PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja sering disebut dengan masa pubertas.Pubertas adalah perubahan cepat
pada kematangan fisik yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal, terutama terjadi
selama masa remaja awal. Pada remaja putri yaitu biasanya terjadinya menstruasi yang
pertama. Sedangkan pada laki-laki ditandai dengan adanya mimpi basah. Adanya
perkembangan untuk mencapai kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik oleh
remaja, maka banyak persoalan yang dihadapi pada remaja tersebut dan berkaitan dengan
masalah gizi dan kesehatan. Masalah-masalah gizi dan kesehatan yang dihadapi remaja
saling berkaitan satu sama lain. Salah satu masalah gizi yang biasa dialami pada fase
25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal.
mahasiswa putri. Anemia atau sering disebut dengan istilah kurang darah merupakan suatu
kondisi dengan jumlah sel darah merah berkurang dan mengakibatkan oxygen-carrying
capacity tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. (Astutik dan
Dwi,2018)
Anemia merupakan masalah medis yang sering dijumpai diseluruh dunia, disamping
ini merupakan penyebab dari debilitas kronik yang mempunyai dampak besar terhadap
kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Walaupun prevelensinya demikian
tinggi, anemia (terutama anemia ringan) seringkali tidak mendapat perhatian dan tidak
Menurut Bakta (dalam Astutik dan Dwi, 2018 : 2) anemia yaitu suatu keadaan
apabila terjadinya penurunan kadar Hb di bawaha normal, kadar eritrosit dan hematrokit
(packedredcell). Definisi ini mungkin sedikit berbeda tergantung pada sumber dan referensi
hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb dalam
darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah dan cepat lupa. Akibatnya dapat
menurunkan prestasi belajar, olahraga dan produktifitas kerja. Selain itu anemia gizi besi
akan menurunkan daya tahan tubuh dan mengakibatkan mudah terkena infeksi.
padaeritrositdan berperan dalam membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh serta
pemeriksaan darah rutin dapat dilakukan dengan nilai hemoglobin normal pada laki-laki
13-18 g/dL dan 12-16 g/dL pada perempuan. Anemia dapat terjadi apabila konsentrasi
hemoglobin dalam tubuh berada di bawah nilai normal. Sebagai masalah kesehatan global,
Berdasarkan data dari Kemenkes RI (2013) Anemia rawan terjadi pada perempuan
terutama pada remaja putri dan wanita usia subur. hal ini disebabkan oleh berbagai factor
antara lain karena masa remaja adalah masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih
tinggi termasuk zat besi. Disamping itu remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya
sehingga membutuhkan zat besi lebih tinggi, sementara makanan yang dikonsumsi lebih
.
rendah dari pria, karena faktor takut gemuk Proporsi anemia di Indonesia tahun 2013
adalah 21,7% dan pada perempuan 23,9%. Selain itu, Menurut hasil dari riset kesehatan
dasar pada tahun 2018 diketahui bahwa terjadi peningkatan kejadian anemia di Indonesia
sebesar 48.9%, dengan prevalensi terbesar pada ibu hamil berusia 15-24 tahun sebanyak
84.6%.
Berdasarkan data dari WHO (2011) Remaja putri merupakan kelompok yang memiliki
risiko tinggi mengalami anemia dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini dikarenakan
pada remaja putri kebutuhan absorpsi zat besi mengalami puncaknya di umur 14-15 tahun,
Beberapa faktor telah banyak dilakukan penelitian tentang penyebab kejadian dari
anemia. Asupan gizi besi yang kurang pada remaja dapat disebabkan pengetahuan remaja
yang kurang tentang pangan sumber zat besi dan peran zat besi bagi remaja. Melihat
kondisi yang ada maka peningkatan pengetahuan melalui pendidikan gizi dapat
tidak melakukan sarapan pagi, pada saat mengikuti proses pembelajaran mahasiswa terlihat
mengantuk dan bahkan beberapa kali terdapat mahasiswa yang mengalami penurunan
kesadaran. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran tentang ilmu kesehatan dan gizi
misalnya Anemia. Selain itu, mahasiswa kedokteran juga berisiko tinggi mengalami anemia
karena jadwal kuliah yang panjang, postingan klinis, stres dan pola makan yang tidak tepat
di asrama mereka. Penyebab terjadinya anemia, yaitu: asupan yang tidak kuat, hilangnya sel
darah merah yang disebabkan oleh trauma, infeksi, perdarahan kronis, menstruasi, dan
fisik olahragawati dan mengakibatkan muka pucat . Faktor utama penyebab anemia adalah
asupan zat besi yang kurang. Sekitar dua per tiga zat besi dalam tubuh terdapat dalam sel
darah merah hemoglobin. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian anemia yaitu
gaya hidup yang merokok, minum-minuman keras, kebiasaan sarapan pagi, sosial
ekonomi dan dan demografi, pendidikan, jenis kelamin, umur dan wilayah.
