Anda di halaman 1dari 71

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANJUT USIA


DI POSBINDU DESA BOJONG MANGGU
KECAMATAN PAMEUNGPEUK
KABUPATEN BANDUNG
TAHUN 2014

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Menyelesaikan
Pendidikan Program Studi DIII Kebidanan
STIKes Bhakti Kencana Bandung

Disusun oleh :

Maya Fitri Yanti

CK.1.11.118

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA


PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
TAHUN 2014
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL : GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI
PADA LANSIA (≥ 55 TAHUN) DI POSBINDU
DESA BOJONG MANGGU WILAYAH
PUSKESMAS PAMEUNGPEUK KABUPATEN
BANDUNG TAHUN 2014.

NAMA : MAYA FITRI YANTI

NIM : CK.1.11.118

Bandung, 05 Juni 2014


Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

( Sri Lestari Kartikawati, M.Keb ) ( Ning Hayati, S.ST )

Mengetahui
Ketua Program Studi DIII Kebidanan
STIKes Bhakti Kencana Bandung

( Sri Lestari Kartikawati, M.Keb )


LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI
PADA LANSIA (≥ 55 TAHUN) DI POSBINDU
DESA BOJONG MANGGU WILAYAH
PUSKESMAS PAMEUNGPEUK KABUPATEN
BANDUNG TAHUN 2014

NAMA : MAYA FITRI YANTI

NIM : CK.1.11.118

Telah Diujikan Hari Rabu Tanggal 11 Juni 2014


Di STIKes Bhakti Kencana Bandung

Penguji I Penguji II

( Agus MD, S.Pd., S.Kep., Ners., M.Kes ) ( Desi Trisiani, SKM., M.Kes )

Mengetahui
Ketua STIKes Bhakti Kencana Bandung

( Agus MD, S.Pd., S.Kep., Ners., M.Kes )


ABSTRAK

Persatuan Gerontologi Medik Indonesia, menyebutkan pada tahun 2015,


jumlah lansia di Indonesia akan mencapai 36 juta orang atau 11,34% dari populasi
penduduk. Dikabupaten Bandung pada tahun 2012, jumlah lanjut usia yang
terkena hipertensi primer (esensial) sebanyak 62.941 kasus (10,4%). Hipertensi
sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk
penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu
sebagai peringatan bagi korbannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai
faktor-faktor yang memengaruhi kejadian hipertensi pada lansia di Posbindu Desa
Bojong Manggu wilayah kerja Puskesmas Pameungpeuk Kecamatan
Pameungpeuk Kabupaten Bandung Tahun 2014.
Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriprif. Populasi
dalam penelitian berjumlah 550 orang. Sampel penelitian berjumlah 62 orang.
Pengambilan sampel penelitian dengan cara purposive sampling. Teknik
pengumpulan data dengan cara wawancara. Analisis data yang digunakan yaitu
Analisis univariat.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa sebagian kecil lansia yang memiliki
hipertensi mempunyai berat badan obesitas 15 (24,2 %), Lebih dari setengahnya
lansiamempunyai riwayat tidak teratur dalam berolahraga / tidak berolahraga 45
(72,6 %), Sebagian besar lansia mempunyai riwayat tidak merokok 55 (88,7 %),
Seluruhnya lansia mengkonsumsi garam yang berlebihan 62 (100 %), Seluruhnya
lansia tidak mengkonsumsi minum-minuman alkohol 59 (95,2 %), Sebagian besar
lansia tidak minum kopi 48 (77,4 %), dan Seluruhnya lansia mengalami stress
ringan 62 (100 %).
Perlu adanya upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan lansia terhadap
hipertensi melalui penyuluhan yang lebih intensif dilakukan secara kontinyu
dengan pemeriksaan kesehatan yang menyeluruh di setiap posbindu.

Kata Kunci : Hipertensi, Lansia.


Kepustakaan : 20 (2000-2014)
ABSTRAK

Association of Indonesian Gerontologi Medic, mentioned on 2015 elderly in


Indonesia is up to 36 million people or 11,34 % population. In Bandung Regency
on 2012 member of elderly affected by primary hypertension is 62.941 cases (10,4
%). Hypertension often called as silent killer, because it’s including deadly,
diseases that are not accompained by symptoms first as a warning are the victim.
Purpose of this study was to obtains an overview of the clors affecting the
incidence of hypertension in the elderly Bojong Manggu village work area
Puskesmas Pameungpeuk Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung year
2014.
The study is a descriptive research method. Study population at 550 people in
the study sample totaled 62 people. Sample search by purposive sampling.
Techniques of data collection by interview. Data analysis is the univariat analysis.
The result of research described a small past of elderly who have
hypertension is having obesity 15 (24,2 %), more than a half of elderly have a
story of sport ireguler / not sport 45 (72,6 %), most of elderly have a story of net
smoking 55 (88,7 %), Entirely elderly consume excess salt and never consume
alcohol 59 (95,2 %), most of elderly of drink a coffe 48 (77,4 %), then entirely
elderly is has stress 62 (100 %).
Needs a efforts to improce knowledge of the elderly against hypertension
through intensive ecunseling is formed continously with a through medical check
up in Posbindu throughly.

Keyword :Hypertension, Elderly

Book list :20(2000-2014


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara garis besarnya, perkembangan manusia terdiri dari beberapa tahap,

yaitu meliputi kehidupan sebelum lahir, sewaktu bayi, masa kanak-kanak, remaja,

masa dewasa, dan masa lanjut usia (lansia). Tahapan tersebut tidak terlepas pada

kesehatan reproduksi yang merupakan suatu keadaan sejahtera fisik, mental

maupun sosial. Ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi PKRE (Pelayanan

kesehatan reproduksi esensial) yang terdiri dari kesehatan ibu dan anak, keluarga

berencana, kesehatan reproduksi remaja, dan penyakit menular seksual atau

HIV/AIDS dan PKRK (Pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif) meliputi

kesehatan reproduksi pada lansia. Lanjut usia merupakan tahap akhir dari siklus

manusia dan merupakan proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan

dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak
perubahan fisik, reproduksi maupun mental, khususnya kemunduran dalam

berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.(1)

Masalah umum yang dialami lanjut usia yang berhubungan dengan kesehatan

fisik, yaitu rentannya terhadap berbagai penyakit, karena berkurangnya daya tahan

tubuh dalam menghadapi pengaruh dari luar yang akan dialami bersamaan dengan

proses kemunduran akibat proses menua (aging process). Perubahan tersebut

paling banyak terjadi pada wanita karena pada proses menua terjadi suatu fase

yaitu fase menopause. Sebagian besar wanita mulai mengalami gejala menopause

pada usia 40-an dan puncaknya tercapai pada usia 50 tahun yaitu dimana pada

masa menopause ini wanita sudah tidak mengalami haid lagi akibat dari

penurunan produksi hormon estrogen. Sedangkan proses menua pada pria terjadi

suatu fase yaitu fase andropause yang puncaknya tercapai pada usia 60 tahun

akibat dari penurunan atau kekurangan hormon androgen.(2)

Menjadi tua dan menua (aging process) merupakan sebagai gejala

kemunduran fisik dan kemunduran kemampuan kognitif yang sering kali

menimbulkan masalah yang disertai dengan timbulnya berbagai penyakit. Salah

satunya adalah hipertensi. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap

