Anda di halaman 1dari 55

KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ

AL-QIRÂ’ÂT KYAI ARWANI KUDUS


(Analisa Metodologi dan Thariqah Jama’)

Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Magister Agama (MA)
Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Disusun oleh:

RIQZA AHMAD
NIM. : 213410542

JURUSAN ULUMUL QUR’AN DAN ULUMUL HADITS


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)
JAKARTA
2015
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “Kitab Faidh al-Barakât fî Sabʻ al-Qira’ât Kyai


Arwani Kudus (Analisa Metodologi dan Thariqah Jama‟)” yang disusun oleh
Riqza Ahmad Nomor Induk Mahasiswa 213410542 telah diperiksa dan
disetujui untuk diujikan ke sidang munaqasyah.

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ahsin Sakho Muhammad, MA Dr. Ahmad Fathoni, MA

Tanggal Tanggal

ii
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis dengan judul “KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ AL-
QIRA’ÂT KYAI ARWANI KUDUS (Analisa Metodologi dan Thariqah
jama’)” yang disusun oleh Riqza Ahmad dengan nomor induk mahasiswa
213410542 telah diujikan dalam sidang Munaqosah Program Pascasarjana
Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta pada tgl 24 Agustus 2015 Tesis ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Agama
(MA) pada bidang Ilmu Agama Islam

Direktur Program

Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA

Panitia Ujian
Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA (................................................)
Ketua Sidang

Dr. H. Ahmad Fudhail, MA (................................................)


Sekertaris Sidang
Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad, MA (................................................)
Pembumbing I
Dr. KH. Ahmad Fathoni, MA (................................................)
Pembimbing II
Prof. Dr. KH. HD. Hidayat, MA (................................................)
Penguji I
Dr. Hj. Romlah Widayati, MA (................................................)
Penguji I

iii
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Riqza Ahmad
NIM : 213410542
Tempat/Tanggal Lahir : Kudus, 22 Oktober 1981
Menyatakan bahwa tesis dengan judul “Kitab Faidh al-Barakât fî Sabʻ al-
Qira’ât Kyai Arwani Kudus (Analisa Metodologi dan Thariqah Jama‟)”
adalah benar-benar asli karya saya kecuali kutipan-kutipan yang sudah
disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya
menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 17 Agustus 2015

Riqza Ahmad

iv
Kata Pengantar

Puji syukur terhadap Allah Rabbul „Izzah yang selalu memberikan


nikmat, rahmat dan anugerah yang tak terhingga dan tak mungkin dapat kita
hitung. Shalawat serta Salam kita haturkan pada junjungan kita Nabi Agung
Muhammad yang telah membimbing umatnya ke jalan yang benar. Semoga
kita akan mendapatkan syafaatnya nanti pada hari Kiamat.
Tesis penulis ini tidak akan selesai tanpa hadirnya banyak pihak yang
sudi membantu, baik bantuan fisik maupun non fisik. Sudah seharusnya saya
haturkan ucapan terima kasih dari hati yang terdalam kepada semua pihak
yang telah membantu, terutama kepada:
1. Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo, MA selaku Rektor Institut Ilmu
al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
2. Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA dan Dr. H. Ahmad Fudhaili,
MA selaku Direktur dan Asisten Direktur Program Pascasarjana Institut
Ilmu al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
3. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, MA selaku pembimbing I dan Dr. H.
Ahmad Fatoni, MA selaku pembimbing II yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, masukan dan arahan sehingga
penulis mampu merampungkan tesis ini.
4. Seluruh dosen Institut Ilmu al-Qur‟an (IIQ) Jakarta terutama dosen
jurusan „Ulum Al-Qur‟an dan „Ulum al-Hadits yang telah memberi
banyak ilmu dan wawasan selama masa studi beserta staf karyawan
yang telah membantu kelancaran proses studi.
5. Kedua orang tua, Bapak H. Muhdi Ahmad dan Ibu Hj. Mas‟udah.
6. K.H. Ulil Albab Arwani dan Ibu Hj. Zuhairah.
7. K.H. Ulin Nuha Arwani dan Ibu Hj. Nur Ismah.
8. Zidni Ilma istri penulis yang penuh kesabaran untuk merelakan banyak
waktunya terbagi dengan hadirnya tesis ini.
9. Muhammad Fadhli Rabbi al-Karem anugerah ilahi terindah si buah hati
kami. Jangan terlalu kencang berlari menggapai kedewasaanmu Alka
anakku, pelan-pelan saja, abahmu ini masih ingin berlama-lama
menikmati kelucuanmu.
10. Ibu Weny terkhusus dan semua teman-teman yang berlindung di
bawah atap Rumah Komplek Unilever Rempoa.
11. Teman-teman satu angkatan pada Program Pascasarjana Institut Ilmu
al-Qur‟an (IIQ) Jakarta dan semua pihak yang telah mau berbagi nafas
kehidupan.

v
PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad


yang satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan skripsi maupun tesis di IIQ
(Institut Ilmu Al-Qur‟an), transliterasi Arab-Latin mengacu pada pedoman
berikut ini:
1. Konsonan
hurufarab huruflatin „
a
gh
b
f
t
q
ts
k
j
l
h
m
kh
n
d
w
dz
h
r

z
y
s

sy

sh

dh

th

zh

vi
2. Vokal
Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah :a ‫ا‬ :â ....ْ‫ي‬ : ai
Kasrah :i ‫ي‬ :î ....ْ‫و‬ : au
Dhammah : u ‫و‬ :û

3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti al-Qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh al-Qamariyyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf l (el) diganti dengan huruf yang
sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.
Contoh:
: al-Baqarah

: al-Madînah
b. Kata sandang yang diikuti as-Syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh al-syamsiyah ditransliterasikan
sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan
bunyinya.
Contoh:
: ar-rajul

: asy-syamsu

: as-Sayyidah

:ad-Dârimî

vii
c. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah (Tasydîd) dalam system aksara Arab digunakan lambang
(ّ), sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini
berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di akhir
kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang di ikuti oleh
huruf-huruf syamsiyyah.Contoh:
:Amannâ billâhi

:Inna al-ladzîna

:Amana as-Sufahâ’a

: waar-rukka’i

d. Ta Marbuthah (‫)ة‬
Ta Marbuthah (‫ )ة‬apabila berdiri sendiri, waqaf atau di ikuti oleh
kata sifat (na’at), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf
“h”.Contoh:
:al-’Af’idah

:al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah

Sedangkan ta marbuthah ( ) yang di ikuti atau disambungkan (di-


washal) dengan kata benda (ism), maka dialihaksarakan menjadi huruf
“t”. Contoh:
:‘ÂmilatunNâshibah

:al-Ayat al-Kubrâ

e. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan
tetapi apabila telah dialihaksara maka berlaku ketentuan Ejaan yang
Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.
Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini,
seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan

vii
lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang,
maka huruf yang ditulis capital adalah awal nama diri, bukan kata
sandangnya. Contoh: al-„Aridh, al-„Asqalani, al-Farmawi dan
seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Al-Qur‟an dan nama-nama
surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur‟an, Al-Baqarah,
Al-Fatihah dan seterusnya.

vii
ABSTRAK
Hadirnya Ibnu Mujâhid (w. 324 H) dengan merumuskan formulasi
qira‟ah sab‟ah dalam karyanya kitab as-Sabʻ ah fi al-Qirâ’ât adalah
merupakan awal mula lahirnya term qira‟ah sab‟ah yang kita kenal. Pada era
selanjutnya formulasi qira‟ah sab‟ah kreasi Ibnu Mujâhid semakin masyhur
dan diterima banyak pihak dengan munculnya kitab at-Taisîr fi al-Qirâ’ât as-
Sabʻ karya Abû „Amr ad-Dâni (w. 444 H) dan kitab Hirz al-Amânî atau
lebih dikenal dengan matan asy-Syâthibiyyah karya asy-Syâthibî (w. 590 H).
Kitab Faidh al-Barakât fî Sabʻ al-Qirâ’ât karya Kyai Arwani Kudus
merupakan episode lanjutan dari karya tentang qira‟ah sab‟ah yang langka
bandingannya. Kitab ini merupakan karya satu-satunya yang lahir dari salah
seorang ahli qira‟at di Indonesia lengkap 30 juz Al-Qur‟an dengan
menggunakan bahasa Arab, serta mempunyai metodologi tersendiri yang
khas. Kitab ini dalam pencapaiannya sudah mampu melahirkan para ahli
qira‟ah sab‟ah hingga sampai saat ini dan juga masih digunakan sebagai
panduan dalam bertalaqqî qira‟ah sab‟ah di banyak pesantren-pesantren di
Jawa sampai detik ini.
Penelitian Kitab Faidh al-Barakât ini bersifat kualitatif dengan
menggunakan studi kepustakaan (library research). Metode yang dipilih
adalah dengan metode deskriptif-analitis. Metode deskripsi digunakan untuk
mengurai, memahami serta menjelaskan maksud dari kitab Faidh al-Barakât
secara tepat dan apa adanya. Sedangkan metode analisis digunakan untuk
dapat memberikan komentar, kritik dan juga untuk mendapatkan kesimpulan
dari hasil analisa penjelasan kitab ini.
Hasil temuan dari penelitian ini bahwa metodologi kitab Faidh al-
Barakât adalah: Pertama; menuliskan ayat-ayat Al-Qur‟an dengan lengkap
jika termasuk ayat-ayat pendek dan ditulis dengan tidak lengkap jika ayat
tersebut termasuk ayat-ayat yang relatif panjang. Kedua; menjelaskan kaidah-
kaidah-kaidah ushûliyyah qira‟ah sab‟ah di ayat pertama yang ditemui dari
urutan mushhaf. Untuk ayat-ayat selanjutnya jika terdapat kaidah ushûliyyah
yang sama, maka hanya akan disebutkan bahwa bacaan tersebut sudah
maklum karena telah dijelaskan sebelumnya. Keempat; menjelaskan bacaan
farsy al-hurûf jika memang terdapat bacaan yang termasuk kaidah farsy al-
hurûf dalam ayat yang dikemukakan. Kelima; dalam metodologi thariqah
jama‟nya, kitab ini menggunakan metode jama‟ per-ayat dan dengan metode
tanâsub (keserasian), bukan dengan metode jama‟ per-waqaf atau per-huruf,
dengan menuliskan urutan-urutan bacaan qira‟ah sab‟ah dimulai dengan
bacaan imam Qâlûn. Dalam thariqah jama‟nya juga, Kyai Arwani sangat
jarang menyebutkan semua bacaan dari para imam qira‟ah sab‟ah, ia hanya
akan menyebutkan bacaan di antara mereka saja dengan catatan bahwa yang
disebutkan sudah mewakili bacaan qira‟at yang tidak disebutkan.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................... i


PERSETUJUAN PEMBIMBING…….......................... ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI...................... iii
KATA PENGANTAR................................................................ v
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................... vi
ABSTRAKSI .............................................................................. xii
DAFTAR ISI .............................................................................. xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................... 1
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah ............................... 15
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................... 16
D. Kajian Pustaka ................................................................ 17
E. Metodologi Penelitian .................................................... 18
F. Teknik Penulisan ............................................................ 20
G. Sistematika Penulisan .................................................... 20
BAB II. BIOGRAFI KYAI ARWANI AMIN
A. Biografi Kyai Arwani ................................................... 22
1. Riwayat Hidup ........................................................ 24
2. Aktifitas Keilmuan .................................................. 28
3. Guru-guru dan Murid-muridnya ............................. 33
4. Perjuangan dan Membangun Pesantren ...................... 35
5. Karya- karya Kyai Arwani …………………… 38
6. Sanad Al-Qur‟an, Qira‟ah Sab‟ah danThariqoh … 39
A. Mengenal Kitab Faidh al-Barakât.................................. 42
1. Sejarah Penyusunan Kitab Faidh al-Barakât............. 42
2. Sistematika dan Isi Kitab Faidh al-Barakât............... 44
BAB III. ASPEK KESEJARAHAN QIRA’AT
A. Ontologi Ilmu Qira‟at ..................................................... 53
1. Definisi Qira‟at......................................................... 53
2. Macam-macam Qira‟at ........................................... 56
B. Sejarah dan Perkembangan Qira‟ah ............................... 58
C. Turunnya Al-Qur‟an dengan Sabʻ ah Ahruf ................... 65
D. Faedah dan Hikmah Qira‟at Al-Qur‟an ......................... 73
E. Para Imam Qira‟ah Sab‟ah ............................................ 79
F. Macam-macam Bacaan Qira‟ah Sab‟ah ........................ 96
1. Kaidah Ushûliyyah ................................................. 96
2. Farsy al-Hurûf ........................................................ 97

vii
G. Sejarah Thariqah Jama‟ ................................................ 98

BAB IV. ANALISA METODOLOGI KITAB FAIDH AL-


BARAKÂT DAN THARIQAH JAMA’
A. Penjelasan Kitab Faidh al-Barakât dan Thariqah
Jama‟......................................................................... 104
B. Analisa Metodologi Kitab Faidh al-Barakât dan
Thariqah Jama‟…………………………………….. 160
BAB V. Penutup
A. Kesimpulan .................................................................... 174
B. Saran-saran .................................................................... 176
BIBLIOGRAFI .................………............................................
LAMPIRAN.............................................................................

vii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam diskursus disiplin Ilmu Al-Qur‟an, kajian tentang Ilmu Qira‟at


adalah salah satu titik sentral karena sangat erat kaitannya dengan aspek
linguistic pengucapan Al-Qur‟an, sedangkan bangsa Arab pra Islam dikenal
sebagai bangsa yang memiliki pluralitas dialek1 (lahjah). Urgensitas Al-
Qur‟an diturunkan dengan sabʻ ah ahruf2sebagaimana disebutkan dalam
banyak hadis Nabi saw.3, juga dalam rangka dispensansi (rukhshah)
keringanan terhadap umat Islam.
Semenjak dakwah Islam memasuki wilayah Madinah (Yasrib)4, Nabi
saw. mengajarkan Al-Qur‟an dengan ragam bacaan yang berbeda-beda.
Sebagian sahabat ada yang menerima pengajaran dari Nabi saw. hanya satu
huruf, sebagian lagi menerima dua huruf, bahkan tidak sedikit yang
menerima sampai lebih dari tiga huruf. Sistem pengajaran Nabi saw. ini terus
berlanjut ketika para sahabat telah menyebar ke daerah di luar Jazirah Arab5

