Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Magister Agama (MA)
Dalam Bidang Ilmu Agama Islam
Disusun oleh:
RIQZA AHMAD
NIM. : 213410542
Tanggal Tanggal
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis dengan judul “KITAB FAIDH AL-BARAKÂT FÎ SABʻ AL-
QIRA’ÂT KYAI ARWANI KUDUS (Analisa Metodologi dan Thariqah
jama’)” yang disusun oleh Riqza Ahmad dengan nomor induk mahasiswa
213410542 telah diujikan dalam sidang Munaqosah Program Pascasarjana
Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta pada tgl 24 Agustus 2015 Tesis ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Agama
(MA) pada bidang Ilmu Agama Islam
Direktur Program
Panitia Ujian
Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA (................................................)
Ketua Sidang
iii
SURAT PERNYATAAN
Riqza Ahmad
iv
Kata Pengantar
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
sy
sh
dh
th
zh
vi
2. Vokal
Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah :a ا :â ....ْي : ai
Kasrah :i ي :î ....ْو : au
Dhammah : u و :û
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti al-Qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh al-Qamariyyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf l (el) diganti dengan huruf yang
sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.
Contoh:
: al-Baqarah
: al-Madînah
b. Kata sandang yang diikuti as-Syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh al-syamsiyah ditransliterasikan
sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan
bunyinya.
Contoh:
: ar-rajul
: asy-syamsu
: as-Sayyidah
:ad-Dârimî
vii
c. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah (Tasydîd) dalam system aksara Arab digunakan lambang
(ّ), sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini
berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di akhir
kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang di ikuti oleh
huruf-huruf syamsiyyah.Contoh:
:Amannâ billâhi
:Inna al-ladzîna
:Amana as-Sufahâ’a
: waar-rukka’i
d. Ta Marbuthah ()ة
Ta Marbuthah ( )ةapabila berdiri sendiri, waqaf atau di ikuti oleh
kata sifat (na’at), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf
“h”.Contoh:
:al-’Af’idah
:al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah
:al-Ayat al-Kubrâ
e. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan
tetapi apabila telah dialihaksara maka berlaku ketentuan Ejaan yang
Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.
Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini,
seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan
vii
lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang,
maka huruf yang ditulis capital adalah awal nama diri, bukan kata
sandangnya. Contoh: al-„Aridh, al-„Asqalani, al-Farmawi dan
seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Al-Qur‟an dan nama-nama
surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur‟an, Al-Baqarah,
Al-Fatihah dan seterusnya.
vii
ABSTRAK
Hadirnya Ibnu Mujâhid (w. 324 H) dengan merumuskan formulasi
qira‟ah sab‟ah dalam karyanya kitab as-Sabʻ ah fi al-Qirâ’ât adalah
merupakan awal mula lahirnya term qira‟ah sab‟ah yang kita kenal. Pada era
selanjutnya formulasi qira‟ah sab‟ah kreasi Ibnu Mujâhid semakin masyhur
dan diterima banyak pihak dengan munculnya kitab at-Taisîr fi al-Qirâ’ât as-
Sabʻ karya Abû „Amr ad-Dâni (w. 444 H) dan kitab Hirz al-Amânî atau
lebih dikenal dengan matan asy-Syâthibiyyah karya asy-Syâthibî (w. 590 H).
Kitab Faidh al-Barakât fî Sabʻ al-Qirâ’ât karya Kyai Arwani Kudus
merupakan episode lanjutan dari karya tentang qira‟ah sab‟ah yang langka
bandingannya. Kitab ini merupakan karya satu-satunya yang lahir dari salah
seorang ahli qira‟at di Indonesia lengkap 30 juz Al-Qur‟an dengan
menggunakan bahasa Arab, serta mempunyai metodologi tersendiri yang
khas. Kitab ini dalam pencapaiannya sudah mampu melahirkan para ahli
qira‟ah sab‟ah hingga sampai saat ini dan juga masih digunakan sebagai
panduan dalam bertalaqqî qira‟ah sab‟ah di banyak pesantren-pesantren di
Jawa sampai detik ini.
Penelitian Kitab Faidh al-Barakât ini bersifat kualitatif dengan
menggunakan studi kepustakaan (library research). Metode yang dipilih
adalah dengan metode deskriptif-analitis. Metode deskripsi digunakan untuk
mengurai, memahami serta menjelaskan maksud dari kitab Faidh al-Barakât
secara tepat dan apa adanya. Sedangkan metode analisis digunakan untuk
dapat memberikan komentar, kritik dan juga untuk mendapatkan kesimpulan
dari hasil analisa penjelasan kitab ini.
Hasil temuan dari penelitian ini bahwa metodologi kitab Faidh al-
Barakât adalah: Pertama; menuliskan ayat-ayat Al-Qur‟an dengan lengkap
jika termasuk ayat-ayat pendek dan ditulis dengan tidak lengkap jika ayat
tersebut termasuk ayat-ayat yang relatif panjang. Kedua; menjelaskan kaidah-
kaidah-kaidah ushûliyyah qira‟ah sab‟ah di ayat pertama yang ditemui dari
urutan mushhaf. Untuk ayat-ayat selanjutnya jika terdapat kaidah ushûliyyah
yang sama, maka hanya akan disebutkan bahwa bacaan tersebut sudah
maklum karena telah dijelaskan sebelumnya. Keempat; menjelaskan bacaan
farsy al-hurûf jika memang terdapat bacaan yang termasuk kaidah farsy al-
hurûf dalam ayat yang dikemukakan. Kelima; dalam metodologi thariqah
jama‟nya, kitab ini menggunakan metode jama‟ per-ayat dan dengan metode
tanâsub (keserasian), bukan dengan metode jama‟ per-waqaf atau per-huruf,
dengan menuliskan urutan-urutan bacaan qira‟ah sab‟ah dimulai dengan
bacaan imam Qâlûn. Dalam thariqah jama‟nya juga, Kyai Arwani sangat
jarang menyebutkan semua bacaan dari para imam qira‟ah sab‟ah, ia hanya
akan menyebutkan bacaan di antara mereka saja dengan catatan bahwa yang
disebutkan sudah mewakili bacaan qira‟at yang tidak disebutkan.
vii
DAFTAR ISI
vii
G. Sejarah Thariqah Jama‟ ................................................ 98
vii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dialek adalah bahasa manusia yang menjadi karakter atau ciri yang selalu
dijadikan kebiasaan oleh manusia. Lihat Luis Ma‟luf, al-Munjid fî al-Lughah wa al-Aʻ lâm,
(Beirût: Dâr al-Masyriq, 2002), h. 735. Lihat juga Muhammad Sâlim Muhaisin, al-Qirâ‟ât
wa Atsaruhâ fî „Ulûm al-„Arabiyyah, (Kairo: Maktabah al-Kulliyât al-Azhariyyah, 1984),
cet. I, jilid I, h. 79.