(silent killer), karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan

gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Kalaupun

muncul, gejala tersebut sering kali dianggap gangguan biasa, sehingga korbannya

terlambat menyadari akan datangnya penyakit. Hipertensi masih menjadi masalah

kesehatan pada kelompok lansia. Sebagai hasil pembangunan yang pesat dewasa

ini dapat meningkatkan umur harapan hidup, sehingga jumlah lansia bertambah
tiap tahunnya, peningkatan usia tersebut sering diikiuti dengan meningkatnya

penyakit degeneratif dan masalah kesehatan lain pada kelompok ini. Hipertensi

sebagai salah satu penyakit degeneratif yang sering dijumpai pada kelompok

lansia dan sering timbul berbagai komplikasi, misalnya stroke (perdarahan otak),

penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal.(3)

Adapun faktor-faktor yang yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi

adalah faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. Faktor yang

tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin, riwayat keluarga sedangkan faktor

yang dapat diubah yaitu konsumsi garam makanan yang berlebih, obesitas, stress,

minum-minuman yang beralkohol, minum kopi, merokok, dan olahraga. Untuk

faktor usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga tidak diteliti semua karena faktor

tersebut tidak dapat dirubah, karena merupakan faktor yang terdapat didalam diri

manusia yang tidak bisa dirubah-rubah. Dibandingkan dengan faktor yang diteliti

yaitu faktor konsumsi garam berlebih, obesitas, stress, minum-minuman

beralkohol, minum kopi, merokok, dan olahraga, faktor tersebut dapat dirubah

karena merupakan faktor dari luar sebagai suatu kebiasaan manusia yang berubah-

ubah.(5)

Seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup (AHH), jumlah penduduk

lansia (lanjut usia) atau di atas 60 tahun, diperkirakan akan semakin meningkat.

Data WHO menunjukkan, di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4%

penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1%

wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025.

Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya
berada di negara sedang berkembang, temasuk Indonesia.(3) Sesuai dengan data

WHO bulan September 2011, disebutkan bahwa hipertensi menyebabkan 8 juta

kematian per tahun di seluruh dunia dan 1,5 juta kematian per tahun di wilayah

Asia Tenggara.

Data yang disodorkan Persatuan Gerontologi Medik Indonesia, menyebutkan

pada tahun 2015, jumlah lansia di Indonesia akan mencapai 36 juta orang atau

11,34% dari populasi penduduk. Diperoleh data, angka harapan hidup (AHH)

penduduk di Kabupaten Bandung pada tahun 2006 tercatat pada angka 66,98

tahun, naik pada tahun 2007 menjadi 67,33 tahun, tahun 2008 naik lagi 68,42

tahun, memasuki tahun 2009 menjadi 68,94 tahun, tahun 2010 menjadi 69,40

tahun. Pada tahun 2011 naik lagi menjadi 70,06 dan tahun 2012 menjadi 70,28

tahun. (Sumber : Press Release Humas Setda Kabupaten Bandung). Dari data

yang didapatkan, dikabupaten bandung pada tahun 2012, jumlah lanjut usia yang

terkena hipertensi primer (esensial) sebanyak 62.941 kasus (10,4%). (Profil

Kesehatan Kabupaten Bandung Tahun 2012).

Pos Pembinaan Terpadu atau disingkat Posbindu adalah suatu bentuk

pelayanan yang melibatkan peran serta masyarakat baik dari tenaga kesehatan

maupun kader melalui upaya promotif dan preventif untuk mendeteksi dan

mengendalikan secara dini keberadaan faktor resiko penyakit tidak menular.

Penyakit tidak menular tertentu yang dikendalikan dalam pelayanan Posbindu

adalah hipertensi, Penyakit jantung koroner, diabetes, kanker, penyakit paru

obstruktif kronis, osteoporosis, asam urat, asma, stroke, obesitas, batu ginjal dan

lain-lain. Sasaran Posbindu adalah seluruh masyarakat baik laki-laki atau


perempuan usia diatas 20 tahun yang memiliki atau tidak memiliki faktor resiko.

Manfaat Posbindu adalah mawas diri, membudayakan gaya hidup sehat, mudah

dijangkau, murah dilaksanakan, metodologis, dan bermakna secara klinis.

Pelaksanaan Posbindu hampir sama dengan kegiatan Posyandu pada bayi dan

balita, yang kegiatannya dibagi menjadi 5 meja diantaranya pendaftaran,

wawancara, pengukuran fisik dan pemeriksaan biokimia, konseling dan rujukan,

pencatatan dan pelaporan.

Posbinaan Terpadu Desa Bojong Manggu wilayah Puskesmas Pameungpeuk

Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung memiliki jumlah lansia sebanyak

2.742 orang. Diketahui bahwa lansia yang mempunyai penyakit Hipertensi

sebanyak 550 orang. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai “Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kejadian Hipertensi Pada Lanjut Usia Di Posbindu Desa Bojong Manggu Wilayah

Puskesmas Pameungpeuk Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung Tahun

2014”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian ini

adalah “Bagaimanakah Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kejadian Hipertensi Pada Lanjut Usia Di Posbindu Desa Bojong Manggu

Wilayah Puskesmas Pameungpeuk Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten

Bandung Tahun 2014”.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor - faktor yang

mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia di posbindu desa bojong

manggu wilayah puskesmas pameungpeuk kecamatan pameungpeuk

kabupaten bandung tahun 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran faktor obesitas terhadap kejadian

hipertensi pada lansia di Posbindu Desa Bojong Manggu.

2. Untuk mengetahui gambaran faktor olahraga terhadap kejadian

hipertensi pada lansia di Posbindu Desa Bojong Manggu.

3. Untuk mengetahui gambaran faktor merokok terhadap kejadian

hipertensi pada lansia di Posbindu Desa Bojong Manggu.

4. Untuk mengetahui gambaran faktor konsumsi garam berlebih terhadap

kejadian hipertensi pada lansia di Posbindu Desa Bojong Manggu.

5. Untuk mengetahui gambaran faktor minum-minuman alkohol terhadap

kejadian hipertensi pada lansia di Posbindu Desa Bojong Manggu.

6. Untuk mengetahui gambaran faktor minum kopi terhadap kejadian

hipertensi pada lansia di Posbindu Desa Bojong Manggu.

7. Untuk mengetahui gambaran faktor stress terhadap kejadian hipertensi

pada lansia di Posbindu Desa Bojong Manggu.


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, dan

pengetahuan yaitu untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia di Posbindu Desa Bojong

Manggu Wilayah Puskesmas Pameungpeuk Kecamatan Pameungpeuk

Kabupaten Bandung.

1.4.2 Bagi Puskesmas (khusus Posbindu)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Puskesmas

Pameungpeuk khususnya di Posbindu Desa Bojong Manggu dalam

memberikan informasi kepada penderita hipertensi tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi kejadian hipertensi.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai informasi bagi pembaca untuk menambah wawasan tentang

gambaran faktor - faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada

lansia dan sebagai bahan dasar peneliti lebih lanjut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia

2.1.1 Pengertian

Lanjut usia merupakan bagian dari proses pertumbuhan dan perkembangan

yang akan dialami oleh setiap orang, proses ini dimulai sejak terjadinya konsepsi

dan berlangsung terus menerus sampai mati.

Pengertian usia lanjut dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu usia lanjut

kronologis (kalender) dan usia lanjut biologis. Usia lanjut kronologis adalah

mudah diketahui dan dihitung. Sebaliknya usia biologis adalah usia yang

sesungguhnya dimiliki seseorang, berpatokan pada keadaan jaringan tubuh.(1)

Batasan umur lanjut usia sampai saat ini belum ada kesepakatan,

berdasarkan batasan badan kesehatan dunia (WHO) kelompok lanjut usia adalah

populasi yang berumur 60 tahun atau lebih, sedangkan kelompok usia sangat

lanjut adalah mereka yang berumur 80 tahun atau lebih, di Indonesia berdasarkan

buku pedoman pembinaan kesehatan usia lanjut bagi petugas kesehatan Depkes

RI. Kelompok lanjut usia digolongkan mulai dari 65 tahun yang dibedakan atas

kelompok 65-74 tahun dan 75 tahun atau lebih.


