Anda di halaman 1dari 17

HEALTH EDUCATION Juni 2021

TUBERKULOSIS PARU ANAK

Nama : Aliyah Rezky Fahira


No. Stambuk : N 111 20 025
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp. A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA
PALU
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Aliyah Rezky Fahira


No. Stambuk : N 111 20 025
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Judul Refarat : Tuberkulosis Paru Anak

Bagian Ilmu Kesehatan Anak


RSUD UNDATA
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, Juni 2021

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Dokter Muda

dr. Suldiah, Sp.A Aliyah Rezky Fahira

2
BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium


tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer. TB merupakan penyakit infeksi yang sudah sangat lama dikenal manusia,
setua peradaban manusia. Pada awal penemuan obat antituberkulosis (OAT),
timbul harapan penyakit ini akan dapat ditanggulangi. Namun dengan perjalanan
waktu terbukti penyakit ini tetap menjadi masalah kesehatan yang sangat serius,
baik dari aspek gangguan tumbuh-kembang, morbiditas, mortalitas, dan
kecacatan. Dengan meluasnya kasus HIV-AIDS, tuberkulosis mengalami
peningkatan bermakna secara global. Indonesia menduduki peringkat ke-tiga
dunia dari jumlah total pasien TB setelah India dan Cina. Namun dari proporsi
jumlah pasien dibanding jumlah penduduk, Indonesia menduduki peringkat
pertama. TB anak yang tidak mendapat pengobatan yang tepat akan menjadi
sumber infeksi TB pada saat dewasanya nanti.1

Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus


TB anak per tahun adalah 5-6% dari total kasus TB. Berdasarkan laporan tahun
1985, dari 1261 kasus TB anak berusia <15 tahun, 63% diantaranya berusia <5
tahun. Di negara berkembang, TB pada anak berusia <15 tahun adalah 15% dari
seluruh kasus TB, sedangkang di negara maju, angkanya lebih rendah, yaitu 5-
7%.2

Diagnosis TB anak terutama didasarkan pada penemuan klinis dan


radiologis, yang keduanya seringkali tidak spesifik. Diagnosis TB anak ditentukan
berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin,
foto thoraks, dan pemeriksaan laboratorium. Adanya riwayat kontak dengan
pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin positif, gejala dan tanda sugestif
TB, dan foto thoraks yang mengarah pada TB (sugestif TB), merupakan dasar
untuk menyatakan anak sakit TB melalui sistem skoring.2

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak
adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun.5

b. Epidemiologi
Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus
TB anak per tahun adalah 5-6% dari total kasus TB. Berdasarkan laporan
tahun 1985, dari 1261 kasus TB anak berusia <15 tahun, 63% diantaranya
berusia <5 tahun. Di negara berkembang, TB pada anak berusia <15 tahun
adalah 15% dari seluruh kasus TB, sedangkang di negara maju, angkanya
lebih rendah, yaitu 5-7%.2

c. Faktor Resiko
Adapun faktor risiko infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan
orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis,
kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (hygiene dan sanitasi tidak baik),
dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan
lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada
anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius,
terutama dengan BTA positif. Berarti, bayi dari seorang ibu dengan BTA
sputum positif memiliki risiko tinggi terinfeksi TB.2 Pasien TB anak jarang
menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya, karena
kuman TB sangat jarang ditemukan didalam secret endobronkhial pasien
anak. Selain itu, jumlah kuman TB anak biasanya sedikit (pausibasiler), tetapi
karena imunitas anak masih lemah, jumlah yang sedikit tersebut sudah
mampu menyebabkan sakit. Selain itu, lokasi infeksi primer yang kemudian

4
berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di daerah parenkim
yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi sputum. Kemudian, karena
tidak ada/sedikitnya produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk
didaerah parenkim sehingga TB pada anak jarang terdapat gejala batuk.2

d. Cara Penularan
Sumber penularan TB adalah melalui inhalasi droplet pasien TB paru BTA
positif, baik dewasa maupun anak, namun pasien TB dengan BTA negatif
masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB, tingkat penularan
pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil
kultur positif adalah 26%, sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif
dan foto toraks positif adalah 17%.5
Badan Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia
terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis terutama
menonjol di populasi yang mengalami stres nutrisi jelek, penuh sesak,
perawatan kesehatan tidak cukup, dan perpindahan tempat. Penularan
Mycobacterium tuberculosis adalah dari orang ke orang, droplet lendir berinti
yang dibawa udara. Penularan jarang terjadi dengan kontak langsung dengan
kotoran cair terinfeksi atau barang-barang yang terkontaminasi. Peluang
penularan bertambah bila penderita mempunyai ludah dengan basil
pewarnaan tahan asam, infiltrat dan kaverna lobus atas yang luas, produksi
sputum encer banyak sekali, dan batuk berat serta kuat. Faktor lingkungan
terutama sirkulasi udara yang buruk, memperbesar penularan.3
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman
TB dalam droplet nuclei yang ukurannya sangat kecil (<5 um), terhirup dan
mencapai alveoli. Tubuh akan merespon adanya kuman dengan mengeluarkan
pertahanan berupa mekanisme imunologik non spesifik. Jika tubuh tidak
mampu menghancurkan seluruhnya, maka akan terdapat kuman TB yang
tersisa dan terus berkembang biak dalam paru dan membentuk lesi yang
disebut focus primer Gohn. Fokus ini menyebab ke saluran limfe

