Anda di halaman 1dari 7

Kopigmentasi Ubi Jalar Ungu - Santoso, dkk

Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.121-127, Oktober 2014

JURNAL REVIEW: KOPIGMENTASI UBI JALAR UNGU (Ipomoea Batatas var.


Ayamurasaki) DENGAN KOPIGMEN NA-KASEINAT DAN PROTEIN WHEY
SERTA STABILITASNYA TERHADAP PEMANASAN

Purple Sweet Potato Peel (Ipomoea batatas var. ayamurasaki) Anthocyanins


Copigmentation Using Copigment Na-Caseinate and Whey Protein with
Stability Against Heating : A Review

Wahyu Eka Arief Santoso1*, Teti Estiasih1

1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang


Jl. Veteran, Malang 65145
*Penulis korespondensi, Email: wahyuekaarief@gmail.com

ABSTRAK

Ubi jalar ungu merupakan salah satu komoditas yang cukup melimpah di Indonesia
dengan produktivitas 1.9 juta ton per tahun. Semakin banyaknya industri pengolahan ubi
jalar ungu yang berkembang semakin banyak pula menghasilkan limbah selama proses
produksi, salah satunya adalah kulit. Di sisi lain, limbah kulit ubi jalar ungu mengandung
sejumlah komponen bioaktif yang potensial, salah satunya berupa senyawa antosianin.
Antosianin pada ubi jalar ungu berpotensi untuk dikembangkan sebagai kandidat pewarna
alami fungsional, namun antosianin memiliki kelemahan yaitu tingkat kestabilan cukup
rendah. Hal ini merupakan salah satu kendala dalam pengaplikasian antosianin sebagai
pewarna alami. Untuk itu diperlukan penstabil yang berfungsi untuk mempertahankan
kestabilan antosianin, salah satunya dengan kopigmentasi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kopigmentasi terhadap konsentrasi ekstrak antosianin dengan
kopigmen whey protein dan kasein.

Kata Kunci : Antosianin, Kopigmentasi, Kulit Ubi Jalar Ungu, Stabilitas

ABSTRACT

Purple sweet potato is one of commodity that is relatively abundant in Indonesia with
the productivity around 1.90 million tonnes per year. The more number of purple sweet
potato processing industry develops the more waste, which is the skin. On the other hand,
purple sweet potatopeel waste contains a number of potential bioactive components, such
as anthocyanin. Anthocyaninin purple sweet potato has the potential to be developed as a
natural coloring agent,but the disadvantage is the anthocyanin stability level is quite low. It is
an obstaclein the application of anthocyanins as natural coloring agent. It required astabilizer
that works to preserve the stability of the anthocyanin, one them are copigmentation. This
study aimed to determine the effect of copigmentation to the anthocyanin extract using whey
protein and Na-caseinate.

Keywords: Anthocyanin, Copigmentation, Purple Sweet Potatopeel, Stability

PENDAHULUAN

Ubi Jalar Ungu


Tanaman ubi jalar berasal dari Amerika bagian tengah dan pada tahun 1960-an ubi
jalar menyebar dan ditanam dihampir seluruh wilayah Indonesia. Ubi jalar ungu merupakan
salah satu jenis ubi jalar yang banyak ditemui di Indonesia selain yang berwarna putih,
kuning, dan merah. Ubi jalar ungu memiliki warna ungu yang cukup pekat dan menarik
121
Kopigmentasi Ubi Jalar Ungu - Santoso, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.121-127, Oktober 2014

perhatian. Warna ungu pada ubi jalar disebabkan oleh adanya pigmen ungu antosianin yang
menyebar dari bagian kulit sampai pada daging ubinya.

Kulit Ubi Jalar Ungu


Kulit ubi jalar termasuk dalam kategori sampah organik, karena limbah ini dapat
terdegradasi (membusuk atau hancur) secara alami. Menurut data [1], kulit ubi jalar ungu
yang dihasilkan ± 364 ribu ton per tahun, yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Kulit ubi jalar ungu sering dianggap remeh dan menjadi
limbah rumah tangga yang selama ini hanya dibuang ataupun sebagai makanan ternak
padahal di dalam kulit ubi jalar ungu terdapat senyawa bioaktif yang memiliki manfaat di
dalamnya, diantaranya digunakan sebagai zat pewarna alami pengganti zat pewarna
sintetik.
Kulit ubi jalar ungu memiliki komponen bioaktif yaitu zat warna antosianin, dimana
antosianin merupakan zat pewarna yang dapat dikategorikan sebagai antioksidan [2]. Hasil
penelitian [3] menunjukkan bahwa kandungan antosianin pada bagian kulit ubi jalar ungu
lebih besar dibandingkan pada bagian dagingnya.

