Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Demensia adalah sebuah sindrome karna penyakit otak, bersifat kronis atau
progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi
termasuk : memori, berfikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,
kemampuan dan penilaian kesadaran tidak terganggu.
Gangguan fungsi kognitif yg biasa di tandai, kadang kadang di dahului
oleh penurunan dalam pengendalian emosi, perilaku social atau motivasasi.
Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer di penyakit serebrovaskuler dan dalam
kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak. (Durand dan barlow
2007)
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa demensia
seringkali terjadi pada usia lanjut yg telah berumur kurang lebih 60 tahun
demensia tersebut dapat di bagi menjadi 2 bagian yaitu: Demensia senilis dan
Demensia pra senilis sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk
demensia Alzheimer (4% dialami lansia yg telah berusia 75 tahun, 16% pada usia
85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini diperkirakan 30 juta
penduduk dunia mengalami demensia dengan berbagai sebab.
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi
tetapi bisa saja bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi
atau perubahan kepribadian lainya. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara,
penderita menggunakan kata kata yg lebih sederhana menggunakan kata kata
yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata kata tepat, ketidakmampuan
mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan
kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi social.
B. Tujuan Khusus
Mengetahui tentang teori dan asuhan keperawatan pada pasien dengan demensia
(kepikunan)
C. Tujuan Umum
1. Mengetahui pengertian demensia
2. Mengetahui epidemologi demensia
3. Mengetahui etiologi demensia
4. Mengetahui manifestasi klinis demensia
5. Mengetahui patofisiologi demensia
6. Mengetahui pathway demensia
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang demensia
8. Mengetahui penatalaksanaan klinis demensia
9. Mengetahui pencegahan dan perawatan demensia
10. Mengetahui komplikasi demensia
11. Mengetahui konsep asuhan keperawatan demensia
12. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan demensia
D. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan demensia ?
2. Bagaimana epidemologi demensia ?
3. Jelaskan etiologi demensia?
4. Bagaimana manifestasi klinis demensia?
5. Bagaimana patofisiologi demensia?
6. Bagaimana pathway demensia?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang demensia?
8. Apa saja penatalaksanaan klinis demensia?
9. Bagaimana pencegahan dan perawatan demensia?
10. Apa saja komplikasi demensia?
11. Bagaimana konsep asuhan keperawatan demensia?
12. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan demensia?

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Demensia
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi
vegetatif atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak,
penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu.
(Elizabeth J. Corwin, 2009)
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan
hilangnya independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Demensia adalah kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
(Grayson, 2004)
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi
hidup sehari – hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas
kehidupan sehari – hari. (Nugroho, 2008)
Demensia adalah suatu sidrom yang dikarakteristikkan dengan adanya
kehilangan kapasitas intelektual melibatkan tidak hanya ingatan (memori), namun
juga kognitif, bahasa, kemampuan visuospasial, dan kepribadian. (Josep J.Gallo,
1998)
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi
hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987).
B. Epidemiologi Demensia
Usia di atas 65 tahun mempunyai risiko tinggi untuk mengalami demensia
dan hal ini tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan dan status ekonomi.
Hasil penelitian di seluruh dunia menunjukkan bahwa demensia terjadi sekitar 8 %
pada warga di atas usia 65 tahun dan meningkat sangat pesat menjadi 25 % pada
usia di atas 80 tahun dan hampir 40 % pada usia di atas 90 tahun.
C. Etiologi Demensia
1. Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzaimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti. Penyakit Alzaimer
disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan gen
tertentu. Bagian otak mengalami kemunduran sehingga terjadi kerusakan sel
dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di
dalam otak. Jaringan abnormal ditemukan di dalam otak (disebut plak senilitis
dan serabut saraf yang tidak teratur) dan protein abnormal.
2. Serangan stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan
menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara
perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan
otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah
yang disebut dengan infark. Demensia yang disebabkan oleh stroke kecil
disebut juga demensia multi-infark. Sebagian penderitanya memiliki tekanan
darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan
pembuluh darah di otak.
3. Menurut Nugroho (2008), penyebab demensia dapat digolongkan menjadi 3 :
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi
pada sistem enzim, atau pada metabolisme.
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat
diobati, penyebab utama dalam golongan : Penyakit degenerasi spino
serebral
c. Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati :
gangguan nutrisi, akibat intoksikasi menahun, penyakit – penyakit
metabolisme.
D. Manifestasi klinis Demensia
1. Perjalanan penyakit yang bertahap
2. Tidak terdapat gangguan kesadaran
3. Rusaknya fungsi kognitif
4. Gangguan kepribadian dan perilaku
5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang
6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, paranoid
7. Keterbatasan dalam ADL
8. Inkontenensia urine
9. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk
10. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting
11. Lupa meletakkan barang penting
12. Gangguan orientasi waktu dan tempat : lupa hari, minggu, bulan, tahun dan
tempat dimana penderita berada
13. Ekspresi berlebihan : menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi,
marah besar terhadap kesalahan yang kecil, rasa takut dan gugup yang tidak
beralasan.
14. Adanya perubahan perilaku : acuh tak acuh, menarik diri, gelisah.
E. Patofisiologi Demensia
Demensia biasanya terjadi pada usia >65 tahun , gejala yang mucul yaitu
perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari –
hari. Lansia penderita demensia tidak memeperlihatkan gejala yang menonjol pada
tahap awal, mereka sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses
penuanaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri,
mereka sulit mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka
sering kali menutup – nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal
yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang
– orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka merasa kawatir terhadap
penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa
bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu banyak istirahat. Mereka belum
mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang
dialami oleh orang tua mereka.
Gejala dimensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
lansia. Mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih senditif. Kondisi
seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat
ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa lansia
penderita demensia ke rumah sakit, dimana demensia bukanlah menjadi hal utama
fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji
oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk
dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia.
F. Pathway Demensia

