Anda di halaman 1dari 9

KEKUATAN HUKUM DAN PENGATURAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI

PERKARA PERDATA

Ika Ariefianti
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
e-mail : Ikaariefianti@gmail.com

ABSTRAK
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan judul Kekuatan Hukum Dan Pen gaturan Akta
Otentik Sebagai Alat Bukti Perkara Perdata, dengan memunculkan masalah yang akan diteliti yaitu
sebagai berikut: Bagaimana pertimbangan hakim (legal reasoning) dalam menilai akta otentik yang
didalilkan adanya kekeliruan (dwaling), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang).
Metode Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian
pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyatakan bahwa penerapan alat bukti akta otentik
pada perkara perdata di pengadilan didasarkan pada peraturan perundang-undangan sebagaimana
tertuang dalam peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 1866 KUH Perdata dan Pasal 164 HIR.
Bahwa pertimbangan hakim (legal reasoning) dalam menilai akta otentik yang didalilkan adanya
kekeliruan (dwaling), penipuan (bedrog) atau paksaan (dwang) merupakan dan didasari oleh
adanya fakta umum dan fakta khusus dalam menjatuhkan putusan serta didasari pada keyakinan
hakim untuk menentukan kualitas putusan, hal ini mendasarkan pada Pasal 1865 KUH Perdata, dan
Pasal 163 HIR.
Kata Kunci : akta otentik, kekuatan hukum, pengaturan, perkara perdata.

ABSTRACT
In this study, the researcher uses the title Legal Strength and Authentic Deed
Arrangement as Proof of Civil Cases, by raising the problems to be investigated, namely as
follows: How do judges consider (legal reasoning) in assessing authentic deeds which argue
that there are errors (dwaling), fraud (bedrog) ) or coercion (dwang).
The research method used in this thesis uses a statute approach and a conceptual
approach.
Based on the results of this study, the researcher states that the application of authentic
deed evidence in civil cases in court is based on statutory regulations as contained in statutory
regulations, namely Article 1866 of the Civil Code and Article 164 HIR. Whereas the judge's
consideration (legal reasoning) in assessing the authentic deed which argues that there is error
(dwaling), fraud (bedrog) or coercion (dwang) is and is based on the existence of general facts
and specific facts in making a decision and is based on the judge's conviction to determine the
quality of the verdict , this is based on Article 1865 of the Civil Code, and Article 163 HIR.
Keywords: authentic deed, legal force, regulation, civil case.