2.1.2 Jenis-Jenis Lansia

Menurut Depkes Republik Indonesia, kelompok lanjut usia dapat dibagi

menjadi:

1. Kelompok usia menjelang lanjut usia atau dalam masa vertilitas (45-54

tahun)

2. Kelompok lanjut usia dalam masa prasenium (55-64 tahun)

3. Kelompok lanjut usia dalam masa senescen (> 65 tahun)

4. Kelompok lanjut usia dengan resiko tinggi (> 70 tahun)

Selo Sumardjan (1998) membagi kelompok usia lanjut beserta kondisi

sosial psikologinya sebagai berikut:

1. Kelompok umur 55-65 tahun

Usia ini cenderung membicarakan hal-hal yang menyangkut masa lalu.

2. Kelompok umur 65-75 tahun

Pada kelompok ini lebih menitikberatkan perhatian dan pemikiran

terhadap keadaan-keadaan sekarang. Mereka lebih banyak memikirkan

kesehatan karena sudah mulai sakit-sakitan.

3. Kelompok umur lebih dari 75 tahun

Umumnya pada usia ini pikirannya lebih banyak tersita pada akhirat,

hal-hal keagamaan atau spiritual.


Menurut WHO, lansia dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:

1. Usia pertengahan (middle age): usia 45-59 tahun

2. Lansia (elderly): usia 60-74 tahun

3. Lansia tua (old): usia 75-90 tahun

4. Usia sangat tua (very old): usia diatas 90 tahun.

2.1.3 Karakteristik Lansia

Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13

tentang kesehatan).

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai

sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi

adaftif hingga kondisi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.1.4 Tipe Lansia

Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-

macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:

1. Tipe arif bijaksana

Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri

dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman,

mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,

dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.


2. Tipe mandiri

Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan

kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan,

serta memenuhi undangan.

3. Tipe tidak puas

Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang

proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan

daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang

disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit

dilayani dan pengkritik.

4. Tipe pasrah

Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,

mempunyai konsep habis “habis gelap datang terang”, mengikuti

kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.

5. Tipe bingung

Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,

merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

2.1.5 Tugas Perkembangan Lansia

Kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas

perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap

sebelumnya. Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut:


1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun

2. Mempersiapkan diri untuk pensiun

3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya

4. Mempersiapkan kehidupan baru

5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial / masyarakat secara

santai

6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

2.1.6 Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia

1. Gangguan sirkulasi darah, seperti hipertensi, kelainan pembuluh darah,

gangguan pembuluh darah di otak (koroner), dan ginjal

2. Gangguan metabolisme hormonal, seperti diabetes mellitus,

klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid

3. Gangguan pada persendian, seperti osteoartritis, gout artriti, ataupun

penyakit kolagen lainnya

4. Berbagai macam neoplasma.

2.2 Hipertensi

2.2.1 Pengertian

Hipertensi atau tekanan darah tinggi, kadang-kadang disebut juga dengan

hipertensi arteri, adalah kondisi medis kronis dengan tekanan darah di arteri

meningkat. Tekanan darah melibatkan dua pengukuran, sistolik dan diastolik,

tergantung apakah otot jantung berkontraksi (sistole) atau berelaksasi diantara

denyut (diastole). Tekanan darah normal pada saat istirahat adalah dalam kisaran

sistolik 100-140 mmHg dan diastolik 60-90 mmHg. Tekanan darah tinggi terjadi
bila terus menerus berada pada 140/90 mmHg atau lebih. Pada populasi lansia,

hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik

90 mmHg.(2)

Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk stroke, infark miokard

(serangan jantung), gagal jantung, dan penyebab penyakit ginjal kronik. Bahkan

peningkatan sedang tekanan darah arteri terkait dengan harapan hidup yang lebih

pendek. Meskipun demikian, obat sering kali diperlukan pada sebagian orang bila

perubahan gaya hidup terbukti tidak efektif atau tidak cukup.(6)

2.2.2 Jenis-Jenis Hipertensi Pada Lanjut Usia

Hipertensi pada usia lanjut dapat dibedakan menjadi:

1. Hipertensi sistolik saja (isolated systolic hypertension), terdapat 6-12

% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada wanita. Insidensi

meningkat dengan bertambahnya umur.

2. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension), terdapat antara 12-14%

penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada pria. Insidensi menurun

dengan bertambahnya umur.

3. Hipertensi sistolik-diastolik, terdapat pada 6-8 % penderita usia lebih

dari 60 tahun, lebih banyak pada wanita. Meningkat dengan

bertambahnya umur.

Hipertensi diklasifikasikan 2 tipe penyebab:

1. Hipertensi esensial (primer atau idiopatik)

Penyebab pasti masih belum diketahui. Riwayat keluarga obesitas diit

tinggi natrium lemak jenuh dan penuaan adalah faktor pendukung.


2. Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang

terindentifikasi lainya.

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi Pada Lanjut Usia

Faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia adalah:

1. Penurunanya kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat

proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi

glomerelo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.

2. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan

bertambahnya usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau

penurunan kadar natrium.

3. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua

akan meningkatakan resistensi pembuluh darah perifer yang

mengakibatkan hipertensi sistolik.

4. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi

endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan

subtansi kimiawi lain yang kemudian meyebabkan resorbi natrium di

tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer

dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.(1)


Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat

dikontrol, antara lain:

1. Faktor resiko yang dapat dikontrol

1) Obesitas

Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori

mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya

aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat

memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu

timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan

pembuluh darah, hipertensi. Obesitas atau kegemukan dimana

berat badan mencapai indeks massa tubuh lebih dari atau sama

dengan 30. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung

dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko

relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih

tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya

normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30%

memiliki berat badan lebih.(7)

2) Olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit

tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat

menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan

darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga

menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan


yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Studi

epidemiologi membuktikan bahwa olahraga secara teratur lebih

dari atau sama dengan 3 kali dalam seminggu dalam waktu 30

menit, memiliki efek anti hipertensi dengan menurunkan

tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada penderita hipertensi.

Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi

karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-

orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung

lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras

pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus

memompa semakin besar pula kekuatan yang mendesak arteri.


(7)

3) Kebiasaan Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok

berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi

maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang

mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif

oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s

Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang

awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak

merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek

merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang

merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan


dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian

ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek

dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.(7)

4) Konsumsi garam berlebih

Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization

(WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat

mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang

direkomendasikan adalah tidak lebih dari 110 mmol (sekitar

2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari atau ≥ ½ sendok

teh per hari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan

konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat.

Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar,

sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya

volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan

meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada

timbulnya hipertensi.(7)

5) Minum alkohol

Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak

jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah.

Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu

faktor resiko hipertensi. Diperkirakan konsumsi alkohol

berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20% dari semua kasus

hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman


berakohol per hari meningkatkan risiko mendapat hipertensi

sebesar dua kali. Bagaimana dan mengapa alkohol

meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas.

Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang,

minum-minuman beralkohol berlebihan akan merusak jantung

dan organ-organ lain.(7)

6) Minum kopi

Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi

mengandung 75–200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir

tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.


(7)

7) Stress

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui

aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan

tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang

berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap

tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka

kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan

dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan

pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang

tinggal di kota. Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh

darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi

aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan


dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik

personal.(7)

2. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol

1) Jenis kelamin

Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia

dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah

umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita.

Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah

menopause.(7)

2) Umur

Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan

darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai

tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda.

Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal

ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai

menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-

benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak

terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi

pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya

perubahan hormon sesudah menopause. Kondisi yang berkaitan

dengan usia ini adalah produk samping dari kehausan

arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan

akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya


arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu

kehilangan daya penyesuaian diri.(7)

3) Keturunan (Genetik)

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan

menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita

hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar

sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium

terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi

mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita

hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga

dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus

hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga

Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk

mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita

hipertensi.(7)

2.2.4 Etiologi Hipertensi Pada Lanjut Usia

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya

perubahan – perubahan pada:

1. Elastisitas dinding aorta menurun

2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3. Kemampuan jantung memompa darah menurun. 1% setiap tahun

sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah

menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.


4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena

kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

2.2.5 Patofisiologi Hipertensi Pada Lanjut Usia

Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer

bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.

Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan

penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya

menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),

mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer.

2.2.6 Manifestasi Klinis Hipertensi Pada Lanjut Usia

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:

1. Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter

yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah

terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

2. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang

menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam

kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai

kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.


Manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu:

1. Mengeluh sakit kepala, pusing

2. Lemas, kelelahan

3. Sesak nafas

4. Gelisah

5. Mual muntah

6. Epistaksis

7. Kesadaran menurun

2.2.7 Komplikasi Hipertensi Pada Lanjut Usia

Dalam perjalanannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat

menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain:

1. Stroke

2. Gagal jantung

3. Ginjal

4. Mata

2.2.8 Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan

mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler. Prinsip pengelolaan penyakit

hipertensi meliputi:
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis

1) Diet

Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB

dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan

aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.

2) Aktivitas

Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan

disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan

seperti berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.

2. Penatalaksanaan Farmakologis

Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:

1) Mempunyai efektivitas yang tinggi

2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal

3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral

4) Tidak menimbulakan intoleransi

5) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien

6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang

Golongan obat–obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi

seperti golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis

kalsium, golongan penghambat konversi rennin angitensin


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Dalam rancangan penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

deskriprif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk

melihat gambaran fenomena yang terjadi didalam suatu populasi tertentu. Pada

umumnya survey deskriptif digunakan untuk membuat penilaian terhadap suatu

kondisi dan penyelenggaraan suatu program di masa sekarang, kemudian hasilnya

digunakan untuk menyusun perencanaan perbaikan program tersebut.(8)

Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesa hanya

menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan. (9) Metode

penelitian ini digunakan untuk mengetahui Gambaran Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pada Lansia.

3.2 Variabel Dan Subvariabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian

suatu penelitian.(9) Variabel dalam penelitian ini adalah Hipertensi pada lansia dan

subvariabel dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian hipertensi pada lansia, yang dalam hal ini dibatasi pada faktor makanan

yang mengandung garam berlebih, obesitas, stress, minum alkohol, minum kopi,

merokok, dan olahraga.


3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau subjek yang diteliti. (8)

Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah

penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi studi atau

penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus. Populasi pada

penelitian ini adalah Lansia yang mempunyai penyakit Hipertensi di Posbindu

Desa Bojong Manggu wilayah Puskesmas Pameungpeuk Kabupaten Bandung

sebanyak 550 orang lansia.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti atau

sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki populasi.(9) Sampel adalah

sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi.(8)

Untuk menentukan sampel dari populasi, peneliti menggunakan rumus

dengan derajat kepercayaan 90% dan derajat kesalahan 10%.(10) Besaran sampel

tersebut adalah:

Zα 2 x P x Q
N=
d2

Keterangan:

Zα : deviat baku alfa (1,96)

P : proporsi kategori variabel yang diteliti (20 %)

Q :1–P

d : presisi (10 %).


Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 62 orang. Hasil

rumusan sebagai berikut:

Zα 2 x P x Q
N=
d2

(1,96)2 x 0,2 x (1−0.2)


¿
0,12

3,8416 x 0,2 x 0,8


= 0,01

0,614656
= 0,01

= 61,4656 ≈ 62

Untuk menentukan sampel yang diambil dari populasi menggunakan

teknik Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel secara purposive

didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,

berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

dengan kriteria:

1. Kriteria Inklusi:

1) Lansia berumur ≥ 55 tahun

2) Masih dapat diajak berkomunikasi

3) Bersedia menjadi sampel

4) Mempunyai riwayat hipertensi

2. Kriteria Eksklusi

1) Sedang mengalami sakit berat pada saat penelitian

2) Tidak berada ditempat saat penelitian


Dari jumlah Sampel yang didapatkan, sampel tersebut akan diambil pada

setiap RW di Posbindu Desa Bojong Manggu yang terdiri dari 10 RW, masing-

masing RW diambil sampel dengan menggunakan Rumus Proporsi:

n
p= xP
N

Keterangan:

P : Proporsi

n : Sampel

N : Populasi

P : Jumlah Lansia per RW

Setelah dilakukan perhitungan pada masing-masing RW, didapatkan

sebanyak:

RW RW RW RW RW RW RW RW RW RW
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10

6 4 6 5 4 8 6 9 8 6
orang orang orang orang orang orang orang orang orang orang

3.4 Kerangka Penelitian

3.4.1 Kerangka Pemikiran

Lanjut usia merupakan tahap akhir dari siklus manusia dan merupakan

proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap

individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan fisik, reproduksi

maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan

yang pernah dimilikinya. Berkurangnya ketajaman panca indra serta mundurnya


daya tahan tubuh merupakan ancaman dari integritas orang lanjut usia. Semua itu

menuntut hal adaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara baik.(1)

Masalah umum yang dialami lanjut usia yang berhubungan dengan

kesehatan fisik, yaitu rentannya terhadap berbagai penyakit, karena berkurangnya

daya tahan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari luar. Hipertensi seringkali

disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang

mematikan, tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai

peringatan bagi korbannya. Kalaupun muncul, gejala tersebut seringkali dianggap

gangguan biasa, sehingga korbannya terlambat menyadari akan datangnya

penyakit. Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan pada kelompok lansia.

Sebagai hasil pembangunan yang pesat dewasa ini dapat meningkatkan umur

harapan hidup, sehingga jumlah lansia bertambah tiap tahunnya, peningkatan usia

tersebut sering diikuti dengan meningkatnya penyakit degeneratif dan masalah

kesehatan lain pada kelompok ini. Hipertensi sebagai salah satu penyakit

degeneratif yang sering dijumpai pada kelompok lansia.(2)

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pada Lansia

adalah faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. Faktor yang

tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin, riwayat keluarga sedangkan faktor

yang dapat diubah yaitu konsumsi garam makanan yang tinggi, obesitas, stress,

minum-minuman yang beralkohol, minum kopi merokok, dan olahraga. Untuk

faktor usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga tidak diteliti semua karena faktor

tersebut tidak dapat dirubah, karena merupakan faktor yang terdapat didalam diri

manusia yang tidak bisa dirubah-rubah. Dibandingkan dengan faktor yang diteliti
yaitu faktor konsumsi garam berlebih, obesitas, stress, minum-minuman

beralkohol, minum kopi, merokok, dan olahraga, faktor tersebut dapat dirubah

karena merupakan faktor dari luar sebagai suatu kebiasaan manusia yang berubah-

ubah.(5)

3.4.2 Kerangka Konsep

Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pada Lansia

Di Posbindu Wilayah Puskesmas Pameungpeuk Kabupaten Bandung

Tahun 2014
Faktor Resiko Yang Dapat
Di Kontrol :

- Obesitas
- Olahraga
- Merokok
- Garam berlebih
- Minum alkohol Kejadian
- Minum kopi Hipertensi
- stress

