Anda di halaman 1dari 20

TUGAS TERSTRUKTUR

MATA KULIAH HUKUM KEUANGAN NEGARA

DI SUSUN OLEH:

Muhammad Fariz G E1A016218


Naufal Lathief E1A016259
Novia Nur Azizah E1A016293
Irham Rahman Putra E1A016297
Roanna Rahma E1A016300
Ummi Kulsyum Turas B E1A016301

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2020
RINGKASAN DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003
TENTANG KEUANGAN NEGARA

A. PENDAHULUAN
1. Dasar Pemikiran
Dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum
dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk pemerintahan
negara yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang.
Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu system
pengelolaan keuangan negara.
Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan
menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, system
pengelolaan keuangan negara harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan
dalam Undang-Undang Dasar. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII Hal
Keuangan, antara lain disebutkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja
negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang, dan ketentuan mengenai
pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara serta
macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Hal-hal lain
mengenai keuangan negara sesuai dengan amanat Pasal 23C diatur dengan
undang-undang.
Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara selama ini masih
digunakan ketentuan perundang-undangan yang di susun pada masa
pemerintahan kolonial Hindia Belanda yaitu:
a. Indische Comftabiliteits Wet (ICW) Stbl. 1925 No. 448
b. Indische Bedrijevn Wet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445
c. Reglementvoorhet Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381.
Sementara itu dalam pelaksanaan pemeriksaan pertanggungjawaban
keuangan negara digunakan Instructieenverderebepalingenvoorde
Algemeene Rekonkamer (IAR) Stbl. 1933 No.320.
Peraturan perundang-undangan tersebut tidak dapat
mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam system
kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara
Republik Indonesia.
Oleh karena itu meskipun berbagai ketentuan tersebut secara formal
masih tetap berlaku, akan tetapi secara material sebagian dari ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan dimaksud tidak lagi dilaksanakan
kelemahan perundang-undangan negara menjadi salah satu penyebab
terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan
negara.
Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan
mewujudkan system pengelolaan fiskal yang berkesinambungan
(sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan Undang-
undang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam
penyelenggaraan pemerintahan Negara diperlukan suatu undang-undang
yang mengatur pengeloalan keuangan negara yaitu Undang-undang No.17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 merupakan reformasi system
keuangan negara yang meliputi:
a. Reformasi dan penetapan anggaran;
b. Reformasi pelaksanaan;
c. Reformasi pengawasan anggaran (audit).

2. Peraturan terkait
a. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
d. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja
Pemerintah;
e. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana
Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

B. POKOK-POKOK ISI
A. Umum
B. Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Negara
C. Penyusunan dan Penetapan APBN
D. Penyusunan dan Penetapan APBD
E. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral,
Pemerintah Daerah/ Lembaga Asing
F. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah dan Perusahaan Negara/
Daerah/ Swasta Serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
G. Pelaksanaan APBN dan APBD
H. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan APBD
I. Ketentuan Pidana, Sanksi Administrasi dan Ganti Rugi
J. Ketentuan Peralihan
K. Ketentuan Penutup

C. RINGKASAN
A. UMUM
1. Keuangan Negara
a. Pengertian Keuangan Negara
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara
yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa
uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut1
b. Pendekatan dalam perumusan pengertian Keuangan Negara
Pendekatan yang dipakai dalam merumuskan keuangan adalah dari
sisi objek, subjek, proses dantujuan.
c. Pengertian Keuangan dari segi:
1.) Objek: Semua Hak, kewajiban, negara yang dapat di nilai
dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang
fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun
barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
2.) Subjek: seluruh objek keuangan diatas yang dimiliki negara
dan/ atau dikuasai Pemerintah Negara/ Daerah, dan badan lain
yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
3.) Proses: Seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
pengelolaan obyek tersebut diatas mulai dari perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggung jawaban.
4.) Tujuan: Seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang
berkaitan dengan pemilikan dan/ atau penguasaan objek dalam
rangka.2
2. Lingkup Keuangan Negara (Pasal 2):
Keuangan Negara sebagaimana dimaksud pada butiran diatas
meliputi:

