Anda di halaman 1dari 15

Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

GAMBARAN COPING STRES PADA PENDERITA DYSTONIA DI JAKARTA

Puspita1 , Olivia Tjandra Waluya1


1
Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul Jakarta
Jalan Arjuna Utara Nomor 9, Tol Tomang-Kebon Jeruk
puspita@yahoo.co.id

Abstrak
Dystonia adalah sindrom yang berupa kontraksi otot yang tidak dapat dikontrol yang
menyebabkan pergerakan yang berbelok dan berulang-ulang dan/atau postur tidak normal.
Dystonia menimbulkan rasa sakit dan pegal yang menetap dan hingga saat ini belum bisa
disembuhkan, sehingga pengobatan yang ada saat ini hanyalah untuk mengurangi gejala yang
timbul dari Dystonia. Ketidakmampuan mereka dalam mengontrol tubuh mereka, rasa sakit yang
mereka rasakan terus menerus serta belum adanya obat yang ditemukan menimbulkan stres
bahkan depresi bagi mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stres, beberapa faktor
penyebab stres yang dialami dan coping stres yang dilakukan oleh penderita Dystonia. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek yang dipilih adalah penderita Dystonia yang sudah
mengalami Dystonia lebih dari 1 tahun, berusia 20-40 tahun dan berdomisili di Jakarta. Metode
pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi serta menggunakan purposive
sampling. Dari hasil pengolahan data diperoleh gambaran bahwa secara garis besar ketiga subjek
mengalami stres karena penyakit Dystonia yang dideritanya. Stres yang mereka alami bersumber
dari stressor fisik berupa adanya kekakuan otot pada bagian leher, bahu dan kepala. Kemudian
adanya stressor psikologis yaitu depresi serta minder dan tidak percaya diri yang timbul karena
ketidakmampuan mereka dalam mengontrol tubuh mereka. Selanjutnya stressor sosial, yaitu
adanya rasa malu dan malas dalam bersosialisasi karena posisi tubuh mereka yang dianggap aneh
dan terakhir adalah stressor ekonomi yaitu adanya kesulitan dalam keuangan karena besarnya
biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan mereka yang mahal dan berkepanjangan. Ketiga
subjek mengalami semua stressor tersebut namun melakukan perilaku coping yang berbeda.
Subjek I memilih untuk menggunakan problem focused coping dan emotion focused coping,
sedangkan subjek II dan III lebih memilih untuk menggunakan emotion focused coping saja.
Namun bagi ketiga subjek, stres yang mereka alami dapat teratasi ketika mereka melakukan
emotion focused coping berupa positive appraisal.

Kata kunci: stressor, problem focused coping, emotion focused coping

Pendahuluan jalan yang miring, namun semakin bertambahnya


Dystonia, merupakan sebuah penyakit yang usia, penyakit ini mulai melebar ke bagian tubuh
menjadi cukup populer di Indonesia sejak seorang sebelah kiri yang meliputi tangan, mata dan kaki
aktor Indonesia yang terkenal, Ferry Irawan secara bertahap, dan mulai merambat ke bagian
menderita penyakit ini pada 2001 silam. Diduga ia leher dan kepala. Gejala yang dialami Venny ini
menderita Dystonia karena perilaku gila kerja sama seperti yang diungkapkan oleh seorang dokter
dengan tingkat stres tinggi yang membuatnya rentan ahli saraf, Dr. Antonius Adhinata, Sp.S dalam
untuk terkena Dystonia. Yusuf Misbach, ahli saraf komunikasi personal pada tanggal 13 April 2012.
yang juga Ketua Majelis Ahli Tim Dokter Beliau mengungkapkan bahwa gejala awal Dystonia
Kepresidenan RI menduga bahwa aktivitas syuting ditandai dengan kemunduran dalam menulis (setelah
aktor Ferry Irawan yang superketat turut mendorong menulis beberapa kalimat), kram kaki dan
"korsleting" pada jaringan saraf yang memicu kecenderungan tertariknya satu kaki ke atas atau
Dystonia. Memang, belum jelas betul ihwal kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau
korsletnya kabel saraf otak yang memicu Dystonia. berlari pada jarak tertentu. Leher berputar atau
Hal ini juga dialami oleh seorang wanita tertarik d iluar kesadaran penderita, terutama ketika
yang berasal dari Medan bernama Venny Mandasari. penderita merasa lelah. Gejala awalnya bisa sangat
Anak bungsu dari 6 bersaudara ini sejak kecil ringan dan baru dirasakan hanya setelah olah raga
menderita Dystonia, kelainan yang membuat berat, stres atau karena lelah. Lama kelamaan
tubuhnya terus bergerak, terutama kepalanya. gejalanya menjadi semakin jelas dan menyebar serta
Dinyatakan melalui blog-nya, kemungkinan pada tak tertahankan. Akibat dari Dystonia ini, penderita
saat ini ia menderita Dystonia Generalisata, namun akan mengalami gangguan aktifitas dan bahkan
belum parah. Gejala awal yang di alaminya hanyalah mampu membuat penderita tidak bisa beraktifitas
Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 29
Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

sama sekali. Dokter yang sudah melakukan praktek akan pernah pergi selamanya. Ia juga mengatakan
di Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk dari tahun 1997 bahwa hampir dari setiap penyakit yang menyerang
ini mengakui bahwa penderita Dystonia sebagian basal ganglia seperti Parkinson dan Dystonia akan
besar adalah anak-anak muda dan memang hingga membawa pengaruh terhadap emosi dan kepribadian
saat ini bukan hanya Indonesia, tapi bahkan di penderita. Penelitian yang dilakukan Fabbrini dan
seluruh dunia belum bisa ditemukan obat yang kawan-kawannya dalam Journal Movement
mampu untuk menyembuhkan penyakit ini. Obat- Disorders (volume 25, halaman 459-465, 2010),
obat yang diberikan oleh para dokter ahli hanyalah lebih dari seperempat pasien dengan Cervical
berupa obat-obat yang membantu untuk Dystonia mengalami depresi, bahkan banyak pasien
meringankan gejala yang timbul pada penderita. yang sudah mengalami depresi sebelum diagnosa
Kasus tersebut membuat kita bertanya-tanya dikeluarkan. Kenyataan akan adanya rasa sakit yang
apakah sebenarnya Dystonia itu? Diungkapkan oleh berkelanjutan, hilangnya kendali terhadap tubuh dan
McPhee, dkk (2010) Dystonia adalah sindrom yang posisi tubuh yang abnormal, sudah merupakan
berupa kontraksi otot yang tidak dapat dikontrol sumber stres yang sangat sulit untuk dihindari,
yang menyebabkan pergerakan yang berbelok dan belum lagi timbulnya tekanan sosial dalam diri
berulang-ulang dan/atau postur tidak normal. penderita Dystonia sebagai seseorang yang tidak
Dystonia terdiri dari kumpulan penyakit yang mampu untuk melakukan hubungan sosial
berbeda-beda dan luas cakupannya. Walaupun sebagaimana mestinya.
Dystonia merupakan penyakit gangguan pergerakan Akibat dari pemicu stres ini, Dystonia
yang umum, namun juga merupakan sebuah Medical Research Foundation dalam Error!
penyakit yang paling tidak disadari dan seringkali Hyperlink reference not valid. bahwa hal-hal yang
salah di diagnosa karena mempunyai variasi yang harus dihadapi oleh penderita Dystonia adalah
cukup banyak. Kontraksi dari 2 jenis otot yang penyangkalan diri, perasaan bersalah atau rasa malu,
berlawanan merupakan fitur utama dari penyakit ini marah, takut, depresi dan penerimaan diri. Basal
dan membedakannya dari berbagai penyakit otot ganglia yang merupakan area dalam otak yang
seperti Chorea, tics, dan penyakit dyskinesias. merupakan implikasi dari Dystonia, terkait bukan
Selain itu yang membedakannya lagi, Dystonia biasa hanya untuk mengontrol pergerakan otot, namun
terjadi pada saat penderita hendak menggerakkan juga mood dan tingkah laku. Jadi tidak mengejutkan
ototnya secara terkontrol. Hal ini juga dapat di jika seseorang yang menderita Dystonia akan
sebabkan dari aktivasi otot yang terlalu berlebih memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami
seperti yang dialami oleh Ferry Irawan yang mental disorders seperti depresi dan gelisah di
diperparah oleh stres atau kelelahan. bandingkan dengan orang-orang normal.
Sedikit berbeda dengan pendapat seorang Pada masa remaja yang seharusnya menjadi
dokter spesialis akupunktur yang menjalani momen menyenangkan dan menjadi kenangan yang
prakteknya di Bandung, Dr. Sim Kie Jie D.A. Phd. indah bagi dirinya, ia malah harus duduk di kursi
In Acupuncture ini: roda dan meninggalkan semua aktifitas fisik yang
“...di dalam kedokteran holistik, dianggap bahwa biasa digelutinya. Ia juga mengungkapkan bahwa ia
penyebab sakit adalah ketidakseimbangan sistem di merasa seperti orang yang tidak terlihat dan tidak
tubuh. Dan disinilah peran kedokteran holistic nyata di kehidupan ini. Ia merasa bahwa orang
untuk mengembalikan keseimbangan itu. Dalam mengacuhkan dirinya bahkan tidak pernah
akupunktur, yang berperan dalam keseimbangan melakukan kontak mata dengan dirinya.
tubuh adalah energi “chi”. Energy “chi” dalam Bukan hanya Stephanie, Samuel Arman
tubuh memiliki beberapa alur yang disebut jalur yang merupakan salah satu penderita Dystonia juga
meridian. Dystonia pun terjadi karena mengatakan tentang perasaannya terhadap hal ini :
ketidakseimbangan di salah satu jalur meridian ini, “… Awalnya saya mencoba untuk bisa menerima
dan akupunktur bertujuan untuk mengembalikan hal ini, tapi lama-kelamaan saya mulai menjadi
keseimbangan itu..” frustasi dan kehilangan arah. Dystonia benar-benar
Di sisi lain, dampak dari Dystonia mampu seperti mengambil masa depan saya, saya menjadi
mempengaruhi kondisi mental penderita. Ia sangat tidak bergairah dalam menjalani hidup ini
mengatakan bahwa melalui obat setiap orang bisa dan kadang saya berpikir sepertinya lebih baik saya
bertahan dari rasa sakit yang berlebihan untuk waktu mati saja daripada saya harus merasakan constant
yang singkat, namun akan sedikit berbeda jika harus pain seperti ini seumur hidup saya… dari awal saya
bertahan dalam rasa sakit yang sedikit namun untuk sudah mencoba berbagai macam pengobatan seperti
waktu yang panjang. Dystonia adalah lebih dari pemakaian Botox di leher saya setiap 6 bulan
sekedar rasa sakit biasa dan walaupun pengobatan sekali, harganya mahal banget bisa 1,5 sampai 2
akan membuatnya lebih baik, rasa sakit itu tidak juta sekali suntik. Dan karena efeknya ga terlalu
Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 30
Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