Faktor Resiko Yang Tidak


Dapat Di Kontrol :

- Jenis kelamin
- Usia
- keturunan

Keterangan:

= : Yang tidak diteliti

= : Yang diteliti. (5)

3.5 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi dan pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena.(11)

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
1 Obesitas Kelebihan Timbangan Dilakukan Obesitas : Ordinal
Berat Badan, Bb Dan Pengukuran ≥ 30
Obesitas Disini Meteran TB BB Dan TB Tidak
Meliputi Obesitas :
Ukuran BB, < 30
TB Dan Body
Mass Indeks.
2 Olahraga Kegiatan Wawancara Checklist Skor 2 : Ordinal
Menggerakkan Teratur
Badan Dengan Skor < 2 :
Gerakan- Tidak Teratur
Gerakan / Tidak
Tertentu Untuk Berolahraga
Menguatkan
Dan
Menyehatkan
Tubuh.
3 Merokok Kegiatan Wawancara Checklist Skor 2 : Ordinal
Menghisap Beresiko
Rokok. Skor < 2 :
Merokok Tidak
Dalam Beresiko
Penelitian Ini
Riwayat
Merokok.
4 Konsum Kebiasaan Wawancara Checklist Skor 2 : Ordinal
Si Garam Mengkonsumsi Beresiko
Berlebih Garam Yang Skor < 2 :
Berlebihan Tidak
Beresiko
5 Alkohol Minuman Wawancara Checklist Skor 2 : Ordinal
Yang Dapat Beresiko
Memabukkan
Dan Dapat
Menyebabkan Skor < 2 :
Ketergantung Tidak
An. Minum Beresiko
Alkohol
Dalam
Penelitian Ini
Meliputi
Riwayat
Minum
Alkohol
6 Minum Kebiasaan Wawancara Checklist Skor 2 : Ordinal
Kopi Mengkonsumsi Beresiko
Minuman Kopi Skor < 2 :
Tidak
Beresiko
7 Stress Gangguan Wawancara Checklist Skor 0-20 : Ordinal
Atau Stress Ringan
Kekacauan Skor 20-40 :
Mental Dan Stress Sedang
Emosional Skor 40-60 :
Yang Stress Berat
Disebabkan
Faktor Dari
Luar Dan
Masalah Itu
Menyebabkan
Perasaan
Tertekan,
Murung,
Bingung,
Cemas,
Berdebar-
Debar, Rasa
Marah,
Dendam, Rasa
Takut, Rasa
Bersalah.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini

menggunakan data primer, melalui wawancara yang diperoleh langsung dari

responden oleh peneliti.

3.7 Rancangan Analisis Hasil Data Penelitian


3.7.1 Rancangan Pengolahan Data

Pengolahan data terkumpul, pengolahan data dilakukan melalui tahapan

berikut:

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Seperti penjumlahan, yaitu menghitung

banyaknya lembar observasi yang telah di isi untuk mengetahui apakah

sesuai dengan jumlah yang ditrntukan dan koreksi.

2. Data coding (pengkodean data)

Data coding adalah pemberian kode numeric (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori.

3. Data entry (pemindahan data kekomputer)

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan

kedalam master tabel atau data base komputer.

4. Data cleaning (pembersihan data)

Data cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang telah

dimasukkan kedalam mesin pengolahan data sesuai dengan yang

sebenarnya.

5. Data output (penyajian data)

Data output adalah hasil pengolahan data.

6. Data analyzing (penganalisaan data)


Data analyzing adalah suatu proses lanjutan dari proses pengolahan

data untuk melihat bagaimana menginter-pretasikan data, kemudian

menganalisis data dari hasil yag sudah ada pada pengolahan data.

3.7.2 Rancangan Analisis Hasil Data Penelitian

Data diolah dengan menggunakan analisis univariat deskriptif yaitu untuk

mengetahui distribusi responden berdasarkan variabel-variabel umum sesuai

dengan yang didapat dalam angket penelitian dan analisa distribusi frekuensi.

Selanjutnya data di interpretasikan menggunakan data kriteria sebagai berikut:

1-5 % : hampir tidak ada

6-24 % : Sebagian kecil

25-49 % : Kurang dari setengahnya

50 % : Setengahnya

51-74 % : Lebih dari setengahnya

75-94 % : Sebagian besar

100 % : Seluruhnya

Analisa univariat yaitu dengan menggunakan analisis presentase untuk

mengetahui distribusi dan proporsi dari variabel-variabel yang diamati. Data hasil

pengamatan diatas dan diringkas dalam bentuk tabel distribusi frekuensi lalu

dihitung proporsinya atau presentasenya dan disajikan dalam bentuk tabel.

Untuk mengetahui variabel-variabel yang diteliti dapat menggunakan

rumus sebagai berikut:


X
P= x 100 %
Ns

Keterangan :

P = Presentase

X = Skor Total Nilai Tiap Responden

Ns = Jumlah Soal

Untuk wawancara yang mengatur faktor garam berlebih terhadap kejadian

hipertensi pada lansia jawaban Ya mendapatkan skor 1 dan jawaban Tidak

mendapatkan skor 0. Analisa data untuk variabel konsumsi garam berlebih

dikategorikan menjadi.

Skor 2 : Beresiko

Skor < 2 : Tidak Beresiko

Analisa data untuk variabel obesitas dikategorikan menjadi dua kategori

dengan menghitung BMI / IMT = BB / TB2.

Obesitas : ≥ 30

Tidak Obesitas : < 30

Untuk wawancara yang mengukur faktor minum alkohol terhadap kejadian

hipertensi pada lansia jawaban Ya mendapatkan skor 1 dan jawaban Tidak

mendapatkan skor 0. Analisa data untuk variabel minum-minuman alkohol

dikategorikan menjadi dua kategori:

Skor 2 : Beresiko
Skor < 2 : Tidak Beresiko

Untuk wawancara yang mengukur faktor merokok terhadap kejadian

hipertensi pada lansia jawaban Ya mendapatkan skor 1 dan jawaban Tidak

mendapatkan skor 0. Analisa data untuk variabel merokok dikategorikan menjadi

dua kategori :

Skor 2 : Beresiko

Skor < 2 : Tidak Beresiko

Untuk wawancara yang mengukur faktor olahraga terhadap kejadian

hipertensi pada lansia jawaban Ya mendapatkan skor 1 dan jawaban Tidak

mendapatkan skor 0. Analisa data untuk variabel olahraga dikategorikan menjadi

dua kategori:

Skor 2 : Beresiko

Skor < 2 : Tidak Beresiko

Untuk wawancara yang mengukur faktor minum kopi terhadap kejadian

hipertensi pada lansia jawaban Ya mendapatkan skor 1 dan jawaban Tidak

mendapatkan skor 0. Analisa data untuk variabel minum kopi dikategorikan

menjadi dua kategori:

Skor 2 : Beresiko

Skor < 2 : Tidak Beresiko


Dan untuk variabel stress, dengan menganalisa seberapa sering penderita

hipertensi mengalami situasi atau gejala yang menunjukkan stress. Kemudian

setelah ditabulasikan, hasil dikategorikan berdasarkan kategori stress menjadi:

Skor antara 0-20 : Stress Ringan

Skor antara 20-40 : Stress Sedang

Skor antara 40-60 : Stress Berat

3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument Penelitian

3.8.1 Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen. Sebelum penelitian peneliti melakukan uji coba

instrument kepada 20 orang responden. Uji coba ini lebih menitikberatkan pada

teknis, yaitu untuk mengetahui tingkat pemahaman responden terhadap instrument

dan mampu menangkap maksud peneliti, memperkirakan waktu yang dibutuhkan

oleh responden dalam mengisi angket dan keandalan instrument. Dalam

perhitungan validitas digunakan metode point biserial correlation, karena hasil

pengukuran dikelompokkan kedalam 2 kategori yaitu benar dan salah atau disebut

juga skala nominal, dengan skor 1 bagi jawaban yang benar dan skor 0 bagi

jawaban yang salah. Untuk menghitung correlation point biserial, digunakan

rumus sebagai berikut:

