B.Pengertian Korupsi
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara
tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang
atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar. Di Indonesia, kolusi
sering terjadi dalam proyek pengadaan barang dan jasa tertentu (umumnya dilakukan
pemerintah). Ciri-ciri kolusi jenis ini adalah:
a. Pemberian uang pelicin dari perusahaan tertentu kepada oknum pejabat atau pegawai
pemerintahan agar perusahaan dapat memenangkan tender pengadaan barang dan jasa tertentu.
b. Penggunaan broker (perantara) dalam pengadaan barang dan jasa tertentu. Padahal, seharusnya
dapat dilaksanakan melalui mekanisme G 2 G (pemerintah ke pemerintah) atau G 2
P (pemerintah ke produsen), atau dengan kata lain secara langsung.
Secara garis besar, Kolusi adalah pemufakatan secara bersama untuk melawan hukum
antar penyelenggara Negara atau antara penyelenggara dengan pihak lain yang merugikan orang
lain, masyarakat dan Negara.
D. Pengertian Nepotisme
Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya
bukan berdasarkan kemampuannya. Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi
terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.
Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”.
Tuduhan adanya nepotisme bersama dengan korupsi dan kolusi(ketiganya disingkat
menjadi KKN) dalam pemerintahan Orde Baru, dijadikan sebagai salah satu pemicu
gerakan reformasi yang mengakhiri kekuasaan presiden Soeharto pada tahun1998.
E.Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi
1. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan denda palingsedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan Negaraatau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
2. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh jutarupiah) dan paling banyak satu
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri atauorang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,kesempatan, atau
sarana yang ada padanya karena jabatan ataukedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara
atau perekonomianNegara (Pasal 3)
3. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratuslima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enamratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah,
merintangiatau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,penuntutan, dan
pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangkaatau terdakwa ataupun para saksi dalam
perkara korupsi. (Pasal 21)
4. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enamratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal28,
pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
5. Pidana Tambahan
Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujudatau barang tidak bergerak
yang digunakan untuk atau yang diperolehdari tindak pidana korupsi, Pembayaran uang
pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya samadengan harta yang diperoleh dari tindak
pidana korupsi, Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1(satu)
tahun, Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusanseluruh atau sebagian
keuntungan tertentu yang telah atau dapatdiberikan oleh pemerintah kepada terpidana, Jika
terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu1 (satu) bulan sesudah
putusan pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat
disita oleh jaksa dandilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, Dalam hal terpidana tidak
mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana
dengan pidana penjarayang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana
pokoknyasesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999. B. Efek Jera Bagi
Koruptor
Pertama, vonis yang wajib dijatuhkan kepada setiap koruptor tanpakecuali adalah
mengembalikan dana senilai yang dia korupsi. Jika dia tida kmampu membayar, harta
kekayaannya harus disita oleh negara untukdilelang hingga nilainya mencapai jumlah dana yang
harus dia kembalikan [kepada negara]. Penyitaan tetap harus dilakukan bahkan jika itu meliputi
seluruh harta kekayaan si koruptor.Jika masih kurang, tambahkan pada masa hukuman penjara
baginya. Panjangnya hukuman penjara tambahan ditentukan berdasar jumlah yang tidak dia
bayarkan, tanpa ada batas.
Kedua, vonis hukuman penjara inti (yang bukan tambahan) ditetapkan sesuai aturan yang
berlaku. Kita semua pasti tahu embel-embelnya: dengan penyesuaian pada prinsip dan rasa
keadilan.
Ketiga, terkait dengan fasilitas dan akomodasi yang dia dapat dipenjara, harus dibatasi
dengan menggunakan dasar perhitungan standar hidup masyarakat setempat.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
1. Saat ini di Indonesia, berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31Tahun 1999 dan
undang-undang nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim
terhadap terdakwa tindak pidanakorupsi masih sangat ringan bagi para koruptor.
2. Hukuman tersebut, masih belum menimbulkan efek jera, sehingga masih banyak kasus
korupsi terjadi dan merajalela. Sepertinya hukum yang ringan tidak membuat jera para pelaku
koruptor. Mereka masih sumringah di hadapan kamera TV dan tidak ada rasa penyesalan
samasekali. Bahkan ada beberapa pelaku korupsi, setelah bebas dari penjara,melakukan korupsi
lagi atau duduk di jabatan semulanya.
3. Adapun hukuman yang sangat tepat bagi koruptor ialah dengan hukuman mati seperti yang
diterapkan di China, sehingga mampu mengurangi jumlah koruptor serta sangat mampu
menimbulkan efek jera.
4. Selain itu, koruptor juga harus dimiskinkan serta tidak membedakan apakah ia pejabat atas
atau kalangan bawah, apapun itu, hukuman harus sama dan adil.
B.Saran
Pada dasarnya, korupsi merupakan tindak pidana luar biasa yang harus mendapatkan
hukuman yang amat sangat berat. Hal ini karena korupsi tergolong sebagai perampokan harta
rakyat yang menyebabkan kemiskinan semakin bertambah, pembangunan yang gagal, serta
banyak lagi kerugian besar lainnya. Oleh karena itu, kami dari kelompok IV, setelah
menganalisis berbagai fakta-fakta dan opini-opini yang kami baca di media cetak dan elektronik,
maka akan lebih baik jika korupsi dihukum dengan HUKUMAN MATI.
Ide tentang hukuman mati untuk koruptor sudah bukan barang baru. Ide tersebut juga
sudah ditentang oleh orang-orang yang merasa dirinya pembela hak asasi manusia. Padahal
hukuman begini pasti jauh lebih gampang, asal ditentukan nilai nominal minimal korupsinya
sebagai batas untuk diberlakukannya hukuman mati, dan interval antara dijatuhkannya
vonis dengan eksekusi tidak lebih dari 3 x 24 jam. Para tervonis hukuman mati tidak perlu
menderita ketidak jelasan menunggu-nunggu eksekusinya. Bukan hanya membuat mereka
menunggu, tapi itu juga menghabiskan uang Negara untuk memberi mereka makan setiap hari
sampai matinya.
Tetapi jika model hukumannya masih seperti yang divoniskan pada koruptor saat ini, dari
mana bisa muncul efek jera? Jangan-jangan mereka memang berpikiran seperti: melakukan
korupsi adalah usaha, tertangkap dan dihukum adalah pengorbanan, lalu keluar dari penjara
dengan simpanan harta berlimpah adalah masa depan yang cerah menanti.
Namun selain hukuman mati, ide bahwa hukuman bagi koruptor harus memiskinkan dan
mempermalukan juga harus dilakukan.
Berbagi