Dosen Pembimbing:
Ns. Andi Lis Arming Gandini, M.Kep
Disusun oleh:
Kelompok 5
Dosen Pembimbing:
Ns. Andi Lis Arming Gandini, M.Kep
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulisan makalah “Isu End Of Life Dan Psikososial Aspek Dari
Keperawatan Kritis” dapat kami selesaikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar
Keperawatan Kritis. Selain itu, agar pembaca dapat memperluas ilmu yang
berkaitan dengan judul makalah, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber dan hasil kegiatan yang telah dilakukan.
Dalam penulisan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada :
1. H. Supriadi B, S.Kp., M.Kep Selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Kalimantan Timur.
2. Umi Kalsum, S.Pd., M.Kes. selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Kalimantan Timur.
3. Ns. Parellangi, S. Kep., M. Kep., selaku Ketua Prodi Ners Poltekkes
Kemenkes Kalimantan Timur.
4. Ns. Andi Lis Arming Gandini, M.Kep selaku koordinator mata ajar
keperawatan Kegawatadaruratan
5. Seluruh dosen, tenaga kependidikan dan pustakawan Poltekkes Kemenkes
Kaltim.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Dan kami menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam
makalah ini. Oleh karena itu, kami memohon keterbukaan dalam pemberian saran
dan kritik agar lebih baik lagi untuk ke depannya.
Samarinda, 22 September 2020
Kelompok 5
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua orang akan mengalami apa yang dikenal sebagai pengalaman
akhir-hidup (end of life) dan proses-kematian (dying). Hal ini dapat terjadi
pada pasien kritis dengan penyakit terminal atau yang tidak dapat
disembuhkan, baik dalam perawatan aktif maupun paliatif di rumah sakit,
maupun di dalam komunitas. Namun demikian, walaupun akan dialami oleh
semua orang, topik-topik mengenai perawatan pada akhir-hidup dan proses-
kematian ini belum banyak dipelajari sampai dengan saat ini, kemungkinan
besar karena kecenderungan sifat dasar manusia yang menganggap tabu
dalam membahas hal-hal yang berkaitan dengan kematian dan tidak adanya
harapan akan kehidupan, yang bertentangan dengan tujuan dari usaha medis
untuk menyembuhkan orang yang sakit. Namun demikian, akhir-hidup dan
proses-kematian adalah suatu fakta yang terjadi secara alamiah, dan dengan
meningkatnya usia harapan hidup dan bertambah nya komposisi penduduk
lansia di masa mendatang, maka topik-topik ini membutuhkan perhatian yang
lebih besar pada saat ini maupun di masa yang akan datang.
Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dari layanan perawatan
akhir-hidup (end of life), antara lain peran dan kerjasama antara
pasien,keluarga (serta pengambil keputusan), dan petugas kesehatan termasuk
dokter, perawat dan lainnya, yang bekerja di rumah sakit maupun panti
perawatan. Kebutuhan Psikososial dari pasien perawatan kritis bergantung
dari kondisi serta latar belakang dari pasien tersebut, termasuk kondisi
kesehatan fisik, mental, budaya, kepercayaan,keluarga dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Isu End of Life dan psikososial aspek dari keperawatan
kritis ?
1
2
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa/(i) mampu memahami isu End of Life dan psikososial
aspek dari keperawatan kritis.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/(i) dapat mengetahui dan memahami tentang:
a. Pengertian End of Life
b. Prinsip-Prinsip End of Life
c. Teori The Peaceful End of Life
d. Perbedaan Mati klinis dan biologis
e. Isu End of Life
f. Psikososial aspek dari keperawatan kritis
D. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini dibagi dalam beberapa bab, yaitu:
Bab I : Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan
masalah, tujuan dan sistematika penulisan.
Bab II : Berisi tinjauan teori yang terdiri dari isu End of Life dan
psikososial aspek dari keperawatan kritis
Bab III : Berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
3
4
b. Tahapan DNR
Sebelum menulis form DNR, dokter harus mendiskusikannya
dengan pasien atau seseorang yang berperan sebagai pengambil
keputusan dalam keluarga pasien. Semua hal yang didiskusikan harus
didokumentasikan dalam rekam medis, siapa saja yang mengikuti
diskusi, dan yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan, isi
diskusi serta rincian perselisihan apapun dalam diskusi tersebut.