1
Dialek adalah bahasa manusia yang menjadi karakter atau ciri yang selalu
dijadikan kebiasaan oleh manusia. Lihat Luis Ma‟luf, al-Munjid fî al-Lughah wa al-Aʻ lâm,
(Beirût: Dâr al-Masyriq, 2002), h. 735. Lihat juga Muhammad Sâlim Muhaisin, al-Qirâ‟ât
wa Atsaruhâ fî „Ulûm al-„Arabiyyah, (Kairo: Maktabah al-Kulliyât al-Azhariyyah, 1984),
cet. I, jilid I, h. 79.
2
Dalam hal ini perlu secara tegas dibedakan, antara sabʻ ah ahruf dan qira‟ah
sab‟ah. Penegasan ini penting karena banyak terjadi kesalahpahaman di sementara orang
yang menyamakan begitu saja dua term ini. al-Ahruf as-sabʻ ah adalah term dalam hadis
yang kedudukannya lebih umum daripada al-qirâ‟ah as-sabʻ ah yang disandarkan pada
tujuh imam qira‟at. al-Qirâ‟ah as-sabʻ ah adalah bagian dari penafsiran tentang sabʻ ah
ahruf sebagaimana tercantum dalam riwayat Ibnu „Abbâs. Lihat Ibrahim an-Niʻ mah, „Ulûm
al-Qur‟ân, Tp: T.Th, 2008, h. 59.
3
Lihat penjelasan tentang hadis ahruf sabʻ ah atau sabʻ ah ahruf dalam bab 3.
4
Nabi hijrah ke Madinah berangkat dari Makkah pada malam hari pada tanggal 27
Shafar tahun ke 14 kenabian, bertepatan 12/13 September 622 M. Kemudian mengunjungi
Masjid Qubah pada hari Senin 8 Rabiul Akhir bertepatan 23 September 622 M, dan
menginjakkan kaki pertama kali di Madinah, Rasulullah singgah di perkampungan Bani
Najjar pada hari Jumat 12 Rabiul Awwal bertepatan 27 September 622 M. Selanjutnya beliau
tinggal di rumah Abû Ayyûb al-Anshârî. Lihat Ahmad Hatta dkk, The Great Story of
Mohammad saw, (Jakarta: Maghfirah, 2011), cet. I, h. 229, 241 dan 253. Menurut al-Hamid
al-Husaini Nabi berangkat dari rumah menuju Madinah pada tanggal 2 Rabiul Awwal tahun
13 setelah kenabian (biʻ tsah) yang bertepatan 20 juli 622 M. Lihat H.M.H. al-Hamid al-
Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW, (Bandung: Pustaka Hidayah,
2009), cet. XIII, h. 447.
5
Jazirah Arab atau Semenanjung Arabia kawasannya terletak di barat-daya benua
Asia. Di bagian utara berbatasan dengan sahara negeri Syam; bagian timurnya berbatasan
dengan Teluk Persia dan laut Oman; bagian selatannya berbatasan dengan Samudra Hindia;
dan bagian baratnya berbatasan dengan Laut Merah. Datarannya yang tertinggi terletak di
2

untuk berdakwah. Tidak heran jika kemudian sebagian sahabat mengkroscek


bacaannya kepada Nabi saw, seperti yang terjadi pada Sahabat „Umar bin al-
Khaththâb dan Hisyâm bin Hakîm6.
Hadis ini diriwayatkan dari Imam al-Bukhârî dan Muslim7 dari
sahabat ʻ Umar bin al-Khaththâb:

bagian barat membujur ke timur hingga negeri Oman. Di semenanjung Arabia tidak terdapat
sungai yang mengalir terus-menerus. Yang ada hanya beberapa buah lembah yang kadang-
kadang berair dan kadang-kadang kering. Di bagian tengah semenanjung Arabia terdapat
gurun Sahara yang paling luas, dan keadaan alamnya di masing-masing kawasan Sahara itu
tidak sama. Lihat H.M.H. al-Hamid al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi, h. 34. Jazirah
Arab lebarnya 1.200 mil, panjangnya 1.500 mil. Jazirah ini terhubung dengan Asia melalui
pusat gurun dan sabit dataran yang subur dan hijau. Di ujung barat sabit yang berbatasan
dengan Miditerania, curah hujan memadai bagi tumbuhnya biji-bijian dan sayur-sayuran. Di
kawasan tanah tingginya, tumbuh pohon zaitun dan buah-buahan. Di ujung selatan sabit, titik
pertemuan Benua Asia dan Afrika, yaitu Selat Suez dan tanah Genting „Aqabah, curah hujan
semakin berkurang, menghampar gurun sampai ke pantai Miditerania. Di ujung timur,
buminya lebih hijau dengan adanya dua sungai, yaitu sungai Tigris dan Eufrat. Kedua sungai
ini hulunya ada di kawasan tanah tinggi di utara, dan airnya mengalir melewati tanah datar
dan terus ke Teluk Arab (Persia), di Timur semenanjung. Di utara dan timur, yang melewati
mahkota sabit hijau ini, terdapat gunung-gunung yang belum pernah dilintasi penghuni
jazirah sebelum Islam. Di sisi lainnya ada beberapa lautan: Laut Mediterania di barat lautnya,
laut Merah di baratnya, Laut Arab dan Samudra India di selatan dan timurnya. Di pantai
barat jazirah menjulang deretan gunung yang dikenal dengan nama Hijaz yang memisahkan
antara dataran tinggi gurun dan pantai. Kedudukannya yang demikian menyebabkan curah
hujan semakin bertambah ke arah selatan, menjadikan sudut barat dayanya sehijau dan
sesubur daerah utaranya. Di sudut ini terhampar Yaman, yang secara harfiyah “tanah yang
diberkati” atau “Felix Arab”, seperti dikenal oleh leluhur karena kesuburan dan kapasitasnya
untuk menopang kehidupan. Lihat Ismaʻ il R. Al-Faruqi dan Lois Lamya al-Faruqi, Atlas
Budaya Islam, penerjemah Ilyas Hasan (Bandung: Mizan, 2001), cet. III, h. 41.
6
Namanya Hisyâm bin Hakim al-Asadî, masuk Islam setelah Fathu Makkah dan
meninggal jauh sebelum ayahnya dalam suatu peperangan pada tahun 40 H. Dia juga tidak
mempunyai keturunan. Lihat Ibnu Hajar, al-Ishâbah fî Tamyîz al-Shahâbah, (Beirût: Dâr al-
Kutub al-„Ilmiyyah, 1415), cet. I, jilid VI, h. 422. Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, (al-Azhar: Dâr
al-Bayân, 2007), jilid IX, h. 29.
7
Bisa kita istilahkan hadis riwayat yang disepakati oleh al-Bukhârî dan Muslim dan
bersumber dari sahabat yang sama dengan istilah Muttafaq „Alaih. Hadis Muttafaq „Alaih
adalah istilah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhâri dan Muslim. Ibnu Hajar, Bulûgh al-
Marâm, (Dâr ihyâ; al-Kutub al-„Arabiyyah, tt), h. 2. „Alwî bin „Abbâs al-Mâlikî dan Hasan
Sulaimân an-Nûrî, Ibânah al-Ahkâm, jilid I, h. 12. Istilah Ini digunakan kalau keduanya
meriwayatkan dari sahabat yang sama. Lihat Muhammad bin Ismâʻ îl ash-Shanʻ ânî, Subul
as-Salâm, (Bandung: Syirkah Diponegoro, tt), h. 13. Dalam kitab al-Tâj al-Jâmiʻ li al-
Ushûl karangan Manshur „Âlî Nasif, yang dimaksud Muttafaq „Alaih adalah hadis
diriwayatkan oleh al-Bukhârî, Muslim dan Ahmad bin Hanbal. Lihat Ramli Abdul Wahid,
Studi Ilmu Hadits, (Medan: PP2-IK, 2003), cet. I, h. 35. Asy-Syaukânî juga mengatakan
yang sama dalam kitab Nail al-Authâr. Lihat Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalahul
Hadits, (Bandung: PT Almaʻ arif, 1974), cet. I, h. 33. Hadis Muttafaq 'Alaih menurut
perhitungan as-Sayûthî ini hanya 820 hadis. As-Sayûthî, Tadrîb al-Râwî, (Kairo: Dâr al-
3

“Diriwayatkan Saʻ îd bin „Ufair berkata: dari al-Laits berkata:


„Uqail dari Ibnu Syihâb berkata: dari „Urwah bin az-Zubair bahwa
al-Miswâr bin Makhramah dan „Abd ar-Rahman bin „Abd al-Qârî
berkata bahwa keduanya mendengar „Umar bin al-Khaththâb
berkata, aku mendengar Hisyâm bin Hakîm membaca surah Al-
Furqân semasa Rasulullah masih hidup, maka aku mendengarkan
bacaannya, tiba-tiba dia membacanya dengan bacaan huruf-huruf
yang banyak yang berbeda dengan apa yang dibacakan Rasul
kepadaku, maka hampir saja aku menyeretnya ketika masih dalam
shalat. Lalu aku menungguinya sampai shalat selesai. Kemudian aku

Hadîts, 2004), h. 78. Muhammad Fuad „Abd al-Bâqî mengumpulkanya menjadi satu kitab
yang diberi nama al-Lu'lu' wa al-Marjân fî Mâ Ittafaqa „Alaihi asy-Syaikhân.
8
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâwud, at-Tirmidzî dan an-
Nasâî. Lihat Yûsuf bin „Abd ar-Rahman al-Mizzî, Tuhfah al-Asyrâf bi Maʻ rifah al-Athrâf,
(Beirût: al-Maktabah al-Islamî, 1983), cet. II, jilid VIII, h. 81. Lihat takhrij hadis ini
selanjutnya dalam bab 3.
4

mencengkram ridaʻ nya dan berkata, “Siapa yang mengajarimu


membaca surah ini?”, Hisyâm menjawab, Rasulullah yang
mengajariku. Aku berkata kepadanya, Kamu bohong, demi Allah,
Rasul mengajariku membaca surah ini yang tidak sama dengan apa
yang aku dengar kamu membacanya. Lalu aku membawanya
menghadap kepada Rasulullah. Aku berkata, Hai Rasulullah, aku
mendengar orang ini membaca surah Al-Furqân dengan huruf-huruf
tidak seperti bacaan yang engkau ajarkan kepadaku, sedangkan
engkau yang mengajariku surah al-Furqân. Kemudian Rasul
bersabda, lepaskan hai „Umar, baca wahai Hisyâm. Lalu dia
membacanya seperti bacaan yang aku dengar tadi. Rasul bersabda,
demikian inilah surah ini diturunkan. Kemudian Rasul bersabda,
baca hai „Umar, lalu aku membacanya seperti bacaan yang diajarkan
rasul kepadaku. Kemudian Rasulullah bersabda, demikianlah surah
ini diturunkan. Kemudian Rasulullah bersabda, sesungguhnya Al-
Qur‟an ini diturunkan atas sabʻ ah ahruf, maka bacalah apa yang
mudah darinya menurutmu.
Ada lagi hadis dari riwayat al-Bukhâri dan Muslim yang bersumber
dari „Ibnu „Abbâs:

“Diriwayatkan dari Ismâʻ îl berkata dari Sulaimân dari Yûnus dari


Ibnu Syihâb dari „Ubaidillah bin „Abdillah bin „Utbah bin Masʻ ûd
dari Ibnu „Abbâs, berkata Rasulullah bersabda, “Jibril membacakan
Al-Qur‟an kepadaku dengan satu satu huruf. Kemudian aku kembali

9
Muhammad bin Ismâʻ il al-Bukhârî, Shahih al-Bukhârî, Kitab Bad‟ al-Khalqi bab
Dzikr al-Malâikah dan Kitab Fadhâil al-Qur‟ân bâb Unzila al-Qur‟ân „Alâ Sabʻ ah Ahruf.
Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Beirût: Dâr Ihyâ‟ at-Turâts al-„Arabî, tt), jilid I, h.
561, Kitâb Shalât al-Musâfirîn Wa Qasrihâ bâb Bayân „an al-Qur‟ân „alâ Sabʻ ah Ahruf wa
Bayâni Maʻ nahâ. Lihat Muhammad Fuʻ âd „Abd al-Bâqî, al-Lu‟lu‟ wa al-Marjân fî Ma
Ittafaqa „Alaih asy-Syaikhân, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 1986), jilid I, h. 157. Hadis ini selain
diriwayatkan al-Bukhârî dan Muslim, juga diriwayatkan oleh Ahmad, Lihat „Alî bin Hisyâm
ad-Dîn al-Muttaqî al-Hindî, Kanz al-„Ummâl fî Sunan al-Aqwâl wa al-Afʻ âl, (Beirut:
Mu‟assah ar-Risâlah, 1981), cet. V, jilid II, h. 49.
5

kepadanya dan meminta tambah terus. Lalu ia menambahkan


kepadaku sampai aku menyelesaikan tujuh huruf”.