berasa, bakal ditambahin obat penenang atau terhadap kesenjangan, menerima ancaman, atau
muscle relaxant yang harus diminum dua kali menghindar dari situasi. Seseorang melakukan
sehari, jadi yah.. sangat memakan biaya sekali coping terhadap stres yang dialaminya untuk
karena kan saya belum bekerja.. sekarang akhirnya mempertahankan perasaan memiliki integritas
saya lebih memilih terapi akupunktur seminggu dua pribadi dan untuk mencapai kontrol diri yang lebih
kali dan hasilnya paling ngefek dan harganya masih besar terhadap lingkungan (Newman & Newman,
lebih murah, cuma karena letaknya di Bandung, 1981)
jadi ongkos perjalanannya jadi lumayan juga..” Menurut Lazarus (2006), dalam melakukan
Dari pernyataan di atas, terlihat bahwa coping stres, ada dua strategi yaitu Problem-focused
Dystonia juga mengganggu kehidupan sosial dan coping yaitu usaha mengatasi stres dengan cara
ekonomi penderita. Hal ini mampu membuat mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan
penderita menjadi tidak bergairah dalam melakukan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya
interaksi dan bersosialisasi dengan lingkungan luar. tekanan, dan Emotion-focused coping yaitu usaha
Selain itu, pengobatan yang harus terus berjalan mengatasi stres dengan cara mengatur respon
mampu membuat kondisi keuangan penderita atau emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan
keluarga penderita menjadi menurun dan terganggu. dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi
Dapat dilihat bahwa Dystonia merupakan atau situasi yang dianggap penuh tekanan.
pemicu stres yang cukup besar dalam diri penderita. Dalam kasus ini, yang ingin diketahui
Sedikit berbeda menurut Leon Fleisher dan Robert bagaimana gambaran coping pada penderita
Schumann saat menulis surat kepada editor majalah Dystonia di Jakarta? Jika mereka berhasil untuk
Psychology Today (edisi Januari-Februari, halaman bertahan hingga saat ini, tentu ada banyak hal-hal
6, 2006), ia mengatakan bahwa : yang mereka lakukan untuk bisa bertahan hingga
“Leon Fleisher's inspiring struggle against focal pada akhirnya.
Dystonia ("The Winning Edge," December) calls to
mind the battle that another musician, Robert Tujuan Penelitian
Schumann, waged against the same disorder. Tujuan penelitan ini dilakukan untuk
Schumann--who developed loss of strength, menjelaskan secara lebih mendalam tentang
flexibility and control in the index and middle gambaran coping pada penderita Dystonia di Jakarta.
fingers in his right hand--devised a sling that held
up the middle finger. This did not work, and he Manfaat Penelitian
gave up his plan to become a pianist. But he later Manfaat Teoritis
wrote his mother, "Do not worry about the finger! I Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
can still compose." Fleisher, Schumann and those bagi dunia psikologi antara lain mengetahui
described in "The Winning Edge" remind me of gambaran coping pada penderita Dystonia di Jakarta.
Winston Churchill's famous speech of 12 words, 10 Penelitian ini juga berguna sebagai salah satu
of which are the same: "Never, never, never, never, sumber referensi untuk menganalisa tugas yang
never, never, never, never, never, never give up!" berhubungan dengan penelitian ini.
Stres merupakan salah satu hal yang mampu
memperburuk simtom yang ada pada penderita Manfaat Praktis
Dystonia. Melakukan relaksasi secara rutin dan Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat
manajemen stres bisa memberi dampak positif pada praktis :
kualitas hidup penderita. Tujuannya bukan 1. Bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga
memindahkan stres dari kehidupan tetapi mengatasi penderita Dystonia, agar bisa memahami dan
stres tersebut dengan cara yang efektif. Salah satu membantu perilaku coping pada penderita
hal yang paling penting untuk mengurangi stres Dystonia dan membantu memberikan dukungan
adalah dengan mengatasi stres sebelum stres tersebut yang positif bagi para penderita Dystonia.
menumpuk. Usahakan untuk menciptakan gaya 2. Bagi masyarakat yang memiliki teman
hidup yang mengurangi stres dan relaksasi menjadi penderita Dystonia, agar dapat memahami dan
bagian dari hidup. membantu perilaku coping yang bisa di lakukan
Menurut Lazarus dan Folkman (dalam untuk para penderita Dystonia.
Sarafino, 2006) coping stres adalah usaha seseorang 3. Bagi penderita Dystonia itu sendiri, agar dapat
untuk mengatur kesenjangan antara tuntutan dan membantu dalam memberikan insight
sumber daya yang dimiliki dalam situasi yang penuh (pencerahan) tentang perilaku coping yang
dengan tekanan. Usaha coping juga dapat diartikan efektif dan memberikan dukungan serta
dengan memperbaiki masalah dan dapat juga harapan untuk sanggup mengatasi masalah
membantu seseorang merubah pandangannya
Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 31
Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

yang dihadapi sesama penderita. Diharapkan sampling. Peneliti menentukan sampel dengan
hal ini dapat memberikan inspirasi terciptanya pertimbangan tertentu yang dipandang dapat
support group untuk penderita Dystonia. memberikan data secara maksimal (Arikunto, 2006).
Dalam hal ini, pertimbangan yang dilakukan oleh
Metode Penelitian peneliti agar bisa mendapatkan data secara maksimal
Rancangan Penelitian yaitu memilih subjek yang sudah menderita
Rancangan penelitian yang digunakan dalam Dystonia lebih dari satu tahun, berdomisili di Jakarta
penelitian ini adalah kualitatif. Pendekatan kualitatif serta berada dalam usia dewasa awal.
adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang Pada penelitian ini, jumlah subjek yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki digunakan adalah sebanyak tiga orang, karena
suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada adanya keterbatasan subjek yang menderita Dystonia
pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran di Jakarta. Adapun karakteristik subjek yang
kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari digunakan dalam penelitian disesuaikan dengan
pandangan responden, dan melakukan studi pada tujuan penelitian yaitu:
situasi yang alami (Creswell, 1998). Bogdan dan 1. Penderita Dystonia yang sudah mengalami
Taylor (Moleong, 2007) mengemukakan bahwa Dystonia lebih dari 1 tahun. Banyaknya
metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian penderita yang baru terdiagnosa Dystonia
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata setelah mengalami keluhan-keluhan yang yang
tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku sebenarnya sudah mulai timbul lebih dari 1
yang diamati. Dalam penelitian ini, peneliti ingin tahun sebelumnya.
menyelidiki mengenai fenomena yang terjadi pada 2. Penderita Dystonia yang berusia 20-40 tahun.
penderita Dystonia dalam menghadapi penyakitnya Usia tersebut adalah usia dewasa awal yang
serta perilaku coping yang dilakukan untuk merupakan usia produktif seseorang untuk bisa
mengatasinya. secara maksimal melakukan aktifitas sehari-hari
Poerwandari (2001), mengatakan penelitian di lingkungannya.
dengan menggunakan pendekatan kualitatif memang 3. Penderita Dystonia yang berdomisili di Jakarta
tidak memiliki rumus dan patokan baku, tetapi ada Hal ini dilakukan karena peneliti berdomisili di
pedoman-pedoman dasar yang harus dipahami Jakarta sehingga memudahkan peneliti untuk
dengan menyusun langkah-langkah penelitian, melakukan proses penelitian.
termasuk dalam menentukan sampel atau subjek
penelitian. Secara umum, penelitian kualitatif adalah Waktu dan Tempat Penelitian
penelitian yang menggunakan teknik-teknik non Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret
matematika. Lebih lanjut Poerwandari (2001) juga 2013. Subjek di wawancara di rumah kediaman
menambahkan bahwa penelitian kualitatif masing-masing subjek karena hal ini akan
menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya memberikan kenyamanan bagi subjek dalam
deskriptif, seperti transkrip wawancara, catatan melakukan proses wawancara. Lokasi penelitian
lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan lain dapat berubah sewaktu-waktu dan disesuaikan
sebagainya, berbeda dengan penelitian kuantitatif dengan keinginan dari subjek penelitian agar subjek
yang menampilkan data dalam bentuk angka-angka. merasa nyaman.