Dokter merupakan orang yang paling efektif dalam membimbing
diskusi dengan mengatasi kemungkinan manfaat langsung dari
resusitasi cardiopulmonary dalam konteks harapan keseluruhan dan
tujuan bagi pasien. Formulir DNR harus ditandatangani oleh pasien
atau oleh pembuatan keputusahan yang diakui atau dipercaya oleh
pasien jika pasien tidak dapat membuat atau berkomunikasi kepada
petugas kesahatan. Pembuat keputusan yang dipercaya oleh pasien dan
diakui secara hukum mewakili pasien seperti agen perawat kesehatan
yang ditetapkan dalam srata kuasa untuk perawatan kesehatan,
konservator, atau pasangan / anggota keluarga lainnya. Dokter dan
pasien harus menandatangani formulir tersebut, menegaskan bahwa
pasien akan diakui secara hukum keputusan perawatan kesehatannya
ketika telah memberikan persetujuan instruksi DNR ( EMSA).
Beberapa standar yang harus dilakukan pada saat diskusi
menentukan keputusan DNAR yaitu, dokter harus menentukan
penyakit/kondisi pasien, menyampaikan tujuan, memutuskan
prognosa, potensi manfaat dan kerugian dari resusitasi (CPR),
memberikan rekomendasi berdasarkan penilaian medis tentang
manfaat/kerugian CPR, dokter penanggung jawab harus hadir dalam
diskusi, mendokumentasikan isi diskusi, dan alasan pasien/keluarga
dalam pengambilan keputusan ( Breault 2011).
terutama pada pasien dengan angka harapan hidup relatif kecil dan
prognosa yang buruk.
Menurut Adam et al (2011) dikatakan bahwa beberapa
penelitian menyebutkan bahwa masih didapatkan komunikasi yang
kurang baik antara perawat dan pasien/keluarganya mengenai
pelaksanaan pemberian informasi proses akhir kehidupan, sehingga
keluarga tidak memiliki gambaran untuk menentukan/mengambil
keputusan, serta pengambilan keputusan pada proses menjelang
kematian masih didominasi oleh perawat, sebaiknya perawat
berperan dalam memberikan dukungan, bimbingan, tetapi tidak
menentukan pilihan terhadap pasien/keluarganya tentang
keputusan yang akan dibuat.
e. Dilema Etik
Di Indonesia, kebijakan DNR sudah lama diterapkan namun
masih menjadi dilema bagi tenaga medis termasuk perawat. Sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
519/Menkes/Per/Iii/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit,
disebutkan didalamnya bahwa prosedur pemberian atau penghentian
bantuan hidup ditetapkan berdasarkan klasifikasi setiap pasien di ICU
dan HCU yaitu semua bantuan kecuali RJP (DNAR = Do Not Attempt
Resuscitation), dilakukan pada pasien-pasien dengan fungsi otak yang
tetap ada atau dengan harapan pemulihan otak, tetapi mengalami
kegagalan jantung, paru atau organ lain, atau dalam tingkat akhir
penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Tidak dilakukan tindakan-
tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika diterapi hanya
memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang
kehidupan.Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian atau
penundaan bantuan hidup.Sedangkan pasien yang masih sadar dan
tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan terapeutik/paliatif agar pasien
merasa nyaman dan bebas nyeri (Depkes, 2011).
14
a) Ansietas Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-
hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya.Ansietas menumbuhkan motivasi
belajar serta menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
b) Ansietas Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian
pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif tetapi dapat
melakukan sesuatu yang lebih terarah.
c) Ansietas Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Adanya
kecenderungan untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada
suatu area lain.
d) Tingkat Panik
d. Dampak Kecemasan
Yustinus Semiun (2012) membagi beberapa dampak dari
kecemasan kedalam beberapa simtom, antara lain :
1) Simtom Suasana Hati
Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan
adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber
tertentu yang tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan
tidak bisa tidur, dan dengan demikian dapat menyebabkan sifat
mudah marah.
2) Simtom Kognitif
Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan
pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang
mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-
masalah real yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau
belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa
cemas.