A. PENDAHULUAN
Hukum bukanlah semata-mata sekedar Negara Republik Indonesia (untuk selanjutnya
sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau disebut UUD 1945). 2 Hukum acara perdata
diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan adalah peraturan hukum yang mengatur
atau ditaati.1 Negara Indonesia merupakan bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum
Negara hukum sebagaimana diamanatkan di perdata materiil dengan perantaraan hakim.
dalam konstitusi Negara Indonesia yaitu Pasal 1 Dengan perkataan lain hukum acara perdata
Ayat(3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah peraturan hukum yang menentukan
bagaimana caranya menjamin pelaksanaan
1 Eko Supriyanto S.F. 2012. “Tinjauan Yuridis hukum perdata materiil. Lebih kongkrit lagi
Akta Otentik Sebagai Alat Bukti Perkara Perdata”.
Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Surakarta . h. 1. 2 Ibid. h. 2.
dapatlah dikatakan, bahwa hukum acara perdata pihak-pihak yang berperkara atau yang
mengatur tentang bagaimana caranya memperoleh hak dari mereka. Deagan
mengajukan tuntutan hak, memeriksa, serta demikian pembuktuan dalam arti yuridis
memutuskan dan pelaksanaan dari putusannya. 3 tidak menuju kepada kebenaran mutlak,
Hukum Acara Perdata seringkali disebut sebab ada kemungkinan jika pengakuan,
sebagai hukum perdata formil, hal ini didasarkan kesaksian atau surat-surat itu tidak benar
pada substansinya yang mengatur tentang proses atau palsu atau dipalsukan maka
penyelesaian perkara melalui pengadilan, di dimungkinkan adanya bukti lawan.
dalam penyelesaian suatu perkara sebelum
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat
hakim menetapkan hukumnya terlebih dahulu ia
dipahami bahwa soal pembuktian merupakan
harus menentukan peristiwa atau duduk
suatu tindakan yang sangat penting dalam
perkaranya, sebab peristiwa-peristiwa yang
menyelesaikan suatu perkara di Pengadilan,
disampaikan oleh para pihak atau pihak
bahkan dalam Hukum Acara Perdata untuk
Penggugat maupun Tergugat di muka
memenangkan suatu perkara seseorang tidak
persidangan belum tentu semuanya memiliki sisi
perlu adanya keyakinan, yang penting adalah
yang berkaitan dengan hukum. Sehingga
adanya alat bukti yang sah. Berdasarkan alat-alat
peristiwa-peristiwa tersebut masih harus
bukti tersebut hakim akan mengambil keputusan
dipisahkan yang mana relevan bagi hukum.
siap yang menang dan siapa yang kalah. Adapun
Berkaitan dengan uraian tersebut di atas
alat bukti yang dimaksud dalam Pasal 164
Retnowulan Sutantio dan Iskandar
Herzien Inlandsch Reglement (untuk selanjutnya
Oeripkartowinoto berpendapat bahwa “Salah
disebut HIR) dan Pasal 284 Rechtreglement voor
satu tugas hukum adalah untuk menyelidiki
de Buitengewesten (untuk selanjutnya disebut
apakah suatu hubungan hukum atau peristiwa
RGB), yaitu :
hukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar
ada atau tidak”.4 Peristiwa yang relevan inilah 1. Alat Bukti Surat;
yang dibutuhkan oleh hakim, ia harus 2. Alat Bukti Saksi;
memperoleh kepastian bahwa peristiwa yang 3. Bukti Persangkaan;
menjadi dasar gugatan benarbenar terjadi dan 4. Bukti Pengakuan;
dapat dibuktikan kebenarannya. 5. Bukti Sumpah.
Guna memahami uraian tersebut di atas apa Dari beberapa macam alat bukti tersebut di
yang dilakukan oleh hakim dalam rangka atas, alat bukti surat merupakan alat bukti
memperoleh kepastian dan kebenaran peristiwa tertulis yang memuat tulisan untuk menyatakan
itu sendiri menurut Sudikno Mertokusumo, pikiran seseorang sebagai alat bukti, menurut
mempunyai beberapa pengertian, yaitu:5 bentuknya alat bukti tertulis itu dibagi menjadi
1. Membuktikan dalam arti logis yaitu dua macam yaitu surat akta dan surat bukan
memberi kepastian yang bersifat mutlak, akta. Surat akta sendiri dari surat akta otentik
karena berlaku bagi setiap orang hingga dan surat akta dibawah tangan. Sudikno
tidak memingkinkan adanya bukti Mertokusumo berpendapat bahwa;6
lawan. “Surat adalah segala sesuatu memuat tanda-
2. Membuktikan dalam arti konvensional tanda bacaan yang dimaksudnya untuk
di sini pun membuktikan berarti juga mencurahkan isi hati atau untuk
memberikan kepastian, hanya saja menyampaikan buah pemikiran seseorang
kepastian yang nisbi atau relatif sifatnya. dan dipergunakan sebagai pembuktian,
3. Membuktikan dalam arti yuridis,
sedang pengertian akta adalah yang diberi
pembuktian di sini hanya beklaku bagi tanda tangan yang memuat peristiwa-