Sejarah menuturkan juga bahwa ketika ayat-ayat Al-Qur‟an


diturunkan, Nabi Muhammad saw. beberapa kali meminta malaikat Jibril
untuk menambah bacaan Al-Qur‟an yang diberikan kepadanya. Rasulullah
tampak merasa kurang dengan hanya satu bacaan yang disampaikan Jibril,
untuk itulah malaikat penyampai wahyu ini, melalui petunjuk Allah,
menambahkan qira‟at Al-Qur‟an kepada Nabi saw. Demikianlah pemaknaan
hadis yang diriwayatkan al-Bukhâri dan Muslim dalam kitab10 sahihnya
masing-masing, yang bersumber dari Ibnu „Abbâs di atas. Hadis-hadis ini
menjadi dalil otoritatif yang cukup populer bagi penggiat kajian „Ulûm al-
Qurʼ an yang melegitimasi dan sekaligus memberikan informasi yang valid
tentang eksistensi qira‟at tujuh dalam disiplin Ilmu Al-Qur‟an.
Bahkan Abû Yaʻ lâ menceritakan dalam Musnad al-Kabîr-nya,
bahwa „Utsmân bin „Affân ketika berlangsungya pelaksanaan penulisan
mushhaf, beliau berdiri di atas mimbar di hadapan jamaʻ ah kaum muslimin,
lalu berkata; “sesungguhnya Al-Qur‟an diturunkan atas tujuh huruf,
semuanya cukup dan memadai”. Maka sebagian besar jamaʻ ah berdiri dan
memberikan persaksian, sehingga jumlah mereka tidak terhitung. Kemudian
„Utsmân berkata; “aku pun bersaksi bersama mereka”.11
Dalam beberapa riwayat hadis-hadis tentang sabʻ ah ahruf ini, Nabi
saw. mengemukakan kepada Allah tentang sebab mengapa ia menyampaikan
permintaan penambahan bacaan-bacaan Al-Qur‟an tersebut, yaitu bahwa
umatnya terdiri dari berbagai macam lapisan masyarakat dan berbagai umur.
Ada yang tidak bisa membaca dan menulis, ada yang sudah tua dan adapula
yang masih kecil. Semuanya adalah merupakan pembaca Al-Qur‟an.12Jika
mereka diharuskan membaca Al-Qur‟an dengan satu variasi bacaan saja,

10
Kitab mereka berdua masyhur dengan sebutan Shahih al-Bukhârî dan Shahih
Muslim. Nama asli dari kitab keduanya yang diberikan pengarangnya menurut penelitian
Syaikh „Abd al-Fattâh Abû Ghuddah adalah, untuk Shahih al-Bukhârî, al-Jâmiʻ al-Musnad
ash-Shahih al-Mukhtashor Min „Umûri Rasulillah saw, Wa Sunanihi wa Ayyâmih.
Sedangkan Shahih Muslim adalah al-Musnad as-Shahih al-Mukhtashor min as-Sunan bi
Naql al-„Adl „an al-„Adl „an Rasulillah. Lihat „Abd al-Fattâh Abû Ghuddah, Tahqîq Ismâ‟ îl
ash-Shahîhain wa Ismi Jâmiʻ at-Tirmidzî, (Aleppo: al-Maktab al-Mathbûʻ ât al-Islamiyyah,
1993), cet. I.
11
Muhammad bin Muhammad Abû Syuhbah, al-Madkhal li Dirâsati al-Qur‟ân al-
Karîm, (Beirut: Dâr al-Jail, 1992), h. 152. Mannâʻ Khalîl al-Qaththân, Nuzûl al-Qur‟ân „ala
Sabʻ ah Ahruf, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1991), cet. I, h. 20.
12
Hadis diriwayatkan at-Tirmîdzî. Lihat Abû „Îsâ Muhammad bin as-Saurah, Sunan
at-Tirmîdzî, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), jilid IV, h. 434.
6

akan mengalami kesulitan. Padahal Al-Qur‟an harus disosialisasikan kepada


masyarakat13.
Setelah Nabi Muhammad saw. meninggal,14 para sahabat Nabi
melanjutkan tradisi yang telah dirintis oleh Nabi saw., yaitu mengajarkan Al-
Qur‟an. Ada di antara mereka yang menetap di Madinah dan Makkah
mengajarkan Al-Qur‟an pada murid-murid mereka, seperti „Ubay bin Kaʻ ab
(w. 30 H), „Utsmân bin „Affân (w. 35 H), Zaid bin Tsâbit (w. 45 H), Abû
Hurairah (w. 59 H), „Abdullah bin „Ayyâsy (w. 64 H), „Abdullah bin „Abbâs
(w. 68 H), „Abdullah bin as-Sâib al-Makhzûmî (w. 68 H). Namun di antara
mereka juga ada sahabat yang keluar dari Madinah untuk berjuang dan
berdakwah bersama yang lain. Pada masa Khalifah Abû Bakar dan „Umar
dengan berkembangnya Islam ke negeri lain, dibutuhkan banyak tenaga yang
mengajarkan Islam kepada penduduk setempat.15
Hasilnya, pada masa tabiʻ in banyak yang masyhur dalam bidang
qiraʻ at di antaranya, di Madinah ada Ibnu al-Musayyab, „Urwah, Sâlim,
„Umar bin „Abd al-„Azîz, Sulaimân bin Yasâr, „Athâ‟ bin Yasâr, Zaid bin
Aslam, Muslim bin Jundab, Ibnu Syihâb az-Zuhrî dan Muʻ âd bin al-Hârits.16
Kodifikasi (kompilasi: tadwîn) mushhaf yang dilakukan pada era
Khalifah „Utsmân yang diketuai pengerjaannya oleh Zaid bin Tsâbit, tidak
serta merta menghentikan munculnya variasi bacaan Al-Qur‟an. Seiring
berjalannya waktu, variasi17 bacaan semakin beragam dan bahkan tidak

13
Tim Tafsir Departemen Agama RI, Muqaddimah al-Qur‟an dan Tafsirnya,
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2008), h. 317.
14
Rasulullah saw, wafat pada tengah hari sesudah dzuhur 12 Rabiul awwal pada
tahun 11 hijriyyah pada usia 63 tahun. Lihat al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi, cet. XIII,
h.793.
15
Lihat lebih lanjut dalam bab 3.
16
Muhammad Bakr Ismâʻ il, Dirâsât Fî „Ulûm al-Qur‟ân al-Karîm,(Dâr al-Manâr,
1999), cet. 2, h. 90. Di kota Makkah mashur ada „Athâ‟, Mujâhid, Thâwus, „Ikrimah, Ibn Abî
Malikah, „Ubaid bin „Umair dan lainnya. Di kota Bashrah ada „Âmir bin „Abd al-Qais, Abû
al-„Aliyyah, Abû Rajâ‟, Nashr bin „Âshim, Yahyâ bin Ya‟mar, Jâbir bin Zaid, al-Hasan al-
Bashrî, Ibnu Sîrîn, Qathâdah dan lain-lainnya. Di kota Kufah ada „Alqamah, al-Aswad,
Masrûq, „Ubaidah, ar-Rabi‟ bin Khaisam, al-Harist bin Qais, „Umar bin Syarahbîl, „Umar bin
Maimûn, Abû „Abd ar-Rahman as-Sulami, Zirr bin Hubaisy, „Ubaid bin Fadhlah, Abû
Zur‟ah bin „Amr, Saʻ îd bin Jubair, an-Nakhaʻ î, as-Syaʻ bî dan lain-lain. Sedangkan di
Kota Syam, ada al-Mughîrah al-Makhzûmî dan Khâlid bin Saʻ îd murid dari Abû Dardâ‟.
Lihat Muhammad Bakr „Ismâʻ îl, Dirâsât Fî „Ulûm al-Qur‟ân, h. 91.
17
Musthafa al-Aʻ zami merasa keberatan dengan istilah variasi digunakan dalam
ragam bacaan al-Qur‟an. Dia mengatakan, “Variasi adalah istilah yang saya sebenarnya
kurang begitu sreg memakainya. Dalam masalah tertentu, istilah ini secara definitif dapat
memberi nuansa akan ketidakpastian. Jika pengarang asli menulis satu kalimat dengan
caranya sendiri, kemudian rusak akibat kesalahan dalam menulis lalu kita perkenalkan
prinsip ketidakpastian, akhirnya penyunting yang tak dapat membedakan mana yang betul
dan mana yang salah, akan meletakkan apa yang ia sangka sesuka hatinya ke dalam teks,
sedangkan lainnya dimasukkan ke dalam catatan pinggir. Demikian halnya dengan masalah
7

terkontrol. Fenomena munculnya variasi bacaan yang semakin beragam ini


muncul setelah kekhalifahan „Utsmân hingga memasuki awal-awal abad ke 4
Hijriyah. Pada masa inilah, persisnya pada tahun 322 H, Khalifah
„Abbâsiyyah lewat dua menterinya Ibnu „Îsâ dan Ibnu Muqlah memberikan
mandat pada Ibnu Mujâhid (w. 325 H/937 M) untuk melakukan penertiban.18
Kebijakan ini sendiri diambil, karena bacaan-bacaan yang muncul
nampak semakin liar. Ibnu Mujâhid sendiri merupakan seorang pakar qira‟at
dan ilmu-ilmu Al-Qur‟an yang bekerja pada pemerintah „Abbâsiyyah. Pihak
pemerintah merasa prihatin dengan banyaknya versi bacaan Al-Qur‟an yang
beredar. Bahkan dalam kitab Iʻ jâz al-Qirâ‟at al-Qur‟aniyyah, Shabarî al-
Asywah, menyebutkan bahwa bacaan-bacaan yang beredar kala itu mencapai
50 variasi bacaan.19
Pada selanjutnya, Ibnu Mujâhid membandingkan semua bacaan yang
berjumlah puluhan, setelah itu ia menyeleksi dan memilih tujuh varian
bacaan dari para pakar qira‟at ternama dari berbagai penjuru kota, yakni dari
kota Madinah dipilih Nâfiʻ (w. 199 H/ 841 M), Makkah dipilih Ibnu Katsîr
(w. 120 H/ 738 M), dari Bashrah dipilih Abû „Amr (w. 150 H/ 771 M), dari
Syam dipilih Ibnu „Âmir (w. 118 H/ 736 M) dan dari Kufah dipilih tiga
orang, „Âshim (w. 127 H/ 745 M), Hamzah (w. 156 H/ 773 M) dan al-Kisâî
(w. 189 H/ 805 M)20. Dalam disiplin Ilmu Qira‟at, memang tujuh bacaan

variasi (ragam bacaan). Akan tetapi masalah Al-Qur‟an jelas berlainan karena Nabi
Muhammad satu-satunya Khalifah Allah sebagai penerima wahyu dan transmisinya, secara
pribadi mengajarkan ayat-ayat dalam banyak cara. Disini tidak ada dasar keraguan, tidak
terdapat istilah kabut hitam maupun kebimbangan, dan kata “varian” tampak gagal dalam
memberi arti yang masuk akal. Kata multiple reading (banyak bacaan) jauh dapat memberi
penjelasan akurat.... Contoh yang sangat jelas dalam hal ini adalah surat al-fâtihah, dimana
ayat ke empat dibaca mâlik (pemilik) atau malik (raja) di hari pembalasan. Kedua-dua kata
tadi diajarkan oleh Nabi Muhammad dan oleh karena itu menjadikannya bacaan yang banyak
(multiple), bukan beragam (variant). Lihat M.M. al-Aʻ zami, The History of The Qur‟anic
Text, From Revelation to Compilation, penterjemah: Sohirin Solihin, Anis Malik Thaha Dkk,
(Jakarta: Gema Insani, 2005), cet. I, h. 171.
18
Lihat Philip K. Hitti, History Of The Arabs, (Jakarta: Serambi, 2006), cet. 1, h.
155.
19
Shabarî al-Asywah, Iʻ jaz al-Qirâ‟ât al-Qur‟aniyyah, Dirâsât fî Târikh Qirâ‟ât
wa at-Tijâhât al-Qurrâ‟, (Mesir: Maktabah Wahbah, 1998), h. 61. Hal senada juga dikatakan
Syauqî Dhaif dalam kata pengantar kitab as-Sabʻ ah Ibnu Mujâhid. Syauqî Dhaif,
Muqaddimah as-Sabʻ ah fi al-Qirâ‟ât Ibnu Mujahid, (Mesir: Dâr al-Ma‟ârif, tt), h. 17. Al-
Hudzalî mengumpulkan riwayat qira‟at 50 dalam kitab tersendiri, yaitu kitab al-Kâmil. Lihat
Al-Hudzalî, al-Kâmil fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr wa al-Arbaʻ îna az-Zâidah „alaiha, (Muassasah
Samâ li an-Nasyr wa at-Tauzî‟, 2007), cet. I.
20
Sebenarnya pada abad kedua hijriyyah orang mulai tertarik kepada qirâ‟ât atau
bacaan beberapa imam yang mereka kenal. Di antara qirâ‟ât tersebut adalah qirâ‟ât tujuh ini,
hanya nama al-Kisâî yang mengeliminir nama Ya‟qûb, yaitu salah seorang ahli Qira‟at dari
Kufah atas pilihan Ibnu Mujâhid. Lihat Dr. Ahmad Fathoni, “Studi Komparasi Bacaan
Riwayat Qolun dan Riwayat Hafs”. Jurnal Suhuf. Vol. 5 no 1 2012. Academia.edu. Lihat
8

inilah yang dianggap memiliki kualitas periwayatan yang sahih dan dapat
dipertanggung jawabkan.21Selain tujuh qira‟at ini, ada lagi qira‟at yang lain,
yakni qira‟at sepuluh (al-qirâ‟âh al-„asyrah), qira‟at empat belas (al-qirâ‟âh
al-„arbaʻ ah al-„asyr), bahkan sampai puluhan qira‟at.22 Hasil seleksi Ibnu
Mujâhid di atas ini, ia bakukan dalam kitab karyanya yang berjudul as-
Sabʻ ah fî al-Qirâ‟ât.23
Istilah qira‟ah sabʻ ah kreasi dari Ibnu Mujâhid menjadi semakin
kokoh dan masyhur dengan munculnya kitab at-Taisîr fî al-Qirâ‟ât as-Sab‟
karya Abû „Amr ad-Dânî (w. 444 H/1052 M). Yang menonjol dari kitab ini
adalah penyederhanaan perawi dari setiap imam dengan mengambil hanya
dua perawi, padahal perawi setiap imam semestinya berjumlah puluhan,
bahkan ratusan.24
Para periwayat imam tujuh yang masyhur ialah : [1] Qâlun (w. 220 H/
835 M) dan Warsy (w. 197 H/ 813 M), yang meriwayatkan dari Nâfiʻ , [2]
Qunbul (w. 291 H/ 904 M) dan al-Bazzî (w. 250 H/ 864 M), meriwayatkan
dari Ibnu Katsîr, [3] ad-Dûrî (w. 246 H/ 860 M) dan as-Sûsî (w. 261 H/ 875
M), meriwayatkan dari Abû „Amr, [4] Hisyâm (w. 245 H/ 859 M) dan Ibnu
Dzakwân (w. 242 H/ 856 M), meriwayatkan dari Ibnu „Âmir, [5] Syu‟bah (w.
193 H/ 809 M) dan Hafsh (w. 180 H/ 796 M), meriwayatkan dari „Âshim, [6]
Khalaf (w. 229 H/ 844 M) dan Khallâd (w. 220 H/ 835 M), meriwayatkan
dari Hamzah, [7] Abû al-Hârits (w. 240 H/ 840 M) dan ad-Dûrî al-Kisâî (w.
246 H/ 860 M), meriwayatkan qira‟at dari al-Kisâî. 25
Pembakuan dan praktek tujuh variasi bacaan ini terus berjalan dalam
sejarah peradaban Islam. Namun seiring roda waktu berjalan, pelestarian
dalam bentuk bacaan pada tujuh qira‟at ini tidak merata di dunia Islam dan