3) Simtom Motor
Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak
tenang, gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan,
misalnya jari-jari kaki mengetuk-ngetuk, dan sangat kaget terhadap
suara yang terjadi secara tiba-tiba. Simtom motor merupakan
gambaran rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan
24
e. Mekanisme Koping
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis
mekanisme koping yaitu :
1) Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik
tuntutan situasi stress, misalnya perilaku menyerang untuk
mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
Menarik diri untuk memindahkan dari sumber stress. Kompromi
untuk mengganti tujuan atau mengorbankan kebutuhan personal.
tidak boleh menunggu pasien secara terus menerus sehingga hal ini
akan menimbulkan kecemasan bagi keluarga pasien yang dirawat di
ICU mengingat keluarga adalah suatu sistem terbuka dimana setiap ada
perubahan atau gangguan pada salah satu sistem dapat mengakibatkan
perubahan atau gangguan bagi seluruh system tersebut.
Hal itu diperlukan komunikasi perawat untuk menyampaikan
suatu keadaan pasien dengan bahasa yang dapat dipahami oleh
keluaraga.Supaya keluarga tetap tenang, dan tidak cemas ketika pasien
dirawat diunit perawatan kritis salah satunyadi ICU.Di rumah Sakit
yang sering terjadi, jika pasien masuk dalam unit perawatan kritis,
keluarga cemas, takut, dan bingung.Maka dari inilah komunikasi
perawat dengan keluarga harus baik.
Menurut Henneman and Cardin (2013) kebutuhan anggota
keluarga pasien kritis adalah (1) kebutuhan akan informasi,
(2)kebutuhan untuk kepastian dan dukungan serta (3)kebutuhan untuk
berada di dekat pasien. Jenis informasi yang keluarga butuhkan dari
perawat berhubungan dengan keadaan pasien secara umum.Keluarga
ingin mendapat informasi tentang tanda-tanda vital (stabil vs tidak
stabil), tingkat kenyamanan pasien, dan pola tidur.Keluarga tidak
mengharapkan perawat untuk memberikan informasi tentang
prognosis, diagnosis, atau rencana pengobatan.
Kebutuhan untuk kepastian dan dukungan dimana keluarga
perlu tahu bahwa salah satu orang yang mereka cintai sedang di rawat
dengan cara terbaik dan bahwa segala sesuatu yang dapat dilakukan
sedang dilakukan. Kebutuhan untuk meyakinkan dan memberi
dukungan tidak berarti bahwa keluarga butuh harapan palsu untuk
pemulihan yang tidak akan terjadi. Cara yang paling efektif untuk
memberikan jaminan dan dukungan yaitu dengan pelayanan lembut
dan kepedulian setiap staf di ruang ICU.
Kebutuhan untuk berada di dekat pasien yaitu berada di dekat
orang yang mereka cintai yang sedang sakit.Mereka tidak hanya ingin
35
A. Kesimpulan
Pasien yang mendekati akhir kehidupan tidak hanya memerlukan
perawatan dari segi fisik tetapi memerlukan perawatan secara holistik yaitu
biologi, psikologi, social, dan juga spritual. Menjalani sisa kehidupan dapat
menimbulkan stressor bagi pasien dan keluarga. Stressor yang tidak ditangani
dengan baik dapat menyebabkan masalah bagi pasien maupun keluarga
pasien. Stress, kecemasan, dan juga distress spiritual merupakan hal yang
sering terjadi pada pasien yang dirawat di ICU.
Hal ini menunjukkan bahwa kita sebagai perawat dalam hal melakukan
intervensi keperawatan jangan hanya berfokus pada penyembuhan fisik saja,
tetapi harus juga memperhatikan kebutuhan psikososial dan spiritual dari
pasien maupun keluarga pasien, karena keadaan psikologi pasien dan keluarga
memiliki pengaruh dalam proses penyembuhan penyakit yang dialami oleh
pasien.
Dalam hal mengatasi masalah psikososial dan spiritual yang dialami
oleh pasien dan keluarga, kita sebagai seorang perawat yang paling banyak
waktu dengan pasien dan keluarga harus memiliki kemampuan komunikasi
yang baik yaitu dalam bentuk komunikasi terapeutik kepada pasien maupun
keluarga sehingga dengan kita sering melakukan komunikasi dan
memperhatikan kebutuhan pasien dan keluarga.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan institusi dapat memberikan tambahan referensi tentang
isu End of Life , bagaimana psikososial aspek pada keperawatan kritis.
36
37