Anda di halaman 1dari 15

BUDAYA TEMBANG DOLANAN PADA SUKU OSING DI

BANYUWANGI

Oleh: Etik Darul Muslikah (152.151.0.0319)

Magister Psikologi Profesi


Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Desember 2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budaya memiliki nilai-nilai yang senantiasa diwariskan, ditafsirkan dan

dilaksanakan seiring dengan proses perubahan sosial kemasyarakatan. Eksistensi

budaya dan keragaman nilai-nilai luhur kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa

Indonesia merupakan sarana dalam membangun karakter warga negara, baik yang

berhubungan dengan karakter privat maupun karakter publik.

Menurut Geertz (1992) kebudayaan adalah pola dari pengertian-pengertian

atau makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang

ditransmisikan secara historis, suatu sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang

diwariskan dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengan cara tersebut manusia

berkomunikasi, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan dan sikap terhadap

kehidupan. Pendapat ini menekankan bahwa kebudayaan merupakan hasil karya

manusia yang dapat mengembangkan sikap terhadap kehidupan dan diwariskan dari

satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses komunikasi dan belajar agar

generasi yang diwariskan memiliki karakter yang tangguh dalam menjalankan

kehidupan.

Berbicara mengenai kebudayaan atau budaya tidak terlepas dari keberadaan

suku di Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan dan didiami oleh banyak

suku. Salah satu suku yang masih exist di Indonesia ialah Suku Osing. Suku

Osing atau biasa diucapkan Suku Using adalah penduduk asli Banyuwangi atau juga


disebut sebagai wong Blambangan dan merupakan penduduk mayoritas di beberapa

kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Menurut sensus BPS tahun 2010, Suku Osing

merupakan sub suku Jawa (https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Osing, diakses pada 2

November 2016).

Suku Osing terkenal dengan berbagai kebudayaan unik yang dimiliki. Salah

satunya ialah kesenian. Kesenian utama Suku Osing antara lain Gandrung

Banyuwangi, Patrol, Sebalang, Angklung, Tari Barong, Kuntulan, Kendang Kempul,

Jenger, Jaranan, Jaran Kicak, Angklung Caruk dan Jedor. Selain itu, Suku Osing

Banyuwangi juga memiliki budaya, antara lain yaitu: Adat Mepe Kasur, Kawin

Colong

Kebudayaan lain yang masih dipelihara suku Osing adalah tembang dolanan,

khususnya oleh kalangan anak usia sekolah. Contoh tembang dolanan adalah

Jamuran dan Ojo Rame-Rame. Sesuai dengan sebutannya, tembang-tembang yang

pada umumnya bersyair pendek ini digunakan untuk mengiringi permainan anak-

anak. Selain menambah keceriaan anak saat bermain berkelompok, tembang dolanan

dapat berfungsi mengajarkan nilai-nilai positif sejak dini. Tembang Jamuran,

misalnya, mengajarkan tentang gotong-royong dan Ojo Rame-Rame mengajarkan

patriotism (https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Osing, diakses pada 2 November

2016).
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu

permasalahan, yaitu bagaimana persepsi Suku Osing di Banyuwangi mengenai

budaya tembang dolanan?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah, maka dapat dirumuskan suatu tujuan, yaitu

untuk mengetahui persepsi Suku Osing di Banyuwangi mengenai budaya tembang

dolanan.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Budaya Tembang Dolanan

Tembang dalam bahasa Indonesia berarti lagu, sedangkan dolanan berarti

permainan. Tembang dolanan ialah terjemahan dari bahasa jawa yaitu lagu

permainan, artinya lagu yang dinyanyikan beriringan dengan permainan. Tembang

dolanan merupakan salah satu wujud dari budaya Jawa yang adi luhung. Tembang

dolanan pada masyarakat Jawa dapat dikelompokkan ke dalam permainan tradisional

Jawa. Overbeck (dalam Parwatri, 2004) membagi permainan anak-anak Jawa

berdasarkan bentuk dan sifatnya menjadi empat golongan, yaitu: 1) Gewone Spelen

(Permainan biasa) 2) Liederen (Nyanyian) 3) Ni Thowok en Verwante Spelen (Ni

Thowok dan permainan sejenisnya); 4) Biologeerspelen (Permainan sihir). Adapun

tembang dolanan yang sering digunakan dalam permainan tersebut, yaitu: cublak-

cublak suweng, sluku-sluku bathok, jamuran, gula-ganthi, jaranan, dan sebagainya.