Faktor genetik Infeksi Virus Lingkungan Imunologi Trauma

Kekusutan neuro Hilangnya serat – serat

hh
fibriliar yg difus koligemik di korteks
dan plak senilis

atropi otak penurunan sel neuro koligemik yg


berproyeksi dihimokampus dan
amigdala

degenerasi neuron kelainan neurotransmiter


irreversibel

Demensia asetilkoin

Daya Gangguan Gangguan Gangguan Perubahan Perubahan Kehilangan


Ingat kognitif memori fungsi bhs intelektual perilaku fungsi tonus otot

Kemampuan Mudah Muncul gejala -Kehilangan Tingkah laku


melakukan lupa neuro psikiatrik kemampuan berubah
aktivitas menyelesaikan
MK :
perubahan nafsu masalah Risiko
perubahan
makan -Emosi labil, trauma pola
MK : Defisit
pelupa, apatis eliminasi
perawatan diri
urine

MK :
ketidakseimbang MK : MK :
an ntrisi kurang
Koping
dari kebutuhan Perubahan proses pikir
Individu
tubuh
Hambatan interaksi tidak efektif
Kesulitan Perubahan persepsi sosial

transmisi dan Hambatan komunikasi


verbal
integritas sensori

MK :
Perubahan MK : Perubahan
pola tidur persepsi sesori
G. Pemeriksaan Penunjang Demensia
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada
demensia reversibel, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia
Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin
sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan : pemeriksaan
darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,
hormon tiroid, kadar asam folat.
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun
hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG (Electroencephalogram)
Pada pemeriksaan EEG tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar hasilnya normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi
gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan
panas, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan neuropsikologis
Meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari – hari / fungsional dan
aspek kognitif lainnya. Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai
penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi
kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi
visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi
sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan
proses ketuaan atau proses depresi.
H. Penatalaksanaan Klinis Demensia
1. Farmakoterapi
Sebagian demensia tidak dapat disembuhkan
a. Pengobatan demensia alzheimer digunakan obat – obatan antikoliesterase
seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine, Memantine.
b. Demensia vaskuler membutuhkan obat – obatan anti platelet seperti
Aspirin, Ticlopidine, Clopidogrel untuk memperlancar aliran darah ke otak
sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut – turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan
dengan stroke.
d. Obat antidepresan seperti Sertraline dan Citalopram
e. Pengendalian agitasi dan perilaku yang meledak – ledak, yang bisa
menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakan obat antipsikotik
misalnya Haloperidol, Quetiapine dan Risperidone. Tetapi obat ini kurang
efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat antipsikotik
efektif diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau
paranoid.
2. Dukungan dan peran keluarga
a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding
dengan angka – angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita
tetap memiliki orientasi.
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa
membantu mencegah terjadinya kecelakaan pada penderita yang senang
berjalan – jalan.
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin
bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan
memperburuk keadaan.
e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan
perawatan akan sangat membantu.
3. Terapi simtomatik
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah
I. Pencegahan dan perawatan demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan risiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat – zat yang dapat merusak sel – sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berfikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
a. Kegiatan rohani dan memperdalam ilmu agama
b. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat dan hobi
4. Mengurangi stres dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap rileks dalam
kehidupan sehari – hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
J. Komplikasi Demensia
a. Peningkatan risiko infeksi di seluruh tubuh
b. Ulkus dekubitus
c. Pneumonia