5
(limfangitis), dan sampai ke kelenjar limfe (limfadenitis) bergabung dan
membentuk kompleks primer.2

e. Diagnosis dan Manifestasi Klinis


Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal,
yaitu sedikitnya jumlah kuman (pausibasiler) dan sulitnya pengambilan
specimen (sputum), sehingga tidak ditemukannya kuman TB pada
pemeriksaan dahak tidak menyingkirkan diagnosis TB anak. Uji BTA pada
anak bisa dilakukan pengambilan cairan lambung, dimana anak lebih banyak
menelan dahak dibanding mengeluarkan dahak. Adapun gejala sistemik TB
anak adalah sebagai berikut:2
1. Berat badan turun tanpa sebab yang baik yang jelas atau berat badan
tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah
diberikan perbaikan gizi yang baik.
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas.
Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan
merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai gejala
sistemik umum lain.
3. Batuk lama (≥3 minggu), bersifat non-remitting (tidak pernah reda,
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk
telah dapat disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal
tumbuh.
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
6. Diare persisten (≥2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan
baku diare.2

6
SISTEM SKORING
Pada tahun 2007, IDAI telah bekerja sama dengan Kemenkes RI dan di
dukung WHO, membentuk kelompok kerja TB anak (Pokja TB anak). Sistem

7
skoring dikembangkan terutama untuk penegakkan diagnosis TB anak pada
sarana kesehatan dengan fasilitas yang terbatas.
Dalam sistem skoring ini, anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6,
dengan skor maksimal 13. Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari poin
kontak dengan pasien BTA positif dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi
TANPA gejala klinis, maka pada anak tersebut belum perlu diberikan OAT.
Anak tersebut cukup dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis,
tergantung dari umur anak.
Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas,
yaitu tidak tersedianya uji tuberkulin dan atau foto toraks, maka evaluasi
dengan sistem skoring tetap boleh dilakukan, dan dapat didiagnosis TB
dengan syarat skor ≥ 6. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak
menunjukkan perbaikan klinis berarti, sebaiknya diperiksa lebih lanjut.
Pemeriksaan lanjutan bertujuan untuk mencari faktor penyebab lain, misalnya
kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB-MDR,
maupun masalah ketidakkepatuhan berobat pasien. Yang dimaksud dengan
perbaikan klinis adalah perbaikan dari gejala yang ditemukan pada anak
tersebut, saat diagnosis ditegakkan.

8
Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux ( pernyuntikan intrakutan )
dengan semprit tuberkulin 1 cc jarum nomor 26. Tuberkulin yang dipakai
adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU. Pembacaandilakukan 48-72
jam setelah penyuntikan. Diukur diameter transveral dari indurasi yang
terjadi. Ukuran dinyatakan dalam milimeter, uji tuberkulin positif bila
indurasi >10 mm ( pada gizi baik ), atau >5 mm pada gizi buruk. Bila uji
tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TBC dan kemungkinan ada
TBC aktif pada anak. Namun uji tuberkulin dapat negatif pada anak TBC
dengan anergi ( malnutrisi , penyakit sangat berat pemberian imunosupresif,
dll ). Jika uji tuberkulin meragukan dilakukan uji ulang.
Tuberkulin disimpan pada suhu tidak lebih dari 20°C, kecuali pada waktu
singkat, ketika menggunakannya. Jangan terkena sinar matahari langsung
atau pada siang hari yang terang – benderang. Jangan biarkan membeku.
Penyimpanan paling baik antara suhu 2 – 8 °C. Jangan simpan vial tuberkulin
yang sudah dipakai lebih lama dari 2 hari.6

Hasil pengukuran indurasi pada uji tuberkulin dinyatakan dalam satuan


milimeter. Secara umum, indurasi >10 mm dinyatakan sebagai positif. Hasil
positif ini sebagian besar disebabkan oleh infeksi TB secara alamiah. Apabila
diameter indurasi 0-4 mm, dinyatakan bahwa uji tuberkulin negatif. Diameter