anemia karena kekurangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi, kurangnya
zat besi dalam beberapa makanan yang di konsumsi, asupan gizi yang teratur dan tidak
teraturnya pola makan, aktifitas yang dilakukan dan pola makan remaja berubah dari yang
semula serba teratur menjadi kurang teratur misalnya terlambat makan dan makan sehari
dua kali. Kondisi ini berhubungan dengan pola makan remaja putri. Perekonomian
keluarga juga dapat mempengaruhi jenis asupan makan yang dikonsumsi remaja, hal ini
berkaitan dengan perekonomian keluarga dalam pemenuhan zat gizi yang baik dan
seimbang pada remaja putri. Penelitian terdahulu lainnya berasal dari Amaliah et al (2016),
dalam penelitiannya mereka mengatakan bahwa pola konsumsi juga (frekuensi, jenis,
jumlah) makanan memiliki hubungan dengan kejadian anemia pada mahasiswi. Oleh
karena itu, diperlukan suatu pencegahan agar berkurangnya mahasiswa yang terkena
Anemia. Sehingga kita perlu mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Anemia
pencegahan maupun perbaikan perlu dilakukan. Untuk melakukan upaya pencegahan dan
perbaikan yang optimum diperlukan informasi yang lengkap dan tepat tentang kadar
hemoglobin pada mahasiswa, serta faktor yang mempengaruhinya. Upaya pencegahan dan
penanggulangan anemia yang telah dilakukan selama ini ditujukan hanya pada ibu hamil,
serta remaja. sedangkan anemia bisa terjadi pada usia berapapun . Salah satu jenis anemia
yang dapat menyerang usia yang lebih tua yaitu anemia megaloblastik. Sedangkan anemia
yang menyerang sel eritrosit disebut dengan anemia hemolitik. Berdasarkan jenis dari
anemia diketahui bahwa penyakit anemia sangatlah perlu untuk di cegah dengan cara kita
harus paham dengan jenis-jenis penyakit anemia agar kita bisa mengetahui cara
Kedokteran UNIBOS”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan Anemia pada mahasiswa Fakultas
2. Bagaimana cara pencegahan dari tiap jenis anemia yang ada pada mahasiswa Fakultas
C. Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini yaitu,
2. Untuk mengetahui cara pencegahan dari penyakit anemia pada mahasiswa Fakultas
D. Manfaat Penelitian
1. Peneliti
2. Peneliti Lain
LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Pengertian Anemia
rendahnya konsentrasi hemoglobin (Hb) atau hematokrit berdasarkan nilai ambang batas
(referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit) dan Hb,
yang menunjukkan jumlah atau kualitas sel darah merah (pembawa oksigen) tidak
bervariasi berdasarkan usia, jenis kelamin, ketinggian lokasi tempat tinggal, kondisi
kesehatan, dan fase kehamilan (WHO, 2011). Prevalensi anemia secara global pada tahun
2010 adalah 32,9% yang menyebabkan 68,4 juta tahun hidup dengan disabilitas (Years
Lived in Dissability–YLD). Ini berarti anemia menyumbang 8,8% dari total disabilitas dari
semua kondisi pada tahun tersebut. Anak-anak di bawah usia lima tahun (Balita) dan
turunnya massa sel darah merah yang salah satunya dapat dinilai melalui dari kadar
hemoglobin (Hb) kurang dari nilai acuan pada kelompok demografi tertentu. Satu hal yang
penting dipahami tentang anemia adalah bahwa anemia bukanlah suatu penyakit, anemia
konsentrasi hemoglobin di bawah acuan nilai normal karena pasokan nutrisi haemopoietik
atau zat gizi yang dibutuhkan untuk produksi dan pematangan sel darah merah tidak
memadai. Bagi individu yang sehat yang mencerna dan menyerap jumlah nutrisi
haemopoietik yang cukup, konsentrasi hemoglobin akan berada pada tingkat optimal atau
tidak akan meningkat lebih lanjut akibat meningkatnya konsumsi nutrisi haemopoietik.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa anemia yaitu
Rendahnya suatu volume hemoglobin (Hb) atau sel darah merah didalam tubuh. Dimana
hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah
merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, pada
mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga pengusung karbon dioksida kembali menuju
2. Jenis-jenis Anemia
Anemia difisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya
hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong.
