Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN CLOSE FRAKTUR CRURIS

Dibuat oleh :

FARAH DILA
14401.18.19006

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN PROBOLINGGO
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Disahkan Pada :

Hari :

Tanggal :

CI Lahan PembimbingAkademik

Kepala Ruangan

LEMBAR KONSULTASI

Nama : Farah Dila

NIM : 14401.18.19006
No. Hari/ Materi Saran TTD
Tanggal Konsultasi

LAPORAN PENDAHULUAN
1. ANATOMI

Gambar Tibia dan Fibula.


FISIOLOGI
1) Tulang Tibia
Tulang tibia terdiri dari tiga bagian yaitu epyphysis proksimalis,
diaphysis dan epiphysis. Epiphysis proksimalis terdiri dari dua bulatan yaitu
condilus medialis dan condilus lateralis. Pada permukaan proksimal terdapat
permukaan sendi untuk bersendi dengan tulang femur disebut facies articularis
superior yang ditengahnya terdapat peninggian disebut eminentia
intercondyloidea. Di ujung proksimal terdapat dataran sendi yang menghadap
ke lateral disebut facies articularis untuk bersendi dengan tulang fibula.
Diaphysis mempunyai tiga tepi yaitu margo anterior, margo medialis,
dan crista interosea disebelah lateral. Sehingga terdapat tiga dataran yaitu
facies medialis, facies posterior dan facies lateralis. Margo anterior di bagian
proksimal menonjol disebut tuberositas tibia.
Pada epiphysis distalis bagian distal terdapat tonjolan yang
disebut malleolus medialis, yang mempunyai dataran sendi menghadap
lateral untuk bersendi dengan talus disebut facies malleolus lateralis.
Epiphysis distalis mempunyai dataran sendi lain yaitu facies articularis inferior
untuk dengan tulang talus dan incisura fibularis untuk bersendi dengan tulang
fibula.
2) Tulang fibula
Tulang fibula terletak disebelah lateral tibia mempunyai tiga bagian
yaitu epiphysis proksimalis, diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis
proksimalis membulat disebut capitulum fibula yang kearah proksimal
meruncing menjadi apex kapituli fibula. Kapitulum fibula mempunyai
dataran sendi yaitu facies artycularis capituli fibula untuk bersendi dengan
tulang fibula.
Diaphysis mempunyai empat crista yaitu Krista lateralis, Krista
medialis, Krista anterior, Krista interosea, dan tiga dataran yaitu facies
medialis, facies lateralis, facies posterior.
Epiphysis distalis kebelakang agak membulat dan sedikit keluar disebut
malleolus lateralis. Disebelah dalam terdapat dataran sendi yang disebut
facies artycularis malleolus lateralis. Disebelah luar terdapat suatu sulcus
disebut sulcus tendo musculi tendo perineum dan dilalui tendo otot peroneus
longus dan peroneus brevis.

2. DEFINISI
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi
mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks,
biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser (Wijaya dan Putri, 2018)
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula (Tabita dan Faizah 2021)
3. ETIOLOGI
1. Trauma
a. Trauma Langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut.
b. Trauma tidak Langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan
2. Fraktur Patologis : karena proses penyakit seperti osteoporosis,kanker tulang
4. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologis
a. Fraktur traumatik.
b. Fraktur Patologis, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah-daerah tulang
yang telah menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik lainnya
(infeksi dan kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat
trauma ringan.
c. Fraktur Beban (Kelelahan), yaitu fraktur yang terjadi pada orang-orang
yang baru saja menambah tingkat aktivitas merka atau karena adanya
stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang
berat badan.
2. Klasifikasi Berdasarkan Klinis
a. Fraktur Tertutup (simple Fraktur), adalah fraktur dengan kulit yang tidak
tembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan.
b. Fraktur Terbuka (compound Fraktur), adalah fraktur dengan kulit
ekstremitas yang terlibat telah ditembus, dan terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan kulit.