juga M.H. Thabathabai, Mengungkap Rahasia al-Qur‟an diterjemahkan dari al-Qur‟an Fi al-
Islam,(Bandung: Mizan, 1998), cet. XI, h. 139. Lebih lanjut akan dibahas dalam bab 3.
21
Adapun bacaan tersebut dinilai sahih, harus memenuhi standar tiga syarat sebagai
berikut, yaitu; pertama, harus sesuai dengan kaidah bahasa Arab yang benar. Kedua, harus
sesuai dengan salah satu Mushhaf-Mushhaf ʻ Utsmânî. Ketiga, harus mempunyai sanad yang
mutawâtir. Lihat Muhammad Ahmad Muflih dkk, Muqaddimât…, h. 69.
22
Sebagian ulama ada yang mengelompokkan bacaan al-Qur‟an ada enam macam
yaitu; Mutawâtir, Masyhûr, Ahâd, Syâdz, Maudhûʻ dan Mudrâj.As-Sayûthî, al-Itqân, jil. 2,
h. 507. Abduh Zulfidar, al-Qur‟an dan Qira‟at (Jakarta : Pustaka al-Kausar, 1996), h. 429.
Akan dibahas lebih lanjut dalam bab 3.
23
Kitab ini sudah di tahkik oleh Syauqi Dhaif dan dicetak di penerbit Dâr al-
Maʻ arif al-Mishriyyah.
24
Lihat Ahmad Fathoni, “Studi Komparasi Bacaan Riwayat Qâlûn dan Riwayat
Hafs”. Jurnal Suhuf. Vol. 5 no 1 2012. Academia.edu. Lihat „Alî Baidhûn, Muqaddimah
Syarh Thaiyyibah an-Nasyr fi al-Qirâ‟ât al-„Asyr, (Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2003),
cet. I, jilid I, h. 5.
25
Lihat misalnya Ibnu al-Bâdisy Ahmad bin „Âlî, al-Anshârî, Kitâb al-Iqnâ‟ fî
Qirâ‟at as-Sabʻ , (Damaskus: Dâr al-Fikr, 1403), cet. 1, jil. 1, h. 55-145. Akan dibahas
dalam bab 3.
9

tidak mencakup seluruh imam yang sudah dibakukan dalam bentuk tulisan.
Dari tujuh imam qira‟at yang ada, hanya empat imam saja yang qira‟atnya
eksis dipraktekkan oleh umat Islam. Keempat imam adalah Nâfi‟, Abû „Amr,
Ibnu „Âmir dan „Âshim (dengan dua perawinya masing-masing). Dari empat
imam ini, hanya satu imam yang bacaannya paling banyak dan mendominasi
seluruh bacaan umat Islam di seluruh pelosok dunia, yakni qira‟at „Âshim.
Masih begitu, dari qira‟at imam „Âshim ini pun, hanya riwayat Hafsh saja
yang eksis, sementara riwayat Syuʻ bah tidak.26
Untuk menjaga eksisitensi bacaan qira‟ah sab‟ah ini dan qira‟at-
qira‟at lainnya, banyak dikarang kitab-kitab tentang qira‟ah27ini dan dibuat

26
Untuk mengetahui sejarah kenapa hegemoni Qira‟at imam Hafsh yang mendunia,
Lihat Papers Jurnal Suhuf. Academia.edu, “Pembakuan Qira‟at „Âshim riwayat Hafsh dalam
Sejarah dan Jejaknya di Indonesia”, oleh: Mustofa dari Lajnah Pentashihan Mushaf al-
Qur‟an Jakarta.
27
Di antara kitab-kitab tentang Qira‟at yang tercetak di antaranya: al-Ibânah „an
Maʻ ânî al-Qirâ‟ât karya Makkî bin Abû Thâlib al-Qaisî (w. 437 H) dicetak Dâr al-Ma‟mûn
li at-Turâts, Ibrâz al-Maʻ ânî min Hirz al-Amânî Syarh kitab Asy-Syâtibiyyah karya
Abdurrahman bin Ismâil, Abû Syâmah (w.665 H) dicetak di Kairo, Ithâfu Fudholâ‟ al-
Basyar fî al-Qirâ‟ât al-Arba‟ „Asyr karya Ahmad bin Muhammad ad-Dimyâthî (w. 117 H),
dicetak maktabah al-Masyhad al-Husaini Kairo, al-Irsyâdah al-Jaliyyah fî al-Qirâ‟ât as-
Sabʻ min Thâriq asy-Syâthibiyyah karya DR. Muhammad Salim Muhaishin, cet. Maktabah
al-Kulliyât al-Azhariyyah Kairo, Irsyâdah al-Murîd fî Syarh al-Qashîd, Syarh „Ala asy-
Syâthibiyyah karya Muhammad „Alî add-Dhibâgh, al-Bûdûr az-Zâhiroh fî al-Qirâ‟ât al-
„Asyr al-Mutawâtirah karya „Abd al-Fattâh al-Qâdhî, Tahbîr at-Taisîr fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr
min Tharîq asy-Syâthibiyyah wa Ad-Durrah karya Muhammad al-Jazarî (w. 832 H), dicetak
di Kairo, at-Tadzkirah fî al-Qirâ‟ât ats-Tsalâts wa Taujîhihâ min Tharîq ad-Durrah karya
DR. Muhammad Sâlim Muhaishin, dicetak al-Kulliyât al-Azhariyyah Kairo, Taqrîb an-
Nasyr fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr karya Ibnu al-Jazarî, dicetak di Kairo, at-Taisîr fî al-Qirâ‟ât as-
Sabʻ karya Abû „Amr ad-Dânî (w. 444 H), dicetak di Istanbul 1930 M, Al-Hujjah fî al-
Qirâ‟ât as-Sabʻ karya Husain bin Ahmad bin Khalawiih (w. 370 H) dicetak di Damaskus,
al-Hujjah fî „Ilal al-Qirâ‟ât as-Sabʻ karya Hasan bin Ahmad, Abû „Alî al-Fârisî (w. 377 H),
dicetak di Kairo, Hirz al-Amâni wa Wajh at-Tahânî, Nadzm fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ karya asy-
Syâthibî (w. 548 H), dicetak di Kairo, ad-Durrah al-Mudhiyyah, Nadzm fî al-Qirâ‟ât ats-
tsalâts al-Mutammimah li al-„Asyrah karya Ibnu al-Jazarî dicetak di Kairo, Sirâj al-Qâri‟ al-
Mubtadî wa Tidzkâr al-Qâri‟ al-Muntahî karya Abû Qâsim „Alî bin „Utsmân, Ibnu al-Qâsih
(w. 801 H) dicetak di Kairo, Sibawaih wa al-Qirâât karya DR. Ahmad Makkî al-Anshâri
dicetak di Kairo, Syarh as-Samnûdhî „Ala ad-Durroh karya Muhammad bin Hasan as-
Samnûdî (w. 1119 H), dicetak di Kairo, Ghaist an-Nafʻ fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ karya „Alî an-
Nawâwî ash-Shafâqusî dicetak di Kairo, al-Qirâ‟ât al-„Asyr karya Mahmud Khalîl al-
Husharî, dicetak di Kairo, al-Qirâ‟ah asy-Syadzdzah karya „Abd al-Fattah al-Qâdhî dicetak
di Kairo, al-Qirâ‟ât wa al-Lahajât karya „Abd al-Wahhâb Hamûdah dicetak di Kairo, al-
Qirâ‟ât al-Qurâniyyah karya DR. „Abd ash-Shabur Syâhin dicetak di Kairo, al-Qirâ‟ât fî
Nadhar al-Musytasyriqîn wa al-Mulhidîn karya „Abd al-Fattâh al-Qâdhî dicetak di Kairo,
Kitâb as-Sabʻ ah karya Ahmad bin Mûsa bin Mujâhid (w. 324 H) dicetak di Kairo dengan
pengulas DR. Syauqi Dhaif, al-Kasyf „An Wûjûh al-Qirâ‟ât as-Sabʻ wa „Ilalihâ karya
Makkî bin Abû Thâlib al-Qaisî (w. 437 H) dicetak di Damaskus, Kanz al-Maʻ ânî fî Syarh
Hirz al-Amânî karya Muhammad bin Ahmad, Syuʻ lah (w. 656 H), dicetak di Kairo, al-
10

halaqah talaqqî pengajaran Al-Qur‟an. Walaupun para pengkajinya dapat


dikatakan sangat minim, paling tidak, bacaan qira‟ah sabʻ ah ini masih eksis
sampai sekarang di tangan para ahli dan praktisinya.
Pada dekade tujuh puluhan muncul Institut perguruan Tinggi Ilmu Al-
Qur‟an (PTIQ) dan Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) di Jakarta, yang khusus
mengajarkan „Ulûm Al-Qur‟an termasuk di dalamnya Ilmu Qira‟at. Ilmu
Qira‟at semakin dikenal di Indonesia setelah komisi Fatwa MUI dalam
sidangnya tanggal 2 Maret 1983 memutuskan bahwa: [1]. Qira‟ah sabʻ ah
adalah sebagian ilmu dari „Ulûm Al-Qur‟an yang wajib dikembangkan dan
dipertahankan eksistensinya, [2]. Pembacaan qira‟at tujuh (qira‟ah sabʻ ah)
dilakukan pada tempat-tempat yang wajar oleh pembaca yang berijazah
(yang telah talaqqî dan musyâfahah dari ahli qira‟at).28Dan sejak tahun 2002,
tepatnya pada Seleksi Tilawahil Qur‟an (STQ)29 di Mataram Nusa Tenggara
Barat, qira‟at Al-Qur‟an termasuk salah satu cabang yang ikut
dimusabaqahkan dan terus berjalan sampai sekarang ini.30
Bahkan jauh sebelum itu, Majma‟ al-Buhûts (lembaga riset) al-Azhar
Kairo dalam muktamarnya tanggal 20-27 April 1971 telah memutuskan
bahwa qira‟at Al-Qur‟an itu bukanlah hasil ijtihad, melainkan tauqîfî
(ketentuan Tuhan) yang berpegang pada riwayat-riwayat yang mutawâtir.
Muktamar mendorong dan menggalakkan para pembaca Al-Qur‟an agar tidak
hanya membaca qira‟at Hafsh saja, demi untuk menjaga qira‟at-qira‟at yang
lain yang telah diyakini kebenarannya agar jangan terlupakan dan musnah.
Muktamar juga menghimbau seluruh negara-negara Islam agar
menggalakkan mempelajari qira‟at ini di lembaga-lembaga pendidikan
khusus yang dikelola para pakar Ilmu Qira‟at yang terpercaya keahliannya.31

Muhtasib fî Tabyîn Wûjûh Syawâdz al-Qirâ‟ât karya Abû Fattâh„Utsmân bin Jinni (w. 392
H), dicetak di Kairo, Mukhtashar Syawâdz al-Qur‟ân karya Ibnu Khalawaih dicetak Kairo,
al-Mustanîr fî Takhrîj al-Qirâ‟ât al-Mutawâtirah min Haitsu al-Lughah wa al-Iʻ râb wa at-
Taisyîr karya DR. Muhammad Sâlim Muhaishin dicetak di Kairo, al-Mukarrar fî mâ
Tawâtturu min al-Qirâ‟ât as-Sabʻ wa Taharrar karya Abû Hafsh „Umar bin Qâsim an-
Naysyar dicetak di Kairo, al-Muhaddzab fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr karya DR. Muhammad Sâlim
Muhaishin dicetak di Kairo, an-Nasyr fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr karya Ibnu al-Jazarî dicetak di
Kairo, al-Wâfi fî Syarh asy-Syâthibiyyah karya „Abd al-Fattah al-Qâdhî dicetak di Mesir.
Lihat DR. Sya‟bân Muhammad Ismâ‟îl, Mengenal Qirâ‟ât al-Qur‟an diterjemahkan dari al-
Qirâ‟ât Ahkâmuhâ wa Mashdaruhâ, penterjemah DR. H.S. Agil Husin al-Munawwar, M.A,
dkk, (Semarang: Dina Utama, 1993), cet. I, h. 130-139.
28
Ahmad Fathoni, Kaidah Qira‟at Tujuh, (Jakarta: ISIQ, 1992), jil. 1, h. 13.
29
Hal ini berdasarkan bahwa Menteri Agama Indonesia era Presiden Abdurrahman
Wahid (Gus Dur), Prof. DR. Said Agil al-Munawwar yang pada tahun 2001 membuat satu
kebijakan yang baik dan strategis untuk memasyarakatkan Ilmu Qira‟at dengan
mengeluarkan surat keputusan (SK) yang mengikut sertakan cabang Qira‟at dalam MTQ dan
STQ di Indonesia.
30
Makalah Ahsin Sakho Muhammad, “Qira‟ah Sabʻ ah di Indonesia”, Maret 2002.
31
Ahmad Fathoni, Kaidah Qira‟at Tujuh, (Jakarta: ISIQ, 1992), h. 14.
11

Berkenaan tentang penyusunan kitab tentang qira‟at dan qira‟ah


sab‟ah, para ulama mempunyai metodologi yang bermacam-macam dalam
menyusun kitab karangan mereka masing-masing. Tipologi ini bisa kita
kelompokkan sebagai berikut; tipologi pertama, menjelaskan kaidah-kaidah
ushûliyyah dan farsy al-hurûf para imam qira‟at dengan tanpa berurutan ayat
per-ayat dalam Al-Qur‟an, atau hanya menjelaskan bagian-bagian tertentu
dari qira‟ah sab‟ah. Masuk dalam bagian ini juga kitab-kitab qira‟ah yang
membahas tentang konsekuensi yang timbul dari perbedaan qira‟at. Contoh
kitab-kitab dalam kategori ini di antaranya al-Ibânah „an Maʻ ânî al-Qirâ‟ât
karya Makkî bin Abû Thâlib al-Qaisî (w. 437 H), al-Hujjah fî „Ilal al-Qirâ‟ât
karya „Abd al-Fattâh al-Qâdhî, al-Qirâ‟ât al-Lahajât dan masih banyak
karya-karya yang lain.
Tipologi kedua, menerangkan pada setiap ayat-ayat Al-Qur‟an tentang
perbedaan bacaan, baik kaidah-kaidah ushuliyyah ataupun farsy al-hurûf32
secara berurutan ayat per-ayat seperti urutan dalam Al-Qur‟an dari surat al-
Fâtihah sampai an-Nâs. Contoh kitab-kitab yang disusun dengan metode
seperti ini misalnya adalah Kitab as-Sabʻ ah fî al-Qirâ‟ât karya Ibnu
Mujâhid, al-Hujjah fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ karya Ibnu Khalawaih, Hujjah al-
Qirâ‟âh karya Ibnu Zanjalah, Hirz al-Amânî karya asy-Syâthibî dan lain lain.
Di Indonesia, Kyai Arwani Amin dapat dikatakan satu-satunya33
ulama Indonesia yang menyusun sebuah kitab tentang qira‟ah sabʻ ah dengan
menggunakan bahasa Arab, utuh tiga puluh juz dan proses pengajarannya
juga dipraktekkan di Pesantren Yanbuʻ ul Qur‟an yang beliau dirikan dan
pimpin. Menurut Dr. Ahsin Sakho, tidak diketahui secara persis kapan
qira‟ah sabʻ ah mulai masuk ke Indonesia. Akan tetapi ada sebagian
pendapat bahwa qira‟ah sabʻ ah masuk ke Indonesia baru sekitar awal abad
kedua puluh hijriyyah, yaitu setelah banyaknya pelajar Indonesia yang
mengenyam pendidikan di Timur Tengah. Ulama yang memprakarsai
masuknya Ilmu Qira‟at di Indonesia salah satunya adalah Syaikh Muhammad
Munawwir bin Abdullah Rasyad dari Krapyak Yogyakarta. Syaikh
Munawwir mempelajari Ilmu Qira‟at dari Hijaz. Kemudian sepulangnya dari
sana, beliau mendistribusikan Ilmu Qira‟at ini kepada murid-muridnya. Salah
satu muridnya yaitu Syaikh Arwani Amin dari Kudus, yang kemudian
menyusun buku tentang qira‟ah sabʻ ah yaitu Faidh al-Barakât fî Sabʻ al-

