Anda di halaman 1dari 5

umat, 02 Desember 2011

KOHATI; HMI WATI DAN DINAMIKA GERAKAN


PEREMPUAN

Dalam teater kemanusiaan, diskursus


mengenai perempuan sudah ada sejak manusia itu dilahirkan, baik status, tugas,
juga hak dan kewajiban. Perkembangan pemikiran seiring dengan paradigma
masyarakat pada masanya (gradual), begitu dalam dengan masalah perempuan.

Pada awalnya tugas dan peranan perempuan berada pada bidang mengurusi anak,
rumah dan sekitarnya (domestik) kemudian kini mulai merambah pada sektor publik.
Isu marginalisasi satu jenis dari lainnya serta beberapa perilaku ketidak adilan
menjadi headline pembicaraan masyarakat. Begitu pula halnya dengan Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI). (1)

Sejak berdirinya, kontribusi besar perempuan sudah nampak. Hal itu dapat dilihat
pada sosok dan peran aktif dua orang hawa yaitu Maesaroh Hilal dan Siti Zaenah1
yang secara struktural terlibat dalam kepengurusan (Maesaroh Hilal bendahara II).
Kemudian menyusullah HMI-Wati lainnya seperti Tejaningsih, Siti Baroroh Bried, dan
Tujimah. Mereka adalah inang–inang pengasuh HMI pada awal kelahiran KOHATI . (2)

Dari tahun ke tahun, pase ke pase berikutnya aktifitas dan peran HMI-
Wati include dalam rangkaian kegiatan organisatoris HMI dengan mengikuti
dinamikanya mulai dari revolusi fisik, mempertahankan kedaulatan sampai dengan
pemberontakan PKI. Pada masa orde lama, orde baru dan reformasi, internal
organisasi, secara nominal, data base anggota HMI terus meningkat. The sleeping
giant mungkin julukan yang dapat dilekatkan pada HMI- Wati saat itu karena potensi
yang sangat besar yang dimiliki, akan tetapi perempuan hanya menjadi objek
pengkaderan saja di HMI. 

Masalah-masalah kewanitaan di HMI semula kurang mendapat porsi pengarapan


yang wajar. Kegiatan-kegiatan HMI-Wati hanya ditampung dalam bentuk seksi atau
departemen keputrian. Dalam kaderisasi informal, HMI-Wati ditempatkan pada
bagian- bagian yang kurang strategis (seksi komsumsi, perlengkapan, paling tinggi
sekretaris) untuk menunjukkan peran dan potensi mereka yang sebenarnya, jarang
sekali HMI-Wati diposisikan pada bagian yang layak disandang. 

Secara kualitas, kader kader HMI-Wati memiliki potensi besar untuk itu, tapi budaya
patriarki yang masih merambah dalam aktifitas HMI sehingga menyulitkan HMI-Wati
untuk tumbuh dan berkembang. Belum lagi image tentang kiprah aktivis perempuan
yang dibatasi oleh perspektif lingkungan sekitarnya pun membuat HMI-Wati makin
tertinggal dalam hal kaderisasi. HMI secara organisasi memiliki konsep pengkaderan
yang sangat mapan di bandingkan dengan organisasi pemuda lainnya, seharusnya
tidak memandang bulu dalam menjalankan roda organisasi. Tetapi segala bentuk
kemapanan akan melahirkan pergolakan HMI-Wati mulai sadar bahwa potensi
mereka perlu ditingkatkan dari hanya sekedar objek menjadi subjek, sehingga
mereka dapat mengembangkan diri secara khusus dan dibutuhkan adalah sebuah
wadah akselerator tersendiri bagi kaderisasi HMI-Wati, dengan tidak menafikkan
ruang yang sudah ada. (3)

Maka lahirlah ide pembentukan KOHATI. Gagasan pembentukan KOHATI lahir pas
musyawarah kerja HMI Jaya pada tanggal 12 desember 1965 dengan maksud lebih
meningkatkan kualitas dan kuantitas anggota HMI Putri dan ikut serta dalam
melaksanakan cita- cita perjuangan bangsa melalui satu wadah dan membentuk
HMI-WAti menjadi kader- kader yang peduli pada organisasi kemasyarakatan, sosial
politik serta bidang kewanitaan.(4)
Kemudian KOHATI dikukuhkan dengan surat keputusan no 239/A/Sek/1966
tertanggal 11 juni tentang pembentukan Korp HMI Wati.
Untuk sementara korp ini dibentuk dalam tingkatan cabang, komisariat dan rayon
dengan status semi otonom. Pembentukan KOHATI secara nasional dilaksanakan
pada kongres VII HMI di Surakarta tanggal 10-17 september 1966, dalam sub komisi
musyawarah HMI-Wati telah memtuskan mendirikan Korps HmI-Wati disingkat
KOHATI tanggal 17 september 1966.(5)