Mp−Mt p
Rpbi= √
St q
Keterangan:

Rpbi : Koefisien korelasi point biserial

Mp : Mean skor dari subjek-subjek yang menjawab betul

Mt : Mean skor total (skor rata-rata)

St : Standar devisiasi skor total

P : Proporsi subjek yang menjawab betul item tersebut

Q :1-p

Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (dalam hal ini wawancara)

yaitu dengan cara membandingkan antara nilai r hasil dengan r tabel. Keputusan

masing-masing pertanyaan atau variabel dibandingkan nilai r hasil dengan r tabel,

dengan ketentuan:

Valid : r hasil > r tabel

Tidak valid : r hasil < r tabel

Uji Validitas ini telah dilakukan kepada 20 orang di Puskesmas Sudi

Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung pada bulan Mei 2014. Hasil Uji Validitas

Instrumen penelitian diperoleh bahwa dari 30 item pertanyaan terdapat 6 item

pertanyaan yang nilai r hitungnya lebih kecil dari r tabel. n = 30, nilai r tabel =

0,361 yaitu pada nomor 15 (0,000), nomor 17 (0,000), nomor 21 (0,000), nomor

25 (0,219), nomor 26 (-0,172), dan nomor 30 (0,160). Hal tersebut menunjukkan

bahwa keenam pertanyaan tersebut tidak valid untuk dijadikan instrumen

penelitian.
3.8.2 Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk

digunakan sebagai alat pengumpul data kerena instrument tersebut sudah baik.

Pada penelitian ini instrument yang digunakan adalah kuesioner. Pengertian

kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang

ia ketahui. Pengujian reliabilitas instrument dengan Rumus Spearman Brown

sebagai berikut:

Kt St 2 ∑ Pi qi
Ri ¿ K −1 ( St 2 )
Keterangan:

Ri : Reliabilitas instrumen

K : Jumlah item dalam instrumen

Pi : Proporsi banyaknya subjek yang menjawab pada item I

qi : 1- pi

St2 :
Variasi total

Sekumpulan pertanyaan dikatakan reliabel apabila koefisien reliabilitasnya

≥ 0,700. Dasar keputusannya yaitu:

1) Jika r alpha positif, serta r > 0,700 maka faktor atau variabel tersebut

reliable.

2) Jika r alpha negatif, serta r < 0,700 maka faktor atau variabel tersebut tidak

reliable.
Setelah dilakukan reliabilitas diperoleh nilai r hasil yang terletak pada

Cronbach’s Alpha sebesar (0,948) > nilai r tabel (0,700). Maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa dari 24 item pertanyaan tersebut telah memiliki validitas dan

reliabilitas yang kuat sehingga telah layak digunakan sebagai instrumen

wawancara dalam penelitian ini.

3.9 Langkah-Langkah Penelitian

3.9.1 Tahap Persiapan

1. Studi pendahuluan

2. Memilih topik penelitian

3. Penentuan lahan

4. Penyusunan proposal penelitian

5. Uji coba dan perbaikan instrumen

3.9.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian

1. Izin penelitian

2. Pengolahan dan analisa data

3. Pembahasan

3.9.3 Tahap Akhir

1. Penyusunan laporan penelitian

2. Penyajian hasil penelitian

3.10 Tempat Dan Waktu Penelitian

3.10.1 Tempat Penelitian

Lokasi yang digunakan untuk pengumpulan data adalah di Posbindu Desa

Bojong Manggu wilayah Puskesmas Pameungpeuk Kabupaten Bandung.


3.10.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei 2014.

3.11 Etika Penelitian

Sebelum dilakukan penelitian, responden diberikan penjelasan mengenai

tujuan dan menfaat penelitian (informed consent). Selama penelitian ini atau saat

pengumpulan data peneliti menjamin hak-hak responden dengan cara menjamin

kerahasiaan responden, memberi hak-hak untuk menolak dijadikan responden

selama dan sesudah penelitian. Apabila diantara mereka ada yang tidak mau

menjadi responden, maka tidak akan menjadi subjek penelitian tanpa sanksi

apapun, sedangkan jika ada responden yang mengundurkan diri maka responden

dibatalkan tanpa sanksi apapun.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai data-data dari hasil penelitian dan

pembahasan mengenai Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian

Hipertensi Pada Lansia Di Posbindu Desa Bojong Manggu Wilayah Puskesmas

Pameungpeuk Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung Tahun 2014.

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Posbinaan Terpadu Desa Bojong Manggu

Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung. Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini adalah data primer yaitu melalui proses Wawancara tentang

Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pada Lansia.

Sampel yang diambil dengan kriteria lansia yang berusia ≥ 55 Tahun, masih dapat

diajak berkomunikasi, bersedia menjadi sampel, dan mempunyai riwayat

hipertensi. Sampai dengan akhir penelitian diperoleh sampel sebanyak 62 orang.

Dibawah ini dapat dilihat tabel hasil penelitian.

4.1.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi

responden mengenai Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

hipertensi pada lansia meliputi Obesitas, Olahraga, Konsumsi garam berlebih,

Merokok, Minum-minuman alkohol, Minum kopi, dan Stress.


4.1.1.1 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)


Wanita 37 59,7 %

Pria 25 40,3 %
Total 62 100 %

Berdasarkan Tabel 4.1 lebih dari setengahnya responden 37 (59,7 %)

berjenis kelamin wanita, dan kurang dari setengahnya responden 25 (40,3 %)

berjenis kelamin pria.

4.1.1.2 Faktor Obesitas


Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Faktor Obesitas Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Lansia Di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Pameungpeuk
Tahun 2014

IMT Frekuensi Presentase (%)


Obesitas 15 24,2 %

Tidak Obesitas 47 75,8 %


Total 62 100 %

Berdasarkan Tabel 4.2 diatas terlihat bahwa dari 62 responden, sebagian

besar 47 (75,8 %) responden tidak obesitas, sebagian kecil 15 (24,2 %) responden

obesitas.

4.1.1.3 Faktor Olah Raga

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Faktor Olahraga Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Lansia Di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Pameungpeuk
Tahun 2014

Olahraga Frekuensi Presentase (%)


Teratur 17 27,4 %

Tidak Teratur 45 72, 6 %


Total 62 100 %

Berdasarkan Tabel 4.3 diatas terlihat bahwa dari 62 responden, terdapat

lebih dari setengahnya 45 (72,6 %) responden tidak teratur dalam berolahraga /

tidak berolahraga dan kurang dari setengahnya 17 (27,4 %) responden yang

teratur berolahraga.

4.1.1.4 Faktor Merokok

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Faktor Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Lansia Di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Pameungpeuk
Tahun 2014

Merokok Frekuensi Presentase (%)


Beresiko 7 11,3 %

Tidak Beresiko 55 88,7 %


Total 62 100 %

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas terlihat bahwa dari 62 responden, sebagian

besar 55 (88,7 %) responden tidak merokok (tidak beresiko) dan sebagian kecil 7

(11,3 %) responden yang merokok (beresiko).

4.1.1.5 Faktor Konsumsi Garam Berlebih

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Faktor Konsumsi Garam Berlebih Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Lansia Di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas
Pameungpeuk Tahun 2014

Garam Berlebih Frekuensi Presentase (%)


Beresiko 62 100 %

Tidak Beresiko 0 0%
Total 62 100 %

Berdasarkan Tabel 4.5 diatas terlihat bahwa dari 62 responden, seluruhnya

62 (100 %) responden mengkonsumsi garam yang berlebihan (beresiko).