2
Dalam hal ini perlu secara tegas dibedakan, antara sabʻ ah ahruf dan qira‟ah
sab‟ah. Penegasan ini penting karena banyak terjadi kesalahpahaman di sementara orang
yang menyamakan begitu saja dua term ini. al-Ahruf as-sabʻ ah adalah term dalam hadis
yang kedudukannya lebih umum daripada al-qirâ‟ah as-sabʻ ah yang disandarkan pada
tujuh imam qira‟at. al-Qirâ‟ah as-sabʻ ah adalah bagian dari penafsiran tentang sabʻ ah
ahruf sebagaimana tercantum dalam riwayat Ibnu „Abbâs. Lihat Ibrahim an-Niʻ mah, „Ulûm
al-Qur‟ân, Tp: T.Th, 2008, h. 59.
3
Lihat penjelasan tentang hadis ahruf sabʻ ah atau sabʻ ah ahruf dalam bab 3.
4
Nabi hijrah ke Madinah berangkat dari Makkah pada malam hari pada tanggal 27
Shafar tahun ke 14 kenabian, bertepatan 12/13 September 622 M. Kemudian mengunjungi
Masjid Qubah pada hari Senin 8 Rabiul Akhir bertepatan 23 September 622 M, dan
menginjakkan kaki pertama kali di Madinah, Rasulullah singgah di perkampungan Bani
Najjar pada hari Jumat 12 Rabiul Awwal bertepatan 27 September 622 M. Selanjutnya beliau
tinggal di rumah Abû Ayyûb al-Anshârî. Lihat Ahmad Hatta dkk, The Great Story of
Mohammad saw, (Jakarta: Maghfirah, 2011), cet. I, h. 229, 241 dan 253. Menurut al-Hamid
al-Husaini Nabi berangkat dari rumah menuju Madinah pada tanggal 2 Rabiul Awwal tahun
13 setelah kenabian (biʻ tsah) yang bertepatan 20 juli 622 M. Lihat H.M.H. al-Hamid al-
Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW, (Bandung: Pustaka Hidayah,
2009), cet. XIII, h. 447.
5
Jazirah Arab atau Semenanjung Arabia kawasannya terletak di barat-daya benua
Asia. Di bagian utara berbatasan dengan sahara negeri Syam; bagian timurnya berbatasan
dengan Teluk Persia dan laut Oman; bagian selatannya berbatasan dengan Samudra Hindia;
dan bagian baratnya berbatasan dengan Laut Merah. Datarannya yang tertinggi terletak di
2
bagian barat membujur ke timur hingga negeri Oman. Di semenanjung Arabia tidak terdapat
sungai yang mengalir terus-menerus. Yang ada hanya beberapa buah lembah yang kadang-
kadang berair dan kadang-kadang kering. Di bagian tengah semenanjung Arabia terdapat
gurun Sahara yang paling luas, dan keadaan alamnya di masing-masing kawasan Sahara itu
tidak sama. Lihat H.M.H. al-Hamid al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi, h. 34. Jazirah
Arab lebarnya 1.200 mil, panjangnya 1.500 mil. Jazirah ini terhubung dengan Asia melalui
pusat gurun dan sabit dataran yang subur dan hijau. Di ujung barat sabit yang berbatasan
dengan Miditerania, curah hujan memadai bagi tumbuhnya biji-bijian dan sayur-sayuran. Di
kawasan tanah tingginya, tumbuh pohon zaitun dan buah-buahan. Di ujung selatan sabit, titik
pertemuan Benua Asia dan Afrika, yaitu Selat Suez dan tanah Genting „Aqabah, curah hujan
semakin berkurang, menghampar gurun sampai ke pantai Miditerania. Di ujung timur,
buminya lebih hijau dengan adanya dua sungai, yaitu sungai Tigris dan Eufrat. Kedua sungai
ini hulunya ada di kawasan tanah tinggi di utara, dan airnya mengalir melewati tanah datar
dan terus ke Teluk Arab (Persia), di Timur semenanjung. Di utara dan timur, yang melewati
mahkota sabit hijau ini, terdapat gunung-gunung yang belum pernah dilintasi penghuni
jazirah sebelum Islam. Di sisi lainnya ada beberapa lautan: Laut Mediterania di barat lautnya,
laut Merah di baratnya, Laut Arab dan Samudra India di selatan dan timurnya. Di pantai
barat jazirah menjulang deretan gunung yang dikenal dengan nama Hijaz yang memisahkan
antara dataran tinggi gurun dan pantai. Kedudukannya yang demikian menyebabkan curah
hujan semakin bertambah ke arah selatan, menjadikan sudut barat dayanya sehijau dan
sesubur daerah utaranya. Di sudut ini terhampar Yaman, yang secara harfiyah “tanah yang
diberkati” atau “Felix Arab”, seperti dikenal oleh leluhur karena kesuburan dan kapasitasnya
untuk menopang kehidupan. Lihat Ismaʻ il R. Al-Faruqi dan Lois Lamya al-Faruqi, Atlas
Budaya Islam, penerjemah Ilyas Hasan (Bandung: Mizan, 2001), cet. III, h. 41.
6
Namanya Hisyâm bin Hakim al-Asadî, masuk Islam setelah Fathu Makkah dan
meninggal jauh sebelum ayahnya dalam suatu peperangan pada tahun 40 H. Dia juga tidak
mempunyai keturunan. Lihat Ibnu Hajar, al-Ishâbah fî Tamyîz al-Shahâbah, (Beirût: Dâr al-
Kutub al-„Ilmiyyah, 1415), cet. I, jilid VI, h. 422. Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, (al-Azhar: Dâr
al-Bayân, 2007), jilid IX, h. 29.
7
Bisa kita istilahkan hadis riwayat yang disepakati oleh al-Bukhârî dan Muslim dan
bersumber dari sahabat yang sama dengan istilah Muttafaq „Alaih. Hadis Muttafaq „Alaih
adalah istilah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhâri dan Muslim. Ibnu Hajar, Bulûgh al-
Marâm, (Dâr ihyâ; al-Kutub al-„Arabiyyah, tt), h. 2. „Alwî bin „Abbâs al-Mâlikî dan Hasan
Sulaimân an-Nûrî, Ibânah al-Ahkâm, jilid I, h. 12. Istilah Ini digunakan kalau keduanya
meriwayatkan dari sahabat yang sama. Lihat Muhammad bin Ismâʻ îl ash-Shanʻ ânî, Subul
as-Salâm, (Bandung: Syirkah Diponegoro, tt), h. 13. Dalam kitab al-Tâj al-Jâmiʻ li al-
Ushûl karangan Manshur „Âlî Nasif, yang dimaksud Muttafaq „Alaih adalah hadis
diriwayatkan oleh al-Bukhârî, Muslim dan Ahmad bin Hanbal. Lihat Ramli Abdul Wahid,
Studi Ilmu Hadits, (Medan: PP2-IK, 2003), cet. I, h. 35. Asy-Syaukânî juga mengatakan
yang sama dalam kitab Nail al-Authâr. Lihat Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalahul
Hadits, (Bandung: PT Almaʻ arif, 1974), cet. I, h. 33. Hadis Muttafaq 'Alaih menurut
perhitungan as-Sayûthî ini hanya 820 hadis. As-Sayûthî, Tadrîb al-Râwî, (Kairo: Dâr al-
3
Hadîts, 2004), h. 78. Muhammad Fuad „Abd al-Bâqî mengumpulkanya menjadi satu kitab
yang diberi nama al-Lu'lu' wa al-Marjân fî Mâ Ittafaqa „Alaihi asy-Syaikhân.
