Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
TK 3 REGULER 1
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah Keperawatan Gawat Darurat yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pada Sistem Pencernaan”. Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang tinjauan teoritis
klien dengan trauma Abdomen, Keracunan Makanan, Hematemesisi Melena, dan Peritonitis
Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, harap
dimaklumi karena kami juga seorang mahasiswa yang sedang belajar. Semoga makalah ini
bisa bermanfaat bagi pembaca.
Kelompok I
Mahasiswa Semester V
I. ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN PADA KLIEN DENGAN
TRAUMA ABDOMEN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot perut
pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal.
Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas abdomninalis
berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot diafragma dan sebelah
bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul.
Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa
yang dikenal dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juha membungkus
organ yang ada di abdomen dan menjadi peritoneum visceralis.
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala dan tanda
yang ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat
kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan diagnosis.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum:
Mengetahui lebih lanjut tentang perawatan luka yang dimungkinkan karena
trauma, luka insisi bedah, kerusakan integritas jaringan.
2. Tujuan Khusus:
a. Mengetahui Pengertian Trauma Abdomen.
b. Mengetahui Etiologi Trauma Abdomen.
c. Mengetahui Patofisiologi Trauma Abdomen.
d. Mengetahui Manifestasi Klinis Trauma Abdomen.
e. Mengetahui Penatalaksanaan Trauma Abdomen.
f. Mengetahui Komplikasi Trauma Abdomen.
g. Mengetahui Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.
C METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu
dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan
dari literatur yang ada, baik di perpustakaan maupun di internet.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini terdiri dari lima bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut :
BAB I: Pendahuluan, terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan,
dan sistematika penulisan.
BAB II: Membahas tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan yang terdiri dari:
pengertian Trauma Abdomen, penyebab Trauma Abdomen, patofisiologi
Trauma Abdomen, manifestasi klinis Trauma Abdomen, penatalaksanaan
Trauma Abdomen, pengkajian, diagnosa keperawatan dan intervensi
keperawatan pada pasien dengan Trauma Abdomen
A. DEFINISI
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat
kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi, (FKUI, 1995).
B. ETIOLOGI
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh :
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
C. PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor–faktor
fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh
yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan
yang menghentikan tubuh juga penting.
Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.
Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang
sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya
walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua
keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya
yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap
permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme:
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b. Respon stres simpatis
c. Perdarahan dan pembekuan darah
d. Kontaminasi bakteri
e. Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
a. Kehilangan darah.
b. Memar/jejas pada dinding perut.
c. Kerusakan organ-organ.
d. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity)
dinding perut.
e. Iritasi cairan usus.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma
pada ginjal.
1. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan
adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari100.000
eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum
setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit,
merupakan indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
F. PENATALAKSANAAN
1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka
trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan
prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka
dan bersihkan jalan napas.
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat
dagu,periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik
untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapatdilakukan. Jika
tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.
Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2
(30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul) :
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.
G. KOMPLIKASI
1. Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
2. Lambat : infeksi
3. Trombosis Vena
4. Emboli Pulmonar
5. Stress Ulserasi dan perdarahan
6. Pneumonia
7. Tekanan ulserasi
8. Atelektasis
9. Sepsis
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Brunner & Suddart (2001), adalah :
a. Aktifitas / istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala,nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan
cedera (trauma).
b. Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku / kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami
gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
f. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara,vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
statusmental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
i. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
perdarahan
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka
penetrasi abdomen.
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status
kesehatan
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
f. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi,
prosedur invasif dan kerusakan kulit. infeksi tidak terjadi /
terkontrol.
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
a. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
perdarahan.
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
Kriteria hasil: Kebutuhan cairan terpenuhi
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital
Rasional: untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
2) Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik
dan vitamin
Rasional: mengidentifikasi keadaan perdarahan
3) Kaji tetesan infus
Rasional: awasi tetesan untuk mengidentifikasi
kebutuhan cairan.
4) Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: cara parenteral membantu memenuhi
kebutuhan nuitrisi tubuh.
5) Kolaborasi Tranfusi darah
Rasional: menggantikan darah yang keluar.
Intervensi :
1) Kaji karakteristik nyeri
Rasional: mengetahui tingkat nyeri klien.
