Anda di halaman 1dari 22

ORIENTASI CPNS PEMERINTAH KOTA BLITAR

TAHUN 2021

MODUL
PERENCANAAN PEMERINTAH
KOTA BLITAR

BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KOTA BLITAR


TAHUN 2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Salah satu perubahan politik mendasar dalam sistem perencanaan pembangunan nasional yang
diintrodusir oleh UU No. 25 tahun 2004 adalah adanya penguatan integrasi pelibatan
masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan. Partisipasi dipercaya menjadi dasar dan
prasyarat bagi tercapainya keberhasilan pembangunan. Hasil pembangunan, pada gilirannya,
tidak semata diukur melalui capaian-capaian kongkret peningkatan kesejahteraan masyarakat
namun juga diukur melalui sejauhmana proses pembangunan yang ada mampu
memberdayakan masyarakat melalui keterlibatannya dalam penyusunan dan pengambilan
keputusan kebijakan pembangunan.

B. Deskripsi Singkat.
Modul ini berisi materi yang ditujukan untuk memberikan pemahaman kepada aparatur
birokrasi