Berbeda dengan ADB, pada anemia akibat penyakit kronik penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang, sedangkan cadangan besi masih normal. Pada anemia sideroblastik
inkorporasi besi kedalam heme terganggu. Oleh karen itu ketiga jenis anemia ini
digolongkan sebagai anemia dengan gangguan metabolism besi. (Im et al, 2006)
a) Pravelensi
Anemia difisensi besi (ADB) merupakan jenis anemia yang paling sering
dijumpai di klinik maupun di masyarakat. Jenis anemia ini sangat sering dijumpai di
Negara berkembang. Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai saar ini, didapatkan
gambaran pravelensi anemia defisiensi besi seperti tertera pada tabel 1 berikut ini.
Belum ada data yang pasti mengenai pravalensi ADB di Indonesia. Martoatmojo
dkk memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan yang tak
hamil. sedangkan perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan
pada ADB. Di india, amerika latin dan Filipina pravelensi ADB pada perempuan hamil
Gejala ADB dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar yaitu gejala umum anemia,
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia
defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8g/dl. Gejala ini berupa
badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang serta telinga mendenging. Pada
anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara
dengana anemia lain yang peneurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat. Hal ini
disebabkan oleh mekanisme kompesasi tubuh yang dapat berjalan dengan baik. Anemia
bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun dibawah 7 g/dl. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konyungtiva dan jaringan dibawah kuku.
1) koilonychias: kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi
2) atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
6) pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat es, lem
dan lain-lain.
Pada anemia defisiensi besi dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab
anemia defisiensi besi tersebut. Sebagai contoh, pada anemia akibat penyakit cacing
tambang dijumpai dispesia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna
kuning seperti jerami. Pada anemia karena pendarahan kronik akibat kanker kolon
dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang besar atau gejalan lain tergantung dari
c) Kelainan
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah :
mulai dari ringan sampai berat. Mean corpuscular volume (MCV) dan Mean
concentration (MCHC) menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung
lama.
2) Konsentrasi besi serum menurun pada anemia defisiensi besi dan TIBC (total iron
transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria
diagnosis ADB, kadar besi serum menurun < 50μg/ dl total iron binding capacity
3) Feritin Serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada
paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik diklinik mapun dilapangan karena
cukup reliable dan praktis, meskipun tidak telalu sensitive. Nilai feritin serum
normal tidak selalu dapat menyingkirkan adanya defisiensi besi, tetapi feritin serum
bebas adalah lebih dari 100 mg/dl. Keadaan yang sama juga didapatkan pada
d) Cara Pencegahan
suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa:
lingkungan kerja dan pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit
cacing tambang
penyerapan besi
2). Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang
3). Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang
rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Profilaksis di Indonesia diberikan pada
perempuan hamil dan anak balita dengan memakai pil besi dan folat.
4). Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan
makan. Di Negara barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau
dijumpai anemia dengan volume sel dara merah (SDM) lebih besar dari SDM
Deoxyribose nuclei acid (DNA) dan/atau sintesis Ribonucleic Acid (RNA) dalam
produksi sel darah merah. Ketika sintesis DNA dan/atau sintesis RNA terganggu,
siklus sel terhambat berlanjut dari tahap pertumbuhan (G2) ketahap Mitosis(M). hal ini
diferensiasi sel terhambat yang akan menyebabkan morfologi sel menjadi makrositosis.