Dalam buku lain dijelaskan latar belakang berdirinya KOHATI karena situasi politik
akibat meletusnya Gestapu /PKI. Untuk mempersatukan seluruh guna menumpas
kekuatan gerakan 30 september, muncullah kesatuan kesatuan aksi termasuk
Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI). Dan sebagai perwakilan HmI-Wati
dibentuklah KOHATI. Selain itu situasi intern HMI sendiri, didirikan lembaga-lembaga
khusus yang bertujuan mengembangkan keahlian dari anggotanya. Lahirlah
KOHATI dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan serta
pembinaan HMI-Wati di bidang kewanitaan baik intern maupun ekstern HMI. 

Agusalim dalam makalah yang disampaikan pada seminar sejarah KOHATI di


Yogyakarta 19-20 november 1982, memaparkan bahwa yang menjadi latar belakang
berdirinya KOHATI adalah:
1. Karena semangat dan jiwa islam yang tertanam pada setiap anggota HMI-
Wati yang menempatkan wanita pada tempat wajar. 
2. Karena semangat dan realisasi emansipasi wanita yang diperjuangkan oleh
RA Kartini. 
3. Karena tuntutan HMI sendiri, karena secara kuantitas maupun kualitas
memungkinkan sekali mendirikan KOHATI sebagai badan khusus yang bergerak di
bidang kewanitaan. 
4. Kondisi intern yaitu dengan berdirinya sebagai korp di kalangan angkatan
bersenjata, memacu semangat HMI-Wati mendirikan wadah sejenis. 
5. Faktor politik, agar HMI-Wati ikut bersama kelompok wanita lain bekerjasama
menumpas Gestapu/ PKI.
6. Karena berdirinya lembaga –lembaga khusus dalam HMI seperti LDMI, LKMI,
LSMI, LPMI, LAPMI, dan lain lain. 
7. Dalam rangka peningkatan dan pengembangn kegiatan dan pembinaan HMI-
Wati di bidang kewanitaan dalam rangka pembentukan kader HMI-Wati sebagai
patriot komplit. 
Seperti yang dilaporkan PB HMI bahwa perkembangan KOHATI sangat cepat
karena HMI sebagai induknya sudah ada di berbagai cabang, komisariat, rayon di
Indonesia. Pada usianya yang kedua setengah tahun, KOHATI berhasil membentuk
70 cabang dari 110 cabang HMI. 

Dari perkembangan ini, dibeberapa tempat konflik organisatoris disebabkan adanya


penyempurnaan organ KOHATI. Konflik tersebut timbul karena HMI kurang mampu
mengelola organisasi dengan baik, sehingga KOHATI terdorong kearah eksklusif.
Hal ini pun diakui KOHATI sendiri. Akibatnya dibeberapa cabang terjadi “salah
tindak” dan “salah pengertian” antar HMI-Wan dan HMI-Wati yang menimbulkan
penilaian negatif terhadap KOHATI, seperti anggapan bahwa HMI- Wati
mengalami eksklusifisme dan sentrifugalisme. 

Akibatnya HMI mengangap KOHATI ingin melepaskan diri dari HmI, ini semua
terjadi karena kurangnya koordinasi HMI. Adalah sangat wajar apabila sebuah
komunitas yang heterogen dipertanyakan masalah keterbukaan terhadap eksponen
diluar komunitasnya. Terlebih lagi tidak semua HMI-Wati masuk dan beraktifitas
didalam wadah KOHATI. Bukan berarti berbicara KOHATI menafikan peran HMI-
Wati di luar struktur akan tetapi secara organisatoris, berbicara KOHATI adalah
berbicara kebutuhan dan kepentingan HMI-Wati. Dan peran mereka pun patut
diperhitungkan tidak dapat dipungkiri, terkadang HMI-Wati tidak mengerti lembaga
KOHATI dan sering kali mereka mengangap badan khusus ini “menganggu” aktivitas
HMI-Wati. Seyogyanya semua permasalahan organisasi ini diselesaikan dengan
mekanisme organisasi. 
Pada perkembangan selanjutnya, berlandaskan ideologi pembebasan, beberapa
cabang HMI di daerah menguji cobakan bentuk bentuk baru dari wadah KOHATI,
seperti bidang keadilan gender (wilayah Jawa Tengah), lembaga peningkatan
partisipasi HmI- Wati (Karawang), bidang peningkatan gender (Ciputat ), dan wadah
wadah lain. Hal hal tersebut merupakan euphoria dan pesatnya pemikiran tentang
kemandirian perempuan. HMI-Wati menempatkan dirinya untuk mengadopsi
pemikiran dari luar dengan berakar pada budaya bangsa sebagaimana yang ditulis
oleh mbak Aniswati M Kamaludin, seorang tokoh HMI-Wati: 
1. KOHATI dituntut untuk tumbuh menjadi putra putri islam yang berpendidikan
tinggi
2. KOHATI dituntut untuk tumbuh menjadi istri- istri yang bijaksana, kekasih
suami yang serba bisa,
3. KOHATI dituntut untuk menjadi ibu ibu yang bisa membina anak anaknya
menjadi insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bertakwa kepada Allah SWT. 
4. KOHATI dituntut untuk menjadi wanita-wanita dinamis, kreatif dan sadar
bahwa ia adalah masyarakat yang mempunyai tanggung jawab terhadap
pembangunan bangsa dan negaranya. 
Upaya trial dan error tersebut membuktikan bahwa kepentingan anggota harus
diakomodir oleh satuan organisasi yang menyuntingkanya, dan untuk mengatur
relasasi antar HMI-Wan dan HMI-Wati harus mengunakan jalur konstitusi dengan
memandang perlu dengan arti kebijakan lokal cabang setempat. 