peristiwa yang menjadi dasar daripada
3 Sudikno Mertokusumo. 2006. Hukum Acara suatu hak atau perikatan yang dibaut sejak
Perdata Indonesia. Liberty. Yogyakarta . h. 3. semula sebagai pembuktian, yang dimaksud
4 Retnowulan Sutantio dan Iskandar akta otentik adalah akta yang dibuat oleh
Oeripkartowinoto. 1986. Hukum Acara Perdata
Dalam Teori dan Praktek. Alumni. Bandung. h. 41.
5 Sudikno Mertokusumo. Op.Cit. h. 103-104. 6 Ibid. h. 109-110.
2
atau di hadapkan pejabat yang berwenang (comparative approach), dan pendekatan
menurut ketentuan yang telah ditetapkan, konseptual (conceptual approach).7
sedangkan yang dimaksud dengan kata Berdasarkan penjelasan diatas, maka jenis
dibawah tangan adalah akta yang dibuat penelitian yang digunakan oleh penulis untuk
oleh para pihak sendiri.” menyusun skripsi ini adalah pendekatan undang-
undang (statute approach), pendekatan
Surat akta ini ada dua macam pula yaitu
konseptual (conceptual approach), dan
surat akta otentik dan surat akta di bawah tangan
pendekatan sejarah (historical approach).
sebagaimana diatur di dalam Pasal 165 HIR akta
Bahan-bahan yang dikumpulkan lalu
otentik yaitu;
diklasifikasikan kemudian disusun secara
“Akta yang dibuat oleh atau dihadapkan sistematis sehingga dapat memberikan suatu
pejabat yangdiberi wewenang untuk itu. jawaban atau kesimpulan dari permasalahan di
Merupakan bukti yang lengkap bagi kedua dalam rumusan masalah.
belah pihak dan ahli warisannya serta orang
yang mendapatkan hak dari pdanya tentang D. PEMBAHASAN
segala hal yang tersebut dalam surat itu dan D.1. Pengaturan Alat Bukti Surat Pada
pemberitahuan saja, tetapi yang disebutkan Perkara Perdata
terakhir ini hanya sepanjang yang Pembuktian merupakan suatu bentuk upaya
diberitahukan itu langsung berhubungan dalam meyakinkan hakim tentang kebenaran
dengan pokok dalam akta itu.” dalil-dalil gugatan/bantahan dalil gugatan yang
Pejabat diberi kewenangan oleh undang- dikemukakan dalam suatu persengketaan di
persidangan. Pembuktian dalam hukum acara
undang untuk membuat akta otentik seperti
Notaris, Pegawai Catatan Sipil, Hakim, Panitera, perdata dikenal dua macam, yakni: hukum
Juru Sita, dan sebagainya. Dalam melaksanakan pembuktian materiil dan hukum pembuktian
pekerjaannya, pejabat-pejabat tersebut terikat formil. Hukum pembuktian materiil mengatur
pada syarat-syarat serta ketentuan-ketentuan tentang dapat atau tidak diterimanya alat-alat
sebagaimana diatur di dalam undang-undang bukti tertentu di persidangan serta mengatur
sebagai jaminan untuk mempercayai pejabat tentang kekuatan pembuktian suatu alat bukti. 8
Sedangkan hukum pembuktian formil mengatur
tersebut berserta hasil pekerjaannya.
tentang cara menerapkan alat bukti.
B. RUMUSAN MASALAH Hal-hal yang harus dibuktikan oleh pihak
Berdasarkan problematika di atas yang berperkara adalah peristiwanya atau
sebagaimana telah diuraikan di atas, maka kejadian-kejadian yang menjadi pokok sengketa,
penulis mencoba merumuskan permasalahan bukan hukumnya, sebab yang menentukan
sebagai berikut: bagaimana pengaturan alat bukti hukumnya adalah Hakim. Hakim hanya cukup
akta otentik pada perkara perdata di pengadilan, membuktikan dengan memutus berdasarkan
bukti yang cukup, dalam memeriksa suatu
dan bagaimana kekuatan hukum akta otentik
sebagai alat bukti pada perkara perdata perkara perdata hakim setidaknya harus
melakukan tiga tindakan secara bertahap yakni:
C. METODE PENELITIAN mengkonstantir yakni melihat benar tidaknya
Penelitian hukum ini menggunakan peristiwa yang diajukan sebagai dasar gugatan,
metode-metode yang akan diuraikan, sebagai mengkualifisir peristiwa, mengkonstituir yakni
berikut : memberi hukumnya. 9 Subekti berpendapat
Metode Pendekatan, Peter Mahmud
7 Peter Mahmud Marzuki. (2011). Penelitian
berpendapat bahwa di dalam penelitian hukum
terdapat beberapa pendekatan-pendekatan. Hukum. Jakarta :Kencana. h. 93.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan di
8 _____. 2019. “Prinsip-Prinsip Dasar
Pembuktian Hukum Acara Perdata”. dikutip dari
dalam penelitian hukum adalah pendekatan
manplawyers.co. dikutip pada tanggal 10 Agustus
undang-undang (statute approach), pendekatan 2020. dikutip dari web :
kasus (case approach), pendekatan historis https://manplawyers.co/2019/09/18/prinsip-prinsip-
(historical approach), pendekatan komparatif dasar-pembuktian-dalam-hukum-acara-perdata/
9 Ibid.