Anemia makrositik dapat dibagi menjadi anemia makrositik megaloblastik dan non-
a. Megaloblastik
a) Hipovitaminosis
basa purin dan pirimidin serta gangguan proses metilasi DNA, RNA dan protein.
- Defisiensi vitamin B12 (B12) yang akan menyebabkan gangguan protes metilasi
b) Non Hipovitaminosis
akibat gangguan sintesis DNA, RNA atau Protein karena gangguan proses
b. Non Megaloblastik
lebih besar dari SDM tua) berkaitan dengan peningkatan kadar eritropoetin
(penyakit paru obstruktif kronik, hipertensi pulmonal, dataran tinggi dan lain-
lain).
a) Pravelensi
Anemia ini bergantung tergahadap asam folat. Penelitian berbasis populasi telah
dilakukan di Nowergia, yang merupakan salah satu Negara degan pravelensi bibir
januari 2007 mendapatkan bahwa suplementasi asam folat selama kehamilan dini
terbukti efektif dalam mengurangi resiko bibir sumbing pada bayi sekitar sepertiga,
oleh A.J, dkk (2007). Wanita hamil atau akan hamil dianjurkan mengonsumsi asam
folat untuk mencegah keguguran dan kelainan tabung netral yaitu cacat lahir dimana
Gejala yang timbul dapat disebabkan oleh anemianya maupun oleh kondisi penyebab
angkut oksigen :
f. Telinga berdenging
a. Akibat pendarahan :
1) Menorhogia, Polymenorhagia
2) Melena, hematoskezia
3) Epistaksi
4) Gusi berdarah
2) Gangguan kognitif
3) Gangguan memori
4) Gangguan tidur
5) Depresi
6) Mania
7) Psikosis
1) Hemoglobinuria, Hemosiderinuria
c) Kelainan
Difesiensi asam folat dapat menimbulkan cacat lahir pada bayi. Sebagaimana
disebutkan, wanita hamil yang tidak mendapatkan cukup asam folat mempunyai
resiko lebih tinggi memiliki anak dengan cacat lahir. Bahkan sebelum wanita tahu ia
hamil. Ia harus mendapatkan 600 mcg asam folat per hari. Wanita yang berencana
untuk hamil dianjurkan untuk mendapatkan asam folat 400 mcg per hari, asam folat
juga dapat membantu mencegah keguguran. Kebanyakan cacat spina bifida terjadi
kegagalan re-metilasi homosistein menjadi metionin asam folat, dan difisiensi B12
sebagai koensim atau akibat dari defisiensi piridoksin (B6) yang mengubah
d) Pencegahan
Suplemen asam folat 0,4 mg/hari dan vitamin B12 50mg/hari perlu diberikan
sejak awal kehamilan. Suplemen Fe 30-60 mg/hari diberikan sejak usia kehamilan
asam folat antara lain : Sumber Nabati yaitu sayuran berdaun seperti bayam,
asparagus, lobak hijau, kacang-kacangan seperti kacang polong, kacang lenting, biji
bunga matahari. Sedangkan sumber hewani yaitu seperti kuning telur, Hati, ginjal.
Serta vitamin B12 yang bersumber hanya dari Hewani (Shufrie, 2006)
Anemia hemolitik imun adalah kondisi pada pasien dimana terdapat autoantibody
yang melekat pada eritrosit dan menyebabkan lisis dan umur eritrosit memendek.
Meskipun umur eritrosit pada orang dewasa berkisar 120 hari namun disepakati bahwa
umur eritrosit memendek adalah kurang dari 100 hari. Jadi untuk timbulnya AIHA
diperlukan adanya antibody dan proses destruksi eritrosit. Anemia Hemolitik Imun dapat
Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, dimana autoantibody bereaksi
secara optimal pada suhu 37C kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat disertai
penyakit lait. Gejala anemianya terjadi perlahan-lahan, ikerik dan demam. Pada
beberapa kasus dijumpai perjalan penyakit mendadak, disertai nyeri abdomen dan
Terjadi hemolisis diperantarai antibody dingin yaitu agglutinin dingin dan antibody
akan berikatan dengan sel darah merah dan terjadi lisis langsung dan fagositosis.