Dalam perkembangan selanjutnya, KOHATI secara organisatoris merupakan badan


pembantu HMI setingkat sebagai perpanjangan tangan mewujudkan tujuan HMI. 
1. Untuk internal organisasi HMI, periode pertama KOHATI adalah menata
wadah atau konsolidasi, bagi segi struktur operasional maupun personil. 
2. Disektor eksternal HMI, KOHATI berperan sebagai LSM Perempuan dan ikut
serta berperan aktif dalam federasi organisasi keperempuanan di masing masing
tingkatanya. KOHATI duduk di forum kerja sama wanita sekber Golkar, KAWI,
BKOW (Badan Koordinasi Organisasi Wanita) dan PEMIAT (Persatuan Mahaiswa
Islam Asia Tenggara). Kemudian tahun tahun berikutnya KOHATI bergabung
dengan KOWANI dan BMOWI (Badan Musyawarah Organisasi Wanita Islam )
bahkan sejak KOHATI ikut bergabung dalam federasi tersebut, kader kader terbaik
KOHATI menjadi pengurus organisasi tersebut di tahun tahun berikutnya sampai
dengan hari ini. Dimensi eksternal KOHATI pun menyentuh spektrum internasional.
Hal tersebut terlihat dengan keterlibatan KOHATI sebagai peninjau bahkan peserta
penuh dalam even even internasional (Internasional Seminar, Peace Youth
Foundation, AMSEC Meeeting, dll. 

Ini membuktikan bahwa kiprah KOHATI terbukti berhasil. Dan dibawah koordinasi
kementrian negara pemberdayaan perempuan dan LSM Perempuan, KOHATI ikut
serta berpartisipasi dalam kegiatan kegiatan pemberdayaan perempuan. Setelah
selesai mengabdi di HMI, peranan HMI-Wati terus menerus tanpa henti, aktivitas
KOHATI bermunculan di yayasan yang bergerak di bidang sosial, pendidikan dan
kewanitaan bahkan ada yang bergerak di bidang bisnis, travel, jurnalistik, catering,
dll. 
Bahkan dunia politikpun di gandrungi oleh alumni KOHATI. Dan senior KOHATI pun
membentuk sebuah forum yang hampir sama dengan KAHMI dengan nama Forum
Alumni Kohati (FORHATI) pada tanggal 12 desember 1998 di Jakarta.  

Daftar Bacaan 
         Sitompul, Agusalim, Histiografi Himpunan mahasiswa Islam (HmI) tahun 1947-
1993, (Jakarta : intermasa, 1995 ) 
       .……………….., Menyatu Dengan Umat Menyatu Dengan Bangsa, Pemikiran
Keislaman Keindonesiaan HMI (1947-1997 ), (Jakarta, Logos, 2002) 
               KOHATI PB Periode 1994- 1996, KOHATI Dalam Sejarah 1966-1994 

Footnotes 
1. Agusalim sitompul, Histiografi Himpunan mahasiswa Islam Tahun 1947-1993,
(Jakarta : Intermassa, 1995), hal 75 
2. Ibid, hal 209 
3. Agusalim sitompul, Menyatu Dengan Umat Menyatu Dengan Bangsa,
Pemikiran Keislaman Keindonesiaan HmI 1947-1997, (jakarta :logos,2002), hal 229-
230
4. Korps HMI Wati Dalam Sejarah,1966-1994, KOHATI PB HMI Periode 1994-
1996 (Jakarta), hal 13 
5. Agusalim, Histiografi, Op.Cit, hal 210-211. 
6. Ibid, hal 174 7. Ibid, hal 210 
7. Agusalim, Menyatu Dengan Umat, Op, Cit, hal 230 
8. Agusalim, histiografi, Op, Cit, hal 176

Anda mungkin juga menyukai