32
Tentang kaidah ushûliyyah dan farsy al-hurûf akan dibahas dalam bab tersendiri
di bab 3.
33
Menurut Ahsin Sakho, kitab Faidh al-Barakât karya Kyai Arwani inilah satu-
satunya kitab tentang qira‟ah sabʻ ah yang utuh 30 juz, otoritatif yang disusun ulama
Indonesia. Wawancara dengan Dr. Ahsin Sakho pada hari Rabu, 8 Januari 2014 di kampus
IIQ Jakarta.
12

Qirâ‟ât. Buku ini telah masyhur di kalangan pesantren-pesantren Indonesia


yang mempelajari qira‟ah sabʻ ah.34
Dalam penyusunan kitabnya, Kyai Arwani dapat kita masukkan di
area tipologi kedua di atas, yaitu beliau menerangkan pada setiap ayat-ayat
Al-Qur‟an tentang perbedaan bacaan, baik kaidah-kaidah ushûliyyah ataupun
farsy al-hurûf secara berurutan ayat-per-ayat seperti urutan dalam mushhaf.
Hanya saja berbeda dengan yang lain, Kyai Arwani menjelaskan juga
bagaimana urut-urutan cara membaca Al-Qur‟an dengan bacaan qira‟ah
sabʻ ah dalam setiap ayat jika menggunakan cara thariqah jama‟,35 yang
ditempatkan susunannya lebih dahulu sebelum penjelasan perbedaan bacaan-
bacaannya itu sendiri. Ini paling tidak yang sangat mencolok yang
membedakannya dengan kitab-kitab qira‟at yang lain.
Kyai Arwani berusaha mengisi ruang kosong yang ditinggalkan para
ilmuwan para praktisi qira‟at dengan menuliskan karyanya tersebut disertai
dan lebih ditekankan pada bagaimana cara membaca Al-Qur‟an
menggunakan qira‟ah sabʻ ah dengan thariqah jama‟. Karena tujuan dari Al-
Qur‟an adalah untuk dibaca, dan pula membaca Al-Qur‟an dengan metode
qira‟ah sabʻ ah dengan thariqah jama‟ mempunyai metodologi sendiri khas
yang tidak mudah. Itulah alasan besar yang bisa ditangkap dari disusunnya
kitab Faidh al-Barakât oleh Kyai Arwani. Yaitu bagaimana cara membaca
Al-Qur‟an dengan metode qira‟ah sabʻ ah dengan thariqah jama‟.36
Dalam pendahuluan kitab tersebut, Kyai Arwani menuturkan bahwa
kitab itu dikarangnya setelah belajar membaca qira‟ah sabʻ ah dengan
panduan kitab Hirz al-Amânî (asy-Syâthibiyyah) kepada Kyai Munawwir.
Beliau menjelaskan bahwa tulisannya tersebut itu sebagai tali pengikat ilmu
dan sebagai buku panduan para pelajar yang ingin mendalami qira‟ah sabʻ ah
dan mengetahui bagaimana cara membacanya.37
Kitab Faidh al-Barakât karya Kyai Arwani ini sangat layak untuk
menjadi bahan kajian. Pemilihan kajian kitab ini sangat jelas, yaitu karena
kitab ini satu-satunya kitab qira‟ah sabʻ ah yang ditelorkan ulama asli
Indonesia secara utuh tiga puluh juz Al-Qur‟an dan mempunyai metodologi

34
Makalah Ahsin Sakho Muhammad, “Qira‟ah sabʻ ah di Indonesia”, Maret 2002.
35
Akan dibahas dalam bab tersendiri di bab 3.
36
Hal demikian, yaitu kegelisahan bahwa tidak adanya buku panduan untuk
pegangan bagi yang ingin mempelajari qira‟at sabʻ ah juga dirasakan oleh Khâlid bin
Muhammad, seorang pengajar al-Qur‟an di Madinah, lalu mengarang kitab al-Minah al-
Ilahiyyah. Lihat Khâlid bin Muhammad, al-Minah al-Ilahiyyah fi Jamʻ al-Qirâ‟ât as-Sabʻ
min Tharîq asy-Syâthibiyyah, (Madinah: Dâr az-Zamân, 1418), jilid I, h. 4. Hal senada juga
terjadi pada Ahsin Sakho ketika mengajar qira‟at pada anak-anak kampus IIQ. Kemudian
dikaranglah Manbaʻ al-Barakât Fî Sabʻ al-Qirâ‟ât. Lihat Ahsin Sakho, Manba‟ al-
Barakât fî Sabʻ al-Qirâ‟ât, (Jakarta: Institut Ilmu al-Qur‟an, 2012), cet. I, h. 1.
37
Muhammad Arwani, Faidh al-Barakât fi Sabʻ al-Qirâ‟ât, (Kudus: Mubarakah
Tayyibah, 2007), cet. II, jilid I, h. 2.
13

yang berbeda dengan kebanyakan kitab-kitab qira‟at yang lain. Pula kitab
Kyai Arwani ini sangat masyhur di kalangan pesantren dan juga masih
digunakan sebagai buku acuan bagi yang ingin belajar mendalami dan ber-
talaqqî qira‟ah sabʻ ah. Kitab ini dapat juga menjadi rujukan alternatif bagi
siapapun yang berkeinginan untuk bertalaqqî qira‟ah sab‟ah di tengah
kelangkaan kitab panduan untuk mengkajinya dengan mudah dan praktis.
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, kiranya sangat
menarik untuk menjadikan kitab karya Kyai Arwani Amin sebagai bahan
kajian. Penelitian ini diberi judul : Kitab Faidh al-Barakât fî Sabʻ al-Qirâ‟ât
Kyai Arwani Kudus (Analisa Metodologi dan Thariqah Jama‟).

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah

Dari paparan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat


dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang akan dikaji lebih dalam yang
selanjutnya nanti akan dicari jawabannya, yaitu:
1. Bagaimana metodologi yang digunakan Kyai Arwani dalam
kitab Faidh al-Barakât?
2. Bagaimana metodologi thariqah jama‟ yang dipakai Kyai
Arwani dalam kitab Faidh al-Barakât?
Karena keterbatasan halaman dan sangat banyaknya materi dalam
karya Kyai Arwani ini, peneliti hanya akan meneliti surat Al-Fâtihah dan Al-
Baqarah hanya sampai ayat ke 35 dalam surat Al-Baqarah. Hanya perlu
diketahui bahwa pembatasan ini tidak dipilih secara asal, tapi dengan penuh
pertimbangan bahwa kajian surat Al-Fâtihah dan Al-Baqarah inilah yang
merupakan miniatur dari keseluruhan kitab Faidh al-Barakât, bahkan
merupakan titik sentral untuk dapat memahami dengan baik kitab tersebut.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk memahami tentang macam-macam


qira‟at, terutamanya qira‟ah sabʻ ah, kesejarahan qira‟at. Stressingnya kajian
ini adalah memahami metodologi kitab dan thariqah jama‟ yang digunakan
dalam kitab Faidh al-Barakât.
Karena penelitian tentang qira‟ah sabʻ ah tidak bisa dilepaskan dari
hadis tentang unzila al-qur‟ân „alâ sabʻ ah ahruf, jadi penelitian ini akan
menyentuh, paling tidak dua aspek keilmuan sekaligus, yaitu kajian hadis-
hadis Nabi saw. yang merupakan bagian dari „Ulûm al-Hadîts dan tentang
Ilmu Qira‟at sebagai bagian dari „Ulûm al-Qur‟ân.
Penelitian juga diharapkan menambah khazanah keilmuan Islam pada
umumnya, dan khususnya kajian tentang Ilmu Qira‟at sebagai bagian dari
„Ulûm al-Qur‟an. Bagi Penulis khususnya dan Mahasiswa Pasca Sarjana
14

Institut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta, hasil penelitian ini diharapkan dapat


membantu memberikan input yang baik. Bagi lembaga Pesantren Tahfidz dan
Qira‟at, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi mereka
untuk lebih dalam mengkaji seputar Al-Qur‟an dan Ilmu Qira‟at.

D. Kajian Kepustakaan

Sejauh yang peneliti pahami, bahwa kitab Faidh al-Barakât ini belum
banyak yang mengkaji secara ilmiyyah tentang metodologi penulisannya.
Yang bisa penulis temukan adalah skripsi UIN Sunan Kalijaga 2003 berjudul
“Kitab Faid al-Barakât Fi Sabʻ al-Qira‟at” oleh Ahmad Zaki Ali. Skripsi
ini lebih memprotet kenapa kitab ini banyak digunakan di Pesantren Tahfidz
al-Qur‟an di Nusantara. Metodologi, sitematika kitab Faidh al-Barakât juga
dikaji, tapi hanya sepintas dan kurang mendalam. Ada lagi kajian tesis di
UNSIQ Wonosobo tahun 2011 berjudul “Metodologi Pembelajaran Qira‟at
Sab‟ah (Studi Komperatif di Pesantren Yanbu‟ul Qur‟an Kudus dan Dar al-
Qur‟an)”. Tesis ini juga menyentuh kitab Faidh al-Barakât yang kita kaji ini,
karena penelitiannya di Pesantren Yanbuʻ ul Qur‟an Kudus yang
menggunakan kitab tersebut. Hanya saja tesis ini tidak sampai meneliti dan
membahas metodologi kitab Faidh al-Barakât dan thariqah jama‟.
Untuk mengkaji kitab ini, penulis akan membandingkan dan
menela‟ah kitab-kitab tentang Ilmu Qira‟at yang telah dikarang oleh para
ulama sebelumnya. Terutama kitab Matan asy-Syâthibiyyah38karya Imam
asy-Syâthibî dan kitab-kitab syarahnya39, kitab Ibnu Mujâhid40, Ibnu al-

38
Nama kitab asalinya adalah Matn Hirz al-Amânî wa Wajh at-Tahânî. Kitab ini
adalah karya bersyair yang memuat 1173 bait dan lebih masyhur dengan sebutan Nadzam
asy-Syâthibiyyah. Lihat lebih lanjut dalam bab 3.
39
Banyak sekali kitab syarah asy-Syâthibiyyah yang dikarang oleh ulama yang ahli
di bidang ilmu qira‟at, di antaranya Burhân ad-Dîn Ibrâhîm bin „Umar al-Ja‟barî, Syamsy ad-
Dîn al-Kuranî, Syamsy ad-Dîn al-Fanari, „Alam ad-Dîn „Alî bin Muhammad as-Sakhâwî al-
Mishrî, Abû Syâmah „Abd ar-Rahman bin Ismâʻ îl an-Nahwî, Abû „Abdillah Muhammad
bin Ahmad atau Syu‟lah al-Maushilî, „Ala‟ ad-Dîn „Alî bin „Utsmân atau lebih dikenal
dengan Ibnu al-Qâshih al-Baghdâdî, Abû „Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin
Muhammad al-Fâsî, „Imâd ad-Dîn „Alî bin Ya‟qûb al-Maushilî, Jamâl ad-Dîn bin „Alî al-
Hishnî, Abû al-„Abbâs Ahmad bin Muhammad al-Qasthalânî al-Mishrî, Abû al-„Abbâs
Ahmad bin „Alî al-Maushilî, Taqî ad-Dîn „Abd ar-Rahman bin Ahmad al-Wâsithî, Taqî ad-
Dîn Ya‟qûb bin Badrân al-Juraidî, Syihâb ad-Dîn Ahmad bin Yûsuf as-Sâmin al-Halabî,
Syihâb ad-Dîn Ahmad bin Muhammad bin Jabarah al-Maqdisî, Syamsy ad-Dîn Muhammad
bin Ahmad al-Andalusî, Muhib ad-Dîn Muhammad bin Mahmûd an-Najâr al-Baghdâdî, Abû
Bakar bin Aidagdî atau lebih dikenal dengan Ibnu al-Jundî, Abû Qâsim „Ibâdullah bin „Abd
ar-Rahman al-Bârizî, Yûsuf bin Abû Bakar atau dikenal dengan nama Ibnu al-Khâtib, „Alam
ad-Dîn Qâsim bin Ahmad al-Lurgî, Badr ad-Dîn atau dikenal dengan nama Ibnu Ummi
15

Jazarî41, Abû„Amr ad-Dânî42 dan kitab-kitab dari ulama lain yang disusun
berkenaan dengan Ilmu Qira‟at.
Disamping kitab-kitab karya ulama di atas, penulis juga
menggunakan buku karya para ulama Indonesia yang mengkaji tentang
qira‟at, terutama sekali karya-karya tentang Ilmu Qira‟at dari Institut Ilmu
Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta maupun Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur‟an (PTIQ)
Jakarta sebagai basis pakar Ilmu Al-Qur‟an dan Ilmu Qira‟at di Nusantara.
Terutama sekali penulis akan mengkaji, mengamati, memahami
secara seksama dan komprehensif kitab Faidh al-Barakât yang menjadi
bahan kajian ini sendiri. Ini agar supaya penelitian menjadi berbobot,
mendalam dan dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, tidak hanya menjadi
kajian yang asal jadi dan dangkal.