3
tentang rumusan bukti dan alat bukti bahwa; disebut dengan surat adalah “pembawa tanda
“Bukti adalah sesuatu untuk meyakinkan akan tangan bacaan yang berarti menerjemahkan
kebenaran suatu dalil atau pendirian. Alat bukti, suatu isi pikiran.” 14 Demikian juga, pendapat
alat pembuktian, upaya pembuktian adalah alat dari Sudikno Mertokusumo, bahwa alat bukti
Yang dipergunakan untuk membuktikan dalil - tertulis atau surat itu ialah “segala sesuatu yang
dalil suatu pihak di pengadilan, misalnya: bukti memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksud
tulisan, kesaksian, persangkaan, Sumpah dan untuk mencurahkan isi hati atau pikiran
lain-lain.”10 seseorang dan dipergunakan sebagai
Alat bukti atau yang dalam bahasa Inggris pembuktian.” 15

disebut sebagai evidence, adalah informasi yang


digunakan untuk menetapkan kebenaran fakta - D.2. Kekuatan Akta Otentik Sebagai
fakta hukum dalam suatu penyelidikan atau Pembuktian Pada Perkara Perdata
persidangan. Paton dalam bukunya yang Membuktikan suatu perkara di pengadilan
berjudul A Textbook of Jurisprudence, seperti membutuhkan adanya alat bukti yang kuat atau
yang dikutip oleh Sudikno Mertokusumo bukti yang dapat memperkuat kepastian hukum
menyebutkan, bahwa alat bukti dapat bersifat untuk para pihak yang berperkara di pengadilan
oral, documentary, atau material. 11 Alat bukti khususnya perdata dengan minimal, dua alat
yang bersifat oral, merupakan kata-kata yang bukti yang sah serta memenuhi asas unus testis
diucapkan oleh seseorang dalam persidangan. nullus testis yang artinya adalah satu orang saksi
Alat bukti yang bersifat documentary, meliputi bukanlah saksi. Asas tersebut memiliki tujuan
alat bukti surat atau alat bukti tertulis. Alat bukti agar alat bukti itu mempunyai nilai kekuatan
yang bersifat material, meliputi alat bukti berupa pembuktian untuk mendukung kebenaran yang
barang selain dokumen. 12 kemudian didalilkan dan menurut hukum sendiri
Alat-alat pembuktian diatur di dalam HIR bahwa alat bukti yang sah adalah alat bukti yang
ketentuannya dapat ditemukan pada Pasal 164 memenuhi syarat formil serta syarat materil dan
(Pasal 1866 KUH Perdata) yang berbunyi: Maka apabila alat bukti yang di di ajukan di
yang di sebut bukti, yaitu: Bukti surat, Bukti pengadilan oleh para pihak kemudian tidak
saksi, Sangka, Pengakuan, Sumpah. Kedua dasar memenuhi ke dua syarat tersebut, maka alat
hukum di atas merupakan pengaturan utama bukti yang di hadirkan tersebut tidak sah
tentang alat-alat bukti pada perkara tersebut sebagai alat bukti. Karena itu, alat bukti
yang terlebih dahulu perlu dibahas dari segi dalam sistem pembuktian hukum acara perdata
peristilahannya (etimologis) dan arti kata atau ini memiliki nilai kekuatan pembuktian yang
pengertian (terminologis) dari surat sebagai alat berbeda-beda.16
bukti. Alat bukti (bewijsmiddel) bermacam- Secara materiil, apa yang menjadi isi dari
macam bentuk atau jenisnya. M. Yahya Harahap keterangan dan untuk siapa isi akta itu berlaku
mengemukakan bahwa hukum pembuktian yang sebagai benar dan memiliki tujuan untuk
berlaku di Indonesia sampai saat ini masih mengadakan bukti untuk dirinya sendiri, dengan
berpegang kepada jenis alat bukti tertentu saja, kata lain, agar orang lain menganggap bahwa
di luar itu, tidak dibenarkan diajukan alat bukti peristiwa hukum yang dinyatakan dalam akta
lain.13 adalah benar telah terjadi kekuatan pembuktian
A. Pitlo berpendapat bahwa yang dimaksud akta otentik tersebut hanya berlaku terhadap
dengan alat pembuktian dengan tulisan yang orang untuk siapa pernyataa itu diberikan,
sedangkan terhadap pihak lain, kekuatan
10 Subekti. 2003. Kamus Hukum. Pradnya pembuktiannya tergantung pada penilaian
Paramita. Jakarta. h. 17.
11 Sudikno Mertokusumo. 2012. Hukum Acara 14 A. Pitlo. 1978. Pembuktian dan Daluwarsa,

Perdata Indonesia; Edisi Revisi. Liberty. Yogyakarta. Alih Bahasa . M. Isa Arief. Intermasa . Jakarta . h. 51.
h. 141. 15 Sudikno Mertokusumo. 2006. Hukum Acara
