BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
hara. Dari segi tipe iklim, kakao sangat ideal ditanam pada daerah-daerah
tipenya iklim A (menurut Koppen atau B (menurut Scmidt dan Fergusson).
Di daerah-daerah yang tipenya iklim C (menurut Scmidt dan Fergusson)
kurang baik untuk penanaman kakao karena bulan keringnya yang panjang.
Dengan membandingkan curah hujan di atas dengan curah hujan tipe Asia,
Ekuator dan Jawa maka secara umum areal penanaman kakao di Indonesia
masih potensial untuk dikembangkan. Adanya pola penyebab curah hujan
yang tetap akan mengakibatkan pola panen yang tetap pula. Menurut hasil
penelitian, suhu maksimal untuk tanaman kakao sekitar 30° - 32° C,
sedangkan suhu minimum sekitar 18° - 21° C. Bila suhu terlalu tinggi
menyebabkan hilangnya dominasi apical
2.1.2 Morfologi Kakao
pohon dengan tinggi dapat mencapai antara 4,5 sampai 7,0 meter pada umur
al., 2010).
bawah (Backer & Bakhuizen van den Brink, 1963). Daun kakao bersifat
dimosfirme, yaitu daun pada cabang ortotrop memiliki tangkai daun yang
11
memiliki tangkai daun yang pendek (sekitar 2,5 cm; Karmawati et al, 2010).
Bakhuizen van den Brink, 1963). Tanaman kakao memiliki permukaan daun
licin dan mengkilap, sedangkan susunan tulang daun menyirip dan tulang
daun menonjol kepermukaan bawah helai daun (van Steenis et al., 2008;
Bunga kakao berwarna putih, ungu atau kemerahan dan tersusun atas 5
daun kelopak (sepala) dan 5 daun mahkota (petala) serta 10 tangkai sari
tangkai sari yang steril (staminodia) dan 5 tangkai sari yang fertil (stamen).
Bunga kakao memiliki 5 daun buah yang bersatu, Pohon kakao dewasa
tumbuh dan berkembang menjadi buah yang masak (van Steenis et al.,
Buah kakao terdiri atas kulit buah (pod), arilus (pulp), dan biji. Kulit
buah kakao terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan eksokarp, mesokarp, dan
poros buah dan memiliki jumlah yang beragam yaitu sekitar 20 – 50 butir
per buah (Karmawati et al., 2010). Warna buah kakao beraneka ragam,
namun pada dasarnya warna buah kakao ada dua macam yaitu buah muda
12
berwarna hijau putih dan bila sudah matang warna berubah menjadi kuning,
dan buah muda yang berwarna merah setelah buah matang warna berubah
criollo memiliki ciri kulit buah tipis dan mudah diiris dengan 10 alur yang
letaknya berselang-seling antara lima alur agak dalam dan lima alur dangkal.
Ujung buah umumnya berbentuk tumpul dan sedikit bengkok. Setiap buah
1994).
berhasil menyerap tenaga kerja sampai sekitar 900 ribu kepala keluarga
kelapa sawit dan karet dengan nilai sebesar US $ 1,2 milyard pada tahun
(cross pollination) dan bunga kakao bersifat protogini yang artinya putik
masak lebih awal daripada pembibitan kakao melalui stek mampu
menghasilkan bibit dengan sifat genetis yang sama dengan induk tanaman
serta mampu menghasilkan buah yang lebih cepat dibandingkan dengan
teknik pembibitan generatif (Siregar et al., 2010). Namun, tingkat
keberhasilan pembibitan kakao menggunakan stek masih rendah (sekitar
27%; Abdoellah, 2008). Disamping itu teknik stek hanya mampu
menghasilkan bibit yang terbatas serta dapat merusak tanaman induk
(Rahardjo, 2010).
Perbanyakan vegetatif lainnya yang dapat digunakan dalam
menghasilkan bibit kakao adalah melalui okulasi. Okulasi merupakan
metode perbanyakan vegetatif dengan menempelkan mata tunas dari pohon
kakao yang berkualitas ke batang bawah bibit, kemudian mengikat dengan
plastik agar mata tunas tidak terlepas (Rahardjo, 2010). Bibit okulasi siap
tanam ke lahan setelah berumur 4 - 5 bulan. Teknik okulasi mempunyai
tingkat keberhasilan tinggi sekitar 90% (Rahardjo, 2010),
Teknik lain yang digunakan dalam pembibitan kakao secara vegetatif
adalah teknik sambung pucuk (Siregar et al., 2010). Sambung pucuk
dilakukan dengan cara memotong pucuk atau cabang dari pohon yang
memiliki kualitas bagus untuk disambungkan dengan bibit kakao yang
diperoleh dari generatif (Siregar et al., 2010). Bibit hasil sambung pucuk
akan siap dipindahkan ke lahan setelah berumur 7 bulan (Wahyudi et al.,
2008). Teknik sambung pucuk memiliki tingkat keberhasilan tinggi (sekitar
80 %; Limbongan, 2011), bibit yang dihasilkan seragam dan sama dengan
induknya, namun jumlah bibit yang dihasilkan terbatas dan dapat
mengakibatkan kerusakan pada tanaman induknya (Siregar et al., 2010).