Cara pencegahannya yaitu menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolosis,
dapat diberikan, dan plasmafarensis untuk mengurangi antibody IgM secara teoritis
bisa mengurangi hemolisis, namun secara berkala praktik hal ini sukar dilakukan.
Hemolisisi aloimun paling bebrat adalah reaksi tranfusi akut yang disebabkan
karena ketiksesuaian ABO eritrosit (Sebagai contoh tranfusi PRC golongan A pada
penderita golongan darah O yang memiliki antibody IgM anti –A pada serum ) yang
akan memicu aktivasi komplemen dan terjadi hemolisis intravascular yang akan
menimbulkan DIC dan Infark ginjal. Dalam beberapa menit pasien akan sesak
napas, demam, nyeri pinging, menggigil, muntah, mual dan syok. Reaksi transfuse
tipe lambat terjadi 3-10 hari setelah transfuse, biasanya disebabkan karena adanya
antibody dalam kadar rendah terhadap antigen minor eritrosit. Setelah terpapar
Ini adalah bentuk anemia hemolitik yang jarang dijumpai. Hemolisis terjadi secara
massif dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Dahulu penyakit ini sering
merah. Pada suhu kembali 37 C terjadilah lisis karena propagasi pada protein-
protein kompelen yang lain. gejala dari penyakit ini yaitu disertai menggigil panas,
autoantibody yang bereaksi terhadap eritrosit tanpa ada lagi obat pemicu serta
yang menjadi pemicu, hemolisis dapat dikurangi. Kortikosteroid dan tranfusi darah
karena sel eritrosit yang telah mengalami perubahan membrane tidak dapat melintasi
system retikuloendotelial sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag.
(Rinaldi, 2014)
Faktor utama penyebab anemia adalah kekurangan zat besi yang menjadi salah satu
unsur penting dalam memproduksi hemoglobin. Kekurangan zat ini, bisa karena penderita
memang kurang mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi seperti sayuran hijau,
ikan, hati, telur, dan daging, serta mengkonsumsi makanan yang mengandung zat
penghambat absorpsi zat besi dalam tubuh dalam waktu bersamaan. (Cirakesumasari,2012)
1) Diet
b) Rendah bioavalabiliti besi dalam makanan (karena tingginya zat pengambat dan
c) Tidak memadainya jumlah zat besi dengan peningkatan kebutuhan selama fase
2) Siklus Kehidupan
kehamilan
3) Penyakit
kronis
c) Adanya gangguan pada proses penyerapan dan pemanfaatan zat besi, sindrom
a) pengetahuan
b) Kerawanan pangan
b) Thalassemia
1. Pengetahuan
kandungan gizi makanan, sumber serta kegunaan zat gizi tersebut didalamtubuh.
informasi gizi dengan perilaku makan agar strukturpengetahuan yang baik tentang gizi
dan kesehatan dapat dikembangkan.Tingkat pengetahuan gizi seseorang dalam pemilihan
makanan dan selanjutnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yangbersangkutan
(Irawati, 1992).
Kelompok remaja masih berada pada proses belajar sehingga lebih mudah menyerap
pengetahuan sebagai bekal di masa datang (Saraswati, 1997). Penelitian Dadin (2006)
antara pengetahuan dengan kejadian pada remaja putri, yang mana remaja putri dengan
pengetahuan gizi rendah memiliki resiko 2,86 kali menderita anemia dibandingkan
2. Status gizi
masasebelumnya yang berarti bahwa status gizi saat ini merupakan hasil
mengetahui keadaan gizi adalah dengan mengukur beratbadan (BB) dan tinggi badan
(TB) dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu hasil pembagian BB dalam
alat yang sederhanauntuk memantau status gizi khususnya yang berkaitan dengan
korelasi positif dengan konsentrasi Hemoglobin, artinya semakin buruk status gizi
ditemukan hubungan yang bermakna antara IMTanemia, yang mana remaja putridengan
IMT tergolong kurus memiliki resiko1,4 kali menderita anemia dibandingkan remaja putri
3. Kehilangan darah
Salah satu penyebab anemia gizi adalah kehilangan darah secara kronis. Pada wanita,
terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah yang keluar selama haid
sangat banyak maka akan terjadi anemia defisiensi besi (Arisman, 2004). Usia pertama
kali haid, siklushaid serta lama hari haid berpengaruh terhadap banyaknya darah yang
hilangselama haid.