Antosianin
Antosianin merupakan zat pewarna alami yang tergolong ke dalam benzopiran.
Struktur utama turunan benzopiran ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena
(C6H6) yang dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin. Antosianin
merupakan pigmen alami yang dapat menghasilkan warna biru, ungu, violet, magenta dan
kuning. Pigmen ini larut dalam air yang terdapat pada bunga, buah dan daun tumbuhan [3].
Antosianin terdapat dalam vakuola sel bagian tanaman. Vakuola adalah organel sitoplasmik
yang berisikan air, serta dibatasi oleh membran yang identik dengan membran tanaman [4].
Antosianin adalah senyawa flavonoid dan merupakan glikosida dariantosianidin yang
terdiri dari 2-phenyl benzopyrilium (Flavium) tersubstitusi,memiliki sejumlah gugus hidroksil
bebas dan gugus hidroksil termetilasi yangberada pada posisi atom karbon yang berbeda.
Seluruh senyawa antosianinmerupakan senyawa turunan dari kation flavilium, dua puluh
jenis senyawa telahditemukan. Tetapi hanya enam yang memegang peranan penting dalam
bahanpangan yaitu pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin [5].
Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatiktunggal,
yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini denganpenambahan atau
pengurangan gugus hidroksil, metilasi dan glikosilasi[6]. Antosianin adalah senyawa yang
bersifat amfoter, yaitumemiliki kemampuan untuk bereaksi baik dengan asam maupun
dalam basa.Dalam media asam antosianin berwarna merah seperti halnya saat dalam
vakuolasel dan berubah menjadi ungu dan biru jika media bertambah basa.
Perubahanwarna karena perubahan kondisi lingkungan ini tergantung dari gugus yang
terikatpada struktur dasar dari posisi ikatannya [7].
Secara kimia antosianin merupakan turunan garam flavilum atau benziflavilum.
Antosianin merupakan satuan gugus glikosida yang terbentuk dari gugus aglikon dan glikon.
Terdapat lima jenis gula yang ditemui pada molekul antosianin, yaitu : glukosa, rhamnosa,
galaktosa, xilosa dan arabinosa. Sedangkan senyawa-senyawa bentuk lainnya sangat
jarang ditemui [8]. Berdasarkan klasifikasi antosianin berdasarkan jumlah gulanya dapat
dibedakan menjadi 3 yaitu monosida, biosida, dan triosida. Antosianin yang mengandung
satu gula dalam ikatannya disebut dengan monosida, biasanya ikatan gula tersebut terdapat
pada posisi atom C nomor 3, terkadang pada posisi 5 dan 7. Antosianin yang mengandung
dua gula dalam ikatannya disebut dengan biosida. Ikatan gula tersebut terdapat pada posisi
atom C nomor 3 keduanya, pada posisi 3 dan 5, atau pada posisi 3 dan 7. Antosianin yang
mengandung tiga gula dalam ikatannya, dua ikatan pada posisi 3 dan satu pada posisi 5.
Seringkali juga ikatan gula terdapat pada posisi 3 [6]. Pigmen antosianin dari ubi ungu
menunjukan aktivitas penangkal radikal yang kuat, antimutagenik, dan menurunkan tekanan

122
Kopigmentasi Ubi Jalar Ungu - Santoso, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.121-127, Oktober 2014

darah tinggi. Antosianin yang terdapat pada ubi jalar ungu antara lain cyanidin,
pelargonidin, peonidin dan malvidin [9].