5. PATOFISIOLOGIS
Menurut Brunner dan Suddarth (2016), trauma langsung, trauma
tidak langsung dan kondisi patologis yang terjadi pada tulang menyebabkan
fraktur. Fraktur menyebabkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat membuat
penderita mengalami kerusakan mobilitas fisiknya. Diskontinuitas jaringan tulang
dapat mengenai 3 bagian yaitu jaringan lunak, pembuluh darah dan saraf serta
tulang itu sendiri. Jika mengenai jaringan disekitar maka mengakibatkan leserasi
kulit yang bisa membuat resiko infeksi. Fraktur juga menyebabkan pergeseran
fragmen tulang yang mengakibatkan nyeri.
Fraktur adalah semua kerusakan pada kontinuitas tulang, fraktur
beragam dalam hal keparahan berdasarkan lokasi dan jenis fraktur. Meskipun
fraktur terjadi pada 15 semua kelompok usia, kondisi ini lebih umum pada orang
yang mengalami trauma yang terus-menerus dan pada pasien lansia. Fraktur dapat
terjadi akibat pukulan langsung, kekuatan tabrakan, gerakan memutar tiba-tiba,
kontraksi otot berat, atau penyakit yang melemahkan tulang. Dua mekanisme
dasar yang fraktur: kekuatan langsung atau kekuatan tidak langsung. Dengan
kekuatan langsung, energi kinetik diberikan pada atau dekat tempat fraktur.
Tulang tidak dapat menahan kekuatan. Dengan kekuatan tidak langsung, energi
kinetik di transmisikan dari titik dampak ke tempat tulang yang lemah. Fraktur
terjadi pada titik yang lemah. Sewaktu tulang patah, pendarahan biasanya terjadi
di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Saat terjadi pendarahan yang terlalu banyak maka penderita
akan kehilangan volume darah yang dapat mengakibatkan syok hipovolemik.
(Brunner dan Suddarth, 2016).
Diskontinuitas Pergeseran Fragmen
Tulang
Tulang

Perubahan jaringan Leserasi Putus


sekitar Kulit Vena/Arteri
Timbul respon
Nyeri

6. PATHWAY

Trauma Trauma tidak Kondisi


Langsung Langsung Patologis

Fraktur
Deformitas
Port de entry Pendarahan
kuman

Nyeri Akut
Gangguan Fungsi Kehilangan
7. MANIFESTASI KLINIS volume darah
Tulang Resiko
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan
Resiko Syok warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya hipovolemik
sampai fragmen tulang di
Gangguan
Mobilitas
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
Fisik
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur..
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. : untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan: peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan.

9. PENATALAKSANAAN
A. Farmakologi
1. Obat Ketorolac 30 mg
Ketorolac adalah obat untuk meredakan nyeri dan peradangan. Obat ini
sering digunakan setelah operasi atau prosedur medis yang bisa menyebabkan
nyeri.
2. Glybotic 500mg
Glybotic digunakan untuk mengobati infeksi pada saluran nafas, infeksi
pada tulang dan sendi, penyakit meningitis, infeksi berat pada kulit dan
jaringan lunak, luka bakar, infeksi berat pada saluran kemih dan luka infeksi
pada pasca operasi.
3. Infus Rl 250ml
Tujuan pemberian infus ringer laktat untuk menggantikan cairan tubuh
yang hilang serta meningkatkan diuresis, yaitu penambah cairan kencing
(urine), baik pada individu dewasa maupun anak-anak.
B. Non Farmakologi
1. Terapi imobilisasi
bertujuan melatih ulang otot - ini melibatkan latihan yang dapat
mempercepat masa pemulihan setelah operasi besar atau cedera traumatis.
Latihan-latihan ini juga dapat membantu pasien meningkatkan kontrol
nyeri dan merangsang otot-otot untuk mendapatkan kembali mobilitas.
2. Terapi Kompres
bertujuan untuk mengetahui penurunan nyeri pasien fraktur tertutup
setelah pemberian kompres dingin. Studi kasus ini menggunakan desain
deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Terapi kompres dingin
dilakukan selama 3 hari, dalam 1 hari pemberian 1 kali dengan durasi 5-
10 menit. Subjek pada studi kasus ini yaitu 2 pasien fraktur tertutup
dengan gejala nyeri sedang yang diambil menggunakan teknik purposive
sampling dengan melakukan pre and post test tingkat nyeri dengan
menggunakan lembar observasi numerical rating scale (NRS).
10. KOMPLIKASI
Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
a. Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan tulang
ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang
baik.
b. Delayed Union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.
c. Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di
tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang. ( Hadi Purwanto,2016)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. ( 2016). Keperawatan Medikal Medah Edisi . Jakarta:EGC

Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. (2018). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah.


Bengkuli :Numed

Smeltzer,Suzanne C. Bare Brenda G. ( 2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC

Purwanto Hadi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta Selatan: Pusdik
SDM Kesehatan

Widyasari Tabita dan Djawas (2021). Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi Vol.5.
Jakarta

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). StandarLuaranKeperawatan Indonesia.