4. Asupan Gizi
Tubuh mendapatkan zat besi melalui makanan. Kandungan zat besi dalammakanan
berbeda-beda, dimana makanan yang kaya akan kandungan zat besiadalah makanan yang
berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati danayam). Makanan nabati (seperti sayuran
hijau tua) walaupun kaya akan zatbesi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan
baik oleh usus (DepkesRI, 1998:14). Rendahnya asupan zat besi ke dalam tubuh yang
berasal darikonsumsi zat besi dari makanan sehari-hari merupakan salah satu
remaja putri dipengaruhi: Konsumsi zatbesi dalam makanan terdapat 2 macam zat besi
yaitu besiheme(40%) dan besi non hem. Besi non hem merupakan sumber utama zat besi
besihemhampir semua terdapat dalam makanan hewani antaralain daging, ikan, ayam,
hati, dan organ-organ lain(Almatsier, 2001)Zat besi yang terdapat dalam bahan makanan
dapat berasaldari hewanmaupun tumbuhan.Macam bahan makanan yang mengandung zat
besi dapatdilihat pada tabel 2.5.Hati dan daging adalah bahan makanan yang
mengandung banyak zat besi.Sumber zat besi paling utama danpaling baik adalah pada
b). Vitamin C
Zat gizi yang telah dikenal luas sangat berperan dalam meningkatkan absorpsi zar
besi adalah Vitamin C. Vitamin C dapat meningkatkan absorpsi zat besi non hem sampai
empat kali lipat, yaitu dengan merubah besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga
terdapat pada pangan nabati,yaitu sayur dan buah terutama yang asam seperti jeruk,
kejadian anemia, yaitu pada tahun 2001, Safyanti menemukan remaja putri yang
konsumsi Vitamin C kurang dari 100 % AKG memiliki resiko 3,5 kali lebih tinggi
mengalami anemia dibandingkan dengan remaja putri yang mengkonsumsi vitamin C >
100 % AKG.
Satyaningsih (2007) dan Kwatrin (2007) juga menemukan hal yang sama, yaitu
resiko mengalami anemia lebih tinggi 4 kali pada remaja putri yang konsumsi Vitamin C
kurangdari AKG.
c). Energi
Energi merupakan zat gizi utama, jika asupan energi tidak terpenuhi sesuai
kebutuhan maka kebutuhan akan zat gizi lainnya seperti protein, vitamin, mineral juga
sulit terpenuhi. Pada umumnya jika kecukupan energi dan protein sudah terpenuhi dan
dikonsumsi dari beragam jenis pangan, maka kecukupan zat gizi lainnya biasanya
jugaakan terpenuhi.
Kekurangan satu zat gizi sering diikuti dengan kekurangan zat gizi lainnya dan
begitu pula dengan penyerapan dan metabolismezat gizi saling terkait antara satu zat gizi
dengan zat gizi lainnya. Rendahnya asupan energidan protein dapat menimbulkan
masalah kurang energi dan protein(KEP). KEP dapat menurunkan daya tahan tubuh
dapatmenyebabkan anemia, hal ini terjadi karena pemecahan protein tidak lagiditujukan
untuk pembentukan sel darah merah dengan sendirinya menjadi kurang. Pemecahan
penelitian, yang mana remaja putri dengan asupan energi < 100 % AKG memiliki resiko
mengalami anemia 3,13 (Lestari, 1996), 3,2 (Safyanti,2002), 6,962 (Kwatrin, 2007),
5,066 (Satyaningsih, 2007) kali lebih tinggidibandingkan remaja putri yang konsumsi
energinya cukup.
