Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

Perkembangan Politik dan Ekonomi pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid

DISUSUN OLEH :

-BELLA ENJELIA

-DWI ZAH PUTERA

-FEBRIANAZAHRA

-ILHAM HADI

-IMROATUL MUTAMMIMAH

-MALIYANSARI

-M. IRWAN FIRMANTO

-REZKY WAHYU SAPUTRA

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


Gus Dur terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia keempat pada tanggal 20 Oktober 1999. Berkat
dukungan Poros Tengah, Abdurrahman Wahid mengungguli calon presiden lain yakni Megawati
Soekarno Putri dalam pemilihan presiden yang dilakukan melalui pemungutan suara dalam rapat
paripurna ke-13 MPR. Megawati Soekarno Putri sendiri terpilih menjadi wakil presiden setelah
mengungguli Hamzah Haz dalam pemilihan wakil presiden melalui pemungutan suara pula. Ia dilantik
menjadi wakil presiden pada tanggal 21 Oktober 1999.

A. Perkembangan Bidang Politik

Presiden Abdurrahman Wahid dalam melanjutkan cita-cita reformasi diawali dengan membentuk
Kabinet Persatuan Nasional. Kabinet ini adalah kabinet koalisi dari partai-partai politik yang sebelumnya
mengusung Abdurrahman Wahid menjadi presiden yakni PKB, Golkar, PPP, PAN, PK dan PDI-P. Beberapa
langkah reformasi yang dilakukan selama pemerintahan Gus Dur antara lain sebagai berikut.

Presiden Abdurrahman Wahid membubarkan dua departemen yakni Departemen Penerangan dan
Departemen Sosial dan diganti dengan pembentukan Departemen Eksplorasi Laut melalui Keputusan
Presiden No. 355/M tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999. Nama departemen ini berubah menjadi
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).

Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, MPR melakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada
tanggal 18 Agustus 2000. Amandemen tersebut berkaitan dengan susunan pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas pemerintahan pusat, provinsi, kabupaten dan kota.
Amandemen ini sekaligus mengubah pelaksanaan proses pemilihan umum berikutnya yakni pemilik hak
suara dapat memilih langsung wakil-wakil mereka di tiap tingkat Dewan Perwakilan tersebut.

Upaya reformasi di bidang hukum dan pemerintahan dilakukan dengan pemisahan TNI dan Polri
sehingga TNI dapat memfokuskan diri dalam menjaga kedaulatan wilayah Republik Indonesia dari
ancaman kekuatan asing, sementara Polri dapat lebih berkonsentrasi dalam menjaga keamanan dan
ketertiban.

Berbagai kasus KKN tersebut kembali dibuka pada tanggal 6 Desember 1999 dan terfokus pada apa yang
telah dilakukan oleh mantan Presiden Soeharto dan keluarganya. Namun dengan alasan kesehatan,
proses hukum terhadap Soeharto belum dapat dilanjutkan. Kejaksaan Agung menetapkan mantan
Presiden Soeharto menjadi tahanan kota dan dilarang bepergian ke luar negeri. Pada tanggal 3 Agustus
2000 Soeharto ditetapkan sebagai terdakwa terkait beberapa yayasan yang dipimpinnya.

Pencapaian lain pemerintahan Abdurrahman Wahid adalah pemulihan hak minoritas keturunan
Tionghoa untuk menjalankan keyakinan mereka yang beragama Konghucu melalui Keputusan Presiden
No. 6 tahun 2000 mengenai pemulihan hak-hak sipil penganut agama Konghucu.
Sikap Presiden Abdurrahman
Wahid yang cenderung
mendukung pluralisme
dalam masyarakat termasuk dalam kehidupan beragama dan hak-hak kelompok minoritas merupakan
salah satu titik awal munculnya berbagai aksi penolakan terhadap kebijakan dan gagasan-gagasannya.

Presiden Abdurrahman Wahid melontarkan gagasan kontroversial yaitu gagasan untuk mencabut
Tap.MPRS No.XXV tahun 1966 tentang larangan terhadap Partai Komunis Indonesia dan penyebaran
Marxisme dan Leninisme. Gagasan tersebut mendapat tantangan dari kalangan Islam termasuk Majelis
Ulama Indonesia. Namun beliau mengurungkan niatnya.

Benturan Presiden Abdurrahman Wahid dengan organisasi massa dan partai politik Islam adalah
gagasannya untuk membuka hubungan dagang dengan Israel. Gagasannya tersebut mendapat
tantangan keras.