2) Beri posisi semi fowler.
Rasional: mengurngi kontraksi abdomen
3) Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
Rasional: membantu mengurangi rasa nyeri dengan
mengalihkan perhatian
A. KESIMPULAN
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
Prioritas keperawatan tertuju pada menghentikan perdarahan, menghilangkan/
mengurangi nyeri, menghilangkan cemas pasien, mencegah komplikasi dan
memberikan informasi tentang penyakit dan kebutuhan pasien. Prinsip–prinsip
pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan A (Airway), B (Breathing), C
(Circulation).
Pada kasus di atas Tn. M mengalami Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi
ke dalam rongga peritonium) akibat luka akibat tusukan. Masalah keperawatan yang
timbul pada klien antara lain: defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
perdarahan intra abdomen; nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka
tembus abdomen; resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan
luka tembus abdomen.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah masi terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam
penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Utnuk itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis
berharap kepada semua pmbaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan
dalam pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeon Committee of Trauma. 2004. Advanced Trauma Life Support
Seventh Edition. Indonesia: Ikabi
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan, Edisi 31. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Jual. 1998. Buku Saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek
Klinis, Edisi 6. Jakarta: EGC
Catherino, Jeffrey M. 2003. Emergency Medicine Handbook. USA: Lipipincott Williams
Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC
ENA (Emergency Nurse Association). 2000. Emergency Nursing Core Curiculum, 5th. USA:
W.B. Saunders Company
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. FKUI: Media Aesculapius
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2005 -2006,
Editor: Budi Sentosa. Jakarta: Prima Medika
Scheets, Lynda J. 2002. Panduan Belajar Keperawatan Emergency. Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.
Jakarta: EGC.
II. LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATAN PASIEN DENGAN KERACUNAN
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi
organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung
empedu.
a. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut
biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem
pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.
Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang
bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara
otomatis.
c. Laring
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,
disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
e. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu:
Kardia
Fundus
Antrum.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik
untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting :
Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah
kepada terbentuknya tukak lambung.
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
k. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti
insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan
duodenum (usus dua belas jari).
l. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki
beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein
plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam
pencernaan.
3. Toksin
a. Jamur
b. Keracunan Singkong
c. Tempe Bongkrek
d. Bayam beracun
e. Kerang
2.4 Patofisiologi
Keracuanan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor bahan
kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi vaskuler
sistemik shingga terjadi penurunan fungsi organ – organ dalam tubuh. Biasanya akibat
dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut kembung,gangguan
pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati ( sebagai akibat keracunan
obat da bahan kimia ). Terjadi mual, muntah di karenakan iritasi pada lambung
sehingga HCL dalam lambung meningkat . Makanan yang mengandung bahan kimia
beracun (IFO) dapat menghambat ( inktivasi ) enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE).
Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH)
dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inakttif. Bila konsentrasi racun lebih
tingggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi
penumpukan Akh di tempat – tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala
rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik,
dan ssp ( menimbulakan stimulasi kemudian depresi SSP )
patoflow
mual muntah
devisit volume
cairan
perubahan perfusi
jaringan
kekurangan O2
(Hipoksia)
G3 organ2
tubuh
HCL
meningkat
Iritasi pada
Lambung
pola napas tidak
efektif
penurunan kesadaran & depresi
cardiovaskuler
Distress
pernapasan
Depresi SSP (sistem saraf
pusat)
enzim asrtikolinesterase
tubuh
Terlambat
anoreksia
Obstruksi
trakheobronkeal
2.5 Manifestasi
1. Gejala yang paling menonjol meliputi
a. Kelainan Visus
b. Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat
c. Gangguan Saluran pencernaan
d. Kesukaran bernafas
2.8 Penatalaksanaan
1. Tindakan Emergensi
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan inkubasi
Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas spontan atau
pernafasan tidak adekuat
Circulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat dan perbaiki
perfusi jaringan.
2. Resusitasi
Setelah jalan nafas di bebaskan dan di bersihkan, periksa pernafasan dan nadi.