d). Protein
Protein dalam darah mempunyai mekanisme yang spesifik sebagai carrier bagi
transportasi zat besi pada sel mukosa. Protein itu disebutt ransferring yang disintesa di
dalam hati dan transferin akan membawa zat besi dalam darah untuk digunakan pada
kurang dari AKG memiliki resiko lebih tinggi terkena anemia dibandingkan dengan
remaja putri yang asupannya cukup atau memenuhi AKG. Safyanti(2002) mendapatkan
hasil bahwa remaja putri yang asupan proteinnya kurang dari AKG memiliki resiko lebih
5,3 kali terkena anemia dibandingkan dengan remaja putri yang asupannya cukup, begitu
juga dengan penelitian (Dadin 2006 dalam Yasmin 2012) mendapatkan hubungan
B. Kajian Relevan
Dalam tinjauan pustaka ini peneliti akan mendeskripsikan beberapa penelitian yang
dilakukan terdahulu relevansinya dengan judul penelitian ini. Adapun karya-karya penelitian
tersebut adalah.
1) Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Akma Listiana (2016) yang berjudul Analisis
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengankejadian Anemia Gizi Besi Pada Remaja Putri Di
Smkn 1terbanggibesar Lampung Tengah. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMKN
keluarga,pendidikan ibu, kebiasaan minum teh, indeks massa tubuh, pengetahuan, sikap,
Udayana Angkatan 2017. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran kejadian
anemia dan menstruasi pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana angkatan
2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif potong lintang dengan
sampel berjumlah 95 orang. Hasil penelitian didapatkan prevalensi kejadian anemia sebesar
30,53%. Sebanyak 62 orang (65,3%) memiliki siklus menstruasi normal, 22 orang (23,3%)
memiliki siklus menstruasi polimenore, dan 11 orang (11,6%) memiliki siklus menstruasi
oligomenore.
Berdasarkan kajian relevan diatas, dapat dilihat bahwa kedua penelitian tersebut memiliki
persamaan yaitu pada variabel x dimana variabel x-nya adalah mengetahui faktor kejadian
Anemia. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabel y dimana pada penelitian yang
pertama objek yang dilihat yaitu pada remaja putrid sedangkan pada penelitian yang kedua
objek yang akan diteliti pada mahasiswi yang mentruasi. Hal ini hampir sama dengan
penelitian yang akan peneliti buat dimana peneliti akan menentukan Faktor-faktor yang
berhubungan dengan Anemia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran. Dengan objek yang
B. Kerangka Teori
Anemia
Faktor Faktor
Internal Eksternal
BAB III
A. KERANGKA KONSEPTUAL
Variabel Independen Variabel Dependen
Status Gizi
Karakteristik Anemia
Responden
Pola Konsumsi
B. Hipotesis
1. Ada hubungan antara jenis kelamin terhadap faktor penyebab anemia pada mahasiswa
2. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang anemia terhadap faktor penyebab
3. Ada hubungan antara status ekonomi terhadap faktor penyebab anemia pada mahasiswa
4. Ada hubungan antara nilai gizi terhadap faktor penyebab anemia pada mahasiswa
C. Definisi Operasional
Nilai Total
Perhitungan Skor Perilaku = x 100 %
Jumlah Skor Maksimal
Kategori yang digunakan :
1) menu seimbang lebih besar sama dengan median dikatakan baik
2) menu tidak seimbang kurang dari median dikatakan buruk
c. Perhitungan IMT yang terdiri dari perhitungan (1) berat badan yang merupakan suatu
indeks pengukuran yang menggunakan antropometri yang digunakan untuk mengetahui
keadaan gizi. Diukur dengan menggunakan timbangan gram digital. Dan (2) tinggi badan
yang merupakan suatu indeks pengukuran yang menggunakan antropometri yang
digunakan untuk mengetahui keadaan gizi. Diukur dengan menggunakan stature meter.
Parameternya menggunakan hasil pengukuran dibandingkan dengan standar normal
tinggi badan. Skala yang digunakan adalah interval. Hasil pengukuran antropometri
kemudian dihitung dengan rumus :
Berat Badan
IMT =
Tinggi Badan
Kemudian dari perhitungan IMT didapatkan hasil status gizi yang dikategorikan menjadi
kurus (IMT < 18.5), normal (IMT 18.5-24.9), risiko untuk gemuk (IMT 25.0-26.9), dan
gemuk (IMT > 26.9).
d. Anemia pada Mahasiswa adalah suatu keadaan yang menunjukkan Kadar Hemoglobin
(Hb) darah pada remaja putrid kurang dari 12 gr/dL. Penentuan diagnosis anemia gizi
dapat ditegakkan dengan menilai kadar hemoglobin dalam darah dibandingkan dengan
nilai normal Hb berdasarkan standar Hb untuk remaja putri. Uji kadar Hb dalam darah
yang digunakan adalah dengan menggunakan hemoCue (Haemometer digital) dengan
pengukuran langsung pada Mahasiswa. Skala yang digunakana dalah ordinal.