12 Ibid. Perdata Indonesia. Liberty. Yogyakarta . h. 100-101.
13 M. Yahya Harahap. 2017. Hukum Acara 16 Anggun Lestari Suryamizon. 2016.

Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, “Kedudukan Akta Otentik Sebagai Alat Bukti Dalam
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Sinar Grafik a . Perkara Perdata”. Jurnal Menara Ilmu. Vol. X Jilid 1
Jakarta . h. 558. No.70 September 2016. h. 15.
4
Hakim (pembuktian bebas). Semua perkara di b. Kekuatan pembuktian Materil artinya
persidangan adalah semata-mata termasuk Kekuatan pembuktian materil akta
kekuasaan atau wewenang majelsi Hakim atau otentik menyangkut permasalahan,
pengadilan untuk memutuskannya. 17 benar atau salahnya keterangan yang
Akta otentik sendiri sebagai alat bukti tercantum di dalamnya. Oleh sebab itu,
untuk menyelesaikan suatu perkara perdata di kekuatan pembuktian materil ini
pengadilan ini memiliki nilai kekuatan persoalan pokok akta otentik;
pembuktian yang sudah diatur di dalam Pasal c. Kekuatan mengikat artinya alat bukti
1870 KUHPerdata juncto Pasal 285 RBg yang yang akan membuktikan antara kedua
artinya adalah sempurna dan mengikat, jadi akta belah pihak dengan pihak ketiga bah wa
otentik ini juga dapat berdiri sendiri tanpa pada tanggal tersebut dalam akta yang
memerlukan bantuan atau dukungan alat bukti bersangkutan benar telah menghadap
lain. Jadi akta otentik adalah alat bukti yang kepada pegawai umum tersebut dan
sempurna dan mengikat secara hukum dan sudah menerangkan apa yang ditulis dalam
diatur dalam peraturan perundang-undangan akta tersebut.21
tetapi tidak bersifat menentukan atau memaksa Nilai kekuatan dari pembuktian yang
dan kedudukan dari akta otentik dalam hukum melekat pada akta otentik tersebut apabila
acara perdata adalah dengan adanya akta otentik terpenuhi dari syarat formil dan materil maka
maka dapat memperkuat suatu peristiwa atau pada akta tersebut langsung mencukupi batas
perkara di persidangan.18 minimal pembuktian tanpa bantuan alat bukti
Pada persoalan perdata, alat bukti yang lain. Langsung secara otomatis sah sebagai alat
berbentuk tulisan khususnya itu merupakan alat bukti akta otentik, pada Akta tersebut langsung
bukti yang lebih diutamakan atau didahulukan melekat nilai kekuatan pembuktian yang
terlebih dahulu, alat bukti yang nomor satu jika sempurna (volledig) dan mengikat (bindende).22
dibandingkan dengan alat-alat bukti lainnya. Kekuatan pembuktian Akta Otentik sendiri
Dalam pengertian sederhana bukti tertulis atau tidak bersifat memaksa (dwingend) atau
surat ini merupakan alat bukti yang berupa menentukan (beslissend) dan terhadapnya dapat
tulisan dimana di dalamnya berisi mengenai diajukan kepada bukti lawan dan derajat
keterangan yang berkaitan dengan tentang suatu kekuatan pembuktiannya hanya sampai pada
peristiwa hukum, keadaan atau hal-hal tertentu tingkat sempurna serta mengikat, tetapi tidak
antara kedua belah pihak dan memaksa dan menentukan. Maka dari itu, sifat
ditandatanganinya.19 dari nilai kekuatan pembuktiannya tidak bersifat
Pada dasarnya akta otentik sendiri imperatif artinya adalah Dapat dilumpuhkan
mempunyai 3 macam kekuatan pembuktian akta dengan bukti lawan dan apabila terhadapnya
otentik, yakni:20 diajukan bukti lawan maka, kualitasnya akan
a. Kekuatan pembuktian formil artinya merosot menjadi bukti permulaan tulisan (begin
Kekuatan pembuktian formil yang van schriftelijke), dalam keadaan yang seperti
melekat pada akta otentik dijelaskan ini, tidak dapat berdiri sendiri mencukupi batas
pada Pasal 1871 KUHPerdata, bahwa minimal pembuktian, oleh karena itu harus
segala keterangan yang tertuang di dibantu dengan salah satu alat bukti yang
dalamnya adalah benar diberikan dan lainnya.23
disampaikan penanda tangan kepada Jadi, Akta otentik bisa saja kekuatan
pejabat yang membuatnya; pembuktian dan batas minimalnya dan dapat
berubah menjadi bukti permulaan tulisan apabila
17 Twinike Sativa Febriandini. 2014. “Studi