1
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
butir 3
2
Penjelasan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
butir 3
a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan
mengedarkan uang dan melakukan pinjaman.
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan
umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak
ketiga.
c. Penerimaan Negara
d. Pengeluaran Negara
e. Penerimaan Daerah
f. Pengeluaran Daerah
g. Kekayaan negara/ kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau
oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang,
serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan
daerah
h. Kekayaan lain yang dikuasai pemerintah dengan rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/ atau kepentingan
umum
i. Kekayaanpihak lain yang diperoleh dengan menggunakan
fasilitas yang diberikan pemerintah

3. Bidang Keuangan Negara


Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat
dikelompokkan dalam:
a. Sub Biang Pengelolaan Fiskal
b. Sub Bidang Pengelolaan Moneter
c. Sub Bidang Pengelolaan Keuangan Negara yang Disahkan3

B. Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Negara (Pasal 6)


1. Pengaturan Kekuasaan Atas Keuangan Negara
a. Presiden: selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan Negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan. Sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan/
diserahkan.
b. Menteri Keuangan: selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah
dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.
c. Menteri/ pimpinan Lembaga: Penggunaanggaran/ pengguna barang
kementrian negara/ lembaga yang dipimpinnya.
d. Gubernur/ bupati/ walikota: selaku kepala pemerintahan di daerah
dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan
e. Tidak termasuk kewenangan dibidang moneter yang meliputi
antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur
dengan undang-undang.

2. Tugas Fiskal Menteri Keuangan

Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal,


Menteri Keuangan mempunyai tugas:
a. Menyusun kebijakan fiscal dan kerangka ekonomi makro
b. Menyusun rancangan APBN dan rancangan perubahan APBN
c. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran
d. Melakukan perjanjian internasional dibidang keuangan
e. Melaksanakan pemungutan pendapatan yang ditetapkan dengan
3
Penjelasan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
butir 3
UU
f. Melaksanakan fungsi bendahara umum negara
g. Menyusun laporan keuangan pertanggung jawaban
pelaksanaan APBN
h. Melaksanakan tugas lain-lain di bidang pengelolaan fiscal
berdasarkan ketentuan undang-undang

3. Tugas Menteri/ Pimpinan Lembaga

Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/


Pengguna Barang:
1. Menyusun rancangan anggaran kementrian negara/ lembaga
yang dipimpinnya
2. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
3. Melaksanaan anggaran Kementerian Negara/ Lembaga yang
dipimpinnya
4. Melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak
dan menyetorkannya ke Kas Negara
5. Mengelola piutang, dan utang Negara yang menjadi
tanggungjawab Kementerian Negara/ Lembaga yang
dipimpinnya
6. Mengelola barang milik/ kekayaan negara yang menjadi
tanggungjawab Kementerian Negara/ Lembaga yang
dipimpinnya
7. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian
negara/ lembaga yang dipimpinnya
8. Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi
tanggungjawabnya berdasarkan ketentuan undang- undang
4. Pengaturan Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah (Pasal 10
ayat(1))

1. Pengelolaan keuangan ditingkat daerah diserahkan kepada


Gubernur/ Bupati/ Walikota.

2. Selanjutnya, dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola


keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD.

3. Dan oleh kepalasatuan kerja perangkat daerah (SKPD) selaku


pejabat pengguna anggaran/ barangdaerah.

5. Tugas Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (Pasal 10 ayat (2))

1. Menyusunan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD

2. Menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD

3. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah


ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

4. Melaksanakan fungsi bendahara umum daerah.

5. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban


pelaksanaan APBD.

6. Tugas Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (Pasal 10 ayat (3))

a. Menyusun anggaran SKPD yang dipimpinnya

b. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran

c. Melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya

d. Melaksanakan pemungutan penerimaan Negara bukan pajak

e. Mengelola utang piutang daerah yang menjadi tangungjawab


SKPD yang dipimpinnya

f. Mengelola barang milik/ kekayaan daerah yang menjadi


tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya

g. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang


dipimpinnya.