Infus dextrose 5% kec.15 – 20, nafas buatan, O2, hisap lendir dalam saluran
pernafasan, hindari obat – obatan depresan saluran nafas, kalau perlu respirator
pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut ke mulut, sebab
racun orga fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernafasan buatan hanya
di lakukan dengan meniup face masuk atau menggunakan alat bag – valve – mask.
3. Identifikasi penyebab
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha
mencari penyebab keracunan tidak sampai menunda usaha – usaha penyelamatan
penderita yang harus segera di lakukan.
Discharge Planning
1. Jika keracunan melalui mulut
- Jika racun tertelan , encerkan racun tersebut,plus halangi penyerapan
menggunakan air biasa,susu atau telur mnetah,norit 2 sdt dalam 1 gelas
air ( roti dibakar ) teh pekat ,antasida ( Promag )
- Kosongkan lambung untuk memuntahkan jika kurang dari 4 jam dengan
merangsang tenggorokan dengan jari
2. Jika racun melalui kulit / mata
- Lepas pakaian yang terkena
- Cuci dan bilas dengan air mengalir
3. Jika racun melalui pernapasan
- Pindahkan korban ke tempat aman
- Beri oksigen murni
- Hati - hati untuk first aider
4. Jangan memberikan susu pada keracunan yang diketahui mengandung
fosfat,karena dapat bereaksi .Dimuntahkan,hanya efektif bila dilakukan
dalam 2 jam pertama setelah keracunan
5. Tidak boleh dimuntahkann pada :
- Menelan asam / basa kuat
- Menelan minyak
- Korban kejang atau ada bakat kejang
- Korban tidak sadar / ada gangguan kesadaran
B. DIAGNOSA
C. INTERVENSI
Intervensi Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan
untuk mengetahui pola nafas, dan
dan ekspansi dada keadaan dada saat bernafas
Tinggikan kepala dan bantu mengubah
untuk memberikan kenyamanan dan
posisi memberikan posisi yang baik untuk
melancarkan respirasi
Dorong atau bantu klien dalam untuk membantu melancarkan
mengambil nafas dalam pernafasan klien
Intervensi Rasional
1 . Awasi intake dan output, karakter
untuk mengetahui pemasukan dan
serta jumlah feses pengeluaran kebutuhan cairan klien
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Intokkasi atau kercunan merupakan masuknya zat atau senyawa kimia dalam
tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Keracuanan Makanan adalah penyakit yang tiba – tiba dan mengejutkan yang
dapat terjadi setelah menelan makanan / minuman yang terkontaminasi.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi
organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung
empedu
4.2 Saran
Dengan terselesaikannya tugas makalah ini kami berharap para pembaca dapat
memahami tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Keracunan makanan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih mengetahui dan
menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Klien Dengan Keracunan makanan.
Daftar Pustaka
Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. vol. 3. Jakarta: EGC
Halim Mubin A. : Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam : Diagnosa dabn Terapi, EGC, Jakarta 2001 : 98-
115.
Departemen Kesehatan RI, 2001, Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan Bagi
Pengusaha Makanan da Minuman, Yayasan Pesan, Jakarta.
1. Pengertian
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluarn feses atau
tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran
makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau
kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga
dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal. ( Nettina,
Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC)
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta
dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari
konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya
biasanya juga berasal dari saluran cerna atas. ( Sylvia, A price. 2005. Patofisiologi
konsep klinis proses-proses keperawatan. Edisi 6. Jakarta : EGC ).
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal
jejunum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis.
Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru di jumpai keadaan melena.
Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai
patokan untuk menduga besra kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas.
Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan
perawatan segera di rumah sakit.
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit
saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal
yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus
proksimal (Grace & Borley, 2007).
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan
asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Memuntahkan
sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran nonspesifik dari
muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran pencernaan atas
yang signifikan. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal,
dengan bau yang khas, yang lengket dan menunjukkan perdarahan saluran pencernaan
atas serta dicernanya darah pada usus halus (Davey, 2005).
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut; darah dapat berasal
dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epistaksis,
hemoptisis, ekstraksi gigi, tonsilektomi). Tergantung pada lamanya kontak dengan
asam lambung, darah dapat berwarna merah, coklat atau hitam. Biasanya tercampur
sisa makanan dan bereaksi asam. Melena adalah feses berwarna hitamseperti ter
karena bercampur darah; umumnya terjadi akibat perdarahan saluran cerna bagian
atas yang lebih dari 50-100 ml dan biasanya disertai hematemesis (Purwadianto &
Sampurna, 2000).