Kekuatan Pembuktian Surat Pada Sengketa Perkara 21 Miswardi. 2006. Hukum Acara Perdata.

Perdata Di Pengadilan Negeri”. Jurnal Verstek. Vol. STAIN Sjech M Djamil Djam bek Bukittinggi.
2 No. 1. Bagian Hukum Acara Universitas Sebelas Bukittinggi. h. 86.
Maret. h. 182. 22 Christin Sasauw. 2015. “Tinjauan Yuridis
18 Ibid., h. 17. Tentang Kekuatan Mengikat Suatu Akta Notaris”.
19 Ibid., h. 20. Jurnal Lex Privatum. Vol.III/No. 1/Jan-Mar/2015. h.
20 M Yahya Harahap. 2009. Hukum Acara 102.
Perdata. Sinar Grafika . Jakarta. h. 567. 23 Ibid., h. 103.

5
terhadapnya diajukan bukti lawan yang setara Penilaian terhadap akta otentik harus
dan menentukan. Akta otentik ini adalah alat dilakukan dengan Asas Praduga Sah
bukti yang sempurna dan mengikat namun tetapi (Vermoeden van Rechtmatigheid) atau
tidak bersifat manentukan atau memaksa. Presumptio Iustae Causa.26 Asas ini bisa juga di
gunakan untuk menilai akta notaris yang akta
D.3. Penyelesaian Perkara Perdata Akta notaris atau akta otentiknya harus dianggap sah
Otentik Sebagai Alat Bukti sampai ada pihak yang menyatakan bahwa akta
Akta otentik yang telah dibuat oleh notaris tersebut tidak sah. Peraturan Perundang-
sudah pasti mempunyai kepastian isi, kepastian undangan hanya mengatur kekuatan pembuktian
tanggal dan kepastian orangnya atau pihak- terhadap salinan suatu akta otentik dan
piahknya. Akta ini merupakan bukti yang sedangkan untuk salinan surat-surat yang bukan
sempurna dan mengikat jadi tidak perlu akta akan diserahkan kepada pertimbangan
diragukan lagi oleh majelis hakim atau dengan majelis hakim. Salinan suatu akta memiliki
kata lain harus dipercayai oleh hakim yang kekuatan hukum pembuktian sepanjang sesuai
memeriksa perkara dan tidak memerlukan dengan akta aslinya hal ini sebagaimana ada
tambahan alat bukti apapun.24 pada Pasal 1888 BW. Majelis Hakim selalu
Alat bukti surat sendiri sudah ditempatkan berwenang untuk memerintahkan kepada pihak
dalam urutan pertama. Hal ini sudah sesuai yang berperkara untuk mengajukan akta aslinya
dengan kenyataan yang ada bahwa jenis surat di hadapan sidang. apabila akta aslinya sudah
atau akta dalam perkara perdata sendiri tidak ada lagi atau hilang, maka kekuatan
memegang peran yang sangat penting. Semua pembuktian dari akta tersebut akan diserahkan
kegiatan yang menyangkut bidang keperdataan, kepada hakim yang sesuai dengan Pasal 1889
sengaja dicatat atau dituliskan dalam bentuk BW.
berupa surat atau akta dan apabila suatu ketika Dalam proses pemeriksaan di Pengadilan
di kemudian hari terjadi suatu sengketa kedua atau Persidangan yang telah dilakukan oleh
belah pihak atas peristiwa tersebut, maka dapat majelis hakim, sebelum ditarik suatu kesimpulan
dibuktikan permasalahan yang terjadi dan akhir yang kemudian dimuat dalam keputusan
kebenarannya oleh akta yang telah dibuat dan dan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka
bersangkutan. Atas kenyataan itu, dalam perkara pengadilan terlebih dahulu harus berpedoman
perdata alat bukti yang paling dominan dan pada aturan-aturan pembuktian yang disebut
determinan adalah alat bukti surat. Sedangkan hukum pembuktian. Maka oleh karena itu hakim
saksi, pada dasarnya tidak begitu berperan tidak boleh hanya berpedoman kepada
penting. keyakinan dalam diri atau hati saja, tetapi harus
Pada dasarnya akta notaris yang tergolong pula bersandar atau melihat kepada dalil-dalil
sebagai akta otentik memiliki kekuatan yang dikemukakan oleh para pihak yang
pembuktian yang sempurna, hal ini juga bersengketa tersebut yang merupakan alat bukti
diperkuat pembuktian yang sempurna, hal ini juga.27
juga diperkuat dengan yurisprudensi putusan Pada proses mengambil keputusan dengan
Mahkamah Agung Republik Indone sia Nomor pertimbangan alat bukti akta otentik di
3199 K/Pdt/1994, tanggal 27 oktober 1994, yang persidangan, bahwa akta otentik mempunyai
menegaskan bahwa akta otentik menurut pembuktian secara lahir, formil maupun materil
ketentuan ex Pasal 165 HIR jo 285 Rbg Jo 1868 dan akta notaris tidak bisa dibatalkan oleh
BW merupakan bukti yang sempurna bagi kedua siapapun karena dalam hal ini akta otentik
belah pihak dan para ahli warisnya dan orang mempunyai kekuatan pembuktian yang
yang mendapat hak darinya.25 sempurna yang di lindungi oleh undang-undang.
Tetapi ada wewenang hakim untuk memberikan
24 Vivien Pomantow. 2018. “Akibat Hukum
Terhadap Akta Otentik Yang Cacat Formil
Berdasarkan Pasal 1869 KUHPerdata ”. Jurnal Lex 26Ibid.
Privatum. Vol. VI No. 7. September 2018. h. 91. 27Dedy Pramono. 2015. “Kekuatan Pembuktian
25 M. Ali Boedianto. 2010. Kompilasi Kaidah Akta yang Dibuat oleh Notaris Selaku Pejabat Umum
Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum Acara Menurut Hukum Acara Perdata di Indonesia”. Jurna l
Perdata. Swa Justitia . Bandung. h. 150. Lex Jurnalica. Vol. 12 No. 3. Desember 2015. h. 250.
6
putusan mengenai akta notaris atau akta otentik pada KUHPerdata, Undang-Undang Jabatan
tersebut. Apabila terjadi pembatalan yang Notaris dan peraturan perundang-undangan
dilakukan oleh majelis hakim maka hal ini lainnya yang menyangkut hal tersebut tetapi
bukan terletak pada akta notaris atau akta majelis Hakim juga menggunakan pasal 1320
otentiknya tetapi lebih tepatnya terletak pada BW yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya
peristiwa atau perbuatan hukum akta notaris perjanjian, ada syarat subyektif dan ada syarat
yang di jadikan alat buktinya. obyektif.
Hakim bebas menilai dapat tidaknya suatu Syarat subyektif perjanjian merupakan
alat bukti yang diajukan suatu persidangan. syarat yang berkaitan dengan subjek yang
Dalam menilai alat bukti yang sudah diajukan di mengadakan atau membuat perjanjian antara
muka persidangan pada hakekatnya majelis kedua belah piha, yang terdiri dari kata sepakat
hakim hanya menilai cukup tidaknya alat bukti dan cakap dalam bertindak untuk melakukan
untuk membenarkan peristiwa yang menjadi tindakan hukum. Syarat perjanjian diwujudkan
sengketa. Alat bukti sendiri yang kemudian di dalam akta Notaris sedangkan untuk syarat
ajukan oleh para pihak yang bersengketa di objektif dicantumkan dalam badan akta sebagai
