Anda di halaman 1dari 14

PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2

PRODI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

MODUL 1
PENYEIMBANGAN LINI PERAKITAN
(ASSEMBLY LINE BALANCING)

I. Tujuan
1. Praktikan dapat merencanakan lintasan produksi yang efisien.
2. Praktikan mampu menganalisis keseimbangan lintasan produksi.
3. Praktikan dapat menentukan perhitungan waktu siklus, tingkat efisiensi dan efektivitas
dalam pengerjaan produk dalam suatu lintasan produksi.

II. Input dan Output


Input:
1. Data assembly chart.
2. Data precedence constrains.
3. Data waktu operasi.
4. Data rencana produksi dan kapasitas per hari.
5. SOP perakitan produk.

Output:
1. Hasil desain lini perakitan yang seimbang, meliputi: jumlah stasiun kerja beserta elemen
kerjanya.
2. Grafik beban kerja setiap stasiun kerja.

III. Alat dan Bahan


Berikut merupakan alat dan bahan yang diperlukan, yaitu:
1. Data assembly chart.
2. Data precedence constraints.
3. Data waktu operasi.
4. Microsoft excel.

IV. Prosedur Pelaksanaan


Berikut prosedur pelaksanaan pada praktikum ALB pertemuan 1 (pertama), yaitu:
1. Mendefinisikan tujuan.
2. Mengumpulkan data.
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2
PRODI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

3. Mengidentifikasi elemen kerja.


4. Membuat Assembly Chart.
5. Menentukan waktu operasi (Ti).
6. Menetapkan precedence constraints.
7. Membuat precedence diagram.
8. Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output.
9. Menghitung cycle time (waktu siklus).
10. Menentukan jumlah stasiun kerja (K).
11. Mengelompokkan elemen kerja.
12. Menilai performansi lini perakitan.

V. Landasan Teori
A. Definisi Penyeimbangan Lini Perakitan (Assembly Line Balancing)
Line Balancing adalah penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly
line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work station dan meminimumkan total
harga idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu (Gaspersz, 2004). Dalam
penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per unit produk yang dispesifikasikan untuk setiap
tugas dan hubungan sekuensial harus dipertimbangkan.
Penyeimbangan lini perakitan merupakan salah satu proses perancangan suatu lini
perakitan yang seimbang dengan cara mengelompokkan sejumlah pekerja atau mesin untuk
melakukan beberapa tugas (elemen kerja) yang sifatnya sekuensial dalam merakit suatu produk
seperti terlihat pada Gambar 1. Dengan demikian, arus produksi pada lini perakitan terkait
menjadi lancar dan memiliki utilitas fasilitas, tenaga kerja dan peralatan yang tinggi.

Gambar 1. 1 Tipe Lini Perakitan


Konsep line balancing bertujuan memaksimumkan efisiensi atau meminimumkan
balance delay / idle time (waktu menganggur). Dalam konsep ini, elemen-elemen operasi akan
digabung menjadi beberapa stasiun kerja. Tujuan umum penggabungan ini adalah untuk
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2
PRODI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

mendapatkan rasio delay / idle (menganggur) yang serendah mungkin dan dicapai suatu
efisiensi kerja yang tinggi di tiap stasiun kerja.

Terdapat dua masalah pokok dalam lini produksi, yaitu: penyeimbangan stasiun kerja
dan penyeimbangan lini perakitan agar dapat beroperasi secara kontinyu. Secara teknis, usaha
untuk memecahkan dua masalah pokok di atas adalah dengan mendistribusikan elemen kerja
ke setiap stasiun kerja dengan acuan waktu siklus/Cycle Time (CT). Apabila hal ini tercapai
secara sempurna, maka lini perakitan akan menjadi seimbang untuk setiap beban stasiun
kerjanya (yaitu selama CT) dan beroperasi secara kontinyu dengan laju sebesar CT.
Pengaturan (penempatan) pekerjaan pada SK di lintas perakitan tergantung pada:
1. Ukuran part yang dirakit
2. Presedence requirement
3. Luas lantai yang tersedia
4. Elemen kerja
5. Sifat pekerjaan yang dilakukan

B. Konsep Line Balancing


1) Elemen beban kerja adalah sejumlah pekerjaan yang mempunyai tujuan tertentu yang
terbatas (elemen kerja)
𝑛𝑒𝑘
(1.1)
𝑇𝑤𝑐 = ∑ 𝑇𝑒𝑘
𝑘=1
Dimana:
Tek : waktu penyelesaian elemen kerja k
nek : jumlah elemen kerja, k = 1,2,3,…,n
Asumsi tentang elemen kerja:
- Waktu elemen bersifat konstan
- Nilai Tek bersifat aditif (penambahan dan akumulasi)