Subjek Penelitian Teknik Pengumpulan Data


Menurut Poerwandari (2001) penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
kualitatif memiliki pedoman tentang bagaimana beberapa metode dari Arikunto yaitu wawancara
memilih subjek yang tepat sesuai dengan masalah (interview) dan observasi. Wawancara adalah sebuah
penelitian, karena penelitian kualitatif memiliki dialog yang di lakukan pewawancara (interviewer)
dasar filosofis yang berbeda, tidak menekankan untuk memperoleh informasi dari terwawancara
upaya generalisasi (jumlah) melalui perolehan (interviewee). Wawancara digunakan oleh peneliti
sampel acak melainkan berupaya memahami sudut untuk menilai keadaan seseorang, misalnya
pandang dan konteks subjek penelitian secara untuk mencari data tentang variabel latar belakang
mendalam. Subjek penelitian di sini berisi responden, pendidikan, jenis kelamin, sumber stres,
penjelasan mengenai karakteristik subjek yang reaksi stres serta coping yang mereka gunakan untuk
digunakan dalam penelitian dan jumlah subjek yang menghadapi stres. Wawancara yang digunakan
akan diteliti serta teknik sampling dalam adalah teknik wawancara mendalam (in – depth
menentukan subjek. Prosedur pengambilan subjek interview). Alasan peneliti memilih menggunakan
dalam penelitian ini berdasarkan purposive wawancara mendalam adalah agar peneliti dapat

Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 32


Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

menggali lebih dalam mengenai coping stres pada Pedoman Wawancara


penderita Dystonia ini. Pada penelitian ini, peneliti Pedoman wawancara ini disusun
melakukan wawancara terstruktur sebagai teknik berdasarkan teori yang telah disusun pada bab
pengumpulan data, dimana peneliti atau pengumpul sebelumnya dengan sejumlah aspek yang perlu
data telah mengetahui dengan pasti informasi apa digali lebih lanjut dalam penelitian ini. Pedoman
yang akan diperoleh (Sugiyono, 2008). wawancara ini dibuat agar proses wawancara
Selain wawancara, peneliti juga menjadi lebih terarah dalam menggali aspek-aspek
menggunakan observasi untuk penelitian ini. yang relevan dengan masalah yang diteliti. Oleh
Nawawi & Martini (1991) mengatakan observasi karena itu, pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan
adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik bersifat terbuka dan tidak harus selalu diajukan
terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu berurutan (lihat tabel 1).
gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian.
Dalam penelitian ini observasi yang digunakan oleh Lembar Catatan Khusus (Observasi)
peneliti adalah observasi tak berstruktur. Observasi Tujuan dari observasi adalah
tak berstruktur adalah observasi yang tidak mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-
dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang
diobservasi (Sugiyono, 2008). Observasi yang akan terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat
dilakukan adalah pengamatan bebas terhadap subjek, dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian
perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek yang diamati (Poerwandari, 2001). Observasi dalam
dengan peneliti dan hal-hal yang di anggap menarik penelitian ini hanya digunakan sebagai metode
dan relevan sehingga dapat memberikan data penunjang dimana hal ini akan membantu proses
tambahan terhadap hasil wawancara. analisis dan interpretasi data sehingga hasil yang
diperoleh menjadi akurat. Dalam proses observasi
Instrumen Penelitian ini, peneliti akan mengamati kondisi dari lokasi
Lembar Pemberitahuan Awal wawancara, durasi wawancara, perubahan ekspresi
Lembar pemberitahuan awal atau informed wajah, gerak-gerik anggota tubuh, warna suara dan
consent mencakup berbagai informasi umum seputar kecepatan bicara dari setiap subjek saat menjawab
prosedur dan tujuan dari suatu penelitian. Lembar ini pertanyaan, serta hal-hal lain yang terjadi selama
juga diperlukan untuk menyatakan bahwa proses wawancara yang mungkin dapat dijadikan
keikutsertaan dari para subjek bersifat sukarela. pertimbangan selama proses analisis data
Selanjutnya, pada lembar ini dijelaskan bahwa alat (Poerwandari, 2001). Oleh karena itu, untuk
perekam gambar dan suara semata-mata di mempermudah proses pencatatan terhadap
pergunakan untuk kelancaran sesi tanya jawab, informasi-informasi tersebut, peneliti menyiapkan
identitas diri subjek akan tetap terjamin lembar catatan khusus untuk masing-masing subjek
kerahasiaaanya. Adapun hal ini dimaksudkan agar pada masing-masing sesi wawancara.
subjek merasa nyaman selama proses wawancara
dan tidak khawatir identitasnya akan terbongkar.

Tabel 1
Blue Print Pertanyaan Subjek
Stressor (A) Reaksi Stres (B) Coping Stres (C)
Fisik (1) 1, 2, 3a, 3b 4 5
Psikologis (2) 7 6 8, 9
Sosial (3) 13, 14, 15, 16, 17, 18 19a 19a, 19c, 20
Ekonomi (4) 10, 11 12a 12a, 12b

Wawancara Koding ( Coding )


Setelah pedoman wawancara di buat, Setelah melakukan wawancara, kami
peneliti melakukan proses wawancara dengan melakukan coding terhadap data yang masih
penderita Dystonia dengan menggunakan pedoman berbentuk rekaman dalam video recorder. Coding
wawancara sebagai dasar dari wawancara. terhadap rekaman data hasil akhirnya akan
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak selalu berbentuk verbatim. Untuk membuat koding
berurutan tergantung dari situasi dan kondisi subjek terhadap jawaban pertanyaan, jawaban-jawaban
saat proses wawancara berlangsung. tersebut akan dikategorikan atau dikelompokkan
Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 33
Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

lebih dahulu, sehingga tiap kelompok-kelompok Subjek memiliki blog tempat subjek
berisi jawaban yang telah dibuat, tetapi apabila ada mengungkapkan perasaannya, kisahnya dan puisi
jawaban yang tidak termasuk dalam kelompok- yang diciptakannya untuk bisa dibaca oleh publik.
kelompok tersebut maka dapat dimasukkan dalam Subjek merupakan pribadi yang sangat pendiam dan
kelompok “lain-lain”. kurang suka berkumpul dengan kerumunan orang
banyak di publik. Subjek lebih suka memiliki
Analisis Data hubungan dekat dengan satu atau dua orang yang
Data yang telah di olah menjadi bentuk sering menemainya dan bisa saling bercerita dan
verbatim kemudian dianalisa lebih lanjut, untuk beraktifitas bersama.
nantinya peneliti mendapatkan simpulan dari proses Hubungan subjek dengan keluarganya baik,
analisa tersebut. Dalam proses menganalisa tersebut, keluarga subjek tidak terbiasa untuk saling bercerita
peneliti pertama-tama menuliskan temuan, yaitu apa dan mengungkapkan perasaan satu sama lain
saja yang ditemukan oleh peneliti dari hasil in-depth sehingga subjek juga jarang mengungkapkan
interview. Singkatnya, pada bagian temuan ini, perasaannya kepada anggota keluarganya. Kedua
peneliti mengilustrasikan data yang ia dapat dari orang tua subjek adalah dokter gigi dan kedua kakak
hasil in-depth interview. Kedua, peneliti subjek juga adalah dokter gigi, jadi hanya subjek
menguraikan hasil pengelolahan data yang diperoleh yang mengambil profesi sebagai dokter umum.
berupa gambaran umum subjek, gambaran Dystonia Keluarga besar subjek pun kebanyakan memiliki
subjek, dan gambaran stres dan coping stres subjek. profesi sebagai dokter gigi atau dokter umum.