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau
tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran
makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan kontak
antara darah dengan asam lambung dan besarkecilnya perdarahan, sehingga dapat
berwarna seperti kopi atau kemerah – merahan dan bergumpal – gumpal (Netina,
Sandra M, 2001).
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta
dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari
konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya
biasanya juga berasal dari saluran certa atas (Sylvia, A. Price, 2005)
2. Etiologi
a) Kelainan di esophagus
1) Varises esophagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises
esophagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrium. Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang
dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah
bercampur dengan asam lambung.
2) Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis,
hanya sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak masif.
3) Sindroma Mallory – Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah-muntah hebat yang pada
akhirnya baru timbul perdarahan. misalnya pada peminum alkohol atau pada
hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah - muntah
hebat dan terus - menerus.
4) Esofagitis dan tukak esophagus
Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering intermiten atau
kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemesis. Tukak di esophagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan
jika dibandingka dengan tukak lambung dan duodenum.
b) Kelainan di lambung
1) Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-
obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita
mengeluh nyeri ulu hati.
2) Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah , nyeri ulu hati dan
sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrium yang
berhubungan dengan makanan. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan
melena lebih dominan dari hematemesis.
c) Kelainan darah : polisetimia vera, limfoma, leukemia, anemia, hemofili,
trombositopenia purpura.
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena
adalah muntah darah (hematemesis), mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena),
mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut jantung
meningkat, tekanan darah rendah), akral teraba dingin dan basah, penyakit hati kronis
(sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38 -39°
C, nyeri pada lambung / perut, nafsu makan menurun, hiperperistaltik, jika terjadi
perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya penurunan Hb dan Ht
(anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada, dan pusing yang tampak
setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan,
dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein
darah oleh bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000)
Gejala yang ada yaitu :
a. Muntah darah (hematemesis)
b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah
e. Akral teraba dingin dan basah
f. Nyeri perut
g. Nafsu makan menurun
h. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya
anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
4. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh
yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume
intraventrikel. Pada klien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28 jam.
b. Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah
gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan volume
intravaskuler.
c. Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan kesadaran.
d. Ensefalopati
Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam darah.
Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu kelainan
dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah,
yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati.
5. Patofisiologi
a. Proses perjalanan penyakit
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral
dalam submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen
anterior yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari
sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah
disebut varises. Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal
masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangna darah tiba-tiba, penurunan
arus balik vena ke jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon
terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi
untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda
dan gejala - gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume
darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi
selular.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan
tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan.
Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna merah
gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsin, dan
warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Kadang - kadang pada
perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses
dapat berwarna merah terang / gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan
pada saluran cerna sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam.
Paling sedikit perdarahan sebanyak 50 -100cc baru dijumpai keadaan melena.
Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48 – 72 jam setelah perdarahan
berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut
menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat
pada feses selama 7 – 10 hari setelah episode perdarahan tunggal.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologic dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk
daerah esophagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double kontrast pada
lambung dan duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi
terutama pada daerah 1/3 distal distal esophagus, kardia dan fundus lambung
untuk mencari ada atau tidaknya varises.
b. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendokop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal
dan sumber perdarahan. keuntungan lain dari dari pemeriksaan endoskopik adalah
dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan infuse
untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas
yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat
atau sendiri mungkin setelah hematemesis berhenti.
c. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan
tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit,
trombosit, kadar ureum kreatinin dan uji fungsi hati segera dilakukan secara
berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita (Davey, 2005).
7. Penatalaksanaan Medik
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin
dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang diteliti
dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan
bagian atas meliputi :
a. Pengawasan dan pengobatan umum.
1) Tirah baring.
2) Diet makanan lunak
3) Pemeriksaan Hb, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah
4) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan yang luas (hematemesis
melena)
5) Infus cairan lagsung dipasang untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
6) Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
CVP monitor.
7) Pemeriksaan kadar Hb dan Ht perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan
perdarahan.
8) Tranfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan
mempertahankan kadar Hb 50-70% harga normal.
9) Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4x10mg/hari,
karbosokrom (adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis
berguna untuk menanggulangi perdarahan.
10) Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak
diserap oleh usus, sebagai timdakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus,
dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatic.
11) Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan
lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan.
Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal
sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung,
dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan
dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan
aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2
jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi
lambung sudah jernih.
12) Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per
infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan
varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot
polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-
hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung
iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis
terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
13) Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan
akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah
penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan
dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan
kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama
pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB
tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat
pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat
seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah
dijumpai.
14) Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3
% sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini
tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara
pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan
yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus.
15) Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami
kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan
operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises
esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan
setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik
2) Brething
a) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
c) Ronki, krekels.
d) Ekspansi dada tidak maksimal/penuh.
e) Penggunaan obat bantu nafas.
f) Tampak sianosis / pucat
g) Tidak mampu melakukan aktivitas mandiri
3) Circulation
Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia (hipovolemia,
hipoksemia), kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat/perlahan
(vasokontriksi), warna kulit: Pucat, sianosis, (tergantung pada jumlah
kehilangan darah, kelembaban kulit/membrane mukosa: berkeringat
(menunjukkan status syok, nyeri akut, respon psikologik).
a) Nadi lemah/tidak teratur.
b) Takikardi dan bradikardi bisa terjadi
c) TD meningkat/menurun.
d) Edema.
e) Gelisah.
f) Akral dingin.
g) Gangguan sistem termoregulasi (hipertermia dan Hipotermia)
h) Kulit pucat atau sianosis.
i) Output urine menurun / meningkat
4) Disability
a) Penurunan kesadaran.
b) Penurunan refleks.
c) Tonus otot menurun
d) kekuatan otot menurun karena kelemahan.
e) Kelemahan
f) Iritabilitas,
g) Turgor kulit tidak elastis
5) Exposure
Nyeri kronis pada abdomen, perdarahan peses, nyeri saat mau BAB dan BAK,
distensi abdomen, perkusi hipertimpani, hiperperistalitik usus, mual muntah,
hasil foto rontegen abdomen infeksi saluran cerna.
b. Secondary Survey
1) TTV
a) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari
tidur sampai duduk/berdiri.
b) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
c) RR lebih dari 20 x/menit.
d) Suhu hipotermi/hipertermia.
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemakaian otot pernafasan tambahan.
b) Nyeri abdomen, hiperperistalitik usus, produksi, Anoreksia, mual, muntah
(muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar
sehubungan dengan luka duodenal), masalah menelan; cegukan, nyeri ulu
hati, sendawa bau asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan,
contoh makanan pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus
sebelumnya, penurunan berat badan.
Tanda : Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa
bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa,
turgor kulit buruk (perdarahan kronis), berat jenis urin meningkat. urin
menurun, pekat,
c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih,
krekels, mengi, whwzing, ), sputum.
d) Odem ekstremitas, kelemahan, diaporesis
3) Pemeriksaan selanjutnya
a) Keluhan nyeri abdomen.
b) Obat-obat anti biotic, analgeti.
c) Makan-makanan tinggi natrium.
d) Penyakit penyerta DM, Hipertensi, hepatitis, gastroenteritis.
e) Riwayat alergi.
c. Tirtiery Survey
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Patologi Klinis : Darah lengkap, hemostasis (waktu perdarahan,
pembekuan, protrombin), elektrolit (Na,K Cl), Fungsi hati
(SGPT/SGOT, albumin, globulin)
b) Patologi Anatomi : Pertimbangkan dilakukan biopsi lambung
c) CPKMB, LDH, AST
d) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
e) Sel darah putih (10.000-20.000).
f) GDA (hipoksia).
g) Radiologi : Endoskopi SCBA, USG hati
2) Intervensi Keperawatan :
a) Amati tanda-tanda vital
R/ : Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon
kardiovaskuler. Hipovolemia merupakan risiko utama yang segera
terdapat sesudah perdarahan masif. Pantau haluaran urin sedikitnya setiap
jam sekali dan menimbang berat badan pasien setiap hari.
b) Pantau haluaran urine setiap jam, perhatikan warna urine dan timbang
berat badan tiap hari
R/ : Haluaran urin dan berat badan memberikan informasi tentang perfusi
renal, kecukupan penggantian cairan, dan kebutuhan serta status cairan.