Ekstraksi Antosianin
Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan zat dari bahan yang diduga
mengandung zat tersebut. Ekstraksi juga dapat didefinisikan sebagai sebuah proses
pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan bahan. Proses ekstraksi memiliki dua bagian
utama, yaitu pelarut dan bahan utama. Pelarut (solvent) ialah zat untuk melarutkan dan
memisahkan solute (zat terlarut) dari material kelarutan lebih rendah dari zat itu sendiri.
Bahan utama adalah bahan yang mengandung zat yang ingin diekstraksi [10]. Ekstraksi
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada
kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran. Pelarut non-polar akan
melarutkan solut yang polar dan pelarut non polar akan melarutkan solut yang non-polar[11].
Pada buah atau sayuran, pigmen antosianin umumnya terletak pada sel-sel dekat
permukaan [8]. Ekstraksi pigmen antosianin dari bahan nabati umumnya menggunakan
larutan pengekstrak HCl dalam etanol. HCl dalam etanol akan mendenaturasi membran sel
tanaman kemudian melarutkan pigmen antosianin keluar dari sel. Pigmen antosianin dapat
larut dalam ethanol karena sama-sama polar [12]. Namun, Proses ekstraksi dengan
menggunakan pelarut aquades lebih banyak keuntunganya dikarenakan senyawa yang
akan diekstrak merupakan senyawa polar, sedangkan aquades dan antosianin merupakan
pelarut dan bahan terlarut yang sama-sama memiliki sifat polar. Air memiliki derajat
kepolaran yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai polarosabilitas molekul air
dalam suatu medan elektris atau kontanta dielektrik (Ɛ’) sebesar 78.50 pada suhu 20 °C.
nilai tersebut lebih besar daripada pelarut-pelarut lain seperti etanol, metanol, heksana, dan
aseton [13].
Ekstraksi dengan bantuan gelombang mikro merupakan proses ekstraksi yang
memanfaatkan energi yang ditimbulkan oleh gelombang mikro dengan frekuensi 2450 MHz
dalam bentuk radiasi non-ionisasi elektromagnetik [14]. Energi ini dapat menyebabkan
pergerakan molekul dengan migrasi ion dan rotasi dari dua kutub, tetapi tidak mengubah
struktur molekulnya. Mekanisme proses ekstraksi pada metode MAE yaitu panas radiasi
gelombang mikro memanaskan dan menguapkan air sel bahan, tekanan pada dinding sel
meningkat. Akibatnya, sel membengkak (swelling) dan tekanannya mendorong dinding sel
dari dalam, meregangkan, dan memecahkan sel tersebut [15]. Hal tersebut didukung oleh
[16] yang menyatakan bahwa gelombang mikro yang diradiasikan akan menghasilkan energi
panas yang akan memecah dinding sel dengan menghidrolisis ikatan eter pada konstituen
dinding sel tanaman, yaitu selulosa. Dalam waktu yang singkat, selulosa berubah menjadi
fraksi terlarut. Energi panas pada dinding sel bahan juga meningkatkan dehidrasi selulosa
dan menurunkan kekuatan mekanis selulosa sehingga dinding sel terganggu
permeabilitasnya. Rusaknya matrik bahan mempermudah senyawa target keluar dan larut
dalam pelarut. Selain itu, suhu yang meningkat akan meningkatkan penetrasi pelarut ke
dalam matriks bahan dan senyawa aktif akan terekstrak oleh pelarut panas [17]. Pemanasan
akibat gelombang mikro dalam proses ekstraksi antosianin telah dilaporkan memberikan
keuntungan diantaranya mudah, layak dan efisien [9]. Penelitian murberi telah dilakukan
oleh [9] dengan menggunakan pelarut etanol dengan rasio bahan atau cairan pelarut 1:20
pada pH 1 menghasilkan rendemen optimal pada penggunaan gelombang mikro selama 8
menit dengan microwave dengan daya 540 W.
Stabilitas Antosianin
Menurut [9], stabilitas warna suatu bahan pangan merupakan salah satu parameter
penting dalam quality control. Warna dan stabilitas pigmen antosianin tergantung pada
struktur molekul secara keseluruhan. Substitusi pada struktur antosianin A dan B akan
berpengaruh pada warna antosianin. Pada kondisi asam warna antosianin ditentukan oleh
banyaknya substitusi pada cincin B. Semakin banyak substitusi OH akan menyebabkan
warna semakin biru, sedangkan metoksilasi menyebabkan warna semakin merah [18].