8
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâwud, at-Tirmidzî dan an-
Nasâî. Lihat Yûsuf bin „Abd ar-Rahman al-Mizzî, Tuhfah al-Asyrâf bi Maʻ rifah al-Athrâf,
(Beirût: al-Maktabah al-Islamî, 1983), cet. II, jilid VIII, h. 81. Lihat takhrij hadis ini
selanjutnya dalam bab 3.
4
9
Muhammad bin Ismâʻ il al-Bukhârî, Shahih al-Bukhârî, Kitab Bad‟ al-Khalqi bab
Dzikr al-Malâikah dan Kitab Fadhâil al-Qur‟ân bâb Unzila al-Qur‟ân „Alâ Sabʻ ah Ahruf.
Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Beirût: Dâr Ihyâ‟ at-Turâts al-„Arabî, tt), jilid I, h.
561, Kitâb Shalât al-Musâfirîn Wa Qasrihâ bâb Bayân „an al-Qur‟ân „alâ Sabʻ ah Ahruf wa
Bayâni Maʻ nahâ. Lihat Muhammad Fuʻ âd „Abd al-Bâqî, al-Lu‟lu‟ wa al-Marjân fî Ma
Ittafaqa „Alaih asy-Syaikhân, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 1986), jilid I, h. 157. Hadis ini selain
diriwayatkan al-Bukhârî dan Muslim, juga diriwayatkan oleh Ahmad, Lihat „Alî bin Hisyâm
ad-Dîn al-Muttaqî al-Hindî, Kanz al-„Ummâl fî Sunan al-Aqwâl wa al-Afʻ âl, (Beirut:
Mu‟assah ar-Risâlah, 1981), cet. V, jilid II, h. 49.
5
10
Kitab mereka berdua masyhur dengan sebutan Shahih al-Bukhârî dan Shahih
Muslim. Nama asli dari kitab keduanya yang diberikan pengarangnya menurut penelitian
Syaikh „Abd al-Fattâh Abû Ghuddah adalah, untuk Shahih al-Bukhârî, al-Jâmiʻ al-Musnad
ash-Shahih al-Mukhtashor Min „Umûri Rasulillah saw, Wa Sunanihi wa Ayyâmih.
Sedangkan Shahih Muslim adalah al-Musnad as-Shahih al-Mukhtashor min as-Sunan bi
Naql al-„Adl „an al-„Adl „an Rasulillah. Lihat „Abd al-Fattâh Abû Ghuddah, Tahqîq Ismâ‟ îl
ash-Shahîhain wa Ismi Jâmiʻ at-Tirmidzî, (Aleppo: al-Maktab al-Mathbûʻ ât al-Islamiyyah,
1993), cet. I.
11
Muhammad bin Muhammad Abû Syuhbah, al-Madkhal li Dirâsati al-Qur‟ân al-
Karîm, (Beirut: Dâr al-Jail, 1992), h. 152. Mannâʻ Khalîl al-Qaththân, Nuzûl al-Qur‟ân „ala
Sabʻ ah Ahruf, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1991), cet. I, h. 20.
12
Hadis diriwayatkan at-Tirmîdzî. Lihat Abû „Îsâ Muhammad bin as-Saurah, Sunan
at-Tirmîdzî, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), jilid IV, h. 434.
6
13
Tim Tafsir Departemen Agama RI, Muqaddimah al-Qur‟an dan Tafsirnya,
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2008), h. 317.
14
Rasulullah saw, wafat pada tengah hari sesudah dzuhur 12 Rabiul awwal pada
tahun 11 hijriyyah pada usia 63 tahun. Lihat al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi, cet. XIII,
h.793.
15
Lihat lebih lanjut dalam bab 3.
16
Muhammad Bakr Ismâʻ il, Dirâsât Fî „Ulûm al-Qur‟ân al-Karîm,(Dâr al-Manâr,
1999), cet. 2, h. 90. Di kota Makkah mashur ada „Athâ‟, Mujâhid, Thâwus, „Ikrimah, Ibn Abî
Malikah, „Ubaid bin „Umair dan lainnya. Di kota Bashrah ada „Âmir bin „Abd al-Qais, Abû
al-„Aliyyah, Abû Rajâ‟, Nashr bin „Âshim, Yahyâ bin Ya‟mar, Jâbir bin Zaid, al-Hasan al-
Bashrî, Ibnu Sîrîn, Qathâdah dan lain-lainnya. Di kota Kufah ada „Alqamah, al-Aswad,
Masrûq, „Ubaidah, ar-Rabi‟ bin Khaisam, al-Harist bin Qais, „Umar bin Syarahbîl, „Umar bin
Maimûn, Abû „Abd ar-Rahman as-Sulami, Zirr bin Hubaisy, „Ubaid bin Fadhlah, Abû
Zur‟ah bin „Amr, Saʻ îd bin Jubair, an-Nakhaʻ î, as-Syaʻ bî dan lain-lain. Sedangkan di
Kota Syam, ada al-Mughîrah al-Makhzûmî dan Khâlid bin Saʻ îd murid dari Abû Dardâ‟.
Lihat Muhammad Bakr „Ismâʻ îl, Dirâsât Fî „Ulûm al-Qur‟ân, h. 91.
17
Musthafa al-Aʻ zami merasa keberatan dengan istilah variasi digunakan dalam
ragam bacaan al-Qur‟an. Dia mengatakan, “Variasi adalah istilah yang saya sebenarnya
kurang begitu sreg memakainya. Dalam masalah tertentu, istilah ini secara definitif dapat
memberi nuansa akan ketidakpastian. Jika pengarang asli menulis satu kalimat dengan
caranya sendiri, kemudian rusak akibat kesalahan dalam menulis lalu kita perkenalkan
prinsip ketidakpastian, akhirnya penyunting yang tak dapat membedakan mana yang betul
dan mana yang salah, akan meletakkan apa yang ia sangka sesuka hatinya ke dalam teks,
sedangkan lainnya dimasukkan ke dalam catatan pinggir. Demikian halnya dengan masalah
7
variasi (ragam bacaan). Akan tetapi masalah Al-Qur‟an jelas berlainan karena Nabi
Muhammad satu-satunya Khalifah Allah sebagai penerima wahyu dan transmisinya, secara
pribadi mengajarkan ayat-ayat dalam banyak cara. Disini tidak ada dasar keraguan, tidak
terdapat istilah kabut hitam maupun kebimbangan, dan kata “varian” tampak gagal dalam
memberi arti yang masuk akal. Kata multiple reading (banyak bacaan) jauh dapat memberi
penjelasan akurat.... Contoh yang sangat jelas dalam hal ini adalah surat al-fâtihah, dimana
ayat ke empat dibaca mâlik (pemilik) atau malik (raja) di hari pembalasan. Kedua-dua kata
tadi diajarkan oleh Nabi Muhammad dan oleh karena itu menjadikannya bacaan yang banyak
(multiple), bukan beragam (variant). Lihat M.M. al-Aʻ zami, The History of The Qur‟anic
Text, From Revelation to Compilation, penterjemah: Sohirin Solihin, Anis Malik Thaha Dkk,
(Jakarta: Gema Insani, 2005), cet. I, h. 171.