9
5−9 mm dinyatakan positif meragukan. Hal ini dapat disebabkan oleh
kesalahan teknis, keadaan anergi, atau reaksi silang dengan M. atipik. Pada
keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun (imunokompromais), maka
cut-off point hasil positif yang digunakan adalah ≥5 mm. Keadaan
imunokompromais ini dapat dijumpai pada pasien dengan gizi buruk, infeksi
HIV, keganasan, morbili, pertusis, varisela, dan pasien yang mendapat
imunosupresan jangka panjang (≥2 minggu).

f. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis TB pada anak dapat
dilakukan beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis langsung atau
biopsy jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB.
Pada anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk pemeriksaan mikrobiologi,
namun pada anak jarang dilakukan karena sulitnya mendapatkan spesimen.
Selain itu, pemeriksaan Patologi Anatomi dapat digunakan.2
Pemeriksaan foto thoraks juga dapat dilakukan. Namun pada anak,
gambaran foto thoraks tidak khas karena juga dapat dijumpai pada penyakit
lain. Oleh karena itu, pemeriksaan thoraks saja tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosis TB, kecuali gambaran milier. Gambaran radiologi TB sebagai
berikut:2

10
1. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat.
2. Konsolidasi segmental/lobar
3. Efusi pleura
4. Milier
5. Atelectasis
6. Cavitas
7. Kalsifikasi dengan infiltrat
8. Tuberkuloma

Foto thoraks tidak cukup hanya dibuat secara antero-posterior (AP), tetapi
harus disertai dengan foto lateral, mengingat bahwa pembesaran KGB di
daerah hilus biasanya lebih jelas pada foto lateral. Sebagai pegangan umum,
jika dijumpai ketidaksesusaian (diskongruensi) antara gambaran radiologis
yang berat dan gambaran klinis ringan, maka harus dicurigai TB. Pada
keadaan foto thoraks tidak jelas, bila perlu dilakukan pemeriksaan pencitraan
lain seperti CT-scan thoraks.2

Uji tuberculin merupakan pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk


mengetahui apakah anak telah tertular kuman TB. Hasil yang positif pada uji
ini menandakan adanya reaksi hipersensitifitas terhadap antigen yang
diberikan. Uji tuberculin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1
ml PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar
lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikkan. Jika
diameter indurasi ≥ 10 mm dinyakatan positif tanpa menghiraukan
penyebabnya. Apabila diameter indurasi 0-4 mm dinyatakan uji tuberculin
negatif. Adapun diameter 5-9 mm dinyatakan positif meragukan.2

g. Penatalaksanaan
Tata laksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan
profilaksis (pencegahan).Prinsip pengobatan TB pada anak:5
1. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat.
2. Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan.

11
3. Pengobatan TB dibagi 2 tahap:
a. Tahap intensif, selama 2 bulan pertama
b. Tahap lanjutan, 4-10 bulan selanjutnya.
4. Pasien TB dengan gejala klinis berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal, dirujuk ke fasilitas yankes rujukan.
5. Pada kasus TB tertentu, sepeti TB milier, efusi pleura TB, meningitis TB
diberikan prednisone 1-2 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis
6. Paduan OAT untuk anak di Indonesia:
a. Kategori 3 macam obat : 2HRZ/4HR
b. Kategori 4 macam obat : 2HRZE/4-10HR
7. Panduan OAT kategori anak diberikan dalam bentuk KDT (kombinasi
dosis tetap).

Tabel 1. OAT yang biasa dipakai, dosis dan efek sampingnya


Nama Obat Dosis harian Dosis maksimal Efek samping
(mg/kgbb/hari) (mg/hari)
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis
perifer,
hipersensitivitas
Rifampisin (R) 15 (10-20) 600 Gangguan GI, reaksi
kulit, hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim
hati, cairan tubuh
berwarna orange
kemerahan
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) - Toksisitas hepar,
arthralgia, gangguan
GI
Etambutol (E) 20 (15-25) - Neuritis optic, visus
berkurang, buta
warna merah hijau,
hipersensitivitas GI
Streptomisin (S) 15-40 1000 Ototoksik,
nefrotoksik

Tabel 2. Dosis Kombinasi pada TB Anak

12
Berat Badan (kg) 2 bulan RHZ (75/50/150 mg) 4 bukan RH (75/50 mg)

5–9 1 tablet 1 tablet

10 – 14 2 tablet 2 tablet

15 – 19 3 tablet 3 tablet

20 – 32 4 tablet 4 tablet

8. Jika BB ≥33 kg, dosis disesuaikan dengan tabel 1 diatas.


9. Jika BB < 5kg, sebaiknya rujuk ke RS
10. Tidak boleh memberi obat setengah dosis tablet
11. Perhitungan pemberian tablet diatas sudah memperhatikan kesesuaian
dosis per kgBB.5