123
Kopigmentasi Ubi Jalar Ungu - Santoso, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.121-127, Oktober 2014

Menurut [11], penambahan gugus hidroksil menghasilkan pergeseran ke arah warna biru
(pelargonidin → sianidin → delpinidin), dimana pembentukan glikosida dan metilasi
menghasilkan pergeseran ke arah warna merah (pelargonidin → pelargonidin-3-glukosida;
sianidin → peonidin).
Jika dibandingkan dengan pewarna sintetik pada umumnya zat warna alami dari
sumber nabati maupun hewani, memiliki tingkat stabilitas warna yang lebih rendah. Oleh
karena itu, berbagai teknologi untuk meningkatkan stabilitas zat pewarna alami di dalam
bahan pangan telah banyak dilakukan. Secara umum stabilitas antosianin dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti : struktur dan konsentrasi antosianin, derajat keasaman (pH),
oksidator, cahaya, suhu, dan sebagainya [19].

Kopigmentasi
Stabilitas warna antosianin dapat dipertahankan atau ditingkatkan dengan reaksi
kopigmentasi. Fenomena kopigmentasi telah diamati pada pigmen dari buah anggur, oenin
(malvidin 3-glukosida) dengan penambahan tanin dan asam galat. Kopigmentasi adalah
interaksi antara struktur antosianin dengan molekul lain seperti logam (Al3+, Fe3+, Sn3+, Cu3+)
dan molekul organik lain seperti organik lain seperti senyawa flavanoid lain (flavon, flavanon
dan flavonol), senyawa alkaloid (kafein), dan sebagainya. Adanya kopigmentasi dengan
logam dan molekul organik lain cenderung meningkatkan stabilitas warna antosianin [19].
Kopigmentasi secara alami dapat memperbaiki warna antosianin pada produk
pangan, dimana stabilitas dan kekuatan warna antosianin dapat ditingkatkan dengan
penambahan ekstrak dari tanaman yang berbeda yang kaya akan kopigmen. Hal ini juga
didukung oleh penelitian [20] yang menyatakan bahwa pengaruh kopigmentasi memperkuat
dan lebih menstabilkan warna jus berri dari pada warna jus berri tanpa perlakuan
kopigmentasi.
Fenomena kopigmentasi ditunjukkan sebagai efek batokromik (Δλmax) yaitu
pergeseran absorpsi panjang gelombang maksimumnya (λmax) dalam jarak visible
peningkatan panjang gelombang dimana juga disebut sebagai bluing effect, seperti warna
antosianin berubah dari merah menjadi merah kebiruan karena kopigmentasi [21] atau efek
hiperkromatik (ΔA), dimana dalam hal ini intensitas warna antosianin diperkuat dengan
kopigmentasi. Stabilitas antosianin dapat diperbaiki dengan kopigmentasi baik secara
intramolekular dan intermolekular. Interaksi intramolekuler dapat terjadi bila terdapatnya
asam organik (gugus asil aromatik) atau flavanoid atau kombinasi keduanya yang berikatan
secara kovalen dengan antosianin, sedangkan interaksi intermolekular senyawa flavonoid,
asam amino, dan beberapa senyawa fenolik berikatan lemah secara hidrofobik dengan
antosianin ataupun mentransferkan elektron kepada inti flavilium antosianin yang miskin
akan elektron. Berdasarkan penyusunannya interaksi secara intramolekular terbagi atas 2
yaitu mono-asilasi pigmen dan di-asilasi pigmen, sedangkan interaksi secara intermolekular
terbagi atas 2 yaitu kopigmentasi dan self association.

Kopigmen
Senyawa yang digunakan untuk proses kopigmentasi disebut dengan kopigmen.
Kopigmen adalah suatu senyawa yang tidak berwarna yang biasanya terdapat secara alami
dalam sel tanaman. Kebanyakan studi menyatakan kopigmen yang paling sering dipakai
adalah golongan flavanoids termasuk didalamnya adalah flavon, flavono dan flavanol, selain
itu asam fenolik dan asam amino juga dapat dipakai sebagai kopigmen [21]. Menurut [22]
kopigmen merupakan sebuah senyawa dimana senyawa tersebut memperbaiki koordinasi
antara pigmen satu dengan pigmen yang lain sehingga menguatkan pigmen tersebut
sehingga kestabilan lebih terjaga.
Salah satu kopigmen yang dapat digunakan dalam penstabil ikatan antar pigmen
antosianin dari kulit ubi jalar ungu adalah golongan asam amino. Dalam penelitannya, [23]
menyebutkan bahwa penambahan kopigmen sejumlah 90 mg/L dari ekstrak antosianin yang
didapatkan. Interaksi intermolekular dapat terjadi pada kation flavium dan basa kuinonoidal