B. Perkembangan Bidang Ekonomi

Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid memiliki
karakteristik sebagai berikut:

Dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah


pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan tingkat suku bunga
yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri juga sudah mulai stabil.

Hubungan pemerintah dibawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga kurang baik, yang
dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23 tahun 1999 mengenai bank Indonesia, penerapan
otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus
tertunda.
Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing menjadi enggan untuk
menanamkan modal di Indonesia.

Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya kegiatan
penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri.

Kejatuhan pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid tidak terlepas dari akumulasi berbagai gagasan
dan keputusannya yang kontroversial. Hubungan Presiden Abdurrahman Wahid dengan DPR dan bahkan
dengan beberapa menteri dalam kabinet pemerintahannya terbilang tidak harmonis. Gus Dur
memberhentikan Laksamana Sukardi sebagai Menteri Negara Penanaman Modal dan Jusuf Kalla sebagai
Menteri Perindustrian dan Perdagangan bahkan menyebabkan DPR mengajukan hak interpelasinya.

Selain itu juga adanya dugaan bahwa presiden terlibat dalam pencairan dan penggunaan dana Yayasan
Dana Kesejahteraan Karyawan (Yanatera) Bulog sebesar 35 miliar rupiah dan dana bantuan Sultan
Brunei Darussalam sebesar 2 juta dollar AS. DPR akhirnya membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk
melakukan penyelidikan keterlibatan Presiden Abdurrahman Wahid dalam kasus tersebut.

Pada 1 Februari 2001 DPR menyetujui dan menerima hasil kerja Pansus. Keputusan tersebut diikuti
dengan dengan memorandum yang dikeluarkan DPR bahwa presiden telah melanggar haluan negara
yaitu melanggar UUD 1945 Pasal 9 tentang Sumpah Jabatan dan melanggar Tap MPR No. XI/MPR/1998
tentang Penyelenggaraan Negara yang bebas KKN.

Presiden Abdurrahman Wahid tidak menerima isi memorandum tersebut karena dianggap tidak
memenuhi landasan konstitusional. DPR sendiri kembali mengeluarkan memorandum kedua dalam
rapat paripurna DPR yang diselenggarakan pada tanggal 30 April 2000. Rapat tersebut memberikan
laporan pandangan akhir fraksi-fraksi di DPR atas tanggapan presiden terhadap memorandum pertama.

Hubungan antara presiden dan DPR semakin memanas seiring dengan ancaman presiden terhadap DPR.
Jika DPR melanjutkan niat mereka untuk menggelar Sidang Istimewa MPR, maka presiden akan
mengumumkan keadaan darurat dan memerintahkan TNI dan Polri untuk mengambil tindakan hukum
terhadap sejumlah orang tertentu yang dianggap menjadi tokoh yang aktif menyudutkan pemerintah.
DPR akhirnya menyelenggarakan rapat paripurna untuk meminta MPR mengadakan Sidang Istimewa
MPR. Pada tanggal 21 Juli 2001 MPR menyelenggarakan Sidang Istimewa yang dipimpin oleh ketua MPR
Amien Rais. Menyadari posisinya yang terancam, presiden selanjutnya mengeluarkan Maklumat
Presiden tertanggal 22 Juli 2001. Maklumat tersebut selanjutnya disebut Dekrit Presiden yang berisi.

Membekukan MPR dan DPR Republik Indonesia.

Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan-badan
yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilu dalam waktu satu tahun.

Menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan membekukan
Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.

Namun isi dekrit tersebut tidak dapat dijalankan terutama karena TNI dan Polri yang diperintahkan
untuk mengamankan langkah-langkah penyelamatan tidak melaksanakan tugasnya. Seperti yang
dijelaskan oleh Panglima TNI Widodo AS, sejak Januari 2001, baik TNI maupun Polri konsisten untuk
tidak melibatkan diri dalam politik praktis.

Akhirnya melalui Ketetapan MPR No. II/MPR/2001 tentang pertanggungjawaban Presiden Abdurrahman
Wahid dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2001 tentang penetapan Wakil Presiden Megawati Soekarno
Putri sebagai Presiden Republik Indonesia. MPR memberhentikan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden
dan mengangkat Wakil Presiden Megawati Soekarno Putri sebagai presiden kelima Republik Indonesia
pada tanggal 23 Juli 2001.

Anda mungkin juga menyukai