18
Lihat Philip K. Hitti, History Of The Arabs, (Jakarta: Serambi, 2006), cet. 1, h.
155.
19
Shabarî al-Asywah, Iʻ jaz al-Qirâ‟ât al-Qur‟aniyyah, Dirâsât fî Târikh Qirâ‟ât
wa at-Tijâhât al-Qurrâ‟, (Mesir: Maktabah Wahbah, 1998), h. 61. Hal senada juga dikatakan
Syauqî Dhaif dalam kata pengantar kitab as-Sabʻ ah Ibnu Mujâhid. Syauqî Dhaif,
Muqaddimah as-Sabʻ ah fi al-Qirâ‟ât Ibnu Mujahid, (Mesir: Dâr al-Ma‟ârif, tt), h. 17. Al-
Hudzalî mengumpulkan riwayat qira‟at 50 dalam kitab tersendiri, yaitu kitab al-Kâmil. Lihat
Al-Hudzalî, al-Kâmil fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr wa al-Arbaʻ îna az-Zâidah „alaiha, (Muassasah
Samâ li an-Nasyr wa at-Tauzî‟, 2007), cet. I.
20
Sebenarnya pada abad kedua hijriyyah orang mulai tertarik kepada qirâ‟ât atau
bacaan beberapa imam yang mereka kenal. Di antara qirâ‟ât tersebut adalah qirâ‟ât tujuh ini,
hanya nama al-Kisâî yang mengeliminir nama Ya‟qûb, yaitu salah seorang ahli Qira‟at dari
Kufah atas pilihan Ibnu Mujâhid. Lihat Dr. Ahmad Fathoni, “Studi Komparasi Bacaan
Riwayat Qolun dan Riwayat Hafs”. Jurnal Suhuf. Vol. 5 no 1 2012. Academia.edu. Lihat
8
inilah yang dianggap memiliki kualitas periwayatan yang sahih dan dapat
dipertanggung jawabkan.21Selain tujuh qira‟at ini, ada lagi qira‟at yang lain,
yakni qira‟at sepuluh (al-qirâ‟âh al-„asyrah), qira‟at empat belas (al-qirâ‟âh
al-„arbaʻ ah al-„asyr), bahkan sampai puluhan qira‟at.22 Hasil seleksi Ibnu
Mujâhid di atas ini, ia bakukan dalam kitab karyanya yang berjudul as-
Sabʻ ah fî al-Qirâ‟ât.23
Istilah qira‟ah sabʻ ah kreasi dari Ibnu Mujâhid menjadi semakin
kokoh dan masyhur dengan munculnya kitab at-Taisîr fî al-Qirâ‟ât as-Sab‟
karya Abû „Amr ad-Dânî (w. 444 H/1052 M). Yang menonjol dari kitab ini
adalah penyederhanaan perawi dari setiap imam dengan mengambil hanya
dua perawi, padahal perawi setiap imam semestinya berjumlah puluhan,
bahkan ratusan.24
Para periwayat imam tujuh yang masyhur ialah : [1] Qâlun (w. 220 H/
835 M) dan Warsy (w. 197 H/ 813 M), yang meriwayatkan dari Nâfiʻ , [2]
Qunbul (w. 291 H/ 904 M) dan al-Bazzî (w. 250 H/ 864 M), meriwayatkan
dari Ibnu Katsîr, [3] ad-Dûrî (w. 246 H/ 860 M) dan as-Sûsî (w. 261 H/ 875
M), meriwayatkan dari Abû „Amr, [4] Hisyâm (w. 245 H/ 859 M) dan Ibnu
Dzakwân (w. 242 H/ 856 M), meriwayatkan dari Ibnu „Âmir, [5] Syu‟bah (w.
193 H/ 809 M) dan Hafsh (w. 180 H/ 796 M), meriwayatkan dari „Âshim, [6]
Khalaf (w. 229 H/ 844 M) dan Khallâd (w. 220 H/ 835 M), meriwayatkan
dari Hamzah, [7] Abû al-Hârits (w. 240 H/ 840 M) dan ad-Dûrî al-Kisâî (w.
246 H/ 860 M), meriwayatkan qira‟at dari al-Kisâî. 25
Pembakuan dan praktek tujuh variasi bacaan ini terus berjalan dalam
sejarah peradaban Islam. Namun seiring roda waktu berjalan, pelestarian
dalam bentuk bacaan pada tujuh qira‟at ini tidak merata di dunia Islam dan
juga M.H. Thabathabai, Mengungkap Rahasia al-Qur‟an diterjemahkan dari al-Qur‟an Fi al-
Islam,(Bandung: Mizan, 1998), cet. XI, h. 139. Lebih lanjut akan dibahas dalam bab 3.
21
Adapun bacaan tersebut dinilai sahih, harus memenuhi standar tiga syarat sebagai
berikut, yaitu; pertama, harus sesuai dengan kaidah bahasa Arab yang benar. Kedua, harus
sesuai dengan salah satu Mushhaf-Mushhaf ʻ Utsmânî. Ketiga, harus mempunyai sanad yang
mutawâtir. Lihat Muhammad Ahmad Muflih dkk, Muqaddimât…, h. 69.
22
Sebagian ulama ada yang mengelompokkan bacaan al-Qur‟an ada enam macam
yaitu; Mutawâtir, Masyhûr, Ahâd, Syâdz, Maudhûʻ dan Mudrâj.As-Sayûthî, al-Itqân, jil. 2,
h. 507. Abduh Zulfidar, al-Qur‟an dan Qira‟at (Jakarta : Pustaka al-Kausar, 1996), h. 429.
Akan dibahas lebih lanjut dalam bab 3.
23
Kitab ini sudah di tahkik oleh Syauqi Dhaif dan dicetak di penerbit Dâr al-
Maʻ arif al-Mishriyyah.
24
Lihat Ahmad Fathoni, “Studi Komparasi Bacaan Riwayat Qâlûn dan Riwayat
Hafs”. Jurnal Suhuf. Vol. 5 no 1 2012. Academia.edu. Lihat „Alî Baidhûn, Muqaddimah
Syarh Thaiyyibah an-Nasyr fi al-Qirâ‟ât al-„Asyr, (Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2003),
cet. I, jilid I, h. 5.
25
Lihat misalnya Ibnu al-Bâdisy Ahmad bin „Âlî, al-Anshârî, Kitâb al-Iqnâ‟ fî
Qirâ‟at as-Sabʻ , (Damaskus: Dâr al-Fikr, 1403), cet. 1, jil. 1, h. 55-145. Akan dibahas
dalam bab 3.
9
tidak mencakup seluruh imam yang sudah dibakukan dalam bentuk tulisan.