2) Kendala Precedence (Precedence Constraint)


a. Precedence Constraint
Precedence Constraint merupakan batasan terhadap urutan pengerjaan elemen kerja.
Kendala precedence dapat digambarkan secara grafis dalam bentuk diagram
precedence. Dimana pada proses assembling ada dua kondisi yang biasa muncul, yaitu:
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2
PRODI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

1. Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam proses pengerjaan, jadi


setiap komponen mempunyai kesempatan untuk dilaksanakan pertama kali dan
disini dibutuhkan prosedur penyeleksian untuk menentukan prioritas.
2. Apabila satu komponen telah dipilih untuk dilakukan assembly maka urutan untuk
mengassembly komponen lain dimulai. Precedence diagram digunakan sebelum
melangkah pada penyelesaian menggunakan metode keseimbangan lintasan.
Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja,
serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk
memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya.
Untuk menggambarkan kondisi ini secara efektif dengan menggunakan diagram
Precedence.
Precedence diagram dapat disusun menggunakan dua simbol dasar, yaitu :
i. Elemen Simbol adalah lingkaran dengan nomor atau huruf elemen yang
terkandung di dalamnya. Elemen akan diberi nomor/huruf berurutan untuk
menyatakan identifikasi.

1 b
atau

Gambar 1. 2 Elemen Proses

ii. Hubungan antar simbol, biasanya menggunakan anak panah untuk


menyatakan hubungan dari elemen simbol yang satu terhadap elemen simbol
lainnya. Precedence dinyatakan dengan perjanjian bahwa elemen pada ekor
panah harus mendahului elemen pada kepala panah.

1 2 3

Gambar 1. 3 Hubungan Antar Simbol

b. Zooning Constraint
Pengalokasian dari elemen-elemen kerja pada stasiun kerja juga dibatasi oleh zoning
constraint yang menghalangi atau mengharuskan pengelompokkan elemen kerja
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2
PRODI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

tertentu pada stasiun tertentu. Zoning Constraint yang negatif menghalangi


pengelompokkan elemen kerja pada stasiun yang sama. Misalnya operasi 1
mempunyai sifat antagonis (atau lebih dikenal dengan destruktif) dengan operasi 2
menyebabkan percikan / konseling api, maka tidak dapat disatukan walaupun dari
segi fungsi dan makna dapat disatukan. Sebaliknya zoning constraint yang positif
menghendaki pengelompokkan elemen-elemen kerja pada satu stasiun yang sama
dengan alasan misalnya menggunakan peralatan yang sama dan peralatan itu mahal.

C. Penilaian Performansi Lini Perakitan


Penilaian performansi lini perakitan dapat dilakukan dengan beberapa indikator berkut:
1) Efisiensi Lintasan Perakitan
Yaitu rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia. Keseimbangan
lintasan yang baik adalah jika efisiensi setelah diseimbangkan lebih besar dari efisiensi
sebelum diseimbangkan.
∑𝐾
𝑖=1 𝑆𝑇𝑖
𝐸𝐿 = × 100% (1.2)
(𝐾)(𝐶𝑇)

Dimana:
STi : waktu stasiun kerja ke-1
K : jumlah stasiun kerja
CT : waktu siklus

2) Smoothness index (SI)


SI digunakan untuk mengukur tingkat waktu tunggu relatif dari suatu lini perakitan.
Semakin mendekati nol nilai SI suatu lini perakitan, hal tersebut mengindikasikan lini
perakitan tersebut semakin seimbang karena pembagian beban kerja semakin merata. Nilai
SI = 0 adalah nilai keseimbangan lintasan yang sempurna.

𝑆𝐼 = √∑𝑘𝑖=1(𝑇𝑖max − 𝑇𝑖)2 (1.3)

Dimana:
Timax : waktu stasiun kerja maksimum
Ti : waktu stasiun kerja ke – i
K : jumlah total stasiun kerja

3) Balance delay (BD)


PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2
PRODI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

BD merupakan rasio antar waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu yang tersedia.
Penurunan balance delay (BD) suatu lini perakitan mengindikasikan bahwa lini perakitan
yang terbentuk memiliki keseimbangan yang lebih baik.
(𝐾×𝐶𝑇)− ∑𝑛
𝑖=1 𝑇𝑖
𝐵𝐷 = × 100% (1.4)
𝐾×𝐶𝑇

Dimana,
K : jumlah stasiun kerja
CT : waktu siklus
Ti : waktu elemen kerja
BD : balance delay (%)

4) Idle Time (IT)


Idle Time yaitu waktu menganggur selama jam kerja (berth working time), yang
disebabkan antara lain hujan (faktor alam), menunggu muatan, menunggu dokumen, alat
rusak, dan lain-lain. Waktu menganggur (idle time) terjadi jika dari stasiun pekerjaan
yang ditugaskan padanya membutuhkan waktu yang sedikit daripada waktu siklus
yang telah diberikan.