Pasien dikatakan putus obat bila berhenti menjalani pengobatan selama ≥2


minggu.Sikap selanjutnya untuk penanganan bergantung pada hasil evaluasi
klinis saat pasien datang kembali, sudah berapa lama menjalani pengobatan,
dan berapa lama obat telah terputus. Pasien tersebut perlu dirujuk untuk
penanganan selanjutnya.2

Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respons pengobatan pasien harus


dievaluasi.Respons pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis
berkurang, nafsu makan meningkat, BB meningkat, demam menghilang, dan
batuk berkurang.Apabila respons pengobatan baik maka pemberian OAT
dilanjutkan sampai 6 bulan, sedangkan apabila respons pengobatan kurang
atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus
dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Sistem skoring hanya digunakan untuk
diagnosis, bukan untuk menilai hasil pengobatan.2

Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan


melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti

13
foto thoraks. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan
yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka
pengobatan dapat dihentikan.2

Kelompok risiko tinggi memerlukan medikamentosa profilaksis: 1


1. Profilaksis primer untuk mencegah tertular/infeksi pada kelompok yang
mengalami kontak erat dengan pasien TB dewasa dengan uji BTA
positif.
2. Profilaksis sekunder untuk mencegah terjadinya sakit TB pada kelompok
yang telah terinfeksi TB tapi belum sakit TB. 1

Konsep dasar profilaksis primer dan sekunder berbeda, namun obat dan
dosis yang digunakan sama yaitu INH 5-10 mg/kgBB/hari. Profilaksis primer
diberikan selama kontak masih ada, minimal selama 3 bulan. Pada akhir 3
bulan dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika hasilnya negatif, dan kontak tidak
ada, profilaksis dihentikan. Jika terjadi konversi tuberkulin menjadi positif,
dievaluasi apakah hanya terinfeksi atau sudah sakit TB. Jika hanya infeksi
profilaksis primer dilanjutkan sebagai profilaksis sekunder. Profilaksis
sekunder diberikan selama 6-12 bulan yang merupakan waktu risiko tertinggi
terjadinya sakit TB pada pasien yang baru terinfeksi TB.1

h. Komplikasi
Komplikasi pada TB paru adalah terjadinya tuberculosis ekstra paru
seperti infeksi pada tulang atau sendi yang cenderung akan menyerang
vertebra. Manifestasi klasik spondylitis tuberkulosa berkembang menjadi
penyakit Pott, dimana penghancuran korpus vertebra menyebabkan
deformitas gibbus dan kifosis. Tuberkulosis skeleton adalah komplikasi
tuberculosis lambat dan menjadi perwujudan yang jarang sejak terapi anti
tuberculosis tersedia.3

14
i. Prognosis
Prognosis untuk TB pada anak yaitu:6
1. Jika bakteri sensitif dan pengobatan lengkap, kebanyakan anak akan
sembuh total dengan sekuel minimal.
2. Pengobatan ulang lebih sulit dan kurang berhasil.
3. Dengan kemoterapi tuberculosis (khususnya isoniazid), pemulihan pada
TB milier hampir 100%. Tanpa pengobatan, angka kematian pada TB
milier dan meningitis TB hampir 100%. Jika pengobatan terlambat,
insidensi kelainan neurologis cukup tinggi.
4. Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun diantaranya akan meninggal
(50%), sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi (25%), serta
menjadi kasus kronis yang tetap menular (25%).6

j. Pencegahan
Pencegahan TB dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG,
diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan
anak 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan.
Bila BCG diberikan pada usia > 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin
terlebih dahulu. Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan dengan
kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin,
dan intensitas pemaparan infeksi.2

15
BAB III
PENUTUP

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium


tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer.
Sumber penularan TB adalah melalui inhalasi droplet pasien TB paru BTA
positif, baik dewasa maupun anak, namun pasien TB dengan BTA negatif masih
memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB, tingkat penularan pasien TB
BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif
adalah 26%, sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks
positif adalah 17%.5
Konsep dasar profilaksis primer dan sekunder berbeda, namun obat dan
dosis yang digunakan sama yaitu INH 5-10 mg/kgBB/hari. Profilaksis primer
diberikan selama kontak masih ada, minimal selama 3 bulan. Pada akhir 3 bulan
dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika hasilnya negatif, dan kontak tidak ada,
profilaksis dihentikan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis Anak Edisi I. Jakarta: Badan Penerbit


Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009.
2. Nastiti N. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2013.
3. Nelson, W.E. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15 Vol.2. Jakarta: EGC, 2000.
4. Bakta, I. M. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC. 2013.
5. Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
2013.
6. Nashar, A.H. The Diseases Diagnosis dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press, Yogyakarta. 2013.
7. Supariasa, 2012. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai