Anda di halaman 1dari 4

Tere Liye

17 Desember 2019 pukul 06.25 · 


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2825248684192348&id=175057005878209

*Tulisan ini mengandung spoiler tingkat dewa. Jika kalian penyuka serial Raib, Seli dan Ali,
kalian akan membaca tulisan ini dengan segala spoilernya.  :)
****
Wajah kusut Ali terlihat lelah.
Rambutnya berantakan. Kaos seragam klub basket sekolah yang dia kenakan kotor. Entah
sudah berapa hari dia tidak ganti baju--apalagi mandi, dia lupa. Juga makan, entah kapan
terakhir kali dia makan dengan baik.
Kapsul perak ILY mengambang di dekatnya, berkedip-kedip. Ali mengabaikannya, matanya yang
menyipit, berusaha menatap layar besar di depannya. Sesekali kepalanya nyaris terjatuh di atas
meja, segera diangkat lagi. Dia menahan kantuknya habis-habisan selama 48 jam terakhir.
Hanya menatap layar kosong.
Lupakan sekolah. Anak itu sudah 3 hari bolos. Raib dan Seli tadi siang sempat ke rumah,
bertanya ke pembantu rumah; 'Tuan Muda Ali tidak mau diganggu siapapun', demikian jawab
pembantu. Di basemen rumah, Ali bisa melihat lewat layar satunya lagi, saat Raib bersungut-
sungut, 'Tapi ini sebentar lagi PAS, Pak. Ali malah bolos, dia bisa tidak naik kelas.' memaksa
hendak masuk, Pembantu menggeleng sekali lagi bilang Tuan Muda Ali sedang sibuk. Seli ikut
mencegahnya, bilang, 'Mungkin si Jenius itu lagi sibuk dengan eksperimen anehnya, Ra, biarkan
sajalah. Kita pulang yuk'. Dua teman baiknya meninggalkan gerbang.
Berjam-jam berlalu, larut malam kembali datang, Ali masih menatap layar besar kosong itu. Dia
sedang menunggu sesuatu yang sangat penting. Satu bulan lalu, dia berhasil menemukan peti
tersisa dari kejadian tenggelamnya sebuah kapal di tengah laut luas saat badai besar
berkecamuk. Kapal itu penting baginya. Bukan karena keluarga Ali adalah pemilik perusahaan
kapal, tapi karena kejadian itu persis di hari lahirnya. Ali tidak pernah bilang ke siapapun soal
itu, bahkan tidak kepada Raib dan Seli, dia menyimpan rahasia itu sendirian.
Peti itu berhasil ditemukan terdampar di sebuah kepulauan, dibawa ke rumahnya. Buat
seseorang yang tidak peduli dengan apapun di dunia ini, Ali gemetar saat membuka peti
tersebut. Wajahnya antusias. Dia tahu apa isi peti itu, dia sudah dekat sekali dengan penjelasan
yang dicarinya. Peti itu dibuka, isinya adalah sebuah penyimpan data, berbentuk tabung kecil
dengan warna keemasan. Itulah 'Kotak Hitam' kapal yang tenggelam, menyimpan data
perjalanan, percakapan dan semua informasi kapal selama pelayaran. Teknologi canggih yang
dimiliki oleh perusahaan keluarganya.
Dengan kepintarannya, tidak butuh waktu lama bagi Ali untuk melihat dan mendengarkan isi
data perjalanan itu. Layar mulai menunjukkan rekaman kapal kontainer terbesar milik
keluarganya melakukan perjalanan. 20.000 kontainer diangkut oleh kapal tersebut, melintasi
lautan luas. Perjalanan berlangsung normal. Kecepatan normal. Cuaca bagus. Sesekali terdengar
komunikasi Nahkoda dengan petugas pengawas lepas pantai. Atau percakapan dengan kapal-
kapal yang melintas tidak jauh. Ali mempercepat rekaman percakapan hingga kapal itu tiba di
separuh perjalanan. Berada di tempat tenggelamnya.
'Astaga? Apakah itu badai besar?' Suara terdengar--mungkin itu Nahkoda kapal.
'Ini gila, Kapten. Bagaimana mungkin, lima menit lalu bahkan tidak ada awan satu pun di langit
sana. Bagaimana awan itu muncul?' Seorang menimpali--mungkin kru kapal.
'Bahkan perkiraan cuaca tidak--'
'Putar kemudi!' Seseorang berteriak, 'Kita harus menghindari awan gelap mengerikan itu.'
'Percuma, kita telah dikelilingi awan tebal. Lihat! Ada enam tornado di lautan. Bagaimana
mungkin tornado itu terbentuk begitu saja? Lihat tingginya.' Seruan panik.
'Astaga! Aku belum pernah menyaksikan tornado setinggi itu.'
'AWAS! Ombak tinggi di geladak depan!'
'KEMUDI!'
Ali dengan nafas tertahan, mendengarkan seksama rekaman percakapan. Suara debum ombak,
benturan, gemuruh menggelegar ikut terdengar di latar rekaman. Kepanikan melanda ruang
Nahkoda.
'Aku akan mengambil alih kemudi.' Seseorang ikut bicara--suara laki-laki, dia sepertinya
barusaja memasuki ruangan.
'Evakuasi kru kapal. Bersiap dengan kemungkinan terburuk.' Seseorang juga bicara--suara
perempuan.
'Tapi Tuan, Nyonya, kami--'
'Kami akan mengambil alih semuanya.' Laki-laki berseru tegas.
"Tinggalkan ruangan ini!' Perempuan itu menambahkan.
Ali menahan nafasnya.
Badai itu semakin menggila.