4.1.1.6 Faktor Minum-Minuman Alkohol

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Faktor Minum Alkohol Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Lansia Di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Pameungpeuk
Tahun 2014
Minum Alkohol Frekuensi Presentase (%)
Beresiko 3 4,8 %

Tidak Beresiko 59 95,2 %


Total 62 100 %

Berdasarkan Tabel 4.6 diatas terlihat bahwa dari 62 responden, seluruhnya

59 (95,2 %) responden tidak mengkonsumsi minuman alkohol (tidak beresiko)

dan hampir tidak ada 3 (4,8 %) responden yang mengkonsumsi minuman alkohol

(beresiko).

4.1.1.7 Faktor Minum Kopi

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Faktor Minum Kopi Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Lansia Di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Pameungpeuk
Tahun 2014

Minum Kopi Frekuensi Presentase (%)


Beresiko 14 22,6 %
Tidak Beresiko 48 77,4 %
Total 62 100 %

Berdasarkan Tabel 4.7 diatas terlihat bahwa dari 62 responden, sebagian

besar 48 (77,4 %) responden tidak minum kopi (tidak beresiko) dan sebagian kecil

14 (22,6 %) responden minum kopi (beresiko).

4.1.1.8 Faktor Stress

Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Faktor Stress Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Lansia Di Posbindu Wilayah Kerja Puskesmas Pameungpeuk
Tahun 2014

Stress Frekuensi Presentase (%)


Stress Ringan 62 100 %

Stress Sedang 0 0%

Stress Berat 0 0%
Total 62 100 %

Berdasarkan Tabel 4.8 diatas terlihat bahwa dari 62 responden, seluruhnya

62 (100 %) responden mengalami stress ringan.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Faktor Obesitas

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 62 responden, sebagian

besar 47 (75,8 %) responden tidak mengalami obesitas, dan sebagian kecil 15

(24,2 %) responden mengalami obesitas.


Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi

penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan

meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat

memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah,

hipertensi. Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa

tubuh lebih dari atau sama dengan 30. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi

langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif

untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan

sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.(7)

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa obesitas

merupakan ciri khas dari populasi hipertensi dan telah dibuktikan pula bahwa

faktor ini merupakan kaitan erat dengan terjadinya hipertensi karena daya pompa

jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih

tinggi dibandingkan dengan penderita hipertensi dengan berat badan normal.

Meskipun faktor obesitas merupakan kaitan erat dengan kejadian hipertensi,

dalam penelitian ini hanya sebagian kecil lansia yang mengalami obesitas.

4.2.2 Faktor Olahraga

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 62 responden, terdapat

lebih dari setengahnya 45 (72,6 %) responden tidak teratur dalam berolahraga /

tidak berolahraga dan kurang dari setengahnya 17 (27,4 %) responden yang

teratur berolahraga.
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak

menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer

yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung

sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih

berat karena adanya kondisi tertentu. Studi epidemiologi membuktikan bahwa

olahraga secara teratur lebih dari atau sama dengan 3 kali dalam seminggu dalam

waktu 30 menit, memiliki efek anti hipertensi dengan menurunkan tekanan darah

sekitar 6-15 mmHg pada penderita hipertensi. Kurangnya aktivitas fisik menaikan

risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk.

Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan

otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin

keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuatan yang

mendesak arteri.(7)

Meskipun demikian, dari hasil penelitian ini lebih dari setengahnya

responden tidak teratur dalam berolahraga / tidak berolahraga. Hal ini dapat

disebabkan oleh faktor pekerjaan sebagai pedagang, dan wiraswasta yang menurut

mereka tidak pernah punya waktu untuk berolahraga. Padahal olahraga sangat

berpengaruh besar terhadap penurunan tekanan darah bagi penderita hipertensi.

4.2.3 Faktor Merokok

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 62 responden, sebagian

besar 55 (88,7 %) responden tidak merokok (tidak beresiko) dan sebagian kecil 7

(11,3 %) responden merokok (beresiko).


Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat

dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya

stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort

prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital,

Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat

hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5%

subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih

dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun.

Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada

kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.(7)

Berdasarkan hasil penelitian, keseluruhan dari semua responden baik

wanita maupun pria, bahwa terdapat sebagian besar responden tidak beresiko dan

sebagian kecil responden merokok. Klien dengan hipertensi harus sebisa mungkin

menghindari rokok karena rokok dapat menyebabkan peningkatan darah dalam 2-

10 menit setelah dihisap. Sesuai dengan teori bahwa merokok dapat meningkatkan

tekanan darah dan resiko komplikasi kardiovaskuler.

4.2.4 Faktor Konsumsi Garam Berlebih

Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 62 responden, seluruhnya

62 (100 %) responden mengkonsumsi garam yang berlebihan.

Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)

merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya

hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 110
mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari atau ≥ ½ sendok teh

per hari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di

dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler

ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya

volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,

sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.(7)

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa hampir

seluruh responden dengan tekanan darah tinggi mengkonsumsi garam yang

berlebihan (≥ ½ sendok teh per hari). Sesuai dengan teori bahwa konsumsi

natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan

ekstraseluler meningkat. Klien hipertensi sebaiknya menghindari makanan cepat

saji, dan bergaram tinggi serta lebih baik memilih makanan yang direbus, dikukus

atau dibakar.

4.2.5 Faktor Minum-Minuman Alkohol

Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 62 responden, seluruhnya

59 (95,2 %) responden tidak mengkonsumsi minuman alkohol (tidak beresiko)

dan hampir tidak ada 3 (4,8 %) responden yang mengkonsumsi minuman alkohol

(beresiko).
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung

dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol

berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi. Diperkirakan konsumsi

alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20% dari semua kasus hipertensi.

Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol per hari meningkatkan

risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana dan mengapa alkohol

meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas. Namun sudah menjadi

kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum-minuman beralkohol berlebihan

akan merusak jantung dan organ-organ lain.(7)

Sesuai dengan teori alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah

dan secara keseluruhan semakin banyak alkohol yang diminum semakin tinggi

takanan darah. Meskipun demikian, pada penelitian ini bahwa seluruhnya

responden tidak mengkonsumsi minuman alkohol.

4.2.6 Faktor Minum Kopi

Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 62 responden, sebagian

besar 48 (77,4 %) responden tidak minum kopi (tidak beresiko) dan sebagian kecil

14 (22,6 %) responden minum kopi (beresiko).


Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi

mengandung 75–200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi

meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.(7)

Dalam penelitian ini, dari keseluruhan responden baik wanita maupun pria

sebagian besar tidak mengkonsumsi minuman kopi sehingga tidak beresiko dalam

peningkatan tekanan darah, dan sebagian kecil responden mengkonsumsi

minuman kopi yang beresiko terhadap peningkatan tekanan darah.

4.2.7 Faktor Stress

Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 62 responden, seluruhnya

62 (100 %) responden mengalami stress ringan.

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak

menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah

menetap tinggi. Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan

curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres

ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik

personal.(7)

Teori mengatakan frekuensi hipertensi meningkat pada individu yang

sering mengalami stress, respon klien dengan hipertensi berbeda dengan respon

klien yang tidak mengalami hipertensi. hipertensi lebih mudah menyerang kaum

pria dari pada wanita karena pria banyak memiliki faktor pendorong seperti stress.

