Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan tentang kesejahteraan dan perlindungan anak,

terutama anak jalanan tidak terlepas dari kenyataan adanya eksploitasi

secara ekonomi dan hilangnya hak-hak anak mencakup pendidikan dan

kesejahteraan anak. Masalah itu tidak semata-mata menyangkut aspek

ekonomi semata, tetapi menyangkut dimensi lain seperti adat kebiasaan

dan unsur budaya lainnya. Sorotan paling tajam datang dari berbagai

kalangan seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga

Bantuan Hukum (LBH), dan pemerhati masalah anak seperti Komisi

Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terfokus pada pelanggaran

dan perampasan terhadap hak-hak anak. Hak-hak anak yang menyangkut

pendidikan, keamanan dan kenyamanan, serta pelayanan hukum yang

sama hal nya dengan orang dewasa.

Padahal sejatinya pemerintah dalam hal ini sesuai dengan Pasal

34:1 UUD 1945 berbunyi bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar

dipelihara oleh Negara”, bukan melakukan pembiaran terhadap anak-anak

yang bermasalah tersebut. Bukan masalah mungkin jika anak menjadi

anak jalanan, tapi yang menjadi masalah sosial mengenai anak jalanan

adalah perampasan hak asasi manusia di dalamnya, dimana sejati nya

anak diperlakukan layaknya individu yang harus diberi kasih dansayang,

diperlakukan nyaman dengan keadaan harmonis dalam kekeluargaan,

1
2

berhak bermain dan belajar layaknya anak pada umumnya, diberikan

pembekalan keimanan dalam kekeluargaan sebagai bekal hidupnya kelak,

karena ini menyangkut masa depan anak , maka ini menjadi hal yang

penting, karena menyangkut masalah masa depan bangsa dan Negara.

Karena bangsa yang kuat adalah bangsa yang memiliki generasi yang

cerdas dibekali dengan keimanan dan ketaqwaan, dan itu dimulai dari

anak-anak yang dilahirkan dari tiap-tiapibu yang sehat, hebat dan

tangguh, serta Negara menjamin keadaan tersebut di dalamnya. Fauzi

(2014).

Fenomena sosial yang muncul sebagai akibat kondisi

perekonomian saat ini salah satunya adalah perkembangan jumlah anak

jalanan di berbagai kota besar. Kehadiran anak jalanan yang semakin

besar jumlahnya dirasakan semakin mencemaskan, karena disatu sisi

dapat menimbulkan dampak negatif bagi penertiban, kebersihan dan

keamanan, serta keindahan kota. Selain itu, jika jumlah anak jalanan

semakin banyak maka semakin besar pula jumlah masyarakat yang

menjadi tanggungan masyarakat dan pemerintah.

Di Indonesia masih banyak sekali kita temukan anak jalanan usia

dini yangseharusnya masih merasakan bangku sekolah tetapi mereka

lebih memilih turunke jalanan untuk mencari uang demi memenuhi

kebutuhan hidup mereka.Pekerjaan yang dilakukan oleh anak jalanan

tersebut diantaranya mengamen,mengemis dan berjualan koran. Para

orang tua sangat sulit untuk memenuhikebutuhan hidup sehari-hari


3

apalagi membiayai sekolah anak. Oleh karena itu banyak anak yang

kemudian menjadi putus sekolah dan juga dituntut untuk

membantu mencari uang untuk keluarga. (Nirawati, 2018).

Secara umum, pendapat yang berkembang dalam masyarakat

mengenai anak jalanan merupakan sesuatu yang negatif. Mereka

dipandang sebagai anak-anak yang lebih memilih untuk menghabiskan

waktunya di jalanan dari pada bersama dengan keluarganya. Selain

itu, masyarakat pun menganggap bahwa merekasudah tidak ada

keinginan untuk bersekolah.Para anak jalanan tersebut juga dianggap

sebagai

sesuatu yang mengganggu keamanan danketertiban umum (Pardede,

2008).

Idealnya, seorang anak yang berusia dibawah 17 tahun masih

menjadi tanggung jawab orang tua atau relasi dari orang tuanya. Orang

tua wajib memenuhi segala kebutuhan sang anak agar dapat tumbuh

dan berkembang secara optimal. Hal tersebut sesuai dengan

UndangUndang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Bab III yang

mengatur hak dan kewajiban anak, pada pasal 4 dijelaskan bahwa setiap

anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

dari kekerasan dan deskriminasi. Sedangkan dalamBab IV pasal 26 ayat 1

dijelaskan bahwa orangtua memiliki kewajiban dan tanggung jawabuntuk

mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak, serta menumbuh


4

kembangkananak sesuai dengan kemampuan, bakat, danminatnya (KPAI,

2013).

Aptekar dan Stoecklin, (2014) menegaskan perbedaanpenggunaan

istilah anak jalanan dengan pemudapengangguran. Menurutnya,

penyebutan anakjalanan ditujukan kepada anak-anak baik yang

tinggal maupun menghabiskan waktu di jalanan. Sedangkan penyebutan

pemuda pengangguranyang sering berada di jalanan di tujukkan pada

negara maju. Bahwa fenomena anak jalananhanya ada di negara

berkembang dengan masihbanyaknya persentase keluarga miskin dan

kurangnya pendidikan

Terdapat hubungan antara turunnya anakke jalan dengan status

ekonomi keluarga.Semakin tinggi ekonomi keluarga maka

kecenderungan menjadi anak jalanan semakinrendah, dan sebaliknya

(Siregar, dkk, 2006).Kebanyakan anak memilih bekerja karena

kurangnya makanan yang ada di rumah.Beberapa dari mereka

meninggalkan rumah danmenjadi anak jalanan, dan biasanya mereka

berasal dari keluarga yang kasar. Selain itu, kemiskinan,kurangnya

penghargaan bagi anak-anak,lunturnya nilai-nilai dalam masyarakat,

sertaterdisintegrasinya keluarga juga merupakanpenyebab munculnya

fenomena anak jalanan.

Umumnya anak jalanan ini hidup didaerah-daerah kumuh, yang

ditandai dengantidak adanya tempat anak-anak untuk bermaindan

menikmati masa kanak-kanaknya.Perkampungan yang sempit dan tidak


5

sesuai untuk tempat tinggal manusia, tidak tersedianyafasilitas pendidikan

sebagai dasar pendidikan dankebutuhan sosial mereka menambah

semakintermarjinalnya kehidupan para anak putus sekolah.Sering sekali

di lingkungan anak putus sekolah, seperti ini batas pribadi (privacy) tidak

jelas sehingga terjadi keributan antar mereka sendiri.

Kehidupan semacam ini juga memunculkan sikap-sikap kecurigaan

terhadap dunia luar.Sedangkan apatisme dan keterasingan social

membuat anak jalanan tercitrakan dengan penampilan kotor dan kesulitan

hidupnya.Perilaku menyimpang seperti kejahatan kenakalan remaja,

pelacuran, mabuk-mabukan,berjudi, mengkonsumsi obat

terlarang,merupakan fenomena sosial sudah sejak lama digambarkan

terhadap orang yang tinggal didaerah permukiman kumuh. Anggapan

tersebut menjadikan anak jalanan merasa terasing secarasosial dan

mereka tidak berdaya untuk mengubah kondisi hidupnya

Hasil observasi mengenai Perilaku sosial anak putus sekolah didesa

buntubuda yaitu tidak baik, karena perubahan sikap, cara komunikasi

yang kasar, memaksa, brutal, tata cara bicara yang  buruk, gaya bahasa,

pakaian yang tidak rapi, rambut yang di warnai membuat masyarakat tidak

senang dengan anak putus sekolah. Anak putus sekolah terkenal dan

dianggap oleh kalangan masyarakat mengedepankan kekerasan sebagai

cara untuk mempertahakan hidup. Disamping itu anak putus sekolah

dengan keunikan kerangka budayanya, memiliki tindak komunikasi yang

berbeda dengan anak yang normal. komunikasi intra budaya anak putus
6

sekolah dapat menjelaskan tentang proses, pola, perilaku, gaya, dan

bahasa yang digunakan mereka. aspek-aspek tersbut tampak manakala

berkomunikasi sesama teman, keluarga, petugas keamanan dan

ketertiban, pengurus rumah singgah, dan lembaga pemerintah. Anak

putus sekolah yang sudah terbiasa dalam lingkungan rumah singgah dan

anak jalanan yang “liar”, memiliki perilaku yang berbeda dan komunikasi

yang berbeda. Perilaku sosial anak putus sekolah yang diketnal dan

diketahui oleh masyarakat yaitu tidak baik, karena perubahan sikap, cara

komunikasi yang kasar, memaksa, brutal, tata cara bicara yang  buruk,

gaya bahasa, pakaian yang tidak rapi, rambut yang di warnai membuat

masyarakat tidak senang dengan anak putus sekolah.