Hasil dan Pembahasan Gambaran Umum Subjek II


Gambaran Umum Subjek I Subjek adalah anak ke 4 dari 4 bersaudara.
Subjek merupakan anak ke 3 dari 3 Subjek sudah menderita Dystonia selama 28 tahun,
bersaudara. Saat ini subjek tinggal bersama dengan semenjak subjek berusia 11 tahun. Subjek saat ini
kedua orang tuanya dan kedua kakaknya sudah belum menikah dan masih tinggal bersama dengan
menikah dan tidak tinggal di rumah orang tua kedua orang tuanya karena kondisi fisiknya yang
subjek. Pekerjaan subjek adalah sebagai dokter tidak memungkinkan subjek untuk tinggal sendiri.
umum di salah satu klinik di Jakarta. Subjek sangat Subjek memiliki tinggi badan sekitar 150 cm dan
mengerti tentang penyakit yang dialaminya dari ilmu berat badan sekitar 30 kg. Pada saat di wawancara
ia dapatkan di universitas. Subjek sudah menderita subjek menggunakan jilbab berwarna putih dan baju
selama 6 tahun dengan jenis Cervical Torticollis lengan panjang berwarna biru muda. Subjek
(Generalized Dystonia). Subjek memiliki tinggi memiliki tubuh yang membongkok yang disebabkan
badan sekitar 168 cm dengan berat badan sekitar 70 oleh Scoliosis yang pernah di deritanya. Kebanyakan
kg. Subjek berkulit putih, berambut pendek dan waktu subjek dihabiskan di tempat tidur karena
berdiri. Pada saat diwawancara Subjek subjek sulit untuk berjalan dan berpindah-pindah.
menggunakan kaos berwarna putih dan celana Selain itu subjek juga kurang jelas dalam berbicara
panjang berwarna abu-abu dan membawa telepon karena penyakit yang di deritanya. Subjek banyak
genggamnya. menghabiskan waktunya di malam hari sedangkan
Selama wawancara berlangsung, awalnya pada siang hari subjek cenderung lebih sering
Subjek terlihat malu-malu dan gugup. Subjek tidak istIirahat dan tidur.
terlalu banyak berbicara sehingga peneliti Ketiga kakak subjek sudah menikah dan
memutuskan untuk memulai percakapan dengan hal- tinggal di luar rumah subjek. Ibu subjek sudah tidak
hal tentang kegiatan dan kabar dari Subjek pada hari bekerja lagi dan ayah subjek sudah pensiun namun
itu. Lalu setelah peneliti melihat Subjek sudah mulai masih mengajar paruh waktu di salah satu
santai dan menjawab pertanyaan dengan cukup universitas swasta sekali dalam seminggu. Subjek
panjang, baru peneliti mulai menanyakan memiliki hubungan yang sangat baik dengan kedua
pertanyaan-pertanyaan yang diperlukan. orang tuanya, terutama dengan ibunya, karena
Kegiatan subjek sehari-hari di luar jam kerja mereka adalah orang yang mengasuhnya dan
adalah menyendiri di rumah sambil melakukan menemaninya sehari-hari di rumah.
aktifitas yang digemarinya seperti nonton televisi, Subjek adalah pribadi yang periang dan
bermain gitar, bermain internet dan menulis. Saat cuek. Subjek sangat suka bersosialisasi dengan
ditanya mengenai kehidupannya yang dirasakan lingkungan sekitarnya, walaupun tidak secara
berubah semenjak ia menderita Dystonia, Subjek langsung bertemu, namun subjek suka
terlihat gagap dalam menjawab pertanyaan melakukannya melalui internet dalam bentuk
mengenai dirinya yang suka menyendiri di rumah percakapan dan tulisan di dalam Facebook. Subjek
seharian tanpa melakukan apapun di kamarnya. suka membagi-bagikan cerita dan perasaannya
Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 34
Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

kepada orang lain, namun Subjek juga suka menjaga kondisi tubuhnya yang sangat rentan untuk
mendengarkan kisah orang lain dan memberi mengalami Dystonia.
tanggapan dan saran untuk membantu orang lain
yang juga merupakan penderita Dystonia dalam Gambaran Dystonia Subjek Penelitian
komunitas online Dystonia. Gambaran Dystonia Subjek I
S menderita Dystonia pertama kali pada
Gambaran Umum Subjek III tahun 2007. S sudah sempat berkeliling ke 3 dokter
Subjek adalah anak ke 3 dari 4 bersaudara. spesialis saraf sebelum akhirnya S disuntik botox
Subjek sudah menikah dan memiliki 3 orang anak, 2 sebagai tindakan dari Dr. Handojo Suryo. Namun
anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Selain menjadi sepertinya tindakan tersebut tidak membawa dampak
ibu rumah tangga, subjek juga melakukan usaha bagi S sehingga akhirnya S memutuskan untuk
kecil-kecilan untuk bisa membantu suami dalam berobat ke acupressure.
perekonomian keluarga. Subjek memiliki tinggi “Awalnya pas 2007 kena pertama kali, udah
badan sekitar 166 cm dan berat badan sekitar 50 kg. ke dokter spesialis saraf 3 orang yang
Pada saat di wawancara Subjek menggunakan kaos berbeda, sampe akhirnya ke Dr. Handojo
berwarna hitam bercorak abu-abu, celana berwarna Suryo baru disuntik botox sekali sama dia,
hitam, memakai jilbab berwarna abu-abu dan sendal tapi ga sembuh.. Kaya cuma mendingan
rumah berwarna putih. Subjek sudah menderita sebentar, trus abis itu kumat lagi. Lalu
Dystonia selama 5 tahun dan semenjak itu subjek akhirnya nyoba acupressure, itu kaya dipijit
dan keluarga memutuskan untuk pindah dari gitu bukan ditusuk pake jarum, yah…
Palembang ke Jakarta untuk mempermudah kurang lebih setahun lah jalanin itu selama
pengobatannya. seminggu 2 sampe 3 kali, lalu sembuh
Wawancara menjadi sangat bersemangat total.”
saat menceritakan mengenai keluarganya dan
kegiatannya dalam mengurus anak-anaknya dan Namun pada Oktober 2011, S kembali
mengenai perbincangannya dengan anak-anaknya. mengalami serangan. Namun kali ini S memutuskan
Subjek terlihat duduk tegak dengan posisi badan untuk tidak kembali kepada acupressure karena efek
condong ke depan sambil tersenyum menceritakan samping yang diperkirakan mungkin dapat terjadi
mengenai keluarganya. Subjek memiliki hubungan pada diri S, sehingga S akhirnya memutuskan untuk
yang sangat harmonis dengan suami dan anak- berobat ke akupunktur yang dirasa lebih aman bagi
anaknya. Suami subjek bekerja sebagai manajer S.
akuntansi di salah satu perusahaan minyak di “Nah.. pas Oktober 2011 kemarin kambuh
Indonesia. Subjek memiliki karakter yang sangat lagi tuh… Kali ini gua udah ga mau suntik
ramah dan terbuka terhadap sekitarnya. Subjek botox lagi tapi langsung ke akupunktur, gua
sangat peduli dengan lingkungan sekitarnya dan ga ke acupressure lagi karena setelah gua
suka untuk melakukan aktifitas sosial untuk pikir-pikir takutnya kalo gua dipijet
membantu lingkungan sekitarnya. Subjek terkenal kenceng-kenceng ada efek samping yang
sebagai seseorang yang sangat baik dan suka gua ga tau aja, jadi yah gua lebih memilih
memberi kepada orang lain. jalan aman aja, yaitu akupunktur itu. Gua
ngerasa itu lebih aman aja karena ada
Analisa Umum Ketiga Subjek organisasinya dan spesialisnya juga banyak,
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa jadi kalo dokternya kenapa-kenapa, masih
mayoritas subjek berjenis kelamin wanita dan ketiga ada dokter-dokter lainnya yang bisa
subjek sama-sama mengalami Dystonia pada masa ngobatin gua hahaha…”
usia dewasa awal dengan jenis Generalized
Dystonia. Hal ini dinyatakan oleh Dr. Antonius Adapun gejala yang dialami oleh S adalah
Adhinata, Sp.S bahwa memang sebagian besar kaku pada bagian leher yang awalnya membuat
penderita adalah anak-anak muda dan memang kepala S terus menerus bergerak dan tidak terkontrol
hingga saat ini bukan hanya Indonesia, tapi bahkan sampai akhirnya leher menjadi kaku dan membuat
di seluruh dunia. McPhee, dkk (2010) juga kepala berada dalam posisi menoleh ke kanan dan
menyatakan hal yang sama, dimana Dystonia yang menetap.
paling sering terjadi adalah Dystonia memusat atau “Awalnya leher lu kaya ketarik-tarik gitu,
generalisasi, dimana hal ini biasa terjadi pada orang gerak-gerak terus, ga bisa lu kontrol, lalu
dewasa. Oleh sebab itu, setiap orang pada masa usia lama-lama baru kaya ke kanan gitu.”
dewasa awal ini harus lebih berhati-hati dalam

Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 35


Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

Pengobatan yang saat ini dilakukan oleh S “Scoliosis, leher kaku, lama-lama menyebar
masih dalam terapi akupunktur yang dilakukannya 2 ke seluruh badan, ke tangan ke kaki.”
sampai 3 minggu sekali karena letaknya yang jauh
dari tempat tinggal S. Dalam perjalanannya, I juga sempat
“Iya… sampe sekarang gua masih ke berkeliling mencari dokter yang bisa menangani I. I
akupunktur itu, yah… sekarang 2 sampe 3 bahkan berkeliling mencari dokter ahli hingga ke
minggu sekali lah… dulu pas masih sakit- Yogyakarta, sampai akhirnya I menemukan dokter
sakitnya bisa seminggu 2 kali, selasa dan yang cocok untuknya yaitu Dr. George Dewanto
kamis, tapi sekarang udah meningan banget, yang hingga saat ini menangani I.
jadi cuma beberapa minggu sekali.. karena “Nah ke akupuntur Prof Hembing 40 kali
jauh juga kan yah… Kalau misalnya deket pertemuan, waktu itu I masih kuliah tahun
juga pasti gua bakal seminggu 2 kali deh..” 93-an, sebelumnya pindah-pindah ke dokter-
dokter syaraf dari Prof Satyanegara sampe
Keluhan yang S sampaikan mengenai Prof Djusuf Misbach, pokoknya sampai ke
penyakit ini adalah rasa pegal dan sakit akibat dari dokter spesialis syaraf di Yogya di datangi.
leher yang kaku dan kalaupun ia harus Sekarang lagi konsumsi obat penahan sakit,
mengkonsumsi obat, maka obat yang harus dia dulu pernah di botox sama Prof Misbach dan
konsumsi hanyalah berupa obat untuk membuat otot sama Dr.George Dewanto, Dr.George
rileks yang juga berfungsi sebagai obat penenang Dewanto dokter yang menangani I sekarang,
atau obat tidur. I kurang sreg sama Prof Misbach”
“Ehm.. Leher pegel, cape, sakit dan sangat I sempat berobat keluar negeri seperti
malu kalo ketemu orang karena posisi leher Singapura pada tahun 1987 dan Amerika pada tahun
yang aneh gini. Dulu kalo masih ke dokter 1999. Namun di Singapura diagnosa Dystonia
pasti dikasih diazepam, kaya muscle tidaklah keluar, dan baru keluar saat I berobat ke
relaxant gitu yang modelnya kaya obat tidur Amerika oleh dokter ahli movement disorder.
atau obat penenang gitu deh.” “Tahun 87 berobat ke Singapura disana di
duga Cohen Syndrome, tahun 87 Juni
Gambaran Dystonia Subjek II operasi punggung di Jakarta, 1 thn I normal
I sudah mengalami gejala Dystonia sejak lagi, eh 1-2 tahun normal lagi, terus mulai
tahun 1985, dimulai dari posisi telapak kaki yang Dystonia. Tahun 99 sempet ke Amrik. Ada
miring dan kondisi tulang yang terkena penyakit yang bayarin tiket pesawat, dibilang kena
khyposcoliosis yaitu pembengkokan tulang belakang Generalized Dystonia, cuma 3 bulan I
seperti huruf S. Namun diagnosa penyakit Dystonia disana. Waktu di Amrik dokter syarafnya
tidak langsung keluar saat itu. Sempat terjadi baiiiiiiiiik, dokternya ahli movement
kesalahan dalam proses diagnosa seperti Cohen disorder.”
syndrome, hingga akhirnya pada tahun 1994 Keluhan yang dirasakan oleh I cenderung
diagnosa Dystonia barulah dikeluarkan dalam berubah-ubah setiap saat. Hal ini dikarenakan oleh
kondisi I yang sudah mengalami kaku pada hampir seringnya rasa sakit tersebut berpindah-pindah dari
semua bagian tubuh. satu bagian anggota tubuh ke bagian lainnya. Namun
“Sebenarnya gejala Dystonia sudah keliatan jika berkaitan dengan rasa pegal yang dirasakannya,
sejak tahun 85, telapak kaki miring ke dalam ia mengalaminya secara konstan di semua bagian
dan I dah kena khyposcoliosis, gabungan tubuhnya.
dari Scoliosis dan lordosia, saat itu di “Semua.. Sekarang di pinggul kiri, sama
operasi punggungnya di pasang pen 2, tangan kanan, sakitnya pindah-pindah gitu,
tahun 87, karena bengkoknya progresif kadang leher dan pundak, kadang punggung,
sekali, lalu sempet ke misdiagnosis ke kadang rahang, kalo pegel ya tiap saat.”
Cohen syndrome krn wkt itu blm ada spasms Hingga saat ini, pengobatan yang sampai
(kaku), jadi bener-bener ketahuan kena saat ini di anggap membantu I dalam kehidupannya
Dystonia tuh tahun 94, karena sudah hampir sehari-hari adalah obat yang diberikan padanya yang
semua otot terkena jadi masuk ke memiliki kandungan narkotik yang berfungsi
generalized, kecuali vokal belum terlalu.” sebagai penghilang rasa sakit yang diwajibkan untuk
Gejala awal yang dihadapi oleh I berupa dikonsumsi secara rutin.
pembengkokan tulang belakang, otot menjadi kaku “Yang sekarang ada ngebantu, karena ada
dimulai dari leher lalu lama kelamaan menyebar ke kandungan narkotiknya, obat racikan gitu,
tangan dan kaki. jadi kaya pain killer gitu dan obatnya harus
dimakan terus terutama rivotril ga bisa ga.”
Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 36
Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

Gambaran Dystonia Subjek III


Gejala yang di rasakan oleh N sejak tahun Analisa Gambaran Dystonia Ketiga Subjek
2007, sangat N rasakan pada bagian leher, dimana N Berdasarkan data di atas, subjek I (S) dan
merasa kepalanya bergerak secara tidak beraturan subjek III (N) mengalami gejala awal Dystonia pada
dan tidak dapat di kontrol. Dilanjutkan oleh mata tahun yang sama, namun subjek II (I) sudah
yang perlahan mulai menutup dan sangat sulit untuk mengalaminya jauh sebelum S dan N
dibuka. Lalu turun ke bahu yang terus menerus mengalaminya. Menurut Mc Phee, dkk (2010),
bergerak naik turun dan tidak bisa dikendalikan, serangan diawali dengan gejala yang akan dimulai
serta dada yang terasa sesak. N juga merasa sangat dari lengan atau leher. Pada serangan akhir,
mudah lelah namun sangat sulit untuk tidur dengan Dystonia akan cenderung memusat pada bagian
kondisi kepala yang sering di rasakan berat oleh N. tubuh tertentu setelah sebelumnya ia menyebar ke
“Sekarang hampir tidak ada, tapi dulu tahun berbagai bagian tubuh. Hal ini terlihat pada ketiga
2007-an sangat terasa di leher, kepala subjek yang mengalami gejala yang sama, yaitu
bergerak-gerak tak beraturan dan mata susah kekakuan pada bagian leher yang diikuti oleh bagian
dibuka. Lalu mudah lelah juga, di belakang bahu dan gangguan pada bagian kepala. Oleh sebab
kepala terasa berat dan susah banget tidur. itu saat gejala yang dialaminya tersebut muncul,
Dulu tuh yah mba, awalnya cuma bahu saya subjek menjadi sulit untuk bisa melakukan aktifitas
yang bergerak-gerak, naik turun naik turun secara normal karena adanya batasan kondisi fisik
gitu loh mba. Lalu ini dada saya rasanya sesek yang membuat subjek tidak memiliki postur tubuh
gitu, kaya orang sesek nafas gitu loh mba. yang normal dan sulit untuk mengontrol posisi
Pernah juga dulu sampe parahnya mata saya tubuhnya sendiri. Oleh sebab itu penting bagi
yang kiri tuh turun Mba, sampai ga bisa penderita Dystonia yang mulai mengalami tanda-
dibuka Mba.” tanda kekakuan untuk lebih fokus pada gejala yang
kemungkinan besar bisa timbul pada bagian leher,
Untuk pengobatan yang pernah N jalani, N bahu dan kepala.
pernah menjalani secara medis maupun alternatif,
namun tidak membuahkan hasil apapun. N baru Gambaran Stressor, Stres dan Coping Stres
mengetahui penyakitnya saat N bertemu dengan Subjek Penelitian
Prof. Djusuf Miscbah dan langsung ditindak saat itu Gambaran Stressor, Stres dan Coping Stres
juga oleh dokter. Hasilnya sangat membawa dampak Subjek I
bagi N, dan hingga sekarang N masih secara rutin S merasa stres saat ia mengetahui bahwa ia
bertemu dan konsultasi dengan dokternya beberapa terdiagnosa Dystonia. Stres yang dialaminya berasal
bulan sekali. dari sumber stres psikologis, yaitu adanya sebuah
“Dari medis sampai alternatif sudah saya penyakit dalam dirinya yang sampai saat ini belum
coba Mba. Awalnya keliling-keliling dokter- ada obatnya. Hal ini membuat S mengeluarkan
dokter, tapi pada ga tau saya ini kenapa. Kan reaksi stres berupa takut, cemas dan sedih karena ia
waktu itu saya masih di Palembang yah tidak mampu untuk mengendalikan tubuhnya
Mba, jadi dokter sudah suruh saya cek darah sendiri.
ini, cek darah itu, tes ini itu, tapi tetep aja ga “ Banyak, takut, cemas, sedih.. Tapi paling
tau itu apa karena hasilnya normal semua. berasa itu takut, karena dibilang kalo penyakit
Sampai akhirnya dokter nyerah dan suruh ini belum ada obatnya, jadi reaksi gua
saya untuk MRI otak di RSCM, baru deh semakin takut lagi lah… berarti gua ga bisa
mba saat itu pindah ke Jakarta dan cek. sembuh dan bakal kaya gini selamanya, jadi
Sambil nunggu di ruang tunggu, orang ga bisa begini, ga bisa begitu.. Sedih banget
sebelah saya yang melihat saya bahunya saat lu tuh ga bisa mengendalikan tubuh lu
gerak-gerak ajak saya ngobrol dan suruh sendiri kan..”
saya coba ke Prof Djusuf Misbach, katanya Perasaan tersebut timbul karena adanya
dia ahli. Lalu saya akhirnya coba ke beliau stressor fisik yang muncul sebagai reaksi dari
dan baru ketahuan kalau saya ternyata kena kambuhnya Dystonia. Dystonia yang di alami oleh S
Dystonia ini. Apa itu aja saya ga tau Mba, banyak menyerang area leher S, sehingga itu
ga pernah denger sebelumnya. Lalu Prof membuat leher S menjadi pegal dan sakit. Sehingga,
bilang suruh suntik botox, akhirnya saya jika rasa sakit itu timbul, ia harus mengkonsumsi
langsung ditindak saat itu. Sejak saat itu obat penenang yang akan membuatnya kantuk dan
saya berangsur-angsur baik Mba, walaupun lebih rileks.
masih tetep harus kontrol beberapa bulan “Ehm.. Leher pegel, cape, sakit dan sangat
sekali sama beliau.” malu kalo ketemu orang karena posisi leher
Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 37
Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