Diklasifikasikan menjadi anemia ringan, sedang, berat, dan sangat berat (WHO, 2011).
Klasifikasi Anemia BerdasarkanBatasan Hemoglobin
Klasifikasi Anemia Batas Hb (gr/dl)
Normal 12 -14
Ringan 11- 11,9
Sedang 8 – 10,9
Berat 5 – 7,9
Sangatberat <5
BAB IV
METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari dinamik korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek.
Penelitian ini akan dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa di Jl. Urip
Sedangkan penelitian ini dilaksanakan mulai dari semester 3 pembuatan proposal hingga
seminar hasil
a. Kuisioner/angket
b. Wawancara
bosowa
perspektif yang lain (Lexy, J Moleong, 2002). Populasi pada penelitian ini yaitu
96 orang.
b. Sampel
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
hingga dianggap mewakili populasi. Pada penelitian ini sampelnya adalah sebagian
N
n= 2
1+ N (∝)
N = jumlah populasi
∝ = koefisien
5. Kritea sampel
a) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang
kriteria untuk sampel yang akan diteliti meliputi mahasiswa aktif kedokteran
b) Kriteria eksklusi
Kriteria ekslusi adalah kriteria dengan ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat
diambil sampel (Notoatmodjo S. 2010). Peneliti telah menentukan kriteria yang tidak
memenuhi sebagai sampel penelitian meliputi : mahasiswa diluar program studi
6. Besar sampel
Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 77 mahasiswa kedokteran
Pada penelitian ini menggunakan teknik random sampling dalam penentuan sampel.
8. Alur Penelitian
Menyusun
Izin Kuisioner Melakukan
yang akan uji validitas
Peneliti ditanyakan Pengambilan
dan reabilitasdata
Memenu
an kepada sesuai dengan
kuisioner
hi responden variabel yang diteliti
Kriteria yaitu ( jenis kelamin,
Inklusi status gizi dan
Pengelola
asupan gizi
Datadan
Hasil
Pembahasa
Penyajian
n
Hasil
9. Rencana analisis data
Penelitian
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis bivariat. Analisis bivariat
adalah adalah uji korelasi, tujuan dari analisis bivariat ini adalah untuk menentukan
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang dilakukan dengan Chi Square
dengan nilai kemaknaan p value = 0,05 jika p value ≤ 0,05 maka Ho ditolak, H1
diterima, sehingga ada hubungan antara variabel bebas dan terikat. Jika p value > 0,05
maka Ho diterima H1 ditolak sehingga tidak ada hubungan antara variabel bebas dan
terikat. Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji square dengan
tabel 2x2 dan tidak ada nilai E <5, uji yang dipakai adalah “Continuity Correction”
1. Menghormati Privasi dan Kerahasiaan Subjek Penelitian (respect for privacy and
identitas subyek, tetapi menggunakan nomor rekam medik dan inisial subyek sebagai
keterangan (anonimity). Peneliti menjaga privasi dan kerahasiaan data rekam medis yang
diambil dengan tidak membicarakan data yang diambil kepada orang lain dan hanya data
subjek penelitian memperoleh perlakuan dan kesempatan yang sama untuk diacak dan
diambil sebagai sampel penelitian tanpa membedakan gender, agama, etnis, dan
sebagainya.
benefits)
Penelitian ini dapat memberi manfaat yaitu dapat mengetahui faktor risiko anemia pada
mahasiswa kedokteran sehingga mahasiswa kedokteran akan lebih berwaspada dan terus
melakukan pencegahan agar tidak terpapar faktor risiko anemia. Peneliti meminimalisasi
dampak yang merugikan bagi subyek yaitu dengan menggunakan data sekunder dan