fibrosis portal dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi
dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah
59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%.
Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan,
individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan zat besi
yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan tersebut adalah
setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi, termasuk
fertilitas tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi
daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus
dipertimbangkan.

Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada
pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi
nontoksik (yaitu fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah
merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum
memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk
besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan
limpa yang terlalu dini dapat membahayakan. Sebaliknya, splenektomi dibenarkan
apabila limpa menjadi hiperaktif menyebabkan penghancuran sel darah merah yang
berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan transfusi darah,
menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-
250 mL/kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat
menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%.

Gambar 9. Splenektomi
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang
dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan
sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus
selalu diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis
rendah Aspirin setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari
600.000 / μL pasca splenektomi.
Diet
Pasien dianjurkan menjalani diet normal dengan suplemen sebagai berikut :
asam folat, asam askorbat dosis rendah dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak
diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh
diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.
 Mengurangi konsumsi bahan makanan sumber besi bentuk heme (berasal dari
hewan). Bentuk non heme berasal dari nabati. Sumber makanan yang
mengandung besi antara lain hati, daging, kuning telur, polong, biji-bijian
utuh, udang, tiram, dan sayuran berwarna hijau tua.
 Mengonsumsi makanan yang dapat menurunkan absorbsi besi misalnya
sereal, teh hitam, kopi, produk susu.
 Susu formula boleh dikonsumsi karena pada susu formula selain terdapat
kadar besi yang tinggi juga terdapat kadar kalsium yang tinggi. Bahan
makanan lain yang mengandung kalsium adalah ikan sardine, salmon, tiram,
kerang, sayuran berwarna hijau tua, kedelai
 Susu sapi/kambing mempunyai kandungan besi yang lebih rendah dari pada
susu formula.
 Vitamin D (50,000 IU tiap minggu sampai mencapai kadar normal) ini
diindikasikan bagi pasien yang memiliki 25-hydroxy vitamin D <20 ng/dL.
 Lengkapi imunisasi
 Periksa kadar feritin
o Diperiksa setelah transfusi darah sudah mencapai 3000-5000 ml atau
sudah menjalani 15-20x transfusi.
o Diagnosis kelebihan besi dalam tubuh didapat dengan melakukan
pemeriksaan kadar feritin serum, biopsi hati dan Magnetic Resonance
Imaging jantung.
o Apabila kadar feritin sudah mencapai > 1000 ng/ml maka dilakukan terapi
kelasi besi. Pada saat pemberian kelasi besi subkutan (deferioksamin) juga
diberi Vitamin C 2-3 mg/kg/hari.
o Terapi kombinasi deferiosamin dan deferiprone jika kadar feritin > 3000
ng/ml yang bertahan minimal selama 3 bulan, adanya gangguan
jantung/kardiomiopati akibat kelebihan besi, untuk jangka waktu tertentu
(6-12 bulan) bergantung pada kadar feritin dan fungsi jantung saat
evaluasi.

Medikamentosa
o Asam folat 2 x 1 mg/hari per oral.
o Vitamin E 2x 100 IU untuk anak kurang dari 5 tahun, 2 x 200 IU untuk anak
lebih dari 5 tahun.
o Vitamin C 2-3 mg/kgbb/hari (maksimal 50 mg pada anak dibawah 10 tahun
dan 100 mg pada anak diatas 10 tahun, tidak melebihi 200 mg/hari) dan hanya
diberikan saat pemakaian deferioksamin (DFO), tidak dipakai pada pasien
dengan gangguan fungsi jantung7

2.11 Skrining dan Pencegahan

Skrining

Bila populasi tersebut hendak memiliki pasangan, dilakukan skrining


premarital. Penting sekali menyediakan program konselin verbal dan tertulis
mengenai hasil skring.

Alternatif lain, memeriksakan setiap wanita hamil muda berdasarkan ras.


Skrining yang efektif adalah melalui eritrosit. Bila MCV dan MCH sesuai gambaran
thalasemia, perkiraan kadar HbA harus diukur. Bila kadarnya normal, pasien dikirim
ke pusat yang menganalisis gen. Penting untuk memeriksa Hb elektroforesa pada
kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural Hb.
Pencegahan

Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalasemia, yaitu :

 Karena karier thalasemia β bisa diketahui dengan mudah, skrining populasi dan
konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4
anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot

 Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangan bisa diperiksa dan
bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi
kehamilan pada fetus dengan thalasemia β berat.5,7
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Thalassemia merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh


ketidaknormalan pada protein globin yang terdapat di gen. Dapat menyerang siapa aja
dengan berbagai etnik ras di seluruh dunia dan termasuk salah satu penyakit genetik
kelainan darah yang terbanyak di Indonesia. Jika globin alfa yang rusak maka
penyakit itu dinamakan alfa-thalassemia dan jika globin beta yang rusak maka
penyakit itu dinamakan alfa thalassemia. Gejala yang terjadi dimulai dari anemia
hingga gangguan tumbuh kembang. Pemeriksaan thalasemia bisa dilakukan melalui
pemeriksaan darah, Hb elektroforesa, pemeriksaan sumsum tulang dan roentgen.
Thalassemia harus sudah diobati sejak dini agar tidak berdampak fatal. Pengobatan
yang dilakukan adalah dengan melakukan transfusi darah, meminum beberapa
suplemen asam folat, terapi kelasi besi, splenektomi, hingga transplantasi sumsum
tulang. Thalasemia bisa diketahui sedini mungkin dengan proses skrining.
LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M
Umur : 10 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Tanah Garam
MRS tanggal : 11 April 2016
No. Rekam Medik : 472947

ANAMNESA (Alloanamnesis)
KELUHAN UTAMA
OS pucat sejak 8 hari SMRS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


8 hari SMRS OS pucat, Pucat merata dari kepala, badan sampai ujung jari dan kuku.
Lemas, cepat lelah, demam (+), nafsu makan menurun, Sakit perut. Batuk, pilek,
sesak napas, muntah, mimisan, perdarahan gusi, ruam merah pada kulit, dan bengkak
pada badan disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


4 tahun SMRS OS pernah ditransfusi karena anemia.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


Ibu OS hamil 9 bulan, lahir normal ditolong bidan. Bayi lahir langsung menangis.
BBL : 3000 gram.