C. Penyesuaian Dan Penetapan APBN

1. Penyusunan APBN

a. Penyampaian pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka


ekonomi makro
Pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro
disampaikan Pemerintah Pusat kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) paling lambat pertengahan Mei tahun berjalan.
b. Pembicaraan Pendahuluan Rancangan APBN

Pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro


Pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro
dibahas oleh Pemerintah Pusat dan DPR dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
c. PembahasanKebijakanUmum dan Prioritas Anggaran
Pembahasan kebijakan umum dan prioritas anggaran
(berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok
kebijakan fiskal) oleh Pemerintah Pusat dan DPR untuk dijadikan
acuan penyusunan usulan anggaran oleh kementerian negara/
lembaga (Pasal 13)

d. Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Negara/ Lembaga


(RKA-KL) (Pasal14)
1. Penyusunan RKA-KL tahun berikutnya oleh menteri/ lembaga
yang:
 Berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai
 Disertai perkiraan belanja tahun berikutnya setelah tahun
anggaran yang disusun
2. Pembahasan pendahuluan rancangan APBNRKA-KL disampaikan
ke DPR untuk dibahas dalam pembicaraan rancangan
3. Hasil Pembahasan RKA-KL

Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan ke Menteri


Keuangan untuk bahan penyusunan rancangan undang- undang
tentang APBN tahun berikutnya

4. Ketentuan tentang penyusunan RKA-KL diatur dalam


Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2004

2. Penetapan APBN

a. Rancangan Undang-undang tentang APBD disertai nota keuangan dan


dokumen-dokumen pendukungnya disampaikan oleh Pemerintah Pusat
kepada DPR

b. Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN, dimana DPR


dapat mengajukan usulan perubahan atas Rancangan Undang-undang
tentang APBN

c. Penetapan Undang-undang oleh DPR selambat-lambatnya 2 (dua) bulan


sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan

d. APBN dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan


dan jenis belanja

e. Apabila DPR tidak menyetujui Rancangan Undang-undang APBN,


Pemerintah Pusat melakukan pengeluaran setinggi- tingginya
sebesarangka APBN tahun anggaran sebelumnya.

D. Penyusunan dan Penetapan APBD

1. PenyusunanAPBD

Pemerintah Daerah menyampaikan dan membahas kebijakan umum


APBD sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah dengan DPRD
(selambat-lambatnya Juni) termasuk prioritas dan plafon anggaran
sementara untuk dijadikan acuantiap SKPD. Pemerintah Daerah
mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD pada minggu
pertama bulan Oktober tahun sebelumnya sesuai undang – undang yang
berlaku.4
12
4
Undang-undang tentang Keuangan Negara, No. 17 Tahun 2003, ps. 19.
2. Penetapan APBD

DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah


penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD.

Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah


tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerahuntuk


membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan
pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran
sebelumnya.5

E. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Bank Sentral, Pemerintah


Daerah, Serta Pemerintah/Lembaga Asing.

1. Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perseimbangan kepada Pemerintah


Daerah berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan pusat dan
daerah dan dapat diteruspinjam-kan kepada Pemerintah Daerah/Perusahaan
Negara/ Perusahaan Daerah.

2. Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada


Pemerintah Daerah atau sebaliknya setelah mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.

3. Pemerintah Daerah dapat memberikan pinjaman kepada/menerima pinjaman


dari daerah lain dengan persetujuan DPRD.

4. Pemerintah Pusat dapat memberikan hibah/pinjaman kepada atau menerima


hibah/pinjaman dari pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan DPR.6

F. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Dan Perusahaan Negara, Perusahaan


Daerah, Perusahaan Swasta, Serta Badan Pengelolaan Dana Masyarakat.

5
Undang-undang tentang Keuangan Negara, No. 17 Tahun 2003, ps. 20. 13
6
Undang-undang tentang Keuangan Negara, No. 17 Tahun 2003, ps. 22.
1. Pemerintah dapat memberikan pinjaman/ hibah/ penyertaan modal kepada
dan menerima pinjaman/ hibah dari perusahaan negara/ daerah yang terlebih
dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD.

2. Pemerintah Pusat dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan


negarasetelah mendapat persetujuan DPR.

3. Pemerintah Daerah dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi


perusahaan daerah setelah mendapat persetujuan DPRD.

4. Menteri Keuangan

- Melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara.

- Melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana


masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Pusat.

5. Gubernur/bupati/walikota

- Melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan daerah.

- Melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana


masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Daerah.7

G. Pelaksanaan APBN DAN APBD

1. APBN

Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya


dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

- Pemerintah Pusat menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBN


dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnyayang disampaikan kepada
DPR selambatlambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang
bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah Pusat.

- Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan


dibahas bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan
prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan, apabila
terjadi :

a. perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang


digunakan dalam APBN;
14
7
Undang-undang tentang Keuangan Negara, No. 17 Tahun 2003, ps. 24
b. perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;

c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran


antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja;

d. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya


harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.

- Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan


pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang
selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN
dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran.8

2. APBD

- Pemerintah Daerah menyusun Laporan Realisasi Semester


Pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan
berikutnya dan disampaikan kepada DPRD
selambatlambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang
bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan
Pemerintah Daerah.

- Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau


perubahan keadaan dibahas bersama DPRD dengan
Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan prakiraan
Perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan,
apabila terjadi :

a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi


kebijakan umum APBD;

b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran


anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan
antarjenis belanja.

c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun


sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan
anggaran yang berjalan.

- Dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan


pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang
15
8
Undang-undang tentang Keuangan Negara, No. 17 Tahun 2003, ps. 27
selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD,
dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran.9

H. Pertanggung Jawaban Pelaksanaan APBN dan APBD

1. APBN

Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang


pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa
laporan keuangan yangdisusun dan disajikan sesuai dengan
standar akuntansi pemerintahan dan telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
tahun anggaran berakhir.

2. APBD

Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan


daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada
DPRD berupa laporan keuangan yangdisusun dan disajikan
sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan dan telah diperiksa
oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.

KOMENTAR DARI KELOMPOK KAMI TERKAIT UNDANG-UNDANG NOMOR 17


TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA

16
9
Undang-undang tentang Keuangan Negara, No. 17 Tahun 2003, ps. 28
Kelemahan UU 17 Tahun 2003

Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi salah satu


penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara.
Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan
fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal
dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang- undang yang
mengatur pengelolaan keuangan negara. Upaya untuk menyusun undang-undang yang
mengatur pengelolaan keuangan negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara
Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian Undang-undang tentang Keuangan Negara
merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini dalam
rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar
1945.

Pada hakekatnya kelangsungan pembangunan Indonesia bergantung pada


pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pengelolaan keuangan
negara yang ideal bertumpu pada prinsip good governance (yang dewasa ini telah menjadi
pola dinamik penyelenggaraan negara di seantero dunia menuju kemantapan demokrasi)
yang selaras dengan prinsip good financial governance. Implementasi prinsip good financial
governance dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan negara akan mampu menciptakan clean governance.

Namun demikian, kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara


menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan
keuangan negara. Sehingga perlu kiranya untuk berpikir kembali mengenai konsep
Keuangan Negara yang tepat dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan
mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan
aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar dan asas-asas umum yang
berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Pembedaan ini pun mempunyai implikasi konsekuensi yuridis terhadap ruang


lingkup dan kewenangan lembaga dan badan yang melakukan manajemen pengawasan dan
pemeriksaan keuangan terhadapnya. Tentu tidak semua lembaga pemeriksa atau pengawas
dalam lingkungan permerintah pusat atau pemerintah daerah maupun yang berada di luar
17
pemerintah, mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan maupun pengawasan
terhadap masing-masing keuangan badan hukum tersebut. Demikian pula antara status
badan hukum publik dan badan hukum privat yang berbeda pengelola keuangannya akan
sangat berpengaruh, sebagai badan hukum publik.

Demikian, jangkauan lembaga atau badan pemeriksa atau pengawasan keuangan


publik bagi keuangan negara berbeda dengan keuangan daerah, mengingat kedudukan dan
fungsinya berbeda. Oleh karena itu, kejelasan batas ini diperlukan mengingat dengan tidak
membedakan antara badan atau lembaga pemeriksa dan pengawas dengan obyek yang
diperiksa atau diawasi dapat menimbulkan selain tumpang tindih, ruang lingkup
pengawasan maupun pemeriksaan yang terlalu luas dapat mengakibatkan tidak jarang ada
unit yang merupakan obyek pemeriksaan atau pengawasan terhindar dari jangkauan
pemeriksaan atau pengawasan.