yang aneh gini. Dulu kalo masih ke dokter dokter praktek. Hal ini ternyata juga membuat ayah
pasti dikasih diazepam, kaya muscle dari S menjadi kesal karena hal ini.
relaxant kaliant gitu yang modelnya kaya “Lumayan lah pasti buat mereka, kaya
obat tidur atau obat penenang gitu deh. Tapi mestinya gua bisa kerja tapi jadi ga bisa kerja
kalo udah ke akupunktur udah ga dikasih gara-gara begini.. Ini aja masih untung gua
obat lagi, hanya di terapi aja.” masih bisa praktek kecil-kecilan di klinik
Oleh karena itu, S merasa bahwa ia sudah Royal Taruma, tapi yah ga seberapa lah..
tidak dapat melakukan aktifitasnya secara maksimal Sesekali ada sih gua ngerasa bokap kesel atau
sehingga ia lebih memilih untuk tinggal di dalam marah gitu sama gua, gua liat dari gelagatnya
rumah dan merasa enggan untuk keluar rumah. aja tersirat kebaca kaya banting-banting pintu..
“Banget… karena kan cape lehernya ketarik- Mungkin dia mikir kali yah ko anak ini udah
tarik, jadi biasa gua lebih memilih untuk diam gede udah ga kerja trus nyusain lagi.. Jadi yah
aja karena sakit, jadi akhirnya gua juga jadi begitu deh..”
males keluar-keluar karena malu” Oleh sebab itu S berusaha untuk mengatasi
Perubahan yang ia hadapi membuat dirinya rasa stresnya dengan menggunakan metode Escape
menjadi depresi, sehingga S terbebani secara sosial Avoidance, yaitu banyak beristirahat di rumah dan
dan lebih memilih untuk mengurung diri di rumah mengurangi hubungan sosialnya untuk
dan lebih suka melakukan kegiatan sehari-hari tanpa menghilangkan rasa sakitnya dan membuat dirinya
orang lain. S terlihat gagap dalam menjawab merasa lebih nyaman.
pertanyaan mengenai dirinya yang suka menyendiri “Biasanya gua akan lebih memilih untuk
di rumah seharian tanpa melakukan apapun di mengurung diri di rumah untuk membatasi
kamarnya. interaksi sosial dan biasanya tiduran, karena
“Gua ngerasa penyakit ini udah ngerubah kalo tiduran gua akan merasa lebih enak dan
hidup gua banget, gua jadi lebih banyak bisa ngurangin rasa sakit dan pegel-pegelnya.”
mengurung diri di rumah, aktifitas sebisa Pada saat rasa sakit itu muncul dalam
mungkin gua lakuin dari rumah dan ga terlalu dirinya, ia memilih untuk menggunakan metode
berat atau melelahkan. Penyakit ini bener- Positive Appraisal yaitu berdoa dan berharap suatu
bener sangat mengganggu fungsi sosial gua saat obat tersebut dapat ditemukan. Untuk
dan buat gua jadi ga bisa melakukan banyak mengalihkan perhatiannya, ia juga menggunakan
hal untuk mencapai apa yang gua harapkan metode Planful Problem Solving dengan membuat
dalam hidup gua ini. Gua jadi kaya orang rencana untuk Seeking Social Support dengan
depresi kali yah… hahaha seharian di kamar bergabung ke dalam komunitas yang bisa membuat
dan nonton TV, main internet, dengerin lagu, dirinya lebih kuat karena ia bukanlah satu-satunya
asik sendiri aja..” orang yang menderita Dystonia.
Selain itu, seringnya ia menyendiri di rumah “Gua berdoa… tetap berharap suatu saat ada
membuat dirinya mengalami kesulitan dalam obat yang bisa ditemukan buat penyakit gua
menjalin hubungan dengan lingkungannya. Rasa ini. Gua juga sebisa mungkin melakukan
takut yang timbul melalui pendapat orang lain akan sesuatu di rumah supaya ga terlalu fokus sama
dirinya terhadap postur tubuhnya yang akan di nilai penyakit ini. Gua juga menggabungkan diri di
aneh oleh orang lain. Hal ini menghilangkan rasa forum penderita Dystonia (Dystonia Medical
percaya dirinya untuk menjalin komunikasi dengan Research Foundation) supaya gua sadar kalo
orang-orang di sekitarnya. ada orang lain di dunia ini yang mengalami
“Sangat… karena orang-orang, terutama yang nasib sakit sama kaya gua, jadi gua ga merasa
ga kenal sama gua kan ga tau kondisi gua, sendirian lagi dan punya temen senasib
mereka pasti bingung ngeliat kondisi gua dan sepenanggungan, bahkan beberapa dari
anggep gua orang aneh. Gua kan otomatis jadi mereka kondisinya lebih parah dari gua, jadi
susah untuk ngobrol dan konsentrasi saat leher gua bisa lebih bersyukur lah dengan keadaan
gua lagi ketarik ke kanan gitu. Gua jadi gua.”
ngerasa minder, malu, ngerasa diri gua sendiri Selain itu, S juga menggunakan strategi
aneh.” (Emotion Focused Coping) melalui metode Seeking
Selain itu, adanya beban ekonomi yaitu S Social Support, yaitu membuat orang lain lebih
yang masih belum memiliki pekerjaan tetap mengerti tentang penyakit yang di deritanya dengan
sehingga ia masih belum bisa memiliki pendapatan harapan bahwa orang lain dapat bersimpati dan
tetap. Padahal pada usianya yang sudah dewasa dan mengerti mengapa ia memiliki postur tubuh yang
sudah lulus kuliah kedokteran, ia seharusnya sudah aneh.
bisa menjalankan fungsinya untuk menjadi seorang
Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 38
Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

“Biasa gua coba menjelaskan tentang mengakui bahwa I pernah merasa tertekan dan
penyakit gua, gua bikin kaya leaflet yang depresi sehingga akhirnya I memutuskan untuk
udah gua siapin dan gua bawa kemana- konsultasi ke psikolog karena kondisinya yang
mana, jadi lebih orang juga lebih gampang membuat dirinya memiliki emosi yang kurang stabil,
untuk ngerti tentang penyakit gua ini. Gua salah satunya bisa terlihat dari dirinya yang sering
juga biasa pakai colar neck gitu, itu bisa marah-marah
buat gua lebih nyaman dan orang jadi lebih “Ya… Stres iya, tertekan iya, depresi iya..
bisa simpati dan menerima gua rasanya, Tiga-tiganya pernah, kesel kalau bicara ga
ngerasa lebih dimengerti juga. Tapi gua pada ngerti, oya.. dulu I depresi juga terus ke
mencoba untuk bisa menerima kenyataan psikolog Bu Yati Bakar karena sering marah-
diri gua yang tidak bisa gua rubah ini, marah hahaha..”
mencoba untuk merasa nyaman dengan diri Karena kondisi emosinya yang kurang
gua, berusaha untuk tetap berkomunikasi stabil, I pernah melarikan diri dari rumahnya. I
dan menjalin hubungan dengan orang lain.” merasa bahwa I kurang mendapatkan perhatian dari
Selain itu, S juga merencanakan secara pasti Ibunya yang pada saat itu dalam kesehariannya
jadwal pengobatan dirinya selama 2 kali dalam sibuk bekerja. Hal ini menjadi stressor sosial bagi I
seminggu sebagai upayanya untuk Accepting karena I merasa tidak memiliki orang lain yang di
Reponsibility terhadap penyakit yang dialaminya dan anggap mampu untuk memberikan perhatian kepada
S sangat berpegang pada jadwalnya tersebut yang dirinya selain dari pada ibunya sendiri.
dianggap bisa membantunya untuk meredakan “Dulu I sering kabur loh, nakal dan
gejala-gejala kaku yang muncul dalam dirinya. nekat.Waktu itu mamahnya I kerja sebagai
“Oh iya jelas, gua masih secara rutin tukang pijit refleksi dan kurang perhatian ke I,
menjadwalkan pengobatan gua 2 kali ya.. pulang kuliah ortu ga ada, pembantu kena
seminggu supaya gua ga kumat-kumat lagi.” semprot deh.., I kaburnya ke Cirebon,
Dan untuk mengatasi perekonomian Bandung, Maruyung, ya.. kesel aja karena
keluarganya yang menjadi terganggu karena harus merasa ga di perhatiin”
membiayai dirinya, ia lebih memilih untuk Selain itu, I juga merasakan adanya
Distancing, yaitu pasrah akan hal tersebut karena S perubahan dalam hidup dan aktifitasnya sehari-hari
merasa bahwa ia tidak tahu harus berbuat apa agar semenjak I di diagnosa Dystonia. Namun, hal itu
bisa membuat keadaan ekonomi keluarganya lebih tidak terlalu mempengaruhi dirinya karena ia tidak
baik dan memilih untuk merasa seolah masalah itu terlalu meladeni dan membatasi dirinya untuk
tidak ada. bersosialisasi dengan kondisinya. Bahkan dikatakan
“Hem… apa yah… gua pasrah aja kali yah… bahwa I sempat bekerja, kuliah dan berjalan-jalan ke
Abisnya ga tau juga mesti gimana lagi.. ga berbagai tempat sebelum akhirnya I pada tahun
usah terlalu dipikirin lah..” 2008 sudah tidak dapat berjalan-jalan sendiri lagi
karena kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan
Gambaran Stressor, Stres dan Coping Stres untuk I berkeliling tanpa adanya bantuan dari orang
Subjek II lain.
I mengalami stres saat di diagnosa Dystonia. “Ya ada, tapi I orangnya cuek. Waktu kuliah
I sempat merasa bingung dan sedih dengan masih mandiri, naik ojek angkot, kadang
kondisinya, namun I memilih untuk tidak bersedih shopping ke Melawai Plaza, ke Blok M karena
terlalu lama dan memutuskan untuk melanjutkan dekat dari kampus, I orangnya cuek, tahun 96-
hidupnya dengan apapun kondisinya saat ini. 98 aja sempet kerja di Yayasan Pantara,
“Ya.. Diem aja, bingung juga.. Ya.. Sedih bergerak di bidang pendidikan SD anak-anak
dan bingung, tapi ga berlarut-larut, life must dyslexia sebagai asisten admin bagian ngetak
go on” ngetik 3 kali seminggu tapi akhirnya berhenti,
Salah satu penyebab I menjadi stres adalah suasananya ga mndukung lagi, gajinya kecil,
kondisi fisik I yang terus menerus merasakan sakit tekoooooooooooor. Sekarang sudah ada dari
yang berpindah-pindah di seluruh tubuhnya. Hal ini tahun 2008-an sudah ga bisa jalan-jalan
menjadi stressor fisik bagi I. sendiri, ga kuat.”.
“Semua.. Sekarang di pinggul kiri , sama
tangan kanan, sakitnya pindah-pindah gitu, Gambaran Stressor, Stres dan Coping Stres
kadang leher dan pundak, kadang punggung, Subjek III
kadang rahang, kalo pegel ya tiap saat.” N mengalami stres saat gejala Dystonia
Selain dari stressor fisik, stres yang dialami muncul dalam dirinya. Hal ini disebabkan oleh
I juga berasal dari stressor psikologis, dimana I
Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 39
Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