'Rabaragas.... Marasagabaras..."
'Harafayaras... Bagahararagas..."
Dan Ali terdiam. Rekaman itu jelas sekali terdengar olehnya. Sebuah percakapan baru, dengan
bahasa yang sama sekali tidak dikenalinya. Laki-laki dan perempuan yang mengendalikan kapal
sedang berbicara dengan pihak lain yang mengirimkan komunikasi.
'Harafagabaras, karatarabagas jahakalagas...'
Mereka bicara apa? Ali mengetuk layar, tangannya lincah mengaktifkan seluruh database
bahasa miliknya--termasuk bahasa2 kuno dari Klan Bintang, Klan Bulan, Klan Matahari, juga
Klan Komet yang dia miliki. Tambahkan teknologi bahasa paling mutakhir yang diberikan oleh
Kulture dari Klan Komet Minor.
'Bahasa tidak dikenali'. Pesan itu berkedip-kedip di layar.
Tidak ada. Tidak ada satupun yang bisa menerjemahkan percakapan itu. Ali berseru. Ini
mengherankan sekali. Tangannya mengetuk lagi layar dengan cepat, dia akan memasukkan
database bahasa Klan Aldebaran. Itu pamungkasnya, jika database itu tidak mengenalinya--
Ali tertegun menatap layar. 'Bahasa tidak dikenali'. Kalimat itu tetap tidak berubah, juga suara
yang dia dengar, tetap tidak berhasil diterjemahkan. Ali menelan ludah. Bagaimana mungkin....
Bagaimana.... Bahkan database bahasa Klan Aldebaran tidak bisa menerjemahkannya.
'Maragaharas, karahagasaras jahakalagas....'
Suara jeritan dan teriakan kru terdengar dari kejauhan. Ada yang berteriak tentang enam
tornado yang terus merangsek menuju kapal kontainer. Ada yang berteriak tentang 'Benda apa
itu?' Ada yang berteriak ngeri. Ali mencengkeram jemarinya.
Apa yang sedang terjadi?
Itu komunikasi dari mana? Bagaimana mungkin tidak ada yang bisa mengenali bahasa itu. Siapa
yang mengirimkan badai di lautan? Kengerian apa yang dihadapi oleh kapal tersebut?
Sekejap. Lengang. Rekaman itu telah terputus.
Ali mengusap wajahnya. Dia bergegas mengulangi lagi, lagi, lagi, lagi dan lagi rekaman itu, tetap
saja tidak berhasil menerjemahkan bahasa tersebut. Lagi, lagi, lagi, dan lagi, nihil. Ali
mencengkeram tepi meja. Hingga akhirnya dia memutuskan membuat algoritma paling
mutakhir, menggabungkan berbagai teknologi dunia paralel, berusaha menerjemahkan bahasa
itu secara 'manual'. Menebak kosakatanya. Menguraikannya satu-persatu huruf, mengonstruksi
ulang kemungkinan artinya.
48 jam layar besar itu kosong. Sementara komputer super canggih milik Ali terus berusaha
menerjemahkannya.
48 jam Ali terus menatap layar tersebut, berharap dia berhasil.
48 jam lebih si jenius itu menunggu.... Dia ingin tahu sekali apa yang telah terjadi. Dia bukan
Raib, yang hanya bisa pasrah menunggu orang lain menjelaskan. Dia adalah Ali, dia bisa
melakukan banyak hal untuk mencari penjelasan.
48 jam....
Hingga si jenius itu tidak kuat lagi, kepalanya sekali lagi terjatuh, kali ini dia tidak segera
mengangkatnya, terkulai di atas meja, Ali jatuh tertidur. Kelelahan.
Lengang.
Malam semakin larut. ILY di sebelah mengambang bisu.
Mendadak layar besar berkedip-kedip. Awalnya hanya ada satu huruf, kemudian disusul satu
huruf berikutnya. Membentuk kata. Lantas kata membentuk kalimat. Komputer berhasil
menerjemahkan percakapan. Saat Ali tertidur.
'Tinggalkan tempat ini segera.' Layar komputer menuliskan hasil terjemahan.
'Kami mohon.' Diganti kalimat lainnya.
'Kalian tidak diinginkan lagi. Tinggalkan tempat ini segera.'
'Aku mohon. Beri aku kesempatan, aku mengandung putra--'
'Aktifkan penghancuran permanen. Jangan biarkan siapapun melewati gerbang SagaraS'.
Percakapan terputus. Rekaman itu habis. Sekaligus di detik yang bersamaan, layar terlihat error,
komputer berdesing tak terkendali, persis kata 'SagaraS' diucapkan, seperti ada virus
mematikan, menyerang sistem basemen rumah Ali. Semua benda elektroniknya padam. Super
komputernya remuk. Rekaman itu terhapus dengan sendirinya. Menyisakan lengang. Termasuk
ILY, ikut padam, menggelinding di lantai, hingga membentur dinding.
Ali masih tertidur lelap di basemen yang gelap gulita. Dia tidak sempat membacanya.
*Tere Liye
Diperlukan 2 buku, SELENA + NEBULA untuk menjelaskan siapa orang tua Raib. Maka, jika kalian
bertanya kapan orang tua Ali diceritakan? Wah, itu jangan2 bisa membutuhkan lebih banyak
buku. Ali itu blasteran antar klan dunia paralel. Dan juga mewarisi darah 'SagaraS'.
ebook SELENA dan NEBULA telah tersedia di google play. versi cetaknya akan rilis awal 2020.
Masih dalam proses editing, cover, produksi, dll di penerbit.

Anda mungkin juga menyukai