E. Metodologi Penelitian

Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan


kebenaran atau lebih membenarkan kebenaran secara keilmuan. Menurut
Guba dan Lincoln seperti dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat, mengatakan
bahwa penelitian terbagi atas beberapa paradigma dan setiap paradigma
mempunyai teknik-teknik inti, pokok dan jenis kebenaran yang
diperolehnya.43
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan studi pustaka (library
research), yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan pustaka atau
literatur-literatur kepustakaan sebagai sumber tertulis, dengan teknik
pengumpulan data mengadakan penelaahan terhadap referensi-referensi yang
relevan dan berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.44
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan
deskriptif-analitis. Metode deskripsi di sini digunakan untuk mengurai serta
menjelaskan maksud dari kitab Faidh al-Barakât secara tepat dan apa
adanya. Sedangkan metode analisis digunakan untuk memberikan komentar
dan mendapatkan kesimpulan terhadap penjelasan dari kitab tersebut.

Qâsim al-Murâdî, Abû „Abdillah al-Magribî an-Nahwî, Sayyid „Abdullah bin Muhammad al-
Husainî, Jalâl ad-Dîn „Abd ar-Rahman bin Abû Bakar as-Sayûthî, Nûr ad-Dîn „Alî bin
Sulthân al-Qârî, Muntajab ad-Dîn al-Hamdânî, Syihâb ad-Dîn Ahmad bin „Abd al-Wahhâb
as-Sambatî dan „Alî bin Muhammad adh-Dhabbâ‟. Lihat DR. H. Ahmad Fathoni, Kaidah
Qira‟at Tujuh, (Jakarta : ISIQ, 1992), h. 20.
40
As-Sabʻ ah fî al-Qirâ‟ât.
41
Tayyibah al-Nasyr fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr dan lain-lain.
42
Terutama kitab At-Taisîr fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ .
43
Jalaluddin Rakhmat, Metodologi penelitian Agama, sebuah pengantar penyunting
Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989), h. 91-96.
44
Suharsini Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineke Cipta, 1990), h. 81-
84.
16

Agar supaya mendapatkan kesimpulan-kesimpulan dari soalan-soalan


pokok permasalahan yang ditawarkan, maka penelitian ini juga dikaji dengan
menggunakan metode sebagai berikut :
1. Pengumpulan data
Untuk pengumpulan data, penulis menggunakan teknik melihat
langsung ke kitab-kitab yang menjelaskan tentang qira‟at yang dapat diakses,
seperti kitab-kitab yang disebutkan dalam latar belakang di atas. Misalnya
karya Ibnu Mujâhid, Abû „Amr ad-Dânî, Ibnu al-Jazarî dan lain sebagainya
yang penulis jadikan sebagai data skunder. Sedangkan data primernya adalah
kitab Faidh al-Barakât itu sendiri.
Khusus rujukan hadis-hadis yang ada, utamanya tentang hadis
sabʻ ah ahruf yang tidak bisa dilepaskan dari kajian ini, penulis akan
merujuk langsung ke kitab aslinya masing-masing. Misalnya dengan
langsung merujuk ke kitab Shahih al-Bukhâri atau Shahih Muslim dan kitab-
kitab babon rujukan asli hadis (al-mashâdir al-ashliyyah) lainnya. Tapi
dimungkinkan juga bahwa penulis akan merujuk lebih dahulu ke kitab-kitab
indeks hadis, seperti kitab Muʻ jam Mufahras, Muhammad al-Saʻ îd bin
Baisûni Zaghlûl, Mausûʻ ah Athrâf al-Hadîts al-Syarîf dan kitab-kitab indeks
hadis yang lainnya sebagai jembatan dalam menemukan hadis-hadis itu jika
memang diperlukan.
2. Wawancara
Teknik wawancara ini hanya akan penulis lakukan jika memang
diperlukan. Misalnya saja dalam mengisi tentang biografi Kyai Arwani dan
tentang seputar kitab Faidh al-Barakât. Jika diperlukan Juga untuk mengisi
tambahan sejarah Ilmu Qira‟at dan perkembangan Ilmu Qira‟at di Nusantara,
penulis juga akan mewawancarai ahli-ahli qira‟at di Institut Ilmu Al-Qur‟an
(IIQ) Jakarta maupun Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur‟an (PTIQ) yang
merupakan basis para pakar Ilmu Qira‟at.

F. Teknik Penulisan

Teknik penulisan tesis ini dengan menggunakan buku Pedoman


Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta,
cetakan II tahun 2011. Dalam system transliterasi, penulis juga menggunakan
buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi IIQ ini juga.
Pada umumnya pada terjemahan Al-Qur‟an, penulis menggunakan
Al-Qur‟an dan terjamahan yang disusun departemen agama RI. Untuk
sumber yang berbahasa Arab, hadis, pendapat ulama, dan penukilan-
penukilan yang lain, penulis mengerjakannya secara mandiri, kecuali kalau
sudah terdapat terjemahan, penulis merujuknya sebagai bahan perbandingan.

G. Sistematika Penulisan
17

Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian, maka kajian ini


dibagi atas lima bab, masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab yang
tersusun seperti berikut:
Bab pertama pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan
dan pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian
kepustakaan, metodologi penelitian, teknik penulisan dan sistematika
penulisan.
Bab kedua biografi Kyai Arwani Amin, meliputi riwayat hidupnya,
aktifitas keilmuan, guru-guru dan murid-muridnya, perjuangan dan
membangun pesantren, karya- karyanya, sanad Al-Qur‟an, sanad qira‟ah
sab‟ah dan thariqoh, dan ditutup dengan pengenalan dari kitab Faidh al-
Barakât dari kepengarangannya, juga sistematika dan isinya.
Bab ketiga ontologi dan aspek kesejarahan qira‟at, meliputi definisi
qira‟ah, sejarah dan perkembangan qira‟ah, turunnya Al-Qur‟an dengan
sabʻ ah Ahruf, faedah dan hikmah dari qira‟at Al-Qur‟an, macam-macam
bacaan dalam qira‟ah sab‟ah, yang meliputi kaidah ushûliyyah dan farsy al-
hurûf, dan diakhiri dengan sejarah thariqah jama‟.
Bab keempat merupakan inti dari kajian ini, yang meliputi
penjelasan serta Analisa metodologi kitab Faidh al-Barakât dan thariqah
jama‟nya.
Bab kelima adalah penutup, yang meliputi kesimpulan-kesimpulan
dari penelitian ini dan saran-saran yang dianggap layak. Paling akhir adalah
lampiran-lampiran.
174

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelaahan terhadap kitab Faidh al-Barakât
secara seksama, dapat diketahui metodologi dan metode jama’ atau thariqah
jama’ yang digunakan dalam kitab karya Kyai Arwani sebagai jawaban dari
soalan yang telah disebutkan dalam perumusan masalah. Walaupun yang
penulis telaah dan teliti hanya beberapa halaman awal saja, apa yang menjadi
tujuan dari penelitian ini sudah dapat kita tangkap dan dapat formulasikan
secara sederhana.
Dalam kitab Kyai Arwani ada beberapa temuan-temuan dari kajian ini
yang dapat kita sebutkan merupakan bagian dari karakteristik metodologi
kitab Faidh al-Barakât dan metode thariqah jama’nya.
Metodologi kitab Faidh al-Barakât dan metode thariqah jama’nya
adalah seperti berikut:
1. Menuliskan ayat-ayat al-Qur’an secara lengkap jika termasuk
ayat-ayat pendek. Sedangkan untuk ayat-ayat panjang, Kyai
Arwani hanya menuliskan sedikit, dengan tidak lengkap dan
selanjutnya ditulis dengan al-âyah.
2. Dalam mendiskripsikan penjelasan setiap ayat Kyai Arwani
dengan membaginya tiga bagian yaitu; pertama dengan
mendahulukan cara membaca jama’ qira’at dalam satu ayat,
bagaimana urut-uratan bacaannya dari para imam qira’ah sab’ah.
Kedua adalah bagian penjelasan tentang kaidah-kaidah ushûliyyah
dan farsy al-hurûf. Dan ketiga adalah penjelasan lafad-lafad yang
sudah mafhum atau maklum diketahui, karena sudah dijelaskan
sebelumnya.
3. Kaidah-kaidah ushûliyyah dalam qira’at disebutkan Kyai Arwani
hanya sekali saja, yakni di ayat yang paling dahulu dari urutan
mushhaf. Di ayat-ayat selanjutnya yang mempunyai kaidah yang
sama dengan yang telah dijelaskan, maka akan disebutkan bahwa
itu sudah maklum. Kecuali jika memang diperlukan penjelasan
lebih lanjut atau tambahan catatan dari kaidah tersebut, maka akan
ditambah penjelasan.
4. Selalu menyebutkan kaidah-kaidah farsy al-hurûf dalam setiap
ayat-ayat yang terdapat kaidah-kaidah farsy al-hurûf.
5. Sedangkan metode dan susunan thariqah jama’nya adalah seperti
berikut:
a. Dalam metode jama’nya Kyai Arwani mendahulukan bacaan
Qâlûn yang merupakan perawi urutan pertama dari Nâfiʻ.
Kemudian dilanjutkan dengan bacaan imam-imam atau rawi-
175

rawi yang lain yang paling sedikit perbedaannya dengan


Qâlûn. Tentunya perbedaan ini dilihat dari lafad paling
belakang dari satu ayat lebih dahulu, begitu seterusnya.
b. Sangat jarang menyebutkan semua bacaan para imam atau
perawi qira’ah sab’ah. Kyai Arwani hanya akan menyebutkan
diantara mereka saja dengan catatan bahwa yang disebutkan
sudah bisa mewakili bacaan yang tidak disebutkan. Dalam hal
ini Qâlûn pasti akan disebut karena merupakan perawi
pertama.
c. Dalam melakukan jama’ qira’at dengan menggunakan metode
jama’ per-ayat dalam al-Qur’an, bukan per-waqaf atau per-
huruf. Juga menggunakan jama’ dengan tanâsub (persesuaian)
dengan mendahulukan bacaan pendek lalu panjang,
mendahulukan fath, lalu taqlîl kemudian imâlah, dan memulai
dari bacaan pendek, tawassuth, lalu bacaan panjang dalam bab
mad dan qashr.
B. Saran-saran
Demikian hasil dari penelitian penulis. Kiranya masih banyak
kekurangan yang masih perlu dikaji kembali. Betapapun begitu Penulis
merasa berbangga dan bersyukur dapat merampungkan tulisan ini. Di akhir
tulisan ini, Penulis memberikan beberapa saran yang mungkin layak menjadi
bahan renungan bersama, terutama bagi praktisi dan penggiat Ilmu Qira’at:
1. Perlu banyak terobosan yang inovatif dalam mempopulerkan dan
mangajarkan Ilmu Qira’at agar lebih menarik bagi banyak pihak,
agar ilmu ini tidak termarginalkan dan bisa sejajar dan eksis
sebanding dengan disiplin ilmu-ilmu yang lain.
2. Perlunya sosialisasi karya-karya tulis dalam disiplin Ilmu Qiraat,
terutama karya dari para ahli di Negeri Indonesia ini, misalnya
seperti karya Kyai Arwani ini.
3. Selanjutnya karya-karya tersebut dapat dikaji agar lebih
meramaikan khasanah keilmuwan dan karya tersebut dapat
dinikmati, dikaji dan dapat bermanfaat bagi banyak orang.
4. Berkenaan dengan kitab Kyai Arwani, bagi yang belum
mengetahui qira’ah sab’ah secara baik dalam kaidah-kaidah
ushûliyyah atau farsy al-hurûf-nya, akan menjadi kesulitan. Untuk
itu selayaknya dapat mengenal lebih dahulu kaidah-kaidah
ushûliyyah dan farsy al-hurûf dalam Ilmu Qira’at.
BIBLIOGRAFI

Abû Dâwud, Sulaimân bin al-Asy‟ats, Sunan Abî Dâwud, Beirût: Dâr al-Fikr,
2003

Abû Ghuddah, „Abd al-Fattâh, Tahqîq Ismai as-Shahîhain wa Ismi Jâmiʻ


at-Tirmidzî, Aleppo: Maktab al-Mathbûʻ ât al-Islamiyyah, 1993, cet. I

Abû Hayyân al-Andalusî, Muhammad bin Yûsuf, al-Bahr al-Muhîth, Beirût:


Dâr al-Fikr, 1420

Abû Nuʻ aim, Ahmad bin „Abdillah, Târîkh Ashbihân, Beirût: Dâr al-Kutub
al-„Ilmiyyah, 1990, cet. I

Abû Syuhbah, Muhammad bin Muhammad, al-Madkhal li Dirâsati al-


Qur‟ân al-Karîm, Beirût: Dâr al-Jail, 1992

---------------------, al-Madkhal li Dirâsah al-Qur‟ân al-Karîm, Riyâd: Dâr al-


Liwâ‟, 1987

Abû Syâmah, „Abd ar-Rahman bin Ismâ‟îl, al-Mursyid al-Wajîz ilâ „Ulûm
Tataʻ allaq bi al-Kitâb al-„Azîz, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah,
2003, cet. I

---------------------, Ibrâz al-Maʻ ânî min Hirz al-Amânî, Beirût: Dâr al-Kutub
al-„Ilmiyyah, T.Th

Afandî Zâdah, Musykilât asy-Syathibî, tesis: Muhsin al-Khâlidî, Palestina:


Universitas an-Najâh al-Wathaniyyah, 2010

Ahmad bin Fâris, Mu‟jam Maqâyîs al-Lughah, Beirût: Dâr al-Fikr, 1979

Anîs, Ibrâhîm, Fî al-Lahjât al-„Arabiyyah, Kairo: Abnâ‟ Wahbah Hassân,


2003

Anwar, Rosehan, Laporan Penelitian dan Penulisan Biografi K.H.M. Arwani


Amin di Propinsi Jawa Tengah, Proyek Penelitian Keagamaan
Departemen Agama 1986/1987

al-Alûsî, Mahmûd bin „Abdillah, Rûh al-Maʻ ânî fî Tafsîr al-Qur‟ân wa as-
Sabʻ al-Matsânî, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1415, cet. I
al-Asywah, Shabarî, Iʻ jaz al-Qirâ‟ât al-Qur‟âniah: Dirâsât fî Târikh
Qirâ‟ât wa at-Tijâhât al-Qurrâ‟ , Mesir: Maktabah Wahbah, 1998

Asyraf Muhammad Fu‟ad, Safîr al-„Âlamîn fî Îdhâh wa Tahrîr wa Tahbîr


Samîr ath-Thâlibîn, Mesir: Maktabah al-Imâm al-Bukhârî, 2006, cet.
II

Arikunto, Suharsini, Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineke Cipta, 1990