Tembang dolanan juga ada yang hanya dinyanyikan saja, tidak dikombinasikan

dengan permainan, seperti: bebek adus kali, oh adhiku, menthok-menthok, dan

sebagianya. Tembang dolanan anak mengandung ajaran tentang perilaku luhur yang

dikemas dalam bentuk tembang ataupun dikombinasikan ke dalam permainan. Pada

saat anak melagukan ataupun memainkan permainan dengan lagu dolanan tersebut

maka anak tanpa rasa tertekan dapat mengadopsi berbagai ajaran tersebut. Jika

ajaran-ajaran tersebut sudah teradopsi maka perilaku anakpun lambat laun terbentuk

tanpa tekanan ataupun paksaan.


BAB III

PANDUAN WAWANCARA

Panduan wawancara disusun berdasarkan beberapa indikator, yaitu:

1. Sejarah Tembang Dolanan

2. Bentuk Tembang Dolanan

3. Proses penuturan Tembang Dolanan

4. Kandungan nilai Tembang Dolanan

5. Fungsi Tembang Dolanan

6. Perkembangan Tembang Dolanan

Indikator Pertanyaan
1. Sejarah Tembang 1. Apa yang anda ketahui mengenai tembang

Dolanan dolanan?

2. Kapan awal mula terciptanya tembang dolanan?

3. Siapa yang menciptakan tembang dolanan?

4. Mengapa tembang dolanan yang dipilih

sehingga menjadi budaya pada saat itu?


2. Bentuk tembang 5. Bagaimana bentuk-bentuk tembang dolanan?

dolanan 6. Ada berapa bentuk tembang dolanan?

7. Berdasarkan apa saja bentuk-bentuk tembang

dolanan?

8. Apa saja bentuk-bentuk tembang dolanan?

9. Apa saja contoh-contoh bentuk tembang

dolanan?
3. Proses penuturan 10. Bagaimana proses penuturan tembang dolanan?
tembang dolanan 11. Menggunakan media apa saja?

12. Berapa orang yang terlibat?

13. Bahasa apa yang digunakan?


4. Kandungan nilai 14. Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam

tembang dolanan tembang dolanan?

15. Apa arti dari nilai-nilai itu?

16. Bagaimana nilai itu bisa terkandung di dalam

tembang dolanan?
5. Fungsi tembang 17. Apa saja fungsi dari tembang-tembang dolanan

dolanan tersebut?

18. Siapa saja yang bisa merasakan fungsi tembang

dolanan tersebut?

19. Bagaimana fungsi tersebut bisa diaplikasikan?

20. Seberapa efektif kah fungsi tembang dolanan?


BAB IV

HASIL WAWANCARA

A. Verbatim

BARI Keterangan
S Verbatim

M Selamat sore Mas

N Selamat Sore Mbak

M Baik Mas, seleumnya boleh saya minta waktunya sebentar?


5
N Oiya mbak, silahkan

Baik Mas, saya Etik, Mahasiswa Untag Surabaya, yang


M
kemaren sempat kunjungan ke Suku Osing.

N Ooooiya mbak, baik. Apa yang bisa saya bantu?

Begini mas, melanjutkan kemaren waktu di Suku Osing, saya


M masih memerlukan beberapa data untuk melengkapi tugas saya.
Saya mau tanya-tanya tentang tembang dolanan mas.

N Oh, iya mbak. Bisa, silahkan menanyakan mbak

Baik mas,, saya sempat baca-baca di internet tentang


M keberadaan tembang dolanan yang masih ada di Suku Osing.
Sejarahnya sendiri bagaimana ya mas?
10
Iya mbak. Pada dasarnya memang tembang dolanan sendiri kan Sejarah
digunakan untuk sarana bermain pada anak-anak. Tidak ada
sejarah khusus bagaimana tembang dolanan dimulai. Tembang
dolanan pada masyarakat Osing mengadopsi dari tembang
N
dolanan masyarakat Jawa dan masyarakat Indonesia. Ada yang
secara penuh menggunakan dialek Osing, ada pula yang
sebagian menggunakan bahasa Jawa dan sebagian lagi
menggunakan bahasa Osing.

15 M Baik, Mas. Kalau bentuk-bentuk tembang dolanan sendiri ada


berapa macam ya Mas?

Sebenarnya ada banyak macamnya Mbak. Ada yang bentuknya Bnetuk-bentuk


N
sebagai undian, sindiran, tebakan dan humor. tembang dolanan

M Bisa tolong diberikan contohnya ya Mas?