Dari tujuh imam qira‟at yang ada, hanya empat imam saja yang qira‟atnya
eksis dipraktekkan oleh umat Islam. Keempat imam adalah Nâfi‟, Abû „Amr,
Ibnu „Âmir dan „Âshim (dengan dua perawinya masing-masing). Dari empat
imam ini, hanya satu imam yang bacaannya paling banyak dan mendominasi
seluruh bacaan umat Islam di seluruh pelosok dunia, yakni qira‟at „Âshim.
Masih begitu, dari qira‟at imam „Âshim ini pun, hanya riwayat Hafsh saja
yang eksis, sementara riwayat Syuʻ bah tidak.26
Untuk menjaga eksisitensi bacaan qira‟ah sab‟ah ini dan qira‟at-
qira‟at lainnya, banyak dikarang kitab-kitab tentang qira‟ah27ini dan dibuat
26
Untuk mengetahui sejarah kenapa hegemoni Qira‟at imam Hafsh yang mendunia,
Lihat Papers Jurnal Suhuf. Academia.edu, “Pembakuan Qira‟at „Âshim riwayat Hafsh dalam
Sejarah dan Jejaknya di Indonesia”, oleh: Mustofa dari Lajnah Pentashihan Mushaf al-
Qur‟an Jakarta.
27
Di antara kitab-kitab tentang Qira‟at yang tercetak di antaranya: al-Ibânah „an
Maʻ ânî al-Qirâ‟ât karya Makkî bin Abû Thâlib al-Qaisî (w. 437 H) dicetak Dâr al-Ma‟mûn
li at-Turâts, Ibrâz al-Maʻ ânî min Hirz al-Amânî Syarh kitab Asy-Syâtibiyyah karya
Abdurrahman bin Ismâil, Abû Syâmah (w.665 H) dicetak di Kairo, Ithâfu Fudholâ‟ al-
Basyar fî al-Qirâ‟ât al-Arba‟ „Asyr karya Ahmad bin Muhammad ad-Dimyâthî (w. 117 H),
dicetak maktabah al-Masyhad al-Husaini Kairo, al-Irsyâdah al-Jaliyyah fî al-Qirâ‟ât as-
Sabʻ min Thâriq asy-Syâthibiyyah karya DR. Muhammad Salim Muhaishin, cet. Maktabah
al-Kulliyât al-Azhariyyah Kairo, Irsyâdah al-Murîd fî Syarh al-Qashîd, Syarh „Ala asy-
Syâthibiyyah karya Muhammad „Alî add-Dhibâgh, al-Bûdûr az-Zâhiroh fî al-Qirâ‟ât al-
„Asyr al-Mutawâtirah karya „Abd al-Fattâh al-Qâdhî, Tahbîr at-Taisîr fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr
min Tharîq asy-Syâthibiyyah wa Ad-Durrah karya Muhammad al-Jazarî (w. 832 H), dicetak
di Kairo, at-Tadzkirah fî al-Qirâ‟ât ats-Tsalâts wa Taujîhihâ min Tharîq ad-Durrah karya
DR. Muhammad Sâlim Muhaishin, dicetak al-Kulliyât al-Azhariyyah Kairo, Taqrîb an-
Nasyr fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr karya Ibnu al-Jazarî, dicetak di Kairo, at-Taisîr fî al-Qirâ‟ât as-
Sabʻ karya Abû „Amr ad-Dânî (w. 444 H), dicetak di Istanbul 1930 M, Al-Hujjah fî al-
Qirâ‟ât as-Sabʻ karya Husain bin Ahmad bin Khalawiih (w. 370 H) dicetak di Damaskus,
al-Hujjah fî „Ilal al-Qirâ‟ât as-Sabʻ karya Hasan bin Ahmad, Abû „Alî al-Fârisî (w. 377 H),
dicetak di Kairo, Hirz al-Amâni wa Wajh at-Tahânî, Nadzm fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ karya asy-
Syâthibî (w. 548 H), dicetak di Kairo, ad-Durrah al-Mudhiyyah, Nadzm fî al-Qirâ‟ât ats-
tsalâts al-Mutammimah li al-„Asyrah karya Ibnu al-Jazarî dicetak di Kairo, Sirâj al-Qâri‟ al-
Mubtadî wa Tidzkâr al-Qâri‟ al-Muntahî karya Abû Qâsim „Alî bin „Utsmân, Ibnu al-Qâsih
(w. 801 H) dicetak di Kairo, Sibawaih wa al-Qirâât karya DR. Ahmad Makkî al-Anshâri
dicetak di Kairo, Syarh as-Samnûdhî „Ala ad-Durroh karya Muhammad bin Hasan as-
Samnûdî (w. 1119 H), dicetak di Kairo, Ghaist an-Nafʻ fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ karya „Alî an-
Nawâwî ash-Shafâqusî dicetak di Kairo, al-Qirâ‟ât al-„Asyr karya Mahmud Khalîl al-
Husharî, dicetak di Kairo, al-Qirâ‟ah asy-Syadzdzah karya „Abd al-Fattah al-Qâdhî dicetak
di Kairo, al-Qirâ‟ât wa al-Lahajât karya „Abd al-Wahhâb Hamûdah dicetak di Kairo, al-
Qirâ‟ât al-Qurâniyyah karya DR. „Abd ash-Shabur Syâhin dicetak di Kairo, al-Qirâ‟ât fî
Nadhar al-Musytasyriqîn wa al-Mulhidîn karya „Abd al-Fattâh al-Qâdhî dicetak di Kairo,
Kitâb as-Sabʻ ah karya Ahmad bin Mûsa bin Mujâhid (w. 324 H) dicetak di Kairo dengan
pengulas DR. Syauqi Dhaif, al-Kasyf „An Wûjûh al-Qirâ‟ât as-Sabʻ wa „Ilalihâ karya
Makkî bin Abû Thâlib al-Qaisî (w. 437 H) dicetak di Damaskus, Kanz al-Maʻ ânî fî Syarh
Hirz al-Amânî karya Muhammad bin Ahmad, Syuʻ lah (w. 656 H), dicetak di Kairo, al-
10
Muhtasib fî Tabyîn Wûjûh Syawâdz al-Qirâ‟ât karya Abû Fattâh„Utsmân bin Jinni (w. 392
H), dicetak di Kairo, Mukhtashar Syawâdz al-Qur‟ân karya Ibnu Khalawaih dicetak Kairo,
al-Mustanîr fî Takhrîj al-Qirâ‟ât al-Mutawâtirah min Haitsu al-Lughah wa al-Iʻ râb wa at-
Taisyîr karya DR. Muhammad Sâlim Muhaishin dicetak di Kairo, al-Mukarrar fî mâ
Tawâtturu min al-Qirâ‟ât as-Sabʻ wa Taharrar karya Abû Hafsh „Umar bin Qâsim an-
Naysyar dicetak di Kairo, al-Muhaddzab fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr karya DR. Muhammad Sâlim
Muhaishin dicetak di Kairo, an-Nasyr fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr karya Ibnu al-Jazarî dicetak di
Kairo, al-Wâfi fî Syarh asy-Syâthibiyyah karya „Abd al-Fattah al-Qâdhî dicetak di Mesir.