pengadilan tersebut tidak memberi kepastian isi akta.
kepada hakim tentang kebenaran peristiwa yang Pada Proses Pemeriksaan perkara di
disengketakan oleh karena itu hakim tidak boleh pengadilan, bahwa majelis hakim dengan kedua
membatalkannya kecuali ada salah satu pihak belah pihak yang berperkara wajib melakukan
yang berperkara tersebut yang memintanya tanya jawab yang berkaitan dengan suatu
membatalkannya sendiri. Jadi hakim secara ex kebenaran atau tidaknya suatu hubungan atau
officio bahwa hakim tidak boleh membatalkan peristiwa diantara kedua belah pihak. Untuk
akta notaris. memperoleh kepastian hubungan hukum, majelis
Pada saat melaksanakan tugas peradilan dan hakim memerlukan pembuktian yang
sebagai penegak hukum majleis hakim harus meyankinkan guna dapat menerapkan hukum
bebas (Independen) bahwa hakim tidak boleh di secara tepat, benar dan adil. Jadi para kedua
pengaruhi oleh siapapun dan hakim tidak belah piahk yang berpekara tersebut wajib
dibawah tekanan dan campur tangan dari pihak memberikan keterangan yang disertai bukti-
manapun dan kekuasaan apapun. Hakim dalam bukti menurut hukum mengenai hubungan
mengambil keputusan atau memutuskan perkara hukum.
tentunya juga dilarang hanya dengan Pada suatu proses persidangan perdata,
berpedoman kepada keyakinannya beserta hati salah satu tugas hakim yang terpenting dalam
nurani semata, sebab keputusan yang diambil hal ini adalah untuk memerikasa atau
tanpa alat-alat bukti lainnya nantinya akan dapat menyelidiki suatu hubungan hukum yang
menimbulkan suatu keputusan yang sewenang- menjadi dasar gugatan benar adanya atau tidak.
wenang atau tidak adil, karena keyakinan hakim Hubungan hukum inilah yang harus terbukti atau
itu dapat bersifat sangat subjektif. Untuk itu harus dibuktikan dalam persidangan oleh pihak
Prof. R. Subekti menyatakan bahwa; yang berperkara dan apabila penggugat atau
“membuktikan adalah meyakinkan hakim tergugat menginginkan kemenangan dalam suatu
tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil dalam perkara tersebut. Apabila pengugat atau tergugat
suatu persengketaan”. Hukum pembuktian itu tidak berhasil membuktikan dalil-dalilnya yang
sendiri adalah; “suatu rangkaian peraturan tata menjadi dasar gugatnya tersebut, maka
tertib yang harus diindahkan dalam gugatannya secara otomatis akan ditolak dan
melangsungkan pertarungan dimuka hakim, apabila berhasil gugatannya akan dikabulkan
antara kedua belah pihak yang sedang mencari oleh majelis hakim tetapi dalam konteks ini
keadilan.”28 tidak semua dalil yang menjadi dasar gugatan
Pada proses Pemeriksaan perkara perdata di harus dibuktikan kebenarannya, sebab ada dalil
pengadilan Majelis hakim dapat dan berhak yang tidak disangkal serta apalagi diakui
menilai bahwa akta tersebut cacat hukum atau sepenuhnya oleh pihak lawan yang berpe rkara,
tidak yaitu dengan cara melihat atau merujuk tidak perlu dibuktikan lagi. Hakim juga yang
akan memeriksa perkara itu dan akan
28
menentukan siapa di antara pihak-pihak yang
Ibid.
7
berperkara tersebut yang akan diwajibkan untuk apa yang diberitahukan para pihak
memberikan bukti, apakah itu pihak pengggugat kepada Notaris. akta otentik memiliki
atau tergugat. Dengan kata lain hakim sendiri kekuatan pembuktian secara lahiriah,
yang akan menentukan pihak mana yang akan formal dan materiil, dan
memikul beban pembuktian nantinya dalam membedakannya dengan akta dibawah
persidangan. 29 tangan. Suatu akta otentik dapat
membuktikan secara sah dan kuat
E. PENUTUP adanya hubungan hukum diantara para
E.1. Kesimpulan pihak yang membuatnya sehingga
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat terciptalah kepastian hukum
ditarik suatu kesimpulan bahwa : (rechtszekerheid). Kekuatan yang
1. Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi melekat pada akta otentik adalah;
dua yaitu surat yang merupakan akta dan Sempurna (volledig bewijskracht) dan
surat-surat lainnya yang bukan akta, Mengikat (bindende bewijskracht), yang
sedangkan akta sendiri dibagi lebih artinya apabila alat bukti Akta Otentik
lanjut menjadi akta otentik dan akta di diajukan tersebut sudah memenuhi
bawah tangan. Akta adalah surat syarat formil dan materil dan bukti
sebagai yang diberi tanda tangan, lawan yang dikemukakan tergugat tidak
memuat peristiwa yang menjadi dasar mengurangi keberadaanya maka pada
suatu hak atau perikatan, yang dibuat dirinya sekaligus melekat kekuatan
sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian yang sempurna dan
pembuktian. Alat-alat pembuktian diatur mengikat (volledig en bindende
di dalam HIR ketentuannya dapat bewijskracht), dengan demikian
ditemukan pada Pasal 164 (Pasal 1866 kebenaran isi dan pernyataan yang
KUH Perdata) yang berbunyi: Maka tercantum didalamnya menjadi
yang di sebut bukti, yaitu: Bukti surat, sempurna dan mengikat kepada para
Bukti saksi, Sangka, Pengakuan, pihak mengenai apa yang disebut dalam
Sumpah. Kedua dasar hukum di atas akta.
merupakan pengaturan utama tentang
alat-alat bukti pada perkara tersebut E.2. Rekomendasi
yang terlebih dahulu perlu dibahas dari Berdasarkan uraian-uraian di atas terdapat
segi peristilahannya (etimologis) dan arti satu rekomendasi, yaitu :
kata atau pengertian (terminologis) dari 1. Ditujukan kepada hakim dalam
surat sebagai alat bukti. menjatuhkan keputusan disamping
Namun, pengaturan secara khusus untuk mendasarkan pada putusan yang
alat bukti tertulis diatur di dalam Pasal berdasarkan keadilan yang
138, 165, 167 , 164, 285 HIR sampai berketuhanan yang maha esa juga
dengan, Pasal 305 RBG. S 1867 no.29 ukuran keyakinan hakim yang
dan Pasal 1867 s/d 1894 BW. Alat bukti merupakan kegiatan yang tidak ada
tertulis atau surat adalah segala sesuatu ukurannya, karena absoulut/mutlak,
yang memuat tanda-tanda bacaan yang perlunya pedoman keyakinan yang
dimaksudkan untuk mencurahkan isi mutlak itu ada pedomannya.
hati atau menyampaikan buah pikiran
seseorang dan diperguanakan sebagai F. DAFTAR BACAAN
pembuktian. F.1. Peraturan Perundang-Undangan
2. Akta otentik pada hakikatnya memuat Undang – Undang Dasar Republik Indonesia
kebenaran formal yang sesuai dengan Tahun 1945;