Tembang Dolanan berbentuk Undian, misalnya tembang yang


ini : Maling karo polisi
Ling-ling-ling.....
Sopo hang dadi maling?
Si-si-si...
Sopo hang dadi polisi?

Tembang dolanan yang berbentuk sindiran yaitu:


Aku duwe seseh
Aku duwe seseh..
Seseh’e nang Fitri

Tembang dolanan yang berbentuk tebakan dan kecohan


N Bnetuk-bentuk
yaitu:
Cerece-cerece tembang dolanan
Cerece-cerece...
Cetolan bawang...
Nasi kuning dipanggang ayem
Hemmm...sopo hang nggowo?...
Hemmm...sopo hang nggowo?...

Tembang dolanan yang berbentuk humor balita yaitu:


Pok Ami-Ami
Pok ami-ami...
Belalang kupu-kupu...
Siang makan nasi...
Kalau malam mimik susu..
M Bagaimana proses penuturan tembang dolanan?

20 N a) Tuturan Sendiri tanpa Permainan


Tembang dolanan yang dituturkan sendiri tanpa permainan
yaitu:
Pok Ami-Ami
Pok ami-ami...
Belalang kupu-kupu...
Siang makan nasi...
Kalau malam mimik susu..
Tembang dolanan dalam masyarakat Osing yang dituturkan
sendiri tanpa permainan adalah tembang dolanan Pok Ami-
Ami (PAA). Tembang dolanan Pok Ami-Ami berbentuk
mirip dengan pant un namun tidak bisa dikatakan sebagai
pantun murni karena meskipun bersajak a-b-a-b namun tidak
memenuhi syarat minimal suku kata pantun. Tidak ada
permainan yang diiringi tembang PAA.

b)Tuturan Sendiri dalam Permainan


Tembang dolanan yang proses penuturannya sendiri dalam
permainan yaitu:
Wo-Dowo
Wo dowo...
Hang dowo dadi... Proses penuturan
Wo-Dowo (WDW) dituturkan oleh salah satu peserta tembang dolanan
permainan ketika sebuah undian dilakukan. Tembang
dolanan Wo-Dowo dinyanyikan untuk menentukan siapa
peserta permainan yang berhak menang dan berhak kalah
(jaga) dalam berbagai permainan anak, misalnya Jumpritan
(petak umpet) dan kejar-kejaran. Tembang dolanan Wo-
Dowo dinyanyikan dengan diiringi gerakan yang khas,
awalnya peserta permainan akan membentuk formasi
lingkaran kemudian tangan kanan diayunkan ke depan dan ke
belakang mengikuti irama nyanyian yang di tuturkan oleh
salah satu peserta permainan. diakhir permainan anak yang
posisi tangannya tidak tepat berarti kalah.

c)Tuturan Bersama tanpa Permainan


Tembang dolanan berdasarkan proses tuturan bersama tanpa
permainan yaitu:
Sayonara
Bunga disirami, kembang dipetik’i...
Hai bunga mawar subur enak rasanya...
Sayonara-sayonara...
Sampai berjumpa pulang...
Buat apa susah-buat apa susah...
Susah itu tak ada gunanya...
Buat apa susah-buat apa susah...
Susah itu tak ada gunanya...
Hilang sepatu Papa hilang...
Kecepet lawang...
Mama dirumah menanti saya...
Tembang dolanan dalam masyarakat Osing di Banyuwangi
yang dituturkan bersama-sama tanpa sebuah permainan
berikutnya adalah tembang dolanan Sayonara (SYN).Lirik
tembang dolanan Sayonara
menggunakan campuran antara bahasa Indonesia dan bahasa
Jawa. Tembang dolanan Sayonara pernah sangat popular
dikalangan masyarakat Indonesia. Kata “Sayonara” sendiri
berasal dari bahasa
Jepang yang artinya selamat tinggal. Tembang dolanan
Sayonara dinyanyikan bersama-sama tanpa ada permainan
yang dimainkan.

d) Tuturan bersama dalam permainan


Tembang dolanan berdasarkan tuturan bersama dalam
permainan yaitu:
Do-Mi-Ka-Do
Do mi ka do...
Es ka es ka do bera beri...
Srit, srit, srit...
One, two, three, four...
Proses penuturan dalam tembang dolanan Do-Mi-Ka-Do
dituturkan bersama-sama oleh semua peserta permainan.
Tuturan tersebut dilakukan dalam sebuah permainan yang
unik seperti paparan di atas. Lare Osing menuturkan tembang
dolanan Do-Mi-Ka-Do dengan sangat antusias dan riang
karena tembang dolanan tersebut dilantunkan mengiringi
permainan yang sangat menarik dan seru.
Permainan tersebut berformasi melingkar dan pemain saling
menepuk tangan.
M Nilai yang terkandung di dalamnya apa saja ya Mas?