Lihat DR. Sya‟bân Muhammad Ismâ‟îl, Mengenal Qirâ‟ât al-Qur‟an diterjemahkan dari al-
Qirâ‟ât Ahkâmuhâ wa Mashdaruhâ, penterjemah DR. H.S. Agil Husin al-Munawwar, M.A,
dkk, (Semarang: Dina Utama, 1993), cet. I, h. 130-139.
28
Ahmad Fathoni, Kaidah Qira‟at Tujuh, (Jakarta: ISIQ, 1992), jil. 1, h. 13.
29
Hal ini berdasarkan bahwa Menteri Agama Indonesia era Presiden Abdurrahman
Wahid (Gus Dur), Prof. DR. Said Agil al-Munawwar yang pada tahun 2001 membuat satu
kebijakan yang baik dan strategis untuk memasyarakatkan Ilmu Qira‟at dengan
mengeluarkan surat keputusan (SK) yang mengikut sertakan cabang Qira‟at dalam MTQ dan
STQ di Indonesia.
30
Makalah Ahsin Sakho Muhammad, “Qira‟ah Sabʻ ah di Indonesia”, Maret 2002.
31
Ahmad Fathoni, Kaidah Qira‟at Tujuh, (Jakarta: ISIQ, 1992), h. 14.
11
32
Tentang kaidah ushûliyyah dan farsy al-hurûf akan dibahas dalam bab tersendiri
di bab 3.
33
Menurut Ahsin Sakho, kitab Faidh al-Barakât karya Kyai Arwani inilah satu-
satunya kitab tentang qira‟ah sabʻ ah yang utuh 30 juz, otoritatif yang disusun ulama
Indonesia. Wawancara dengan Dr. Ahsin Sakho pada hari Rabu, 8 Januari 2014 di kampus
IIQ Jakarta.
12
34
Makalah Ahsin Sakho Muhammad, “Qira‟ah sabʻ ah di Indonesia”, Maret 2002.
35
Akan dibahas dalam bab tersendiri di bab 3.
36
Hal demikian, yaitu kegelisahan bahwa tidak adanya buku panduan untuk
pegangan bagi yang ingin mempelajari qira‟at sabʻ ah juga dirasakan oleh Khâlid bin
Muhammad, seorang pengajar al-Qur‟an di Madinah, lalu mengarang kitab al-Minah al-
Ilahiyyah. Lihat Khâlid bin Muhammad, al-Minah al-Ilahiyyah fi Jamʻ al-Qirâ‟ât as-Sabʻ
min Tharîq asy-Syâthibiyyah, (Madinah: Dâr az-Zamân, 1418), jilid I, h. 4. Hal senada juga
terjadi pada Ahsin Sakho ketika mengajar qira‟at pada anak-anak kampus IIQ. Kemudian
dikaranglah Manbaʻ al-Barakât Fî Sabʻ al-Qirâ‟ât. Lihat Ahsin Sakho, Manba‟ al-
Barakât fî Sabʻ al-Qirâ‟ât, (Jakarta: Institut Ilmu al-Qur‟an, 2012), cet. I, h. 1.
37
Muhammad Arwani, Faidh al-Barakât fi Sabʻ al-Qirâ‟ât, (Kudus: Mubarakah
Tayyibah, 2007), cet. II, jilid I, h. 2.
13
yang berbeda dengan kebanyakan kitab-kitab qira‟at yang lain. Pula kitab
Kyai Arwani ini sangat masyhur di kalangan pesantren dan juga masih
digunakan sebagai buku acuan bagi yang ingin belajar mendalami dan ber-
talaqqî qira‟ah sabʻ ah. Kitab ini dapat juga menjadi rujukan alternatif bagi
siapapun yang berkeinginan untuk bertalaqqî qira‟ah sab‟ah di tengah
kelangkaan kitab panduan untuk mengkajinya dengan mudah dan praktis.
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, kiranya sangat
menarik untuk menjadikan kitab karya Kyai Arwani Amin sebagai bahan
kajian. Penelitian ini diberi judul : Kitab Faidh al-Barakât fî Sabʻ al-Qirâ‟ât
Kyai Arwani Kudus (Analisa Metodologi dan Thariqah Jama‟).
D. Kajian Kepustakaan
Sejauh yang peneliti pahami, bahwa kitab Faidh al-Barakât ini belum
banyak yang mengkaji secara ilmiyyah tentang metodologi penulisannya.
Yang bisa penulis temukan adalah skripsi UIN Sunan Kalijaga 2003 berjudul
“Kitab Faid al-Barakât Fi Sabʻ al-Qira‟at” oleh Ahmad Zaki Ali. Skripsi
ini lebih memprotet kenapa kitab ini banyak digunakan di Pesantren Tahfidz
al-Qur‟an di Nusantara. Metodologi, sitematika kitab Faidh al-Barakât juga
dikaji, tapi hanya sepintas dan kurang mendalam. Ada lagi kajian tesis di
UNSIQ Wonosobo tahun 2011 berjudul “Metodologi Pembelajaran Qira‟at
Sab‟ah (Studi Komperatif di Pesantren Yanbu‟ul Qur‟an Kudus dan Dar al-
Qur‟an)”. Tesis ini juga menyentuh kitab Faidh al-Barakât yang kita kaji ini,
karena penelitiannya di Pesantren Yanbuʻ ul Qur‟an Kudus yang
menggunakan kitab tersebut. Hanya saja tesis ini tidak sampai meneliti dan
membahas metodologi kitab Faidh al-Barakât dan thariqah jama‟.
Untuk mengkaji kitab ini, penulis akan membandingkan dan
menela‟ah kitab-kitab tentang Ilmu Qira‟at yang telah dikarang oleh para
ulama sebelumnya. Terutama kitab Matan asy-Syâthibiyyah38karya Imam
asy-Syâthibî dan kitab-kitab syarahnya39, kitab Ibnu Mujâhid40, Ibnu al-
38
Nama kitab asalinya adalah Matn Hirz al-Amânî wa Wajh at-Tahânî. Kitab ini
adalah karya bersyair yang memuat 1173 bait dan lebih masyhur dengan sebutan Nadzam
asy-Syâthibiyyah. Lihat lebih lanjut dalam bab 3.