124
Kopigmentasi Ubi Jalar Ungu - Santoso, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.121-127, Oktober 2014

(bentuk kesetimbangan berwarna dari antosianin). Kation flavilium dan basa kuinonoidal
merupakan senyawa planar, secara efisien melakukan delokalisasi elektro π, membuat
interaksi antara kation flavilium atau basa kuinonoidal dengan kopigmen menjadi lebih
mudah dan mungkin terjadi menghasilkan penyusunan yang saling tumpang tindih
(overlapping) di antara kedua molekul. Gugus keto pada posisi C-7 atau C-4 dari antosianin
dapat berikatan secara ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil dari flavanol pada posisi C-7,
C-3 atau C-4. Kopigmen intermolekular dapat terjadi melalui ikatan hidrogen, interaksi
hidrofobik, atau interaksi ionik (elektrostatik) [2].

Na-kaseinat
Menurut [24] natrium kaseinat merupakan bahan kimia yang berbentuk bubuk putih
dengan kandungan protein 65 % dan diperoleh dengan cara melarutkan kaein dalam
natrium hidroksida. Natrium kaseinat merupakan bahan aditif dalam pangan (pengikat dan
pengembang), pengemulsi, dan pemantap (protein utama dalam susu) . Susu sapi pada
umumnya mengandung empat jenis kasein dengan jumlah konsentrasi sebesar 25 g/L.
Empat kasein tersebut adalah αs1, αs2, β dan κ. Bentuk keempatnya berupa kasein misel,
dimana merupakan partikel yang memiliki diameter yang berada pada kisaran 50-250 nm.
Komponen utama kasein (αs1 dan β kasein) tidak menganduk sistein ataupun sistin,
akibatnya mereka tidak memiliki kapasitas untuk membentuk ikatan disulfida antar maupun
intramolekul, namun komponen minor dalam kasein (αs2 dan κ) masing-masing memiliki dua
residu sistein per molekul dan ini diketahui dapat menimbulkan ikatan disulfida antarmolekul.
Kasein juga merupakan protein hidrofobik yaitu asam amino yang mengandung rantai
samping non-polar [24].
Kasein yang dikenal sebagai protein padat dalam susu berasal dari bahasa Latin
caseus yang berarti keju. Kasein merupakan fosfoprotein paling dominan yang terdapat
pada susu dan keju. Dalam susu, sekitar 80% dari proteinnya adalah kasein yang biasanya
berupa garam dari kalsium.Kasein tidak dapat dikoagulasi oleh panas. Kasein akan
diendapkan oleh asam dan enzim rennet. Enzim rennet adalah enzim proteolitik yang
biasanya berasal dari perut sapi. Ketika dikoagulasi oleh rennet, kasein disebut parakasein.
Istilah kaseinogen digunakan untuk protein yang tidak terkoagulasi, sedangkan kasein
merupakanproteinyangterkoagulasi.Kasein tidak mempunyai jembatan disulfida. Sebagian
kecil memiliki struktur sekunder dan sisanya merupakan struktur tersier. Karena strukturnya
itu, kasein tidak terdenaturasi seperti protein lain pada umumnya [25].
Kasein merupakan senyawa amfoter yang dapat bereaksi dengan asam maupun
basa. Hal ini disebabkan karena molekulnya mempunyai muatan positif dan negatif. Pada
saat titik isoelektrik dicapai, muatan positif dan negatifnya adalah sama. Bila pH di atas titik
isoelektrik, protein akan bermuatan negatif. Sebaliknya apabila pH berada di bawah titik
isoelektrik, protein akan bermuatan positif. Kasein dapat secara mudah mengendap pada
titik isoelektriknya karena kasein mengalami dehidrasi. Protein-protein lainnya tidak
mengendap pada titik isoelektriknya, karena protein lainnya tidak mengalami dehidrasi
seperti pada kasein [26].
Kasein terdiri atas beberapa fraksi seperti alpha-casein, betha-casein, dan kappa-
casein. Kasein merupakan salah satu komponen organik yang berlimpah dalam susu
bersama dengan lemak dan laktosa.Kasein penting dikonsumsi karena mengandung
komposisi asam amino yang dibutuhkan tubuh. Dalam kondisi asam (pH rendah), kasein
akan mengendap karena memiliki kelarutan (solubility) rendah pada kondisi asam. Susu
adalah bahan makanan penting, karena mengandung kasein yang merupakan protein
berkualitas juga mudah dicerna (digestible) saluran pencernaan.Berdasarkan sifat
termalnyakasein termasuk dalam jenis polimer termoplastik karena kasein tidak tahan
terhadap suhu tinggi, kasein akan mengalami denaturasi pada pemanasan dengan suhu
100 0C [25].