RIWAYAT PSIKOSOSIAL
OS tidak nafsu makan, makan 2-3x sehari sedikit-sedikit.

RIWAYAT IMUNISASI
Ibu OS mengaku OS telah diimunisasi Hepatitis B, BCG, Polio, DPT dan Campak
Kesan : Imunisasi dasar lengkap

B. PEMERIKSAAN FISIK
KESAN UMUM : Tampak sakit sedang, OS tampak pucat dan ikterik
KESADARAN : Composmetis
TANDA VITAL :
Suhu : 37,6 0C
HR : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
TD : 110/70 mmHg

ANTROPOMETRI :
BB = 20 kg
TB = 130 cm
Status Gizi Menurut NCHS
BB/U = 20/32 x 100% = 62,5 % (Gizi Buruk)
TB/U = 130/138 x 100% = 94,2% (Baik)
BB/TB = 20/26 x 100% = 76,9 % (Gizi Kurang)

STATUS GENERALIS
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (+/+)
Sklera ikterus (+/+)
Reflex cahaya (+), pupil isokhor
Hidung : Sekret (-)
Mulut : Bibir pucat (+), Lidah kotor (-)
Telinga: Sekret (-), Darah (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru :
I : Pergerakan dada simetris, Retraksi dinding dada (-)
P : Vokal Fremitus kanan=kiri
P : Sonor pada semua lapang paru
A :Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Jantung : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
I : Cembung
A : BU (+)
P : Hepar teraba 1/3 BAC dan 1/3 PX
Lien teraba di skufner III
P : Timpani
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, Edema (-/-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
11 April 2016
Pemeriksaan Darah Rutin

Parameter Nilai Satuan Nilai Normal


WBC 7,3 103/µL 4,5-13,5
LY % 22,8 % 28,0-38,0
MO% 3,0 % 0,0-13,0
GR% 74,2 % 47,0-62,0
LY # 1.7 103/µL 1,3-5,1
MO# 0,2 103/µL 0,0-2,0
GR# 5,4 103/µL 2,1-8,4

RBC 1,64 106/µL 4,0-5,2


HGB 4,1 g/dL 11,5-14,5
HCT 12,3 % 32,0-42,0
MCV 75,0 fL 80,0-94,0
MCH 25,0 pg 27,0-31,0
MCHC 33,3 g/dL 33,0-37,0
PLT 230 103/µL 150-450
RDW 20,2 % 10,0-15,0
PCT 0.08 % 0,100-0,500
MPV 3,6 fL 8,0-12,0
PDW 16,9 % 10,0-18,0

D. DIAGNOSA KERJA
Thalasemia

E. ANJURAN PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan Hapusan Darah Tepi
- Pemeriksaan Cadangan Besi
Feritin Serum
Kapasitas Ikat Besi (Total Iron Binding Capacity)
- Elektroforesis Hb

F. RENCANA TERAPI
- Diet ML TKTP
Kebutuhan Kalori/hari = 1500 kalori
Kebutuhan Protein/hari = 60 g/hari
- Transfusi Darah PRC
Kebutuhan = (Hb Normal – Hb Sekarang) x PRC
= (11,5 – 4,1) x 3 ml/KgBB
= 7,4 x 3 ml/KgBB
= 22,2 ml/KgBB
= 22,2 ml x 20
= 444 ml
Tetesan = (444 x 15)/(6 x 60)
= 18 tetes / menit
- Paracetamol = 4 x 200 mg
- Deferioksamin 600 mg/hari diinfuskan selama 8-12 jam
- Asam Folat 1 mg/hari
- Vitamin E 2 x 200 IU
- Vitamin C 40 mg/hari

DAFTAR PUSTAKA
1. Berhman, RE; Kliegman, RM ; Arvin: Nelson Ilmu Kesehatan Anak, volume
2, edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 2005, hal1708-1712
2. Berhman, RE; Kliegman, RM and Jensen, HB: Nelson Text Book of
Pediatrics, 16th edition. WB Saunders company, Philadelphia: 2000, page
1630-1634
3. Permono, H. BAmbang; Sutaryo; Windiastuti, Endang; Abdulsalam, Maria;
IDG Ugrasena: Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak, Cetakan ketiga.
Penerbit Badan Penerbit IDAI, Jakarta : 2010, hlm 64-84
4. A.V. Hoffbrand and J.E. Pettit; alih bahasa oleh Iyan Darmawan : Kapita
Selekta Haematologi, edisi ke 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta :
1996, hal 66-85
5. Children's Hospital & Research Center Oakland. 2005. “What is Thalassemia
and Treating Thalassemia”.

6. Markum : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. FKUI, Jakarta : 1991, hal
331
7. Paediatrica Indonesiana, The Indonesian Journal of pediatrics and Perinatal
Medicine, volume 46, No.5-6. Indonesian Pediatric Society, Jakarta: 2006,
page 134-138

Anda mungkin juga menyukai