𝑰𝑻 = 𝒏. 𝑾𝒔 − ∑𝒏𝒊=𝟏 𝑻𝒊 (1.5)

Dimana,
n : jumlah stasiun kerja
Ws : waktu stasiun kerja terbesar
Ti : waktu elemen kerja

D. Metode Line Balancing


Untuk Line Balancing ada beberapa teori yang dikemukakan oeh para ahli yang meneliti
bidang ini. Secara garis besar Line Balancing bisa dioptimalkan oleh dua metode yaitu:
1. Metode Analitis
2. Metode Heuristik
Berikut ada penjelasan salah satu metode yang umum dipakai dalam pemecahan masalah
dalam Line Balancing:
1) Kilbridge-Weston Heuristic
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2
PRODI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Pendekatan ini melibatkan elemen-elemen yang memiliki tingkat keterkaitan yang sama
ke dalam sejumlah kolom / daerah. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut :
a. Buat precedence diagram dari persoalan yang dihadapi.

b. Bagi elemen-elemen kerja dalam diagram tersebut ke dalam kolom-kolom dari


kanan ke kiri.
c. Gabungkan elemen-elemen dalam daerah precedence yang paling kiri dalam
berbagai cara dan ambil hasil gabungan terbaik yang hasilnya sama atau hampir
sama dengan waktu siklus.
d. Apabila ada elemen-elemen yang belum bergabung dan jumlahnya lebih kecil dari
Waktu siklus, maka lanjutkan penggabungan dengan elemen di daerah precedence
di kanannya dengan memperhatikan batasan precedence.
e. Proses berlanjut sampai semua elemen bergabung dalam suatu stasiun kerja.

Setelah itu tentukan nilai line efficiency, balance delay, & smoothest index.

E. Istilah dalam Penyeimbangan Lini Perakitan


1. Produk Rakitan (Assembled product) : produk akhir pada stasiun kerja yang
terakhir setelah melewati beberapa urutan dalam stasiun kerja.
2. Elemen Kerja (Work Element) : bagian dari seluruh kegiatan kerja dalam suatu
proses perakitan. n sebagai jumlah elemen kerja yang diinginkan untuk melengkapi
suatu perakitan, dan i adalah jumlah elemen kerja i dalam suatu proses. Catatan
bahwa 1 ≤ i ≤ n
3. Stasiun kerja (Worksation [WS]) : tempat dalam suatu lini perakitan dimana
elemen-elemen kerja dikerjakan menjadi suatu produk
4. Waktu Siklus (Cycle time [CT]) : waktu maksimum yang digunakan untuk
menyelesaikan semua job pada masing-masing work station.
5. Station Time (ST) : jumlah waktu performansi yang diperlukan oleh elemen kerja
pada statiun kerja.
6. Delay time of a station : selisih antara waktu siklus (CT) dan Station Time (ST),
dimana idle time of the station = CT-ST
7. Precedence Diagram : diagram yang menggambarkan urutan dan keterkaitan antar
elemen kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian elemen kerja yang dilakukan
untuk setiap stasiun kerja harus memperhatikan precedence diagram.
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2
PRODI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

8. Predecessor : Elemen kerja yang dilakukan sebelum mengerjakan elemen kerja


setelahnya.
9. Sucessor : Elemen kerja yang dilakukan setelah melakukan elemen kerja
sebelumnya.

VIII. Contoh Studi Kasus


Diketahui precedence diagram perakitan produk X seperti terlihat ada Gambar 1.4. Pada kasus
ini, akan dilakukan penyembangan lini perakitannya. Pada kasus ini jam kerja efektif per hari
adalah 8 jam (480 menit) dan terdapat 20 produk yang harus diproduksi per hari.