39
Banyak sekali kitab syarah asy-Syâthibiyyah yang dikarang oleh ulama yang ahli
di bidang ilmu qira‟at, di antaranya Burhân ad-Dîn Ibrâhîm bin „Umar al-Ja‟barî, Syamsy ad-
Dîn al-Kuranî, Syamsy ad-Dîn al-Fanari, „Alam ad-Dîn „Alî bin Muhammad as-Sakhâwî al-
Mishrî, Abû Syâmah „Abd ar-Rahman bin Ismâʻ îl an-Nahwî, Abû „Abdillah Muhammad
bin Ahmad atau Syu‟lah al-Maushilî, „Ala‟ ad-Dîn „Alî bin „Utsmân atau lebih dikenal
dengan Ibnu al-Qâshih al-Baghdâdî, Abû „Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin
Muhammad al-Fâsî, „Imâd ad-Dîn „Alî bin Ya‟qûb al-Maushilî, Jamâl ad-Dîn bin „Alî al-
Hishnî, Abû al-„Abbâs Ahmad bin Muhammad al-Qasthalânî al-Mishrî, Abû al-„Abbâs
Ahmad bin „Alî al-Maushilî, Taqî ad-Dîn „Abd ar-Rahman bin Ahmad al-Wâsithî, Taqî ad-
Dîn Ya‟qûb bin Badrân al-Juraidî, Syihâb ad-Dîn Ahmad bin Yûsuf as-Sâmin al-Halabî,
Syihâb ad-Dîn Ahmad bin Muhammad bin Jabarah al-Maqdisî, Syamsy ad-Dîn Muhammad
bin Ahmad al-Andalusî, Muhib ad-Dîn Muhammad bin Mahmûd an-Najâr al-Baghdâdî, Abû
Bakar bin Aidagdî atau lebih dikenal dengan Ibnu al-Jundî, Abû Qâsim „Ibâdullah bin „Abd
ar-Rahman al-Bârizî, Yûsuf bin Abû Bakar atau dikenal dengan nama Ibnu al-Khâtib, „Alam
ad-Dîn Qâsim bin Ahmad al-Lurgî, Badr ad-Dîn atau dikenal dengan nama Ibnu Ummi
15
Jazarî41, Abû„Amr ad-Dânî42 dan kitab-kitab dari ulama lain yang disusun
berkenaan dengan Ilmu Qira‟at.
Disamping kitab-kitab karya ulama di atas, penulis juga
menggunakan buku karya para ulama Indonesia yang mengkaji tentang
qira‟at, terutama sekali karya-karya tentang Ilmu Qira‟at dari Institut Ilmu
Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta maupun Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur‟an (PTIQ)
Jakarta sebagai basis pakar Ilmu Al-Qur‟an dan Ilmu Qira‟at di Nusantara.
Terutama sekali penulis akan mengkaji, mengamati, memahami
secara seksama dan komprehensif kitab Faidh al-Barakât yang menjadi
bahan kajian ini sendiri. Ini agar supaya penelitian menjadi berbobot,
mendalam dan dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, tidak hanya menjadi
kajian yang asal jadi dan dangkal.
E. Metodologi Penelitian
Qâsim al-Murâdî, Abû „Abdillah al-Magribî an-Nahwî, Sayyid „Abdullah bin Muhammad al-
Husainî, Jalâl ad-Dîn „Abd ar-Rahman bin Abû Bakar as-Sayûthî, Nûr ad-Dîn „Alî bin
Sulthân al-Qârî, Muntajab ad-Dîn al-Hamdânî, Syihâb ad-Dîn Ahmad bin „Abd al-Wahhâb
as-Sambatî dan „Alî bin Muhammad adh-Dhabbâ‟. Lihat DR. H. Ahmad Fathoni, Kaidah
Qira‟at Tujuh, (Jakarta : ISIQ, 1992), h. 20.
40
As-Sabʻ ah fî al-Qirâ‟ât.
41
Tayyibah al-Nasyr fî al-Qirâ‟ât al-„Asyr dan lain-lain.
42
Terutama kitab At-Taisîr fî al-Qirâ‟ât as-Sabʻ .
43
Jalaluddin Rakhmat, Metodologi penelitian Agama, sebuah pengantar penyunting
Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989), h. 91-96.
44
Suharsini Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineke Cipta, 1990), h. 81-
84.
16
F. Teknik Penulisan
G. Sistematika Penulisan
17
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelaahan terhadap kitab Faidh al-Barakât
secara seksama, dapat diketahui metodologi dan metode jama’ atau thariqah
jama’ yang digunakan dalam kitab karya Kyai Arwani sebagai jawaban dari
soalan yang telah disebutkan dalam perumusan masalah. Walaupun yang
penulis telaah dan teliti hanya beberapa halaman awal saja, apa yang menjadi
tujuan dari penelitian ini sudah dapat kita tangkap dan dapat formulasikan
secara sederhana.
Dalam kitab Kyai Arwani ada beberapa temuan-temuan dari kajian ini
yang dapat kita sebutkan merupakan bagian dari karakteristik metodologi
kitab Faidh al-Barakât dan metode thariqah jama’nya.
Metodologi kitab Faidh al-Barakât dan metode thariqah jama’nya
adalah seperti berikut:
1. Menuliskan ayat-ayat al-Qur’an secara lengkap jika termasuk
ayat-ayat pendek. Sedangkan untuk ayat-ayat panjang, Kyai
Arwani hanya menuliskan sedikit, dengan tidak lengkap dan
selanjutnya ditulis dengan al-âyah.
2. Dalam mendiskripsikan penjelasan setiap ayat Kyai Arwani
dengan membaginya tiga bagian yaitu; pertama dengan
mendahulukan cara membaca jama’ qira’at dalam satu ayat,
bagaimana urut-uratan bacaannya dari para imam qira’ah sab’ah.
Kedua adalah bagian penjelasan tentang kaidah-kaidah ushûliyyah
dan farsy al-hurûf. Dan ketiga adalah penjelasan lafad-lafad yang
sudah mafhum atau maklum diketahui, karena sudah dijelaskan
sebelumnya.
3. Kaidah-kaidah ushûliyyah dalam qira’at disebutkan Kyai Arwani
hanya sekali saja, yakni di ayat yang paling dahulu dari urutan
mushhaf. Di ayat-ayat selanjutnya yang mempunyai kaidah yang
sama dengan yang telah dijelaskan, maka akan disebutkan bahwa
itu sudah maklum. Kecuali jika memang diperlukan penjelasan
lebih lanjut atau tambahan catatan dari kaidah tersebut, maka akan
ditambah penjelasan.
4. Selalu menyebutkan kaidah-kaidah farsy al-hurûf dalam setiap
ayat-ayat yang terdapat kaidah-kaidah farsy al-hurûf.
5. Sedangkan metode dan susunan thariqah jama’nya adalah seperti
berikut:
a. Dalam metode jama’nya Kyai Arwani mendahulukan bacaan
Qâlûn yang merupakan perawi urutan pertama dari Nâfiʻ.