Biasanya pada penderita hipertensi tekanan lebih tinggi dengan peningkatan


stress, yang timbul dari tuntutan pekerjaan, hidup dalam lingkungan kriminal,

kehilangan pekerjaan dan pengalaman yang mengancam nyawa. Sehingga pada

penelitian ini seluruhnya responden mengalami stress ringan yang mungkin

memiliki faktor pendorong pada tuntutan pekerjaan dan faktor lainnya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada

bab IV, maka dapat disimpulkan mengenai gambaran faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia di posbindu desa bojong manggu

wilayah puskesmas pameungpeuk kecamatan pameungpeuk kabupaten bandung

tahun 2014. Adapun dari beberapa sub variabel yang dapat ditarik kesimpulan

antara lain:

1. Sebagian kecil lansia yang memiliki hipertensi mempunyai berat badan

obesitas.

2. Lebih dari setengahnya lansia yang memiliki hipertensi mempunyai riwayat

tidak teratur dalam berolahraga / tidak berolahraga.

3. Sebagian besar lansia yang memiliki hipertensi mempunyai riwayat tidak

merokok.

4. Seluruhnya lansia yang memiliki hipertensi mengkonsumsi garam yang

berlebihan.

5. Seluruhnya lansia yang memiliki hipertensi tidak mengkonsumsi minum-

minuman alkohol.

6. Sebagian besar lansia yang memiliki hipertensi tidak minum kopi.

7. Seluruhnya lansia yang memiliki hipertensi mengalami stress ringan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan gambaran faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia di posbindu desa bojong manggu


wilayah puskesmas pameungpeuk kecamatan pameungpeuk kabupaten bandung

tahun 2014, penulis menyarankan sebagai berikut:

5.2.1 Bagi Puskesmas (Khususnya Posbindu)

Diharapkan bagi posbindu agar lebih mengaktifkan kembali posbindu pada

lansia, memberikan informasi dan perlu adanya upaya-upaya untuk meningkatkan

pengetahuan lansia terhadap hipertensi melalui penyuluhan yang lebih intensif

dilakukan secara kontinyu dengan pemeriksaan kesehatan yang menyeluruh di

setiap posbindu.

5.2.2 Bagi Peneliti Lain

Diharapkan bagi peneliti lain agar melakukan penelitian lebih lanjut

tentang faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian hipertensi yang

belum dibahas dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Darmodjo. Buku Ajar Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI; 2000.

2. Prawirohardjo S. Menopause dan Andropause. Jakarta: YBP-SP; 2003.

3. Palmer. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Erlangga; 2007.

4. Departemen Kesehatan RI, 2012. Profil Kesehatan Kabupaten Bandung

Tahun 2012. Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung.

5. Horison. Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC; 2000.

6. Gunawan. Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia; 2010.

7. Irawan. Waspadai Hipertensi Dan Diabetes Melitus. Bandung: Cahaya

Remadja; 2010.

8. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;

2010.

9. Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta; 2010.

10. Dahlan S. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta: Salemba

Medika; 2009.

11. Hidayat. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta:

Salemba Medika; 2011.

12. Arikunto. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta; 2005.


13. Azizah. Keperawatan Lansia. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011.

14. Dahlan S. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba

Medika; 2012.

15. Robert K. Terapi Hipertensi. Bandung: PT Mizan Pustaka; 2010.

16. Sugiyono. statistik untuk penelitian. bandung: alfabeta, cv; 2013.

17. Sustrani. Hipertensi. Jakarta: PT Gramedia; 2006.

18. Tara. Terapi Hipertensi. Jakarta: Restu Agung Dan Tara Media; 2004.

19. Proverawati A. Menapause dan Sindrome Premenopause. Yogyakarta:

Nuha Medika; 2010.

20. STIKES BHAKTI KENCANA, 2014. Pedoman Penulisan Karya Tulis

Ilmiah, Bandung, STIKes Bhakti Kencana.

LEMBAR KONSULTASI KTI

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BHAKTI KENCANA BANDUNG

Tanggal / Materi Bimbingan Saran Dan Paraf


No Hari Perbaikan Pembimbing
1 08-01-14 Pengajuan Judul dan Pengambilan Judul
Teknik Bimbingan sesuai topik yang
diinginkan dan sesuai
kemampuan
2 11-01-14 BAB I, II, III Perubahan Judul
3 23-01-14 BAB I, II, III Perbaiki Definisi
Operasionalnya
4 04-02-14 BAB I, II, III Perbaiki DO, Rumus
Besar Sampel
5 21-03-14 BAB I, II, III Rumus Besar Sampel
dan Cara Penulisan
6 24-03-14 BAB I, II, III Rumus Besar Sampel,
Inklusi, Ekslusi, DO
7 16-03-14 BAB III DO, Format
Wawancara, Teknik
Sampel
8 22-05-14 BAB III Perbaiki Hasil Ukur
dan DO
9 23-05-14 BAB III Perbaiki Hasil Ukur
10 26-05-14 Format Wawancara Uji Validitas
11 28-05-14 Hasil Uji Validitas Lanjut Ambil Data
Penelitian
12 31-05-14 BAB 1V, V Perbaiki hasil ukur
obesitas, Tabel pada
bab IV, simpulan dan
saran, Lanjut Abstrak
13 02-06-14 BAB 1V, V, Abstrak Dirubah Kesimpulan
dan Saran
14 03-06-14 BAB V, Abstrak Perbaiki Kesimpulan
dan Abstrak
15 05-06-14 Lengkapi ACC Sidang
Keseluruhan

LEMBAR KONSULTASI KTI

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BHAKTI

KENCANA

BANDUNG

Nama : Maya Fitri Yanti

NPM : CK.1.11.118

Pembimbing II: Ning Hayati, S.ST

Judul KTI : Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian


Hipertensi Pada Lanjut Usia (≥ 55 Tahun) Di Posbindu Wilayah
Puskesmas Pameungpeuk Kabupaten Bandung Tahun 2014

No Tanggal / Materi Bimbingan Saran Dan Paraf


Hari Perbaikan Pembimbing
1 08-01-14 Pengajuan Judul Dan Pengambilan Judul
Teknik Bimbingan Disesuaikan Dengan
Topik Yang
Diinginkan Dan
Sesuai Kemampuan
2 11-01-14 BAB I, III Perbaiki BAB I
3 13-01-14 BAB I Pertimbangkan Untuk
Pengambilan Tempat
Penelitian
4 13-02-14 BAB I, II, III Perbaiki Tujuan
Khusus, Kerangka
Konsep, DO
5 18-03-14 BAB III DO Lebih Spesifik
dan Operasional, Buat
Panduan Wawancara
6 20-03-14 BAB III, Panduan Statment Yang
Wawancara Overlap Dihapuskan
7 24-03-14 Wawancara Statment Intro
Disesuaikan Dengan
Topik Hipertensi Pada
Lansia
8 15-05-14 Wawancara Lanjutkan Uji
Validitas
9 31-05-14 Hasil Uji Validitas Hapus yang tidak
valid, lanjut penelitian
10 02-06-14 BAB IV, V Perbaiki Kesimpulan
dan Abstrak
11 05-06-14 Keseluruhan ACC Sidang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Maya Fitri Yanti


NIM : CK.1.11.118
Alamat : Jl.Palembang-Jambi Km 209, Desa Mendis Rt 03
Rw 05 Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi
Banyuasin, Kode Pos 30756.
Tempat Tanggal Lahir : Lampung, 12 Maret 1994
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri I Mendis : Tahun 1999-2005
2. SMP Negeri I Bayung Lencir : Tahun 2005-2008
3. SMA Negeri I Bayung Lencir : Tahun 2008-2011
4. STIKes Bhakti Kencana Bandung : (DIII Kebidanan Tahun 2011-2014)

Anda mungkin juga menyukai