Arwani, Muhammad, Faidh al-Barakât fî Sabʻ al-Qirâ‟ât, Kudus:


Mubarakah Tayyibah, 2007, cet. II

al-A‟zami, M.M., The History of The Qur‟anic Text, From Revelation to


Compilation, penterjemah: Sohirin Solihin, Anis Malik Thaha Dkk,
Jakarta: Gema Insani, 2005, cet. I

„Abd al-Bâqî, Muhammad Fu‟âd, al-Lu‟lu‟ wa al-Marjân fî ma Ittafaqa


„Alaih asy-Syaikhân, Kairo: Dâr al-Hadîts,, 1986, Jilid I

„Abd al-Wahhâb bin Wahbân Ahâsin al-Akhbâr fî Mahâsin as-Sabʻ ah al-


Akhyâr, Beirût: Dâr Ibnu Hazm, 2004, cet. I

„Abd al-„Azîz Sulaimân Ibrâhîm, Mabâhits fî „Ilmi al-Qirâ‟ât, Riyad: Dâr


Kunûz Isbîliyâ, 2011, cet. I

„Âsyûr, Amânî binti Muhammad, al-Ushûl an-Nayyirât fî al-Qirâ‟ât, Madâr


al-Wathan li an-Nasyr, 2011, cet. III

„Athiyyah, Shâlih Muhammad Shâlih, Rasm al-Mushhaf Ihshâ‟ wa Dirâsah,


Tharâbuls: Jam‟iyyah ad-Da‟wah al-Islâmiyyah al-„Âlamiyyah, 1426,
cet. I

Baidhûn, Muhammad „Alî, Muqaddimah Syarh Thaiyyibah an-Nasyr fi al-


Qira‟ât al-„Asyr, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2003, cet. I, Jilid
I

al-Bannâ, Ahmad bin Muhammad, Ithâf Fudhalâ‟ al-Basyar bi al-Qirâ‟ât al-


Arbaʻ ah al-„Asyr, Beirût: „Alam al-Kutub, 1987, cet. I

al-Bukhârî, Muhammad bin „Ismâʻ îl, Shahîh al-Bukhârî, Dâr Thûq an-Najât,
1422, cet. I
Bruinessen, Martin Van Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung:
Mizan, 1992, cet. 1

Carrey, Peter, Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan


Lama di Jawa 1785-1855, Jakarta: Gramedia

ad-Dailamî, Syiruyah bin Syahardâr, al-Firdaus bi Ma‟tsûr al-Khitâb, Beirût:


Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1986, cet. I

adh-Dhabbâʻ , „Alî Muhammad, Irsyâd al-Murîd ilâ Maqshûd al-Qashîd fî


al-Qirâ‟ât as-Sabʻ , Thanthâ: Dâr ash-Shahâbah, T.Th

---------------------, Muqaddimah an-Nasyr fî al-Qira‟ât al-„Asyr, Beirût: Dâr


al-Kutub al-„Ilmiyyah, T.Th

---------------------, Taqrîb an-Nafʻ fi al-Qirâ‟ât as-Sabʻ , Mesir: Musthafâ


al-Bâbî al-Halabî, T.Th

---------------------, Samîr ath-Thâlibîn fî Rasm wa Dhabt al-Kitâb al-Mubîn,


Kairo: Maktabah al-Azhariyyah li at-Turâts, 1999, cet. I

---------------------, Mukhtashar Bulûgh al-Umniyyah, Thanthâ: Dâr ash-


Shahâbah, 2004, cet. I

---------------------, al-Idhâatu Bayâni Ushûl al-Qirâ‟ât, Mesir: Maktabah al-


Azhariyyah li at-Turâts, 1999, cet. I

ad-Dausarî, Ibrâhîm bin Sa‟îd, Muʻ jam al-Mushthalahât fî „Ilmaî at-Tajwîd


wa al-Qirâ‟ât, Saudi: Universitas King Saʻ ud, 2004

ad-Dânî, „Utsmân bin Saʻ îd, al-Muqniʻ fî Rasm Mashâhif al-Amshâr,


Kairo: Maktabah al-Kulliyyât al-Azhariyyah, T.Th

---------------------, al-Fath wa al-Imâlah, tahqiq: „Umar bin Gharâmah Tp:


T.Th

---------------------, at-Taisîr fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ , Beirût: Dâr al-Kitâb al-


„Arabî, 1984

---------------------, Jâmi‟ al-Bayân fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ al-Masyhûrah,


Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2005, cet. I
adz-Dzahabî, Muhammad bin Ahmad, Siyar Aʻ lâm an-Nubalâ‟, Kairo: Dâr
al-Hadîts, 2006

---------------------, Maʻ rifat al-Qurrâ‟ al-Kibar, Beirût: Dâr al-Kutub al-


„Ilmiyyah, 1997

---------------------, Târîkh al-Islâm wa Wafayât al-Masyâhîr wa al-Aʻ lâm,


Dâr al-Gharbî al-Islâmî, 2003, cet. I

Dosen Tafsir Hadis Fakultas Usulhuddin UIN Sunan kalijaga, Studi Kitab
Hadis, Yogyakarta: Teras, 2003, cet I

al-Farmâwî, „Abd al-Hayy, Rasm al-Mushhaf Baina al-Muayyidîn wa al-


Muʻ ârdhîn, Kairo: Maktabah Hassân, 1977, cet. I

Fahd „Abd ar-Rahman, Muqaddimât fî „Ilm al-Qirâ‟ât, T.Th.

Fathoni, Ahmad, Kaidah Qira‟at Tujuh, Jakarta: ISIQ, 1992

---------------------, Ragam Qiraat al-Qur‟an, Jurnal Suhuf, 2009

---------------------,“Studi Komparasi Bacaan Riwayat Qolun dan Riwayat


Hafs”. Jurnal Suhuf. Vol. 5 no 1 2012. Academia.edu.

---------------------, Kaidah Qiraat Tujuh, Jakarta: PTIQ, IIQ dan Darul Ulum
Press, 2005, cet. I

al-Faruqi, Isma‟il R. dan Lois Lamya al-Faruqi, Atlas Budaya Islam,


penerjemah Ilyas Hasan, Bandung: Mizan, 2001, cet. III

al-Hamawî, Yâqût, Muʻ jam al-Udabâ‟, Beirût: Dâr al-Gharb al-Islâmî,


1993, cet. I

al-Hamawî, Ahmad bin „Umar, al-Qawâʻ id wa al-Isyârât fî Ushûl al-


Qirâ‟ât, Damaskus: Dâr al-Qalam, 1986, cet. I

Hatta, Ahmad, dkk, The Great Story of Mohammad saw, Jakarta: Maghfirah,
2011, cet. I

Qâbah, „Abd al-Halîm bin Muhammad al-Hâdî, al-Qirâ‟ât al-Qur‟âniyyah


Târîkhuhâ Tsubûtuhâ Hujjiyatuhâ wa Ahkâmuhâ, Beirût: Dâr al-
Gharbi al-Islâmî, 1999, cet. I
Hamîtû, „Abd al-Hâdî, Muʻ jam Syuyûkh al-Hâfidz Abî „Amr ad-Dânî Imâm
al-Qurrâ‟ bi al-Maghrib wa al-Andalus, Maroko: Mathbaʻ ah al-
Wafâ, 2000

---------------------, Muʻ jam Muallafât al-Hâfidz Abî „Amr ad-Dânî, Riyad:


Maktab al-Malik Fahd, 2010

---------------------, al-Imâm Abû al-Qâsim asy-Syâthibî Dirâsah „an


Qashîdatihi Hirz al-Amânî fî al-Qirâ‟ât, Riyad: Dâr Adhwâ‟ as-Salaf,
2005, cet. I

al-Husaini, H.M.H. al-Hamid, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad


SAW, Bandung: Pustaka Hidayah, 2009, cet. XIII

Ibnu Farhûn, Ibrâhîm bin „Alî, ad-Dîbâj al-Madzhab fî Maʻ rifat Aʻ yâni
„Ulamâ‟ al-Madzhab, Kairo: Dâr at-Turâts, T.Th

Ibnu Hajar al-„Asqalânî, Ahmad bin „Alî, al-Ishâbah fî Tamyîz al-Shahâbah,


Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1415, cet. I, Jilid VI

---------------------, Bulûgh al-Marâm, Dâr ihyâ; al-Kutub al-„Arabiyyah, T.Th

---------------------, Hadyu as-Sârî, Beirût: Dâr al-Fikr, 2000, cet. I

---------------------, Fath al-Bârî, al-Azhar: Dâr al-Bayân, 2007

Ibnu al-Bâdisy, Ahmad bin „Âlî, al-Anshârî, Kitâb al-Iqnâʻ fî Qirâ‟ât as-
Sabʻ , Damaskus: Dâr al-Fikr, 1403, cet. I

Ibnu Ghalbûn, Thâhir bin „Abd al-Munʻ im, at-Tadzkirah fî al-Qirâ‟ât ats-
Tsamân, Jeddah: Silsilah Ushûl an-Nasyr, 1991, cet. I

Ibnu ash-Shâbûni, Muhammad bin „Alî, Takmilah Ikmâl al-Ikmâl fi al-Ansâb


wa al-Asmâ‟ wa al-Alqâb, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, T.Th

Ibnu Khallikân, Ahmad bin Muhammad, Wafayât al-A‟yân, Beirût: Dâr


Shâdir, 1971, cet. I

Ibnu Shalâh, „Utsmân bin „Abd ar-Rahman, Thabaqât al-Fuqahâ‟ asy-


Syâfiʻ iyyah, Beirût: Dâr al-Basyâir al-Islâmiyyah, 1992, cet. II
---------------------, Muqaddimah Ibnu Shalâh, Beirût: Dâr al-Kutub al-
„Ilmiyyah, 2006, cet. II

Ibnu al-Jauzî, „Abd ar-Rahman bin „Alî, al-Maudhûʻ ât, Madinah: Maktabah
as-Salafiyyah, 1966, cet. I

Ibnu al-Jazarî, Muhammad bin Muhammad, Munjid al-Muqriîn wa Mursyîd


ath-Thâlibin, tahqiq: „Alî bin Muhammad al-„Imrân, Tp. T.Th

---------------------, Ghâyah an-Nihâyah fî Thabaqât al-Qurrâ‟, Beirût: Dâr al-


Kutub al-„Ilmiyyah, 2006, cet. I

---------------------, an-Nasyr fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr, Beirût: Dâr al-Kutub al-


„Ilmiyyah, T.Th

---------------------, Thayyibah an-Nasyr fî al-Qirâ‟ât al-ʻ Asyr, Jeddah: Dâr


al-Hudâ, 1994

---------------------, Syarh Thayyibah an-Nasyr, Beirût: Dâr al-Kutub al-


„Ilmiyyah, 2000, cet. II

Ibnu Mandzûr, Muhammad bin Mukarram, Lisân al-„Arab, Beirût: Dâr


Shâdir, 1414, cet. III

Ibnu al-Qâshih, „Alî bin„Utsmân, Sirâj al-Qârî al-Mubtadî wa Tidzkâr al-


Muqri‟ al-Muntahî, Mesir: Mushthafâ al-Bâbî al-Halabî, 1954, cet. III

Ibnu as-Sallâr, „Abd al-Wahhâb bin Yûsuf, Thabaqât al-Qurrâ‟ as-Sabʻ ah,
Beirût: al-Maktabah al-„Ashriyyah, 2003, cet. I

Ibnu at-Thahhân as-Sumâtî, Mursyid al-Qârî‟ ilâ Tahqîq Maʻ âlim al-
Maqâri‟, Kairo: Maktabah at-Tâbiʻ în, 2007, cet. I

Ibnu Ballîmah, al-Hasan bin Khalaf, Talkhîsh al-„Ibârât bi Lathîf al-Isyârât fî


al-Qirâ‟ât as-Sabʻ , Beirût: Muassasah „Ulûm al-Qur‟ân, 1988, cet. I

Ibnu Zanjalah, „Abd ar-Rahman bin Muhammad, Hujjah al-Qirâ‟ât, Beirût:


Muassasah ar-Risâlah, 1997, cet. V
Ibnu Ajurrûm, Muhammad bin Muhammad bin Dâwud ash-Shanhâjî, Farâid
al-Maʻ ânî fî Syarh Hirz al-Amânî, Ummul Qura: Desertasi tahqîq wa
ad-Dirâsah „Abd ar-Rahîm Nabulsi, 1997

Ismâʻ îl, Muhammad Bakr, Dirâsât fî „Ulûm al-Qur‟ân al-Karîm, Dâr al-
Manâr, 1999, cet. II

al-„Irâqî, „Abd ar-Rahîm bin al-Husain, Fath al-Mughîts Syarh Alfiyyah al-
Hadîts, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2001

„Itr, Hasan Dhiyâ‟ ad-Dîn, al-Ahruf as-Sabʻ ah wa Manzilah al-Qirâ‟ât


minhâ, Beirût: Dâr al-Basyâir al-Islâmiyyah, 1988, cet. I

al-Juhanî, Muhammad bin Yûsuf, al-Badîʻ fî Rasm Mashâhif „Utsmân,


Riyad: Dâr Isybiliyâ, 1998, cet. I

Junaidi, Wawan, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an, Jakarta: Pustaka STAINU,


2008, cet. II

Khâlid bin Muhammad, al-Minah al-Ilahiyyah fi Jamʻ al-Qirâ‟ât as-Sabʻ


min Tharîq asy-Syâthibiyyah, Madinah: Dâr az-Zamân, 1418

Karîm, Muhammad Riyâdh, al-Muqtadhab fî Lahajât al-„Arab, Tp. T.Th.

al-Kautsarî, Muhammad Zâhid, Maqâlât al-Kautsarî, Kairo: Maktabah at-


Taufîqiyyah, T.Th

al-Khatîb, „Ajjâj, Ushûl al-Hadîts „Ulumuhu wa Mushthalahuhu, Beirût: Dâr


al-Fikr, 1989

al-Khûlî, Muhammad „Abd al-„Azîz, Târîkh Funûn al-Hadîts, Jakarta:


Dinamika Barakah Utama, T.Th

Lombard, Denys, Seputar Makam Kiyai Telingsing-Ziarah dan Wali Di


Dunia Islam, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007, cet. I

Mâlik bin Anas, Muwaththâ‟ dalam Syarh az-Zurqânî, Kairo: Dâr al-Hadîts,
2011

al-Mâlikî, „Alwî bin „Abbâs dan Hasan Sulaimân al-Nûrî, Ibânah al-Ahkâm,
Tp: T.Th, Jilid I
Ma‟luf, Luis, al-Munjid fi al-Lughah wa al-Aʻ lam, Beirût: Dâr al-Masyriq,
2002