125
Kopigmentasi Ubi Jalar Ungu - Santoso, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.121-127, Oktober 2014

Protein Whey
Whey dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu : whey yang berasal dari koagulasi
rennet susu pada pH 6.60 (misalnya pada cheddar atau manufaktur emmental) dan whey
asam yang diperoleh dari produksi keju segar (misalnya : cream keju, chamembert atau petit
suisse). Dipasaran whey dipasarkan dalam bentuk cair dan bubuk dengan komposisi yang
berbeda.
Whey protein adalah campuran dari protein dengan sifat fungsioanal yang banyak
dan juga beragam. Oleh karena itulah whey protein memiliki banyak potensi didalamnya.
Protein utama dalam whey adalah β-actoglobulin dan α-lactalbulmin. β-actoglobulin dan α-
lactalbulmin mewakili sekitar 70% dari total whey dan bertanggung jawab untuk sifat hidrasi,
pembentuk gel, pengemulsi dan foaming. Whey protein juga digunakan sebagai penambah
fungsi gizi dan terapi dalam diet rendah kalori. Beberapa penelitian praklinis menyebutkan
bahwa whey protein dapat memiliki sifat anti-inflamasi atau anti kanker. Efek dari whey
protein pada kesehatan manusia sangat menarik dan saat ini sedang diteliti sebagai cara
untuk mengurangi resiko penyakit, serta pengobatan untuk beberapa penyakit. Whey dapat
didenaturasi dengan panas yaitu dengan suhu 72 °C, denaturasi tersebut memicu interaksi
hidrofobik dengan protein lain, dan pembentukan gel protein. Dalam beberapa kasus
denaturasi ini dapat menyebabkan alergi pada beberapa orang [24].
Whey protein merupakan protein butiran (globular). Betha-lactoglobulin, Apha-
lactalbumin, Immunoglobulin (Ig), dan Bovine Serum Albumin (BSA) adalah contoh dari
whey protein. Alpha-lactalbumin merupakan protein penting dalam sintesis laktosa dan
keberadaannya juga merupakan pokok dalam sintesis susu. Sifat struktur protein whey
tergantung pada beberapa faktor lingkungan (pH, adanya garam dan protein lain) dan juga
teknologi pengolahan yang terapkan pada susu tersebut. Dalam whey protein terkandung
pula beberapa enzim, hormon, antibodi, faktor pertumbuhan (growth factor), dan pembawa
zat gizi (nutrient transporter). Sebagian besar whey protein kurang tercerna dalam usus.
Ketika whey protein tidak tercerna secara lengkap dalam usus, maka beberapa protein utuh
dapat menstimulasi reaksi kekebalan sistemik. Peristiwa ini dikenal dengan alergi protein
susu (milk protein allergy) [27].

DAFTAR PUSTAKA

1) Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2008. Limbah Umbi-umbian.