stressor fisik yang dialaminya saat ia tidak dapat “Perubahan sangat terasa sekali Mba, karena
mengontrol tubuhnya sendiri. saya wanita ceria yang suka bergaul, mencoba
“Kepala bergerak-gerak tak beraturan dan hal-hal baru, masakan baru dan memasak
mata susah dibuka. Lalu mudah lelah juga, di untuk keluarga kecil saya tapi semua itu tidak
belakang kepala terasa berat dan susah banget saya lakukan karena kondisi saya yang
tidur. Dulu tuh yah mba, awalnya Cuma bahu terbatas. Ada rasa minder yang saya rasakan,
saya yang bergerak-gerak, naik turun naik tapi mau bilang apa lagi. Ada juga yang
turun gitu loh mba. Lalu ini dada saya rasanya mencibirkan, tapi semua itu dibiarkan berlalu,
sesek gitu, kaya orang sesek nafas gitu loh masa bodoh ahhh…”
mba. Pernah juga dulu sampe parahnya mata
saya yang kiri tuh turun Mba, sampai ga bisa Saat ditanyakan mengenai perasaan yang
dibuka Mba. Rasa ketidaknyamanan sangat dirasakannya saat ia tidak dapat mengontrol
terasa sekali di tubuh saya.” tubuhnya, raut mukanya terlihat sangat sedih, ia
Akibat dari kondisi fisiknya yang tidak menceritakan betapa sulitnya ia mencoba untuk
dapat N kendalikan, N menjadi sangat sensitif dan melewati semuanya itu dengan menangis dan
mudah marah. N juga sering menangis sambil mengatakan tentang penderitaannya saat ia sakit. N
berpikir mengenai alas an mengapa N terkena merasa sangat sulit untuk berdamai dengan dirinya
penyakit ini. Akhirnya N menjadi malas sendiri, untuk bisa menerima kenyataan dengan
bersosialisasi dan menutup dirinya dari lingkungan ikhlas bahwa N penderita Dystonia. Namun N
sekitarnya. Kondisi stres yang dialami N ini, perlahan berhasil melewatinya melalui dukungan
disebabkan oleh adanya stressor psikologis. dari keluarga dan teman-temannya yang terus
“Sangat sensitif, labil, mudah marah dan menerus berdoa bagi N.
menangis jangan ditanya lagi. Karena rasa “Ya Allah jangan ditanya perasaaan saya,
ketidaknyamanan itu, saya malas bersosialisasi karena waktu saya sakit tak ada satupun yang
dan terkadang menutup diri. Terkadang indah dimata saya. Orang tersenyum manis
terbesit dalam pikIn kok saya begini ya ...” pun terasa seakan mencibirkan saya. Karena
Selain stressor fisik dan psikologis, N begitu sulitnya saya berdamai dengan hati dan
mengalami tekanan sosial, dimana N merasa perasaan saya. Tapi perlahan-lahan berkat
menjadi tidak leluasa dalam melakukan aktifitasnya kesabaran yang tak berbatas saya mampu
sehari-hari karena kondisi fisiknya yang cepat lelah. melewati masa-masa sulit itu. Alhamdulillah.
N lebih cenderung untuk membatasi dirinya di Dan juga doa dari orang tua dan sahabat-
dalam bersosialisasi karena perasaan malu dan tidak sahabat semua yang berhati mulia. Terima
percaya diri yang disebabkan oleh kondisi fisiknya kasih untuk semua yang tidak bisa saya
yang tidak dapat ia kendalikan. Namun demikian, sebutkan satu persatu semoga Tuhan
teman-temannya tetap mendukung dan memberikan membalas budi baik mereka semua. Saya
semangat bagi dirinya sehingga ia bisa tetap merasa pertolongan Tuhan melalui tangan
bersosialisasi dengan lingkungannya. orang lain Mba..”
“Yah.. saya jadi terbatas Mba, ga bisa banyak
ngapa-ngapain juga, saya jadi cepet banget Dalam kondisi tersebut ia juga menyebutkan
lelah Mba. Belum lagi saya kan juga malu tentang peranan suaminya yang sangat
Mba sama badan saya yang ga terkontrol ini mendukungnya dan teman-temannya yang selalu
Mba, Cuma teman-teman saya terus memberi semangat untuknya. Air mata N kembali
membantu dan mengingatkan saya untuk tetap terurai saat subjek menceritakan tentang teman-
semangat, merekalah yang banyak membantu temannya yang begitu mendukung dan memberikan
saya Mba, tetep menemani saya. Cuma saya semangat bagi dirinya saat ia harus bersosialisasi
aja yang membatasi diri karena saya takut dengan masyarakat lainnya, mengenai bagaimana ia
mereka mentertawakan saya karena keadaan di rangkul dan di pegangi oleh teman-temannya. Di
saya yang tidak normal membuat saya sempat dalam kehidupan sosialnya pun, N merasa bahwa
merasa minder dan tidak percaya diri.” teman-teman sekitarnya juga sangat mendukung N,
N merasa bahwa Dystonia sangat merubah menemani N dan memberikan semangat bagi N
hidupnya. Dari dirinya sebagai seorang wanita yang untuk tetap bertahan.
aktif dan ceria menjadi seseorang yang sangat “Tidak Mba, justru mereka sangat men-
minder. Ia juga merasakan bahwa ada orang-orang support saya sekali dan membantu saya.
di sekelilingnya yang juga mengejeknya, namun ia Seperti saat itu yah Mba, saya diajak
memilih untuk tidak terpengaruh dengan semua berkunjung ke rumah teman, saya awalnya
ejekan yang dilontarkan kepada dirinya. malu dan minder, ga mau ikut, tapi teman saya
Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 40
Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