Warna urine merah/hitam menandakan kerusakan otot massif
c) Catat karakteristik muntah dan/ atau drainase.
R/ : Membantu dalam membedakan distress gaster. Darah merah cerah
menandakan adanya atau perdarahan arterial akut, mungkin karena ulkus
gaster; darah merah gelap mungkin darah lama (tertahan dalam usus) atau
perdarahan vena dari varises.
d) Catat respons fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya
perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat,
takipnea, peningkatan suhu.
R/ : Memburuknya gejala dapat menunjukkan berlanjutnya perdarahan
atau tidak adekuatnya penggantian cairan.
e) Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat
badan. Ukur kehilangan darah/ cairan melalui muntah dan defekasi.
R/ : Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
f) Pertahankan pemberian infuse dan mengaturan tetesannya pada kecepatan
yang tepat sesuai dengan program medik.
R/ : Pemberian cairan yang adejuat diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit serta perfusi organ-organ vital adekuat.
g) Pertahankan tirah baring; mencegah muntah dan tegangan pada saat
defekasi. Jadwalkan aktivitas untuk memberikan periode istirahat tanpa
gangguan. Hilangkan rangsangan berbahaya.
R/ : Aktivitas/ muntah meningkatkan tekanan intra-abdominal dan dapat
mencetuskan perdarahan lanjut.
h) Kolaborasi pengamatan hasil elektrolit serum
R/ : Natrium urine kurang dari 10 mEq/L di duga ketidakakuatan
penggantian cairan.
i) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium; misalnya Hb/ Ht
R/ : Alat untuk menentukan kebutuhan penggantian darah dan mengawasi
keefektifan terapi.
2) Intervensi Keperawatan :
a) Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/ sakit kepala
R/ : Perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi serebral
sebagai akibat tekanan darah arterial.
b) Auskultasi nadi apikal. Awasi kecepatan jantung/irama bila EKG kontinu
ada
R/ : Perubahan disritmia dan iskemia dapat terjadi sebagai akibat
hipotensi, hipoksia, asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, atau
pendinginan dekat area jantung bila lavage air dingin digunakan untuk
mengontrol perdarahan.
c) Amati tanda-tanda vital
R/ : memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon
kardiovaskuler. Hipovolemia merupakan risiko utama yang segera
terdapat sesudah perdarahan masif. Pantau haluaran urin sedikitnya setiap
jam sekali dan menimbang berat badan pasien setiap hari.
d) Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat,
dan nadi perifer lemah.
R/ : Vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume
sirkulasi dan/ atau dapat terjadi sebagai efek samping pemberian
vasopresin.
e) Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba nyeri hebat atau nyeri
menyebar ke bahu.
R/ : Nyeri disebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah perdarahan
akut karena efek bufer darah.
f) Observasi kulit untuk pucat, kemerahan. Pijat dengan minyak. Ubah posisi
dengan sering.
R/ : Gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan risiko kerusakan kulit.
g) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi
R/ : Mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama perdarahan akut.
h) Berikan cairan IV sesuai indikasi.
R/ : Mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi.
2) Intervensi keperawatan:
a) Catat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-1).
R/ : Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan
gejala nyeri klien sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa
etiologi perdarahan dan terjadinya komplikasi.
b) Amati tanda-tanda vital
R/ : nyeri dapat mempengaruhi perubahan frekuensi jantung, tekanan
darah dan frekuensi nafas.
c) Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
R/ : Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
d) Anjurkan makan sedikit tapi sering sesuai indikasi untuk klien.
R/ : Makanan mempunyai efek penetralisir, juga mencegah distensi dan
haluaran gastrin.
e) Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan.
R/ : Makanan khusus yang menyebabkan distress bermacam-macam
antara individu.
f) Bantu latihan rentang gerak aktif/ aktif dan teknik relaksasi nafas dalam.
R/ : Menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri/
ketidaknyamanan.
g) Kolaborasi pemberian obat analgesik sesuai indikasi.
R/ : Mengobati nyeri yang muncul.
2) Intervensi Keperawatan:
a) Pantau berat badan pasien dan jumlah asupan kalorinya setiap hari.