http://tanamanpangan.deptan.go.id/. Tanggal Akses : 14/01/2013
2) Dian, I.S. 2008. Pengaruh Kopigmentasi Terhadap Stabilitas Warna Antosianin Buah
Duwet (Syzygium cumini). Disertasi Doktor. IPB. Bogor
3) Moss BW. 2002. The Chemistry of Food Colour. Didalam: D.B MacDougall (ed). Colour
in Food : Improving Quality. Washington : CRC Press
4) Kimbal JW. 1993. Biologi.Jakarta: Penerbit Erlangga
5) Nugrahan 2007. Ekstraksi Antosianin dari Buah Kiara Payung (Filicum decipiens)
dengan Menggunakan Pelarut yang Diasamkan (Kajian jenis Pelarut danLama
Ekstraksi). Malang: Fakultas Teknologi Pertanian Unibraw
6) Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Menganalisis Tumbuhan.
Terjemahan Padmawiyata, K. dan Soediro, I. Bandung: ITB
7) Charley, H. 1970. Food Science. New York: John Willey and Sons Inc
8) Markakis, P. 1982. Food Chemistry. Didalam Santi, W. 2010. Isolasi Dan Identifikasi
Senyawa Antosianin Dari Kulit Buah Anggur (Vitis Vinifera Var. Prabu Bestari). New York
: Marcel Dekker Inc
9) Francis, F. 2002. Pigment and Other Colorants.New York : Marcel Dekker Inc
10) Berk, Z. 2009. Food Process Engineering and Technology. Elsevier Inc. New York

126
Kopigmentasi Ubi Jalar Ungu - Santoso, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.121-127, Oktober 2014

11) Sari Puspita, A Fitriyah, K Mukhamad, Unus, F Mukhamad, L Triana. 2005. Ekstraksi
dan stabilitas antosianin dari kulit buah duwet (Syzigium cumini). Jurnal Teknol dan
Industri Pangan Vol.XVI No. 2 Th 2005
12) Brouillard, R and Oliver, D. 1994. Anthocyanin molecular interactions; The first step in
the formation of new pigments during wine aging. Food Chem 51: 365-371
13) Kaufmann, B., and Christen, P. 2002. Recent Extraction Techniques for Natural
Products: Microwave-assisted Extraction and Pressurised Solvent Extraction.
Phytochemical Analysis 13: 105-113
14) Das, S., Mukhopadhyay, A.K., Basu, D. 2009. Prospect of Microwave Processing: An
Overview. Bulletin of Material Science 32(1): 1-13
15) Calinescu, I., Ciuculescu, C., Popescu, M., Bajenaru, S., and Epure, G. 2001.
Microwaves Assisted Extraction of Active Principles from Vegetal Material. Romanian
International Conference on Chemistry and Chemical Engineering, 12: 1-6
16) Mandal, V., Mohan, Y., and Hemalatha, S. 2007. Microwave Assisted Extraction – An
Innovative and Promising Extraction Tool for Medicinal Plant Research. Pharmacognosy
Reviews , 1(1): 7-18
17) Jain, T., Jain, V., Pandey, R., Vyas, A., and Shukla, S.S. 2009. Microwave Assisted
Extraction for Photocontituens – An Overview. Asian Journal Research Chemistry, 1(2):
19-25
18) Arisandi, Y. 2001. Studi Tentang Pengaruh Kopigmentasi Terhadap Stabilitas Antosianin
dari Kulit Buah Anggur (Alphonso lavalle). Malang: Fakultas MIPA Unibraw
19) Jackman, R.L. and J.L Smith. 1996. Anthocyanin and Batalains. Natural Food
Colourants. Second Edition. London: Blackie Academic and Profersionals
20) Wilska-Jeszka, J., and Korzuchowska, A.1996. anthocyanins and chlorogenic acid
copigmentation. Influence on the colour of strawbeery and chokeberry juices. Food res
Technology 203: 38-42
21) Santi, W. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antosianin Dari Kulit buah Anggur (Vitis
Vinifera Var. Prabu Bestari). Skripsi. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi UIN
22) Rita, R. 2010. Kopigmen. http://ritariata.blogspot.com/2010/03/diskusi-kopigmen.html.
Tanggal akses : 4/01/2013
23) Alvarez, I., J.L. Alexandre, M.J. Garcia, V. Lizama. 2010. Effect of Prefermentative of
Copigments on the polyphenolic Composition of Tempranillo Wine. Europe Food
Research and Technology 228: 501-510
24) Srinivasan, D and Alain, P. 1997. Food Proteins and Their Applications. New York:
Marcel Dekker Inc
25) Anonymous. 2011. Kasein. http://chemistryismyworld.blogspot.com. Tanggal Akses :
6/01/2013
26) Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta
27) DeMan JM. 1997. Kimia Makanan. Edisi Kedua. Bandung : Penerbit ITB

127

Anda mungkin juga menyukai