d. Kejang
e. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
f. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan yang berkurang
g. Kehilangan kemampuan untuk berinteraksi
h. Harapan hidup berkurang
K. Konsep Asuhan keperawatan Demensia
1. Pengkajian
Pengkajian pada kelompok lansia di panti atau di masyarakat dilakukan
dengan melibatkan penanggung jawab kelompok lansia, kultural, tokoh
masyarakat, dan petugas kesehatan (Maryam, 2008). Menurut Aspiani,
(2014) pengkajian pada asuhan keperawatan lansia demensia meliputi :
a. Identitas klien
Identitas klien yang biasa dikaji pada klien dengan demensia
adalah usia (tempat/ tanggal lahir) karena banyak klien lansia yang
mengalami demensia. Identitas lainnya yang perlu ditanyakan adalah
nama lengkap, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan terakhir, diagnosis medis (bila ada), alamat.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan masalah
psikososial demensia adalah klien kehilangan ingatan.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai keadaan klien
saat ini mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai dilakukan
pengkajian.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat adanya masalah
psikososial sebelumnya dan bagaimana penanganannya.

e. Riwayat kesehatan keluarga


Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang mengalami
gangguan psikologi seperti yang dialami oleh klien, atau adanya
penyakit genetik yang mempengaruhi psikososial.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum klien lansia yang mengalami masalah psikososial
demensia biasanya lemah.
2) Kesadaran
Kesadaran klien biasanya composmentis.
3) Tanda-tanda vital
Suhu tubuh dalam batasan normal 36,50C - 37,50C; nadi normal (N
: 70 – 82 x/menit); tekanan darah kadang meningkat atau menurun;
pernafasan biasanya mengalami normal atau meningkat
g. Pola fungsi kesehatan
Yang perlu dikaji adalah aktivtias apa saja yang biasa dilakukan
sehubungan dengan adanya masalah psikososial demensia.
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Klien mengalami gangguan persepsi, klien mengalami gangguan
dalam memelihara dan menangani masalah kesehatan.
2) Pola nutrisi
Klien dapat mengalami makan berlebih/ kurang karena kadang
lupa apakah sudah makan atau belum.

3) Pola eliminasi
Tidak ada masalah terkait pola eliminasi
4) Pola tidur dan istirahat
Klien mengalami insomnia
5) Pola aktivitas dan istirahat
Klien mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari
karena penurunan minat.
6) Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal,
pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan.
7) Pola sensori dan kognitif
Klien mengalami kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan minat dan motivasi, mudah lupa, gagal dalam
melaksanakan tugas, cepat marah, disorientasi.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Klien dengan demensia umumnya mengalami gangguan persepsi,
tidak mengalami gangguan konsep diri.
9) Pola seksual dan reproduksi
Klien mengalami penurunan minat.
10) Pola mekanisme/ penanggulangan stress dan koping
Klien menggunakan mekanisme koping yang tidak efektif dalam
menangani stress yang dialaminya.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan


Klien tidak mengalami gangguan dalam spiritual.
2. Diagnosis keperawatan
Sesuai dengan standar diagnosa keperawatan Indonesia oleh PPNI
(2016) masalah keperawatan pada klien demensia adalah sebagai berikut:
a. Risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan penganiayaan atau
pengabaian anak; depresi; demensia; disfungsi sistem keluarga
b. Gangguan memori b.d proses penuaan, efek agen farmakologis,
ketidakadekuatan stimulasi intelektual ditandai dengan melaporkan
pernah mengalami pengalaman lupa, tidak mampu mempelajari
ketrampilan baru, tidak mempu mengingat informasi faktual, tidak
mampu mengingat perilaku tertentu yang pernah dilakukan, tidak
mampu mengingat peristiwa, tidak mampu melakukan kemampuan
yang dipelajari sebelumnya, merasa mudah lupa
c. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan demensia,
hambatan kognitif, keterampilan motorik halus/ kasar
d. Defisit perawatan diri b.d demensia, kelemahan, gangguan psikologis/
psikotik, penurunan motivasi atau minat ditandai dengan tidak mampu
mandi atau mengenakan pakaian/ makan/ ke toilet/ berhias secara
mandiri, minat melakukan perawatan diri berkurang.
e. Risiko jatuh b.d usia ≥ 65 tahun pada dewasa dan ≤2 tahun pada anak,
riwayat jatuh, perubahan fungsi kognitif, demensia.
21

3. Perencanaan keperawatan

Tabel 1. Perencanaan Keperawatan Lansia dengan Demensia

No Dx NOC/ Tujuan NIC/ Rencana Keperawatan


Kep
1 Risiko perilaku Setelah dilakukan tindakan a. Jangan membuat klien frustasi dengan menanyakan
kekerasan keperawatan selama ... x pertanyaan-pertanyaan atau orientasi yang tidak bisa
berhubungan dengan pertemuan klien tidak dijawab
penganiayaan atau menunjukkan perilaku b. Identifikasi situasi krisis keluarga yang mungkin memicu
pengabaian anak; kekerasan dengan kriteria : penganiayaan (misalnya kemiskinan, pengangguran,
depresi; demensia; a. Skor depresi beck turun perceraian, menggelandang, kematian dari orang yang
disfungsi sistem dari 7 menjadi ≤ 6 dicintai)
keluarga b. Tekanan darah klien dalam c. Pertahankan suasana positif dalam kelompok untuk
rentang normal 110/80 – mendukung perubahan gaya hidup
130/80 d. Identifikasi bentuk aktivitas kesenian (misalnya yang
sebelumnya sudah ada, yang dilakukan tanpa
direncanakan sebelumnya, diarahkan spontan)
2 Gangguan memori b.d Setelah dilakukan tindakan a. Stimulasi ingatan dengan cara mengulangi pemikiran
proses penuaan, efek keperawatan selama ... x klien yang terakhir diekspresikan dengan cara yang tepat
agen farmakologis, pertemuan klien menunjukkan b. Kenangkan kembali mengenai pengalaman klien yang
21
ketidakadekuatan kemampuannya untuk disenangi klien
stimulasiintelektual mengingat sesuatu dengan c. Beri latihan orientasi misalnya klien berlatih mengenai
ditandai dengan kriteria : informasi pribadi dan tanggal
melaporkan pernah a. Skor MMSE klien d. Berikan kesempatan untuk berkonsentrasi misalnya
mengalami bertambah ≥2 poin bermain kartu, menirukan gerakan yaitu brain gym
pengalaman lupa,
Bersambung
22

Sambungan

tidak mampu b. Klien mampu mengingat e. Berikan kesempatan untuk menggunakan ingatan
mempelajari perilaku tertentu yang baru kejadian yang baru saja terjadi, misalnya menanyakan
ketrampilan baru, saja dilakukan misalnya klien mengenai kegiatan ppagi yang baru saja dilakukan
tidak mempu mengingat gerakan yang f. Implementasikan teknik mengingat misalnya visual
mengingat informasi dicontohkan, mengingat imagery, alat yang membantu ingatan, permainan ingatan,
faktual, tidak mampu kata benda yang disebutkan teknik asosiasi, membuat daftar, menggunakan papan
mengingat perilaku perawat; mengingat nama nama
tertentu yang pernah praktikan, mengingat bulan g. Diskusikan dengan klien dan keluarga yang mengalami
dilakukan, tidak dan tahun serta tanggal hari masalah ingatan
mampu mengingat ini h. Bantu dalam tugas-tugas yang bisa dibantu misalnya
peristiwa, tidak mempraktikan pembelajaran dan mengulangi secara
mampu melakukan verbal dan memberikan informasi dengan gambar
kemampuan yang i. Pilih aktivitas yang diarahkan pada kemampuan kognitif
dipelajari sebelumnya, dan minat diri klien
merasa mudah lupa
3 Pemeliharaan Setelah dilakukan tindakan a. Diskusikan dengan klien akibat dari kamar yang kotor
kesehatan tidak efektif keperawatan selama ... x (yang akan memperburuk keadaan gatal di kulitnya)
berhubungan dengan pertemuan klien menunjukkan b. Motivasi klien untuk berlatih senam dengan berdiri agar
demensia, hambatan kemampuannya untuk tubuh lebih bugar 22
kognitif, keterampilan memelihara kesehatannya Diskusikan dnegan klien mengenai kebiasaan, budaya,
motorik halus/ kasar dengan kriteria : herediter,asupan makanan, peningkatan berat badan serta
Sambungan
a. Kamar klien bersih olahraga
b. Tidak ada plastik yang
berserakan di kamar
Bersambung
23

4 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan a. Observasi kebersihan kuku, pakaian, kulit klien
b.d demensia, keperawatan selama ... x 24 b. Berikan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan
kelemahan, gangguan jam perawatan diri klien lingkungan yang aman, santai, tertutup
psikologis/ psikotik, terpenuhi dengan kriteria : c. Edukasi keluarga untuk memberikan bantuan dalam
penurunan motivasi a. Kebersihan tubuh klien melakukan kegiatan perawatan diri klien
atau minat ditandai dapat dipertahankan
dengan tidak mampu dengan bantuan keluarga
mandi atau b. Memasukkan makanan
mengenakan pakaian/ dengan sendok
makan/ ke toilet/ c. Klien dapat masuk dan
berhias secara keluar dari kamar mandi
mandiri, minat
melakukan perawatan
diri berkurang
5 Risiko jatuh b.d usia ≥ Setelah dilakukan tindakan a. Gunakan simbol daripada hanya tanda-tanda tertulis
65 tahun pada dewasa keperawatan selama ... x 24 untuk membantu klien menemukan kamar mandi,
dan ≤2 tahun pada jam risiko jatuh klien tidak ruangan atau area lain untuk menghindari tersesat dan
anak, riwayat jatuh, terjadi dengan kriteria : terjatuh
perubahan fungsi a. Laporan dari keluarga klien b. Edukasi kepada klien atau keluarga untuk melakukan 23

kognitif, demensia bahwa selama perawatan pembatasan area dengan menggunakan alat pelindung
klien tidak terjatuh misalnya deteksi gerakan, alarm, pagar, pintu, terali sisi
tempat tidur,
(Bulechek, 2016 dan Moorhead, 2016)
24

4. Implementasi keperawatan
Menurut Kholifah (2016) tindakan keperawatan gerontik adalah
realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Pada tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal,
diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada lansia,
teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan,
pemahaman tentang hak-hak dari lansia dan memahami tingkat
perkembangan lansia. Pelaksanaan tindakan keperawatan diarahkan
untuk mengoptimalkan kondisi agar lansia mampu mandiri dan
produktif.
5. Evaluasi keperawatan
Kholifah (2016) menjelaskan bahwa evaluasi keperawatan
gerontik adalah penilaian keberhasilan rencana dan pelaksanaan
keperawatan gerontik untuk memenuhi kebutuhan lansia. Beberapa
kegiatan yang harus dilakukan oleh perawat dalam evaluasi
keperawatan antara lain:
a. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
b. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang
diharapkan.
c. Mengukur pencapaian tujuan.
d. Mencatat keputusan atau hasil pencapaian tujuan,
e. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana

keperawatan bila perlu.

19
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN

20
DAFTAR PUSTAKA

Barlow, H. D. & Durand, M.V. (2007). Psikologi abnormal. Jakarta: Penerbit


Pustaka belajar.

Departemen kesehatan RI. (2004). Pemeriksaan Gerontology dalam Berbagai


Aspek, dalam: http://www.depkes.go.id.

Depkes. (2013). Gambaran kesehatan lanjut usia di Indonesia, Buletin Jendela


Data dan Informasi Kesehatan, Jakarta

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya


Media.

Farrow, M dan Elodie, O’Connor. 2012. Targeting Brain, Body and heart for
cognitive health and dementia prevention: current evidence and future
directions. Australia: Alzheimer’s Australia Inc.

Ganong WF (2010). Review of Medical Physiology Ganong’s. 23rd edition. New


York: The McGraw-Hill Companies.Inc. pp: 609-610

Kholifah, Siti Nur dan Wahyu Widagdo.2016.Keperawatan Keluarga dan


Komunitas.Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Nugroho. W. (2008). Keperawatan Gerontik Dan Geratri. Jakarta: EGC

21

Anda mungkin juga menyukai