Mas'ud, Abdurrahman, Dari Haramain ke Nusantara, Jejak Intelektual


Arsitek Pesantren, Jakarta: kencana, 2006

Mastuki HS dan M Ishom El-saha, Intelektualisme Pesantren, Jakarta: Diva


Pustaka, 2004, cet. II

al-Maʻ sharâwî, Ahmad „Îsâ, asy-Syâmil fî Qirâ‟ât al-Aimmah al-ʻ Asyr al-
Kawâmil min Tharîq asy-Syâthibiyyah wa ad-Durrah, Kairo: Dâr al-
Imâm asy-Syâthibî, T.Th

al-Mas‟ûl, „Abd al-„Alî, al-Îdhâh fî „Ilmi al-Qirâ‟ât, Ordon: „Âlam al-Kutub


al-Hadîts, 2008, cet. I

---------------------, Muʻ jam Mushthalahât „Ilm al-Qirâ‟ât al-Qur‟âniyyah,


Kairo: Dâr as-Salâm, 2007, cet. I

al-Mazrûʻ î, Yâsir Ibrâhîm, Audhah ad-Dilâlât fî Asânid al-Qirâ‟ât,


Kementrian Waqaf: Silsilah Muallafât „Ulamâ‟ al-Qur‟an wa al-
Qirâ‟ât, 2009, cet. I

Muhaisin, Muhammad Sâlim, al-Qirâ‟ât wa Atsaruhâ fî „Ulûm al-al-


„Arabiyyah, Kairo: Maktabah al-Kulliyat al-Azhariyyah, 1984, cet. I,
Jilid I

---------------------, al-Muqtabis min al-Lahajât al-„Arabiyyah wa al-


Qur‟âniyyah, Iskandariya: Muassasah Syabâb al-Jâmiʻ ah, 1986

---------------------, Muʻ jam Huffâzh al-Qur‟ân „Abbar at-Târîkh, Beirût: Dâr


al-Jail, 1992, cet. I

---------------------, al-Irsyâdât al-Jaliyyah fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ min Tharîq


asy-Syâthibiyyah, Kairo: Dâr Muhaisin, 2005, cet. I

---------------------, al-Hâdî Syarh Thayyibah an-Nasyr, Beirut: Dâr al-Jail,


1997, cet. I

---------------------, al-Qaul as-Sadîd fî ad-Difâʻ „an Qirâ‟ât al-Qur‟ân al-


Majîd, Kairo: Dâr Muhaisin, 2002, cet. I
---------------------, al-Muhadzdzab fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr wa Taujîhihâ min
Tharîq Thayyibah an-Nasyr, Kairo: Maktabah al-Azhar li at-Turâts,
1997

Muslim bin al-Hajjaj, Shahîh Muslim, Beirut: Dâr Ihyâ‟ at-Turâts al-„Arabi,
T.Th, Jilid I

Muflih dkk, Muhammad Ahmad, Muqaddimât fî „Ilm al-Qirâ‟ât, Oman: Dâr


„Ammâr, 2001

Mustofa, Papers Jurnal Suhuf. Academia. edu, “Pembakuan Qira‟at „Asim


riwayat Hafs dalam Sejarah dan Jejaknya di Indonesia”

Muhammad bin Syuraih, al-Kâfi fi al-Qirâ‟ât as-Sabʻ , Beirût: Dâr al-Kutub


al-„Ilmiyyah, 2000, cet. I

Muhammad al-Mukhtâr, Târîkh al-Qirâ‟ât fî al-Masyriq wa al-Maghrib,


Kerajaan Maroko dan ISESCO, 2001

al-Mizzî, Yûsuf bin „Abd ar-Rahman Tuhfah al-Asyrâf bi Maʻ rifah al-
Athrâf, Beirût: al-Maktabah al-Islamî, 1983 cet. II, Jilid VIII

al-Mishrî, „Umar bin Qâsim, al-Mukarrar fî mâ Tawâtara min al-Qirâ‟ât as-


Sabʻ wa Taharrar, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2001, cet. I

al-Muttaqî al-Hindî, „Alî bin Hisyâm ad-Dîn, Kanz al-„Ummâl fî Sunan al-
Aqwâl wa al-Afʻ âl, Beirût: Mu‟assah ar-Risâlah, 1981 cet. V

Nabîl bin Muhammad Ibrâhîm, „Ilmu al-Qirâ‟ât Nasy‟atuhu Athwâruhu


Atsâruhu fî al-„Ulûm asy-Syarʻ iyyah, Riyad: Maktabah at-Taubah,
2000, cet. I

an-Nabhân, Muhammad Fârûq, al-Madkhal ilâ „Ulûm al-Qur‟an al-Karîm,


Aleppo: Dâr „Âlam al-Qur‟an, 2005, cet. I

an-Nasâî, Ahmad bin Syuʻ aib, Sunan an-Nasâî, Beirût: Dâr al-Fikr, 2005

an-Nawâwî, Yahyâ bin Syaraf, Muqaddimah Syarh Shahîh Muslim, Kairo:


Dâr al-Hadîts, 2005

an-Niʻ mah, Ibrâhîm, „Ulûm al-Qur‟ân, Tp: 2008


Qadarî bin Muhammad, al-Adâb wa al-Minah ar-Rabbâniyyah fî Ushûl asy-
Syâthibiyyah wa ad-Durrah al-Mudhiyyah, Kuwait: Idârah ad-Dirâsât
al-Islâmiyyah, 2007, cet. II

al-Qâdhî, „Abd al-Fattâh, al-Wâfî fî Syarh asy-Syâthibiyyah, Jeddah:


Maktabah as-Sawâdî, 1999, cet. V

al-Qâri‟, „Abd al-„Azîz bin „Abd al-Fattâh, Hadîts al-Ahruf as-Sabʻ ah,
Beirût: Muassasah ar-Risâlah, 2002, cet. I.

al-Qaththân, Mannâʻ Khalîl, Nuzûl al-Qur‟ân „ala Sabʻ ah Ahruf, Kairo:


Maktabah Wahbah, 1991, cet. I

---------------------, Mabâhits fî „Ulûm al-Qur‟ân, Kairo: Maktabah Wahbah,


T.Th

al-Qusthalânî, Ahmad bin Muhammad, Lathâif al-Isyârât, Madinah: Markaz


ad-Dirâsât al-Islâmiyyah, 1432

Rahman, Fatchur, Ikhtishar Mushthalahul Hadits, Bandung: PT Alma‟arif,


1974, cet. I

Rakhmat, Jalaluddin, Metodologi penelitian Agama, sebuah pengantar


penyunting Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1989

ar-Râzî, Muhammad bin Abû Bakar, Mukhtâr ash-Shihâh, Beirût: Maktabah


al-„Ashriyyah, 1999, cet. V

ar-Râfiʻ î, Musthafâ Shâdiq, Iʻ jâz al-Qur‟ân wa al-Balâghah an-


Nabawiyyah, Beirût: Dâr al-Kitâb al-Gharbî, 1973, cet. IX

ar-Râjihî, „Abduh, al-Lahjât al-„Arabiyyah, Iskandaria: Dâr al-Maʻ rifah wa


al-Jâmiʻ ah, 1996

Rosidi, KH. Arwani Amin Penjaga Wahyu dari Kudus, Kudus: Penerbit al-
Makmun, 2008, cet. I

Sakho, Ahsin dan Romlah Widayati, Manbaʻ al-Barakât fî Sabʻ al-Qirâ‟ât,


Jakarta: IIQ, 2012, cet. I
Sakho Muhammad, Ahsin, “Qira‟ah Sab‟ah di Indonesia”, Maret 2002,
Makalah

ash-Shâbûnî, Muhammad‟ „Alî, at-Tibyân fî ‟Ulûm al-Qur‟ân, Damaskus:


Maktabah al-Ghazâlî, 1390

ash-Shanʻ ânî, Muhammad bin Ismâʻ îl Subul as-Salâm, Bandung: Syirkah


Diponegoro, T.Th

ash-Shafadî, Shalâh ad-Dîn Khalîl, al-Wâfi bi al-Wafayât, Beirut: Dâr Ihyâ‟


at-Turâts, 2000

as-Sayûthî, Jalâl ad-Dîn „Abd ar-Rahman bin Abû Bakar, al-Itqân fî „Ulûm
al-Qur‟ân, Madinah: Markaz ad-Dirâsât al-Islâmiyyah, T.Th

---------------------, Tadrîb ar-Râwî Syarh Taqrîb an-Nawâwî, Kairo: Dâr al-


Hadîts, 2004

---------------------, al-La‟âlî al-Mashnûʻ ah fî al-Ahâdîts al-Maudhûʻ ah,


Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1996, cet. I

---------------------, Thabaqât al-Huffâzh, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah,


1403, cet. I

---------------------, Bughyah al-Wuʻ ât fî Thabaqât al-Lughawiyyîn wa an-


Nuhât, Lebanon: al-Maktabah al-„Ashriyyah, T.Th

as-Sakhâwî, „Alî bin Muhammad, Fath al-Washîd fî Syarh al-Qashîd, Riyad:


Maktabah ar-Rusydi, 2002, cet. I

---------------------, Jamâl al-Qurrâ‟ wa Kamâl al-Aqrâ‟, Beirût: Muassasah


al-Kutub ats-Tsaqâfah, 1999, cet. I

Sayyid Lâsyîn dan Khâlid bin Muhammad, Taqrîb al-Maʻ ânî fî Syarh Hirz
al-Amânî, Madinah: Dâr az-Zamân, 2003, cet. V

Shâbir Hasan Muhammad, an-Nujûm az-Zâhirah fî Tarâjim al-Qurrâ‟ al-


Arbaʻ ah „Asyar wa Ruwâtihim wa Thuruqihim, Riyad: Dâr „âlam al-
Kutub, 1998, cet. I
Syaʻ bân Muhammad Ismâʻ îl, al-Qirâ‟ât Ahkâmuhâ wa Mashdaruhâ,
Daʻ wah al-Haqq Silsilah Syahriyyah, 1402

Syaraf, Jamâl ad-Dîn Muhammad, Mushhaf Dâr ash-Shahâbah fî al-Qirâ‟ât


as-Sabʻ al-Mutawâtirah min Tharîq asy-Syâthibiyyah, Thanthâ: Dâr
ash-Shahâbah, T.Th

as-Safâqusî, „Alî bin Muhammad, Ghaits an-Nafʻ fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ ,


Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2004, cet. I

as-Sîsî, „Abd al-Bâqî bin „Abd ar-Rahman bin Surâqah, Qawâ‟id Naqd al-
Qirâ‟ât al-Qur‟âniyyah, Riyad: Dâr Kunûz Isybiliyâ, 2009, cet. I

as-Subkî, „Abd al-Wahhâb bin „Alî Tâj ad-Dîn, Thabaqât asy-Syâfiʻ iyyah
al-Kubrâ, Hijr li ath-Thibâʻ ah wa an-Nasyr, 1413, Jilid III

Syauqî Dhaif, Muqaddimah Kitâb as-Sabʻ ah fî al-Qirâ‟ât, Mesir: Dâr al-


Ma‟ârif, T.Th

Sunyoto, Agus, Atlas Wali Songo, Depok: Pustaka Iman, 2012, cet. I

Sâlim, Muhammad Ibrâhîm Muhammad, Farîdah ad-Dahr fî Ta‟shîl Jamʻ


al-Qirâ‟ât al-„Asry, al-Azhâr: Dâr al-Bayân al-ʻ Arabî, T.Th

Salim, Muhsin, Ilmu Qira‟at Tujuh, Jakarta: Majelis Kajian Ilmu-Ilmu al-
Qur‟an, 2007, cet. I

Sya‟rani Ahmadi, Muhammad, Faidh al-Asânî „ala Hirz al-Amânî, Tp, T.Th

at-Tahânawî, Muhammad bin „Alî, Mausûʻ ah Kasysyâf Ishthilâhât al-Funûn


wa al-„Ulûm, Beirût: Maktabah Lebanon, 1996, cet. I

at-Tirmîdzî, Abû „Îsa Muhammad bin as-Saurah, Sunan at-Tirmîdzî, Beirût:


Dâr al-Fikr, 1994, Jilid IV

Thabathabai, M.H, Mengungkap Rahasia Al-Qur‟an diterjemahkan dari Al-


Qur‟ân fî al-Islâm, Bandung: Mizan, 1998, cet. XI

Tim Tafsir Departemen Agama RI, Muqaddimah Al-Qur‟an dan Tafsirnya,


Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur‟an, 2008
ath-Thawîl, As-Sayyid Rizq, Fî „Ulûm al-Qirâ‟ât, Makkah: al-Faishaliyyah,
1985, cet. I

„Utsmân bin Jinni, al-Khashâish, Mesir: Dâr al-Kutub al-Mishriyyah, 1952

Urwah, Metodologi Pengajaran Qira‟at Sab‟ah, studi Observasi di Pondok


Pesantren Yanbu‟ul Qur‟an dan Dar Al-Qur‟an, Jurnal Suhuf. Vol. 5,
no 2, 2012. Academia.edu.

Wafi Maemoen, Fuad Hadi dkk, Ziarah Makam Auliya, Mesir: PCNU Mesir,
2006, cet. IV

Wahid, Ramli Abdul, Studi Ilmu Hadis, Medan: PP2-IK, 2003, cet. I

az-Zurqânî, Muhammad „Abd al-„Azhîm, Manâhil al-„Irfân fî „Ulûm al-


Qur‟ân, Kairo: Dâr as-Salâm, 2010, cet. III

Az-Zarkasyî, Muhammad bin Bahâdur, al-Burhân fî „Ulûm al-Qur‟ân, Kairo:


Dâr al-Hadîts, 2006

Zâdah, Thâsya Kubrâ, Miftâh as-Saʻ âdah wa Mishbâh as-Siyâdah fî


Maudhûʻ ât al-„Ulûm, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1985, cet. I

az-Zirkilî, Khair ad-Dîn, al-Aʻ lâm, Beirût: Dâr al-„Ilm li al-Malâyîn, 2002,
cet. XV, Jilid IV
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
LAMPIRAN 7
LAMPIRAN 8
LAMPIRAN 9
LAMPIRAN 10
LAMPIRAN 11

Anda mungkin juga menyukai