Kondisi demikian yang justru lebih dihidupkan dengan Undang-Undang Nomor 17


Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara sebagai peraturan turunan Pasal 23 UUD 1945 yang
tidak memperhatikan kedudukan dan fungsi keuangan publik dari lembaga atau badan-
badan hukum yang ada. Kondisi demikian terjadi karena Pasal 23 Perubahan Ketiga UUD
1945 tidak memebrikan definisi atau rambu-rambu yang secara yuridis dapat
dipertanggungjwabkan. Akan tetapi, anehnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 malah
merumuskan keuangan negara secara keliru dan mengesampingkan esensi badan hukum dan
otonomi daerah. Selain itu, dalam UU Keuangan Negara terdapat pasal ‘celaka’ yang
bisa menimbulkan kerugian dan membangkrutkan negara yang disebabkan rumusan pasal
yang asal jadi, demi kepentingan ambisi melakukan pemeriksaan terhadap keuangan publik
maupun privat. Bahkan, Pasal 2 Huruf i UU Keuangan Negara tidak membedakan secara
tegas uang publik dan uang privat yang menyebabkan keuangan/kekayaan pemerintah tidak
berbeda dengan keuangan/kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan fasilitas yang
diberikan oleh pemerintah.

Konsep Pasal 2 huruf i UU Keuangan Negara menjelaskan bahwa keuangan negara


yang dirumuskan dalam Pasal 1 Ketentuan Umum berlaku pula bagi keuangan/kekayaan
privat yang dirumuskan sebagai berikut, “…………. Kekayaan pihak lain yang memperoleh
dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah”. Dengan rumusan pasal tersebut,
negara turut bertanggungjawab terhadap kekayaan pihak swasta yang memperoleh fasilitas
pemerintah. Artinya jika pihak swasta yang memperoleh fasilitas dari pemerintah dalam
keadaan insolvensi dan dinyatakan pailit, negara turut bertanggungjawab atas utang swasta
18
karena kekayaan pihak lain (termasuk badan hukum privat) yang dimilikinya itu diperoleh
dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah menurut konsepsi Pasal 2 Huruf i.

Pasal lain yang perlu dikritisi adalah Pasal 34 yang berbunyi, “Menteri/Pimpinan
lembaga/Gubernur/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah
ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam
dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang,”

Pertanyaannya, ketentuan UU mana yang mengatur tentang hal tersebut. Pasal ini
menjadi tidak lazim dalam Hukum Administrasi Negara, di mana penyimpangan kebijakan
dapat dihukum pidana. Belum lagi, UU Keuangan Negara ini belum mendapatkan
tandatangan Presiden sebagai dokumen resmi negara pada saat diundangkan.

Jika dilihat dalam sudut pandang Hukum Adminsitrasi Negara, kebasahannya secara
yuridis tidak mempunyai dasar hukum yang kuat karena sebagai dokumen resmi negara
yang dibuat di atas kertas resmi negara dengan lambang Garuda Pancasila dan berkepala
“Presiden Republik Indonesia,” tetapi tidak ditandatangani Presiden. Artinya, sudut Hukum
Adminsitrasi Negara jelas mengatakan bahwa dokumen negara yang tidak ditandatangani
yang berhak adalah tidak sah dan belum memiliki kekuatan hukum mengikat umum atau
anggota masyarakat.

Selain itu Keuangan Negara belum memiliki definisi secara jelas, jika hanya
merujuk pada Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945, keuangan negara hanya berupa APBN
sementara APBD, keuangan BUMN, keuangan BUMD serta badan-badan lain yang
dibentuk dengan kewenangan negara atau pemerintah tidak termasuk ke dalam keuangan
negara. Sedangkan makna keuangan negara yang dijelaskan di dalam UU Keuangan Negara
menyebutkan keuangan negara secara luas yang berbunyi : “Keuangan negara adalah semua
hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa
uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Dalam UU Keuangan Negara ini menjelaskan
bahwa siapapun yang mengelola dan merupakan uang milik negara adalah keuangan negara
sehingga maknanya terlalu luas.

Daftar Pustaka:

19
Pemerintah Indonesia. 2003. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara. Lembaran Negara RI Tahun 2003, No. 17. Jakarta: Sekretariat Negara

20

Anda mungkin juga menyukai