Dewan PengurusPusatPPNI:Jakarta Selatan.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2019). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Dewan PengurusPusatPPNI:Jakarta Selatan.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2019). StandarIntervensiKeperawatan


Indonesia. Dewan PengurusPusatPPNI:Jakarta Selatan.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. Pengkajian
Data Subjektif
a. Identitas klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, nomer register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosis medis
b. Keluhan utama
rasa nyeri akut. Selain itu klien juga akan kesulitan beraktivitas. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
c. Riwayat penyakit Sekarang
a) Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri
b) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk 21
c) Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit memepengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari
d. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung.
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan 22 dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
f. Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-hari
g. Pola nutrisi dan metabolisme
Insufisiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia atau
ketoasidosis), malnutrisi termasuk obesitas, membran mukosa kering karena
pembatasan pemasukan atau periode post puasa Pada klien fraktur harus
mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat
besi, protein, 23 vitamin untuk membantu proses penyembuhan tulang dan
pantau keseimbangan cairan
h. Pola eliminasi
Pantau pengeluaran urine frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah apakah terjadi retensi urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh posisi
berkemih yang tidak alamiah, pembesaran prostat dan adanya tanda infeksi
saluran kemih Kaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
i. Pola tidur dan istirahat
Klien akan merasakan nyeri, keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
Data Objektif
j. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan
dengan pembedahan : tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang
keluar dari luka, suara nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis
atau batuk dan merokok.
c) Pantau keseimbangan cairan
d) Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah pada
pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun,
konfusi, dan gelisah)
e) Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya
timbul selama minggu kedua) dan tanda vital f) Kaji komplikasi
tromboembolik : kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan, panas,
kemerahan, dan edema pada betis 26 g) Kaji komplikasi emboli
lemak : perubahan pola panas, tingkah laku, dan tingkat kesadaran
2. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada
c) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak edema
d) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
e) Telinga
Tes bisk atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
f) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
g) Mulut dan faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
h) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
i) Paru Inspeksi :
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru Palpasi : Pergerakan
sama atau simetris, fermitus raba sama Perkusi : Suara ketok sonor,
tak ada redup atau suara tambahan lainnya Auskultasi : Suara nafas
normal, tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronkhi
j) Jantung Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung Palpasi :Nadi
meningkat, iktus tidak teraba Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal tak
ada mur-mur
k) Abdomen Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia Palpasi :
Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba Perkusi :
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan Auskultasi : Kaji
bising usus.
l) Inguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan buang air
besar.
m) Sistem muskuloskeletal
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan, darah
merembes atau tidak.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b/d agen pencedera fisik
2. Resiko Syok b/d kekurangan volume darah
3. Gangguan Mobilitas Fisik b/d Gangguan musculoskeletal

3. Intervensi keperawatan
1. Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, maka Tingkat
nyeri menurun
SLKI
KH : Tingkat Nyeri
- Keluhan nyeri menurun (5)
- Gelisah menurun (5)
- Meringis menurun (5)
- Kesulitan tidur menurun (5)
- Pola tidur membaik (5)
SIKI
Observasi :

- Identifikasi lokasi, karakterisitik, durasi frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.


- Identifikasi skala nyeri.
- Monitor efek samping penggunaan analgetik.

Terapeutik :

- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,


hipnosis,akupresur,terapi music,biofeedback,terrapin pijat,aromaterapi,teknik
imajinasi terbimbing,kompres hangat/dingin,terapi bermain).
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).

Edukasi :

- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.


- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat.

Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


2. Resiko Syok b/d kekurangan volume darah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam maka resiko syok
menurun.
SLKI
KH : Tingkat Syok
- Kekuatan Nadi meningkat (5)
- Output Urine meningkat (5)
- Tingkat Kesadaran meningkat (5)
- Saturasi Oksigen meningkat (5)

SIKI
Observasi

- Monitor oksigen
- Monitor tingkat kesadaran

Terapeutik
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
- Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
- Pasang infus

Edukasi

- Jelaskan penyebab/faktor resiko syok


- Jelaskan tanda dan gejala syok

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian IV
- Kolaborasi tranfusi darah

3. Gangguan Mobilitas Fisik b/d Gangguan Muskuloskeletal


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam maka mobilitas
fisik meningkat.

SLKI

KH : Mobilitas Fisik

- Pergerakan eksremitas meningkat (5)

- Nyeri menurun (5)

- Kecemasan menurun (5)

- Gerakan terbatas menurun (5)

SIKI

Observasi

- Identifikasi adanya nyeri dan keluhan fisiknya

- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi

Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu

- Fasilitasi melakukan mobilitas fisik

- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan


ambulasi

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

- Anjurkan melakukan ambulasi dini

- Ajarkan ambulasi sederhana

Anda mungkin juga menyukai