memaksa dan janji bakal temenin saya, itu yah ramah sehingga membantu proses
Mba, saya di rumahnya, bahu saya kan penyembuhan saya. Terimakasih untuk
bergerak-gerak yah Mba, itu 2 teman saya semua yang telah membantu dan mendoakan
merangkul saya begitu Mba dan pegangin saya, sehingga dua tahun belakangan ini
terus pundak saya biar ga bergerak-gerak. sudah dinyatakan jauh lebih baik.
Sampai begitunya Mba teman saya, mereka Alhamdulillah ... “
terus mendukung saya untuk tetap semangat
Mba.” Gambaran Stressor, Stres dan Coping Stres Tiga
Stressor ekonomi juga menjadi salah satu Subjek
faktor yang membuat N menjadi stres. Walaupun Berdasarkan data di atas, ketiga subjek
sebagian besar biaya ditanggung oleh perusahaan mengalami stres yang disebabkan oleh beberapa
tempat suaminya bekerja, namun biaya juga menjadi sumber stres antara lain stressor fisik, stressor
beban pikIn dan perasaan N yang membuat N psikologis, stressor sosial dan stressor ekonomi.
menjadi stres. Erwin B. Montgomery Jr. MD dan Dr. Sigmund
“Ditanggung oleh perusahaan tempat suami Rosen, sebuah website tentang Dystonia’s Patient
saya bekerja Mba. Kami sangat berterimakasih Resource Center mengatakan bahwa, bagi penderita
kepada perusahaan tempat suami saya bekerja Dystonia sumber stres yang bersifat biologis atau
yang telah membiayai pengobatan. Terkadang fisik ini berasal dari rasa sakit yang berkepanjangan
terasa membebani perasaan dan pikIn juga dimana rasa sakit itu tidak akan pernah hilang. Oleh
Mba, tapi mau dibilang apa lagi. Sekali suntik sebab itu, rasa sakit yang berkepanjangan akhirnya
boto kali saja sudah 10 juta Mba, belom lain- membawa pengaruh terhadap emosi dan kepribadian
lainnya lagi.” penderita yang merupakan bentuk dari stres
Saat ditanyakan oleh peneliti apa yang N psikologis.
lakukan untuk mengatasi kondisi keuangan N, N
melakukan pinjaman kepada pihak ketiga untuk Kesimpulan
memenuhi semua biaya pengobatan N. Namun N   Dari data yang ada dapat disimpulkan
juga menggunakan metode Positive Appraisal, bahwa masing-masing subjek memiliki persamaan
dengan sangat bersyukur bahwa sampai saat ini N antara lain : (1) Ketiga subjek sama-sama
merasa di cukupkan berkat dari doa yang N selalu mengalami jenis Generalized Dystonia pada masa
panjatkan kepada Tuhan. usia dewasa awal; (2) Ketiga subjek sama-sama
“Yah.. Ngutang Mba.. Tapi Alhamdulillah menjalani pengobatan secara medis yaitu suntik
saat ini Allah kasih kami cukup Mba. Ibu saya botox dan mengkonsumsi obat muscle relaxant dan
selalu ngajarin dari kecil untuk memberi Mba, mayoritas subjek menggunakan terapi akupunktur
memberi itu tidak akan mengurangi harta kita, sebagai pengobatan alternatif; (3) Ketiga subjek
pasti kita akan dicukupin. Dan bener Mba saya sama-sama mengalami stres dan depresi dan
cuma berdoa aja biar Allah cukupin dan mayoritas subjek mengalami rasa minder dan tidak
mampuin kami, dan sampai saat ini kami tidak percaya diri dalam menghadapi Dystonia; (4) Ketiga
sampai gimana-gimana banget Mba.” subjek sama-sama mengalami gangguan dalam
Untuk dapat bisa melewati semua hal yang finansial keluarga karena biaya pengobatan yang
di lalui oleh N, N menggunakan metode Positive harus dikeluarkan; (5) Ketiga subjek lebih memilih
Appraisal dan Seeking Social Support dengan menggunakan Emotion focus coping yaitu positive
banyak melakukan kegiatan berdoa kepada Tuhan appraisal dengan mendekatkan diri kepada sang
dan bersyukur kepada orang-orang yang ada di pencipta melalui doa dan mayoritas subjek memilik
sekitarnya yang sudah membantunya dalam proses Seeking social support untuk mengatasi stres yang
pemulihan dan memberikan dukungan secara mental mereka alami; (6) Ketiga subjek sama-sama
untuk N bisa bertahan hingga saat ini. mengalami gejala kaku pada bagian leher dan
“Untuk mengatasinya saya banyak berdoa, mayoritas subjek juga mengalami gejala kaku pada
cerita sama Tuhan, curhat di buku harian bagian bahu dan kepala; (7) Ketiga subjek sama-
saya dan Alhamdulillah saya bisa menerima sama mengalami reaksi emosional berupa rasa sedih,
perlakuan orang terhadap saya. Dibantu dan mayoritas subjek juga mengalami rasa marah
orang-orang yang menyayangi dan peduli dan emosi yang tidak stabil;(8) Mayoritas subjek
kepada saya yaitu Bpk dan Ibu M. Jamil, belum menikah namun masih bekerja.; (9) Mayoritas
dokter Ellani yang membantu saya untuk subjek mengalami beban penilaian terhadap
bangkit dan berjuang melawan penyakit ini penampilan fisik mereka dalam bersosialisasi;(10)
dan akhirnya saya ketemu dengan Prof. Mayoritas subjek mengalami kecemasan terhadap
Djusuf Misbach yang ternyata luar biasa masa depan mereka yang diakibatkan oleh Dystonia.
Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 41
Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

Selain persamaan di atas, masing-masing subjek Friedman, M. M. “Buku Ajar Keperawatan


juga memiliki suatu perbedaan antara lain : (1) Keluarga: Riset, Teori dan Praktik, Edisi 5”,
Masing-masing subjek memiliki sumber stres yang EGC, Jakarta, 2010.
berbeda-beda. Pertama adalah stressor fisik yaitu
sumber rasa sakit yang dirasakan oleh subjek, Haber, A., & Runyon, R.P, “Psychology of
dimana I hampir mengalaminya pada semua bagian Adjustment”, The Dorsey Press,
tubuhnya, lalu N mengalaminya pada bagian wajah, Homewood, 1980.
leher, bahu dan bagian dalam tubuh, sedangkan S
hanya mengalaminya pada bagian leher saja. Kedua Hurlock, E. B, “Psikologi Perkembangan: Suatu
adalah stressor psikologis, yaitu adanya depresi Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan”.
yang dirasakan dalam menghadapi Dystonia. Edisi Kelima, Bina Aksara, Jakarta, 1993.
Timbulnya rasa minder dan tidak percaya diri juga
dialami oleh S dan N. Selain itu, S juga mengalami McPhee, Stephen J. Papadakis, Maxine A, “Current
rasa takut dan cemas akan penyakitnya yang belum Medical Diagnosis & Treatment”, Mc Graw
ada obatnya hingga sekarang dan N merasa tidak Hill Medical, San Fransisco, 2010.
bisa menerima dirinya sendiri karena penyakit yang
dideritanya ini. Ketiga adalah stressor sosial, yaitu Moos, Rudolf. H, “The Mystery of Human Context
timbulnya rasa malu dan malas untuk bersosialisasi and Coping; An Unravelling of Clues”,
dalam diri S dan N, sedangkan I merasakan American Journal of Community
kurangnya perhatian yang ia dapatkan semenjak Psychology, Vol 30 No. 1 (pp. 67-88), 2002.
dirinya sakit; (2) Masing-masing subjek mengalami
reaksi stres yang berbeda-beda. Reaksi emosional Newman, P.R., and Newman, B.M, “Living : The
muncul pada ketiga subjek, namun reaksi kognitif Process of Adjustment”, The Dorsey Press,
hanya muncul pada subjek I; (3) Masing-masing Illnois, 1981.
subjek memilih perilaku coping yang berbeda-beda.
Dalam emotion focus coping, ketiga subjek Papalia, D.E., Old, S.W., and Feldman, R.D,
menggunakan positive appraisal, sedangkan seeking “Human Development (9th Edition)”,
social support dan distancing digunakan oleh subjek Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
S dan N, kemudian subjek S juga menggunakan 2008.
perilaku accepting responsibility. Problem focus
coping berupa planful problem solving hanya Pease and Pease, “Why Men Don’t Listen & Women
digunakan oleh S. Can’t Read Maps”, Pease International Ptv
Ltd, Australia, 2001.
Daftar Pustaka
Arikunto, S, “Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Poerwandari, K, “Metode Penelitian Kualitatif”,
Praktik”, Rineka Cipta, Jakarta, 2006. Pusaka Setia, Bandung, 2001.

Atwater, E, “Psychology of Adjustment”, Prentice Sarafino, E.P. “Health Psychology: Biopsychosocial


Hall, New Jersey, 1983. Interactions”. John Willey&Sons, INC
America, 2006.
Bungin, B, “Analisis Data Penelitian Kualitatif”. PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Sugiyono. “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D”, Alfabeta, Bandung, 2008.
Chamim, Mardiyah & Setiawan, Iwan, 2001,
http://majalah.tempointeraktif.com, diakses Taylor, S.E, “Health Psychology”, Mc-Graw Gill
pada tanggal 15 Februari 2012. Company, New York, 2005.

Cooper, C.L, and Payne, R, “Causes, Coping and Lazarus, 2006. “Coping with Aging”, Oxford
Consequences of Stress at Work”, John University Press, Oxford, 2006.
Wiley & Sons Ltd, New York, 2001.
Poerwandari, K. “Pendekatan Kualitatif untuk
Creswell, J. W, “Qualitatif Inquiry and Research Penelitian Perilaku Manusia (Rev ed)”,
Design”, Sage Publications,Inc, California, LPKSP3 UI, Jakarta, 2001.
1998.
Prihadiani, Shinta, “Sumber Stress & Strategi
Coping Pada Remaja Wanita Yang Menikah
Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 42
Gambaran Coping Stres Pada Penderita Dystonia Di Jakarta

Akibat Kehamilan”, Skripsi Tidak Montgomery, Erwin B, “Patient Resource Center”,


Diterbitkan, Fakultas Psikologi Universitas http://www.spasmodictorticollis.org/index.cf
Indonesia, 2002. m?pid=123&pageTitle=Dystonia-and-
Depression, diakses pada tanggal 15
Mandasari, Venny, “Apa Sih Dystonia Itu?”, Februari 2012.
http://vennymandasari.blogspot.com/2011/0
3/apa-sih-dystonia-itu.html, diakses pada Treatment, www.dystonia-
tanggal 15 Februari 2012. foundation.org/pages/relaxation/6.php,
diakses pada tanggal 25 Juni 2012.
Medfield, Stephanie Zaia, “Living With Dystonia-
Stephanie’s Story”. Treatment, http://www.dystonia-
http://medfield.patch.com/articles/living- foundation.org/pages/treatments/6.php,
with-dystonia-stephanie-s-story, diakses diakses pada tanggal 15 Februari 2012.
pada tanggal 15 Februari 2012.

Jurnal Psikologi Volume 11 Nomor 2, Desember 2013 43

Anda mungkin juga menyukai