Mengingat teknik pembibitan konvensional masih memiliki banyak kendala,
maka alternatif pembibitan kakao dibutuhkan untuk menghasilkan bibit
dalam jumlah yang banyak dengan sifat genetik yang seragam.
16
menghasilkan bibit kakao dalam jumlah yang banyak dengan sifat genetika
yang seragam dan sama dengan induknya adalah melalui teknik kultur
media tanam buatan yang aseptis (Hendaryono & Wijayani, 1994). Teknik
dalam jumlah besar dengan waktu yang singkat serta menghasilkan bibit
yang seragam dengan induknya (Avivi et al., 2010). Namun teknik ini
perbanyakan bibit kakao seperti melalui kultur pucuk dan kultur tunas
akar serabut (Zulkarnain, 2011). Teknik kultur tunas aksiler juga belum
2005). Embrio somatic dapat dicirikan dari strukturnya yang bipolar, yaitu
mempunyai dua calon meristem, yaitu meristem akar dan meristem tunas.
yang unipolar.
keunggulan berupa sifat genetika yang seragam dan sama dengan induknya
(Park & Klimaszewska, 2003; Santos et al., 2005; Masseret et al., 2008).
kuat seperti tanaman yang berasal dari biji (Paulin & Garzon, 2008). Namun
mutasi lebih tinggi, metode lebih sulit, ada penurunan daya morfogenesis
yang lebihintensif karena kultur lebih rapuh dan biaya yang dibutuhkan
berkualitas unggul.
empat tahap, yaitu (1) induksi kalus, (2) induksi embrio somatik, (3)
lingkungan ex vitro (Gambar 2.7; Li et al., 1998). Pada tahap induksi kalus,
dua macam kalus yang umum terbentuk pada tahapan ini, yaitu kalus
sel berukuran besar, sitoplasma tidak padat, inti kecil, vakuola yang besar
pada biji. Pada umumnya, embrio somatik mulai terbentuk setelah kalus
et al., 2003; Traore et al., 2003). Tahapan pembentukan embrio dimulai dari
2002).
pengatur tumbuh dengan konsentrasi yang sangat rendah atau bahkan tidak
bagian bunga (Li et al., 1998; Winarsih et al., 2003; Avivi et al., 2010),
20
100% (Li et al., 1998) dibandingkan dengan eksplan embrio buah muda
(Murashige & Skoog, 1962) yang banyak digunakan untuk kultur kalus dan
lebih dari satu jenis produk, maka harus dianggap satu jenis produk
dengan proporsi yang tetap dan konstan.
4. Kebijakan manajemen tentang operasi perusahaan tidak berubah secara
material dalam jangka waktu pendek.
5. Tingkat harga pada umumnya akan tetap stabil dalam jangka waktu
pendek.
6. Persediaan tetap konstan atau tidak ada persediaan.
7. Efisiensi dan produktifitas per karyawan tidak berubah.
a. Biaya
Menurut Verryca (2011) dalam arti luas biaya adalah pengorbanan
sumber ekonomi yang di ukur dalam satuan uang, yang tejadi atau yang
kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam arti
sempit diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk
memperoleh aktiva yang disebut dengan istilah harga pokok, atau dalam
pengertian lain biaya merupakan bagian dari harga pokok yang
dikorbankan di dalam suatu usaha untuk memperoleh penghasilan.
Menurut Nurdin (2010) biaya produksi adalah semua pengeluaran yang
dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi
guna memproduksi output. Macam-macam biaya berkaitan dengan
analisis BEP adalah sebagai berikut:
1. Biaya tetap (Fixed Cost) merupakan total Rupiah yang harus
dikeluarkan perusahaan, walaupun tidak berproduksi, biaya tetap
tidak dipengaruhi oleh setiap perubahan kuantitas output.
2. Biaya variabel (Variabel Cost) merupakan biaya yang bervariasi
sesuai dengan perubahan tingkat output termasuk biaya bahan
baku, gaji dan bahan bakar termasuk pula semua biaya yang tidak
tetap.
3. Biaya total (Total Cost) adalah sejumlah biaya yang dibutuhkan
untuk memproduksi dan atau memasarkan sejumlah barang atau jasa.
23
4. Total Cost (TC) atau ongkos total adalah penjumlahan kedua biaya
baik ongkos tetap total maupun ongkos variabel total.