N Nilai Budaya dalam Tembang Dolanan


a) Nilai Tanggung Jawab
Tembang dolanan yang mengandung nilai tanggung jawab
yaitu:
Hompimpah
Hom pimpah alaihom gambreng...
Mak Lampir pakai baju rombeng...
Nilai tanggung jawab dalam tembang dolanan yang
berbentuk undian memiliki peran penting dalam
perkembangan karakter anak. Melalui tembang dolanan
tersebut anak diajarkan berani menerima kekalahan.
Kekalahan biasanya akan diwujudkan sebagai sebuah
hukuman dan anak yang kalah harus mau dihukum sebagai
wujud tanggung jawabnya dalam sebuah permainan. Nilai
tanggung jawab yang sederhana tersebut dapat
mempengaruhi karakter anak saat anak tersebut dewasa.
Nilai yang
b) Nilai Percaya Diri dalam Bergaul terkandung
Tembang dolanan yang mengandung nilai percaya diri dalam
bergaul yaitu:
Kotak Pos
Kotak pos belum diisi..
Mari kita isi dengan isi-isian..
Mbak O’on minta huruf apa?
Kotak Pos (KTP) dimainkan secara bersama-sama dalam
sebuah permainan. anak-anak akan membentuk formasi
melingkar dan telapak tangan saling menepuk antara satu
pemain dengan pemain lainnya. Permainan tersebut akan
diiringi dengan tembang dolanan
KTP dan dinyanyikan bersama-sama. Pada akhir permainan
akan ada pertanyaan yang meminta salah satu peserta
permainan menyebutkan sebuah huruf lalu pemain lain akan
mencari nama buah-buahan yang huruf pertamanya sesuai
dengan yang disebutkan salah satu pemain tersebut secara
bergantian. Kepercayaan diri dan keberanian dibutuhkan oleh
seorang anak dalam setiap permainan. Kepercayaan diri dan
keberanian dalam bergaul seorang anak akan diuji ketika
memainkan permaianan KTP.

c) Nilai Gotong Royong


Tembang dolanan yang mengandung nilai gotong royong
yaitu:
Jamuran
Jamuran gegetan...
Jamur opo?...
Jamur gajih...
Gajih’e sak orang-orang...
Siro gege dadi opo?...
Jamur gedang...
Jamuran (JMR) dimainkan dengan cara yang unik. Beberapa
anak akan memainkan permainan ini dengan cara membuat
formasi lingkaran lalu menepuk-nempukkan tangan antara
satu pemain dengan pemain lainnya dengan posisi
mengangkat tangan setinggi bahu, sedangkan di dalam
lingkaran tersebut sudah ada seorang anak yang bertugas jaga
(jadi). Bersama-sama mereka akan menyanyikan
tembang dolanan JMR sampai selesai, setelah selesai akan
ada pertanyaan yang berbunyi “Siro gege dadi opo?”dan anak
yang bertugas jaga menjawab sesuka hatinya harus menjadi
jamur apa. Misalnya jamur pisang maka semua pemain
kecuali yang jaga harus membentuk posisi badan seperti
pohon pisang dengan cara mengangkat dua tangan ke
samping bahu dan mengangkat satu kaki kebelakang dan
melipatnya kedalam. Jika anak yang jaga minta menjadi
“Jamur Kuping” (jamur telinga) maka anak yang lain harus
menjewer sendiri kedua telinganya sambil mengangkat kaki
kebelakang dan melipatnya kedalam. Saat peserta permainan
melakukan posisi yang dimintanya, anak yang jaga bertugas
melucu dan menggoda pemain lain agar tertawa. Jika ada
yang tertawa maka yang tertawa tersebut harus jaga
menggantikan temannya.

d) Nilai Menghargai Hak Asasi Manusia dan Perlindungan


Anak
Tembang dolanan yang mengandung nilai menghargai hak
asasi manusia dan perlindungan anak yaitu:
Poh-Pohan
Poh-pohan...
Opoh’e bajang-bajang...
Dihurak semembur...
Ijai,loro,telu,papat,limok,
Enem, pitu, wolu, songok,
Sepoloh..
Dialog:
A: Titep sereg...
B: Njaluk blarak’e...
A: Ati-ati keno pucuk’e...
B: Endi sereg’e...
A: Sereg’e kulo buang...
B: Kadung gelem anak riko sun kislamber...
Tembang dolanan masyarakat Osing yang didalamnya
terkandung budaya perlindungan anak adalah tembang
dolanan Poh-Pohan (PPH). Tembang dolanan Poh-Pohan
merupakan tembang dolanan yang berbentuk dialog. Budaya
perlindungan anak terdapat dalam dialog tersebut dimana
salah satu peserta permainan berperan sebagai seorang Ibu
yang melindungi anaknya dari kejaran pemain lain yang
berperan sebagai musuh. Ibu tersebut melindungi anaknya
karena pemain yang berperan sebagai musuh hendak
mengambil anaknya.

e) Nilai Mencintai Tanah Air


Tembang dolanan yang mengandung nilai mencintai tanah air
yaitu:
Ojo Rame-Rame
Ojo rame-rame...
Ono bocah lewat kene...
Suklat klambine...
Merah putih benderane...
Lirik tersebut menunjukkan adanya budaya mencintai tanah
air yang harus ditanamkan ke jiwa anak-anak. Lirik tersebut
menceritakan tentang larangan berisik karena akan ada anak-
anak berbaju coklat (PRAMUKA) dan membawa bendera
berwarna merah putih segera lewat. Oleh karena itu tembang
dolanan anak dalam masyarakat Osing di Banyuwangi
memiliki kandungan nilai budaya yang harus dilestarikan
karena memberikan dampak positif dan bermanfaat bagi
penuturnya.
Banyak sekali nilai-nilai yang terkandung ya Mas. Baik Mas,
M pertanyaan terakhir Mas, apa saja fungsi daari Tembang
Dolanan tersebut?

4. Fungsi Tembang Dolanan dalam Masyarakat Osing di


Banyuwangi Tembang dolanan memiliki fungsi dalam
masyarakat, terutama bagi anak-anak. Fungsi tembang Fungsi Tembang
dolanan tersebut antara lain: Dolanan
N a) fungsi tradisi lisan sebagai alat pendidikan karakter anak;
b) fungsi tradisi lisan sebagai alat pengontrol norma social
agar anak bersikap jujur;
c) fungsi tradisi lisan sebagai wahana hiburan informal;
d) fungsi tradisi lisan sebagai alat pelestari budaya Osing.
M Baik Mas, terimakasih banyak atas waktu dan informasinya.
Saya mohon maaf jika ada kesalahan dalam berkata.
N Oh, ndak papa mbak. Saya malah senang jika ada yang mau
belajar mengenai suku Osing.
25 M Baik Mas, selamat sore

N Iya mbak, selamat sore.


BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil wawancara, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1) Bentuk tembang dolanan dalam masyarakat Osing sangat beragam mulai dari
sindiran, undian, tebakan dan humor balita. Bentuk tembang dolanan masyarakat
Osing dapat membuat anak lebih aktif, kreatif, dan cerdas karena diantara tembang
dolanan tersebut mengiringi sebuah permainan yang sering dimainkan anak-anak.
2) Tembang dolanan dalam masyarakat Osing dituturkan dengan berbagai cara,
diantaranya dituturkan sendiri tanpa permainan, dituturkan sendiri dalam permainan,
dituturkan bersama tanpa permainan, dan dituturkan bersama dalam permainan.
proses penuturan tembang dolanan masyarakat Osing memiliki kemiripan dengan
proses penuturan tembang dolanan masyarakat Jawa. Proses penuturan ini membuat
anak percaya diri dalam bergaul.
3) Nilai budaya yang terkandung dalam tembang dolanan masyarakat Osing
diantaranya adalah nilai tanggung jawab, nilai percaya diri dalam bergaul, nilai
gotong-royong, nilai menghargai HAM dan perlindungan anak, serta nilai mencintai
tanah air. Nilai budaya yang terkandung dalam tembang dolanan membentuk
karakter anak agar peduli dan mampu menghargai pluralism.
4) Adapun fungsi tembang dolanan anak diantaranya adalah fungsi pendidikan karakter,
fungsi kontrol sosial agar anak bersikap jujur, fungsi wahana hiburan informal, dan
fungsi pelestarian budaya Osing. Fungsi tembang tersebut dapat mendidik anak
supaya lebih pintar dan mencintai budaya lokal.

Anda mungkin juga menyukai