Kemudian dilanjutkan dengan bacaan imam-imam atau rawi-
175
Abû Dâwud, Sulaimân bin al-Asy‟ats, Sunan Abî Dâwud, Beirût: Dâr al-Fikr,
2003
Abû Nuʻ aim, Ahmad bin „Abdillah, Târîkh Ashbihân, Beirût: Dâr al-Kutub
al-„Ilmiyyah, 1990, cet. I
Abû Syâmah, „Abd ar-Rahman bin Ismâ‟îl, al-Mursyid al-Wajîz ilâ „Ulûm
Tataʻ allaq bi al-Kitâb al-„Azîz, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah,
2003, cet. I
---------------------, Ibrâz al-Maʻ ânî min Hirz al-Amânî, Beirût: Dâr al-Kutub
al-„Ilmiyyah, T.Th
Ahmad bin Fâris, Mu‟jam Maqâyîs al-Lughah, Beirût: Dâr al-Fikr, 1979
al-Alûsî, Mahmûd bin „Abdillah, Rûh al-Maʻ ânî fî Tafsîr al-Qur‟ân wa as-
Sabʻ al-Matsânî, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1415, cet. I
al-Asywah, Shabarî, Iʻ jaz al-Qirâ‟ât al-Qur‟âniah: Dirâsât fî Târikh
Qirâ‟ât wa at-Tijâhât al-Qurrâ‟ , Mesir: Maktabah Wahbah, 1998
al-Bukhârî, Muhammad bin „Ismâʻ îl, Shahîh al-Bukhârî, Dâr Thûq an-Najât,
1422, cet. I
Bruinessen, Martin Van Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung:
Mizan, 1992, cet. 1
Dosen Tafsir Hadis Fakultas Usulhuddin UIN Sunan kalijaga, Studi Kitab
Hadis, Yogyakarta: Teras, 2003, cet I
---------------------, Kaidah Qiraat Tujuh, Jakarta: PTIQ, IIQ dan Darul Ulum
Press, 2005, cet. I
Hatta, Ahmad, dkk, The Great Story of Mohammad saw, Jakarta: Maghfirah,
2011, cet. I
Ibnu Farhûn, Ibrâhîm bin „Alî, ad-Dîbâj al-Madzhab fî Maʻ rifat Aʻ yâni
„Ulamâ‟ al-Madzhab, Kairo: Dâr at-Turâts, T.Th
Ibnu al-Bâdisy, Ahmad bin „Âlî, al-Anshârî, Kitâb al-Iqnâʻ fî Qirâ‟ât as-
Sabʻ , Damaskus: Dâr al-Fikr, 1403, cet. I
Ibnu Ghalbûn, Thâhir bin „Abd al-Munʻ im, at-Tadzkirah fî al-Qirâ‟ât ats-
Tsamân, Jeddah: Silsilah Ushûl an-Nasyr, 1991, cet. I
Ibnu al-Jauzî, „Abd ar-Rahman bin „Alî, al-Maudhûʻ ât, Madinah: Maktabah
as-Salafiyyah, 1966, cet. I
Ibnu as-Sallâr, „Abd al-Wahhâb bin Yûsuf, Thabaqât al-Qurrâ‟ as-Sabʻ ah,
Beirût: al-Maktabah al-„Ashriyyah, 2003, cet. I
Ibnu at-Thahhân as-Sumâtî, Mursyid al-Qârî‟ ilâ Tahqîq Maʻ âlim al-
Maqâri‟, Kairo: Maktabah at-Tâbiʻ în, 2007, cet. I
Ismâʻ îl, Muhammad Bakr, Dirâsât fî „Ulûm al-Qur‟ân al-Karîm, Dâr al-
Manâr, 1999, cet. II
al-„Irâqî, „Abd ar-Rahîm bin al-Husain, Fath al-Mughîts Syarh Alfiyyah al-
Hadîts, Beirût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2001
Mâlik bin Anas, Muwaththâ‟ dalam Syarh az-Zurqânî, Kairo: Dâr al-Hadîts,
2011
al-Mâlikî, „Alwî bin „Abbâs dan Hasan Sulaimân al-Nûrî, Ibânah al-Ahkâm,
Tp: T.Th, Jilid I
Ma‟luf, Luis, al-Munjid fi al-Lughah wa al-Aʻ lam, Beirût: Dâr al-Masyriq,
2002
al-Maʻ sharâwî, Ahmad „Îsâ, asy-Syâmil fî Qirâ‟ât al-Aimmah al-ʻ Asyr al-
Kawâmil min Tharîq asy-Syâthibiyyah wa ad-Durrah, Kairo: Dâr al-
Imâm asy-Syâthibî, T.Th
Muslim bin al-Hajjaj, Shahîh Muslim, Beirut: Dâr Ihyâ‟ at-Turâts al-„Arabi,
T.Th, Jilid I
al-Mizzî, Yûsuf bin „Abd ar-Rahman Tuhfah al-Asyrâf bi Maʻ rifah al-
Athrâf, Beirût: al-Maktabah al-Islamî, 1983 cet. II, Jilid VIII
al-Muttaqî al-Hindî, „Alî bin Hisyâm ad-Dîn, Kanz al-„Ummâl fî Sunan al-
Aqwâl wa al-Afʻ âl, Beirût: Mu‟assah ar-Risâlah, 1981 cet. V
an-Nasâî, Ahmad bin Syuʻ aib, Sunan an-Nasâî, Beirût: Dâr al-Fikr, 2005
al-Qâri‟, „Abd al-„Azîz bin „Abd al-Fattâh, Hadîts al-Ahruf as-Sabʻ ah,
Beirût: Muassasah ar-Risâlah, 2002, cet. I.
Rosidi, KH. Arwani Amin Penjaga Wahyu dari Kudus, Kudus: Penerbit al-
Makmun, 2008, cet. I
as-Sayûthî, Jalâl ad-Dîn „Abd ar-Rahman bin Abû Bakar, al-Itqân fî „Ulûm
al-Qur‟ân, Madinah: Markaz ad-Dirâsât al-Islâmiyyah, T.Th
Sayyid Lâsyîn dan Khâlid bin Muhammad, Taqrîb al-Maʻ ânî fî Syarh Hirz
al-Amânî, Madinah: Dâr az-Zamân, 2003, cet. V
as-Sîsî, „Abd al-Bâqî bin „Abd ar-Rahman bin Surâqah, Qawâ‟id Naqd al-
Qirâ‟ât al-Qur‟âniyyah, Riyad: Dâr Kunûz Isybiliyâ, 2009, cet. I
as-Subkî, „Abd al-Wahhâb bin „Alî Tâj ad-Dîn, Thabaqât asy-Syâfiʻ iyyah
al-Kubrâ, Hijr li ath-Thibâʻ ah wa an-Nasyr, 1413, Jilid III
Sunyoto, Agus, Atlas Wali Songo, Depok: Pustaka Iman, 2012, cet. I
Salim, Muhsin, Ilmu Qira‟at Tujuh, Jakarta: Majelis Kajian Ilmu-Ilmu al-
Qur‟an, 2007, cet. I
Sya‟rani Ahmadi, Muhammad, Faidh al-Asânî „ala Hirz al-Amânî, Tp, T.Th
Wafi Maemoen, Fuad Hadi dkk, Ziarah Makam Auliya, Mesir: PCNU Mesir,
2006, cet. IV
Wahid, Ramli Abdul, Studi Ilmu Hadis, Medan: PP2-IK, 2003, cet. I
az-Zirkilî, Khair ad-Dîn, al-Aʻ lâm, Beirût: Dâr al-„Ilm li al-Malâyîn, 2002,
cet. XV, Jilid IV
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
LAMPIRAN 7
LAMPIRAN 8
LAMPIRAN 9
LAMPIRAN 10
LAMPIRAN 11