Hasil penelitian mengenai anak putus sekolah pernah dilakukan

oleh Nirawati (2018) hasil penelitian ini menunjukan bahwa 42,1% variabel

dependen(Motivasi Belajar Anak Jalanan) dipengaruhi oleh variabel

independen (Sekola Anak Jalanan). Sedangkan sisanya yaitu 57,9%

variabel dependen (Motivasi Belajar Anak putus sekolah) dipengaruhi oleh

faktor-faktor lain yang tidak diteliti.Puruhita, (2016) dengan hasil penelitian

menunjukan beragam perilaku sosial anak-anakjalanan di Kota Semarang,

yaitu sopan santun, solidaritas, bergaul, daninteraksi dengan lawan jenis.

Perilaku sosial anak jalanan tidak selalumenyimpang seperti pandangan

masyarakat umum, mereka masih memegang nilai dan norma dalam

masyarakat seperti sopan santun dan solidaritas terlebih sesama anak

jalanan.
7

Selanjutnya, Hasanah (2013), hasil penelitian dapat disimpulkan:

(1) aktivitas Anjal di Ledhok Timoho tidak hanya terkait dengan satu

persoalan semata tetapi berhubungan dengan masalah sosial lainnya

(ekonomi dan agama); (2) mengenai pengaruh perilaku keberagamaan

terhadap kehidupan sehari-hari, sejauh yang bisa diamati adalah masih

banyak Anjal yang belum sepenuhnya berada pada taraf biasa (belum

mendalam) dalam pemahaman keagamaan. Hal ini secara langsung

berakibat juga kepada bagaimana pola ibadah (ritual) semisal shalat,

membaca al-Qur’an, shadaqah, dan lain sebagainya yang masih jauh dari

optimal. (3) Anak-anak jalanan melakukan berbagai macam kegiatan baik

yang memang diajak oleh orang tuanya untuk ikut melaksanakan kegiatan

tersebut, maupun mereka yang berkeinginannya sendiri untuk ikut serta

dalam kegiatan. Terdapat tiga kategori kegiatan yang dilakukan oleh anak-

anak jalanan yaitu kategori kegiatan ekonomi,kegiatan sosial, dan kategori

kegiatan keagamaan. (4) Perilaku keberagamaan anak-anak jalanan yaitu

meliputi segala bentuk tindakan keagamaan, pemikiran keagamaan,

pengetahuan keagamaan, ritual keagamaan, dan efek dari

keberagamaannya. Selain itu, yang tergolong kegiatan keagamaan juga

adalah diantara anak-anak jalanan ada pula yang mengikuti pengajian

yang diadakan dompet Dhuafa.

Berdasarkan fakta-fakta yang telahdipaparkan, maka penelitian ini

bertujuan untukmenganalisis perilaku sosial anak-anak jalanan terhadap

peserta didik di SMP 5 Buntu Buda Kabupaten Mamasa. Perilaku sosial


8

tersebut meliputisopan santun, solidaritas, bergaul, dan interaksi dengan

lawan jenis terhadap peserta didik di SMP 5 Buntubuda kabupaten

Mamasa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis dapat

merumuskan masalah sebagai berikut ; “bagaimanakahpengaruh prilaku

sosial anak jalanan terhadap peserta didik SMP 5 Buntu Buda Kabupaten

Mamasa”?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai

tujuan sebagai berikut; Untuk mengetahui pengaruh prilaku sosial anak

jalanan terhadap peserta didik SMP 5 Buntu Buda Kabupaten Mamasa.

D. Manfaat Penelitian

Dengan berakhirnya kegiatan penelitian ini diharapkan hasilnya

dapat menjadi masukan terhadap pemerintah, pihak-pihak terkait, serta

masyarakat untuk peduli terhadap penderitaan anak jalanan. Dalam hal

ini, menepis perspektif keliru dengan beranggapan bahwa anak jalanan

merupakan sampah masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

menumbuhkembangkan solidaritas sosial dan peduli masalah

keagamaan, dengan membantu sesuai kapasitas masing-masing individu.

Sebagaimana yang tercantum dalam UUD1945 yang berbunyi “fakir

miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” Masalah tersebut


9

menjadi tanggung jawab bersama. karena untuk mengentaskan anak dari

kehidupan jalanan tidak cukup hanya mengandalkan undang-undang saja

tanpa adanya sinergi dan kerja nyata semua pihak.

Anda mungkin juga menyukai