R/: Tindakan ini membantu menentukan apakah kebutuhan makanan telah
terpenuhi.
b) Kaji adanya distensi abdomen,volume residu lambung yang besar atau
diare.
R/: Tanda-tanda ini dapat menunjukkan intoleransi terhadap jalur atau tipe
pemberian nutrisi.
c) Berikan diet tinggi kalori dan tinggi protein; mencakup kesukaan pasien
dan makanan yang dibuat di rumah. Berikan suplemen nutrisi sesuai
dengan ketentuan medik.
R/: Pasien memerlukan nutrient yang cukup untuk peningkatan kebutuhan
metabolisme.
d) Berikan suplemen vitamin dan mineral sesuai dengan ketentuan medic
R/: Suplemen ini memenuhi kebutuhan nutrisi; vitamin dan mineral yang
adekuat perlu untuk fungsi selular
e) Berikan nutrisi enteral atau parenteral total melalui prototokol penanganan
jika kebutuhan diet tidak terpenuhi lewat asupan per oral
R/: Teknik intervensi nutrisi menjamin terpenuhinya kebutuhan nutrisi
2) Intervensi Keperawatan :
a) Awasi respon fisiologis, misalnya takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala
dan sensasi kesemutan.
R/ : Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat
juga berhubungan dengan kondisi fisik/ status syok.
b) Catat petunjuk perilaku seperti gelisah, kurang kontak mata dan perilaku
melawan.
R/ : Indikator derajat takut yang dialami klien.
c) Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan umpan balik.
R/ : Membantu klien menerima perasaan dan memberikan kesempatan
untuk memperjelas konsep.
d) Berikan lingkungan tenang untuk istirahat.
R/ : Meningkatkan relaksasi dan keterampilan koping.
e) Dorong orang terdekat tinggal dengan klien. Berespons terhadap tanda
panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan tepat.
R/ : Membantu menurunkan rasa takut karena kesepian.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marylin E, et. al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (3
Jhoxer (2010). Asuhan Keperawatan Hematomesis Melena. Diambil pada 13 Juli 2010
dari http://kumpulan asuhankeperawatan.
blogspot.com/2010/01/asuhankeperawatan-hematomesis-melena.html.
Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media.
Aesculapius.
Mubin (2006). Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi (2ndEd.).
Jakarta: EGC.
Primanileda (2009). Askep Hematemesis Melena. Diambil pada 13 Juli 2010 dar
http://primanileda.blogspot.com/2009/01/asuhan keperawatan-gratis-free.html.
1. PENGERTIAN
Peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran
limpa.
2. ETIOLOGI
1. Infeksi bakteri
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus 碌 dan b hemolitik, stapilokokus
aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
4.PATOFISIOLOGI
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga abdomen,
biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal
diawali terkontaminasi material.
Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus
peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul
edem jaringan dan pertambahan eksudat. Caiaran dalam rongga abdomen menjadi keruh
dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh ileus
paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.
5.TEST DIAGNOSTIK
1. Test laboratorium
Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik
2. X. Ray
6. PROGNOSIS
LAPARATOMI
Pengertian
1. Midline incision
2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (卤 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan
colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah 卤 4 cm di
atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.
Indikasi
2. Peritonitis
Komplikasi
Latihan-latihan fisik
Latihan napas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot
bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post
operasi.
POST LAPARATOMI
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-
pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki
TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif.
Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan
memperhatikan aseptik dan antiseptik.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu
pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan
muntah.
Proses penyembuhan luka
路 Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah
baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai
kerangka.
路 Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel
timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
路 Fase ketiga
路 Fase keempat
3. Pencegahan infeksi.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan batuk
efektf, latihan mobilisasi dini.
Pengkajian
1. Respiratory
2. Sirkulasi
Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
4. Balutan
5. Peralatan
6. Rasa nyaman
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman, abdomen tegang sehubungan dengan adanya rasa nyeri di
abdomen.
2. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi.
3. Potensial kekurangan caiaran sehubungan dengan adanya demam, pemasukkan sedikit dan
pengeluaran cairan yang banyak.
Evaluasi
Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB. Lippincott
Company. Philadelphia. 1984.
Soeparman, dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987, Edisi II.