Kitab Undang – Undang Hukum Perdata;


29 Deasy Soeikromo. 2014. “Proses Pembuktian
Dan Pengguna an Alat-Alat Bukti Pada Perkara
Perdata Di Pengadilan”. Jurnal Lex Crimen. Vol. I
No. 1. Januari-Maret 2014. h. 127.
8
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata Deasy Soeikromo. 2014. “Proses Pembuktian
Herizen Indonesia Reglement (HIR) dan Dan Penggunaan Alat-Alat Bukti Pada
Rechtglement Buitengewesten (RBG) . Perkara Perdata Di Pengadilan”. Jurnal Lex
Crimen. Vol. I No. 1. Januari-Maret 2014.

F.2. Buku Dedy Pramono. 2015. “Kekuatan Pembuktian


Akta yang Dibuat oleh Notaris Selaku
A. Pitlo. 1978. Pembuktian dan Daluwarsa, Alih Pejabat Umum Menurut Hukum Acara
Bahasa. M. Isa Arief. Intermasa. Jakarta. Perdata di Indonesia”. Jurnal Lex Jurnalica.
Vol. 12 No. 3. Desember 2015.
M Yahya Harahap. 2009. Hukum Acara Perdata.
Sinar Grafika. Jakarta. Eko Supriyanto S.F. 2012. “Tinjauan Yuridis
Akta Otentik Sebagai Alat Bukti Perkara
M. Yahya Harahap. 2017. Hukum Acara Perdata Perdata”. Skripsi. Fakultas Hukum
tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Sinar
Grafika. Jakarta. M. Ali Boedianto. 2010. Kompilasi Kaidah
Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum
Miswardi. 2006. Hukum Acara Perdata. STAIN Acara Perdata. Swa Justitia. Bandung.
Sjech M Djamil Djambek Bukittinggi.
Bukittinggi. Retnowulan Sutantio dan Iskandar
Oeripkartowinoto. 1986. Hukum Acara
Peter Mahmud Marzuki. (2011). Penelitian Perdata Dalam Teori dan Praktek. Alumni.
Hukum. Jakarta :Kencana. Bandung.

Subekti. 2003. Kamus Hukum. Pradnya Twinike Sativa Febriandini. 2014. “Studi
Paramita. Jakarta. Kekuatan Pembuktian Surat Pada Sengketa
Perkara Perdata Di Pengadilan Negeri”.
Sudikno Mertokusumo. 2006. Hukum Acara Jurnal Verstek. Vol. 2 No. 1. Bagian
Perdata Indonesia. Liberty. Yogyakarta. Hukum Acara Universitas Sebelas Maret.

Sudikno Mertokusumo. 2012. Hukum Acara Vivien Pomantow. 2018. “Akibat Hukum
Perdata Indonesia; Edisi Revisi. Liberty. Terhadap Akta Otentik Yang Cacat Formil
Yogyakarta. Berdasarkan Pasal 1869 KUHPerdata”.
Jurnal Lex Privatum. Vol. VI No. 7.
F.3. Artikel Jurnal September 2018.

Anggun Lestari Suryamizon. 2016. “Kedudukan F.4. Website


Akta Otentik Sebagai Alat Bukti Dalam
Perkara Perdata”. Jurnal Menara Ilmu. Vol. _____. 2019. “Prinsip-Prinsip Dasar Pembuktian
X Jilid 1 No.70 September 2016. Hukum Acara Perdata”. dikutip dari
manplawyers.co. dikutip pada tanggal 10
I Dewa Made Suartha dan I Ketut Sudjana, Agustus 2020. dikutip dari web :
2017, “Kekuatan Pembuktian Akta Notaris https://manplawyers.co/2019/09/18/prinsip-
Dalam Proses Peradilan Perkara Perdata”, prinsip-dasar-pembuktian-dalam-hukum-
Jurnal, SENASTEK – Kuta, Bali. acara-perdata/

Christin Sasauw. 2015. “Tinjauan Yuridis


Tentang Kekuatan Mengikat Suatu Akta
Notaris”. Jurnal Lex Privatum. Vol.III/No.
1/Jan-Mar/2015.

Anda mungkin juga menyukai