TC = TFC + TVC
Klasifikasi biaya dikaitkan dengan volume produksi dibagi
menjadi tiga yaitu biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semi variabel.
Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang secara total tidak berubah
jumlahnya meskipun jumlah produksi berubah. Biaya variabel (Variabel
Cost) adalah biaya yang apabila dikaitkan dengan volume secara per unit
akan selalu tetap meskipun volume produksi berbah-ubah, akan tetapi
secara total biaya tersebut jumlahnya akan berubah sesuai dengan
proporsi perubahan aktivitas. Sementara biaya semi variable adalah
biaya yang memiliki unsur tetap dan variabel di dalamnya. Menurut
Marhaeni (2011) sifat biaya yang diasumsikan dalam analisis Break
Even Point adalah sebagai berikut:
1. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya yang tetap sama dalam jumlah seiring
dengan kenaikan atau penurunan keluaran kegiatan. Adapun biaya
tersebut meliputi:
a) Penyusutan Bangunan
b) Biaya Listrik dan Air
c) Biaya Pajak Lahan
d) Biaya Penyusutan Alat
Jenis pengeluaran tertentu harus digolongkan sebagai biaya
tetap hanya dalam rentang kegiatan yang terbatas. Rentang kegiatan
yang terbatas ini disebut dengan rentang yang relevan.
2. Biaya Variabel ( Variabel Cost / VC)
Biaya variabel adalah biaya yang meningkat dalam total seiring
dengan peningkatan keluaran kegiatan dan menurun dalam total
seiring dengan penurunan keluaran kegiatan. Biaya variabel itu
24
maka tingkat Break Even Point pun akan bergerak turun ke titik yang
lebih rendah.
c) Perubahan harga jual kenaikan harga jual per unit akan menurunkan
tingkat Break Even Point dan sebaliknya penurunan tingkat harga
jual per unit akan membawa pengaruh terhadap menurunnya Break
Even Point.
b. Penerimaan dan Pendapatan
Menurut Nurdin (2010) penerimaan (Revenue) adalah hasil uang
yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang
(Goods) dan jasa- jasa (Services) yang dihasilkannya. Terdapat tiga
konsep penting tentang Revenue yang perlu diperhatikan untuk analisis
perilaku produsen.
1. Total Revenue(TR), yaitu total penerimaan produsen dari hasil
penjualan outputnya. Jadi, TR = Pq x Q, dimana Pq = harga output
per unit, Q = jumlah output.
2. Average Revenue (AR), yaitu penerimaan produsen per unit
output yang dijual. Jadi, AR adalah harga jual output per unit.
3. Marginal Revenue (MR), kenaikan TR yang disebabkan oleh
tambahan penjualan satu unit output.
Penerimaan petani dipengaruhi oleh hasil produksi. Petani akan
menambah hasil produksi bila setiap tambahan produksi tersebut akan
menaikkan jumlah penerimaan yang akan diperoleh.
Penerimaan (Revenue) adalah penerimaan dari hasil penjualan
outputnya Budiono (2002), sedangkan menurut Soekartawi (2003)
penerimaan adalah banyaknya produksi total dikalikan harga atau
biaya produksi (banyak input dikalikan harga). Penerimaan adalah
seluruh pendapatan yang diperoleh dari usaha pembibitan kakao selama
satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan (Rp) (Suratiyah, 2006).
Penerimaan hasil total penerimaan dapat diperoleh dengan mengalikan
26
TR = Y.PY
27
Dimana :
TR = Penerimaan total (Rp)
Y = Produksi yang diperoleh (Tanaman)
PY = Harga per tanaman (Rp/Tanaman)
Menurut Suratiyah (2014) perhitungan Break Even Point (BEP)
dengan menggunakan rumus aljabar
a) Perhitungan Break Even Point atas dasar penerimaan
BEP (Q) = FC
1- VC S
BEP (Q) : Volume penjualan (Tanaman)
FC ( Fixed Cost) : Biaya tetap (Rp)
VC (Variable Cost) : Biaya variabel (Rp)
S (Sales) : Volume penjualan (Tanaman) x harga jual
(Rp)
b) Perhitungan Break Even Point atas dasar unit (Produksi)
BEP (Q) = FC
P - VC
di mana :
BEP (Q) : Jumlah tanaman dihasilkan dan dijual (Tanaman)
FC : Biaya tetap (Rp)
P : Harga jual per tanaman (Rp)
VC : Biaya variabel per tanaman (Rp)
c) Perhitungan Break Even Point atas dasar penjualan dalam rupiah
(Harga)
BEP (Q) = FC
Y
di mana :
BEP (Q) : Volume penjualan (hasil tanaman)
28
Proses produksi
2.4. Hipotesis
30