3 4 2 6

2 3 7 8

5 5 1 7

1 6 9 12

3 6 4 4

4 5 10 11

I II III IV V VI VII

Gambar 1. 4 Precedence Diagram


Langkah 1:
Elemen 1 Kolom I
Elemen 2 dan 4 Kolom II
Elemen 3 dan 5 Kolom III
Elemen 6 Kolom IV
Elemen 7,9 dan 10 Kolom V
Elemen 8 dan 11 Kolom VI
Elemen 12 Kolom VII

Langkah 2 :
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2
PRODI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Tabel 1. 1 Studi Kasus

Elemen Kerja Ti

1 5
2 3
3 4
4 3
5 6
6 5
7 2
8 6
9 1
10 4
11 4
12 7

N
• T
i =1
i = 50

• Pembatas untuk waktu siklus yaitu:


t
 Ti max ≤ CT ≤ D

 7 ≤ CT ≤ 24
• Dalam kasus ini dipilih CT = 10. Pada Tabel 1.2 dihitung jumlah predecessor
untuk tiap-tiap elemen kerja. Jumlah stasiun kerja minimal adalah:
∑𝑛𝑖=1 𝑇𝑖 50
K= = =5
𝐶𝑇 10

Langkah 3:
• Tabel 1.2 menunjukkan jumlah elemen predecessors untuk setiap elemen kerja.
Tabel 1. 2 Susunan Predecessor Studi Kasus
Work Elemen i Number of Predecessors Ti
1 - 5
2 1 3
3 1,2 4
4 1 3
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2
PRODI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Work Elemen i Number of Predecessors Ti


5 1,4 6
6 1,2,3,4,5 5
7 1,2,3,4,5,6 2
8 1,2,3,4,5,6,7 6
9 1,2,3,4,5,6 1
10 1,2,3,4,5,6 4
11 1,2,3,4,5,6,10 4
12 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11 7

• Tabel 1.3. berikut merupakan hasil penugasan elemen kerja ke stasiun kerja sesuai
Gambar 1.4.
Tabel 1. 3 Stasiun Kerja Sesuai Studi Kasus
Column Elemen i Ti Column Sum Cumulative Sum
I 1 5 5 5
II 2 3 6 11
4 3
III 3 4 10 21
5 6
IV 6 5 5 26
V 7 2 7 33
9 1
10 4
VI 8 6 10 43
11 4
VII 12 7 7 50

• Selanjutnya dilakukan pengelompokkan kembali elemen – elemen kerja ke dalam


stasiun kerja untuk mendapatkan keseimbangan yang lebih baik pada stasiun
kerja, sesuai dengan yang diijinkan yaitu CT ≤ 10. Hasil pengelompokkan ulang
diberikan pada Tabel 1.4.
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2
PRODI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Tabel 1. 4 Stasiun Kerja Sesuai Solusi


Station Elemen i Ti Station Sum CT - STk (CT-STk)2
I 1 5 8 2 4
2 3
II 4 3 9 1 1
5 6
III 3 4 9 1 1
6 5
IV 7 2 7 3 9
9 1
10 4
V 8 6 10 0 0
11 4
VI 12 7 7 3 9

Gambar 4. Predecessor sesuai Solusi


50
EL = 6×10 × 100% = 83%

SI = √4 + 1 + 1 + 9 + 0 + 9 = √24 = 4,89 menit


IT = 60 – 50 = 10 menit
60− 50
BD = × 100% = 20%
50

Selanjutnya dilakukan penugasan elemen kerja kembali dengan CT baru yang masih
dalam range 7 ≤ CT ≤ 24 sampai didapatkan nilai performansi yang lebih baik. Pada
studi kasus dikaukan percobaan dengan solusi 1 yaitu CT = 10, sesuai dengan grafik pada
gambar 5, pada solusi hasil sti (jumlah kumulatif waktu tiap stasiun kerja) lebih seimbang
(mendekati garis lurus) daripada hasil sti pada studi kasus.
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2
PRODI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Grafik Perbandingan Beban Kerja


12
10

Menit 8
6
4
2
0
Stasiun Kerja 1 2 3 4 5 6 7
Sti Sebelum 5 6 10 5 7 10 7
Sti setelah 8 9 9 7 10 7

Sti Sebelum Sti setelah

Gambar 5. Perbandingan Beban Kerja


PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI 2
PRODI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

III. Referensi

Bedworth, D., 1982, Integrated Production Control System, John Willey and Sons Inc., New
York.
Gaspersz, V. (2004). Production Planning and Inventory Control, Cetakan Keempat. Jakarta:
Gramedia.
Riggs., J.L., 1987, Production Systems: Planning, Analysis, and Control, 4th Edition, John
Wiley & Sons, Canada.
Sule, D.R., 2007, Production Planning and Industrial Scheduling, 2nd Edition, CRC Press
Taylor & Francais Group, United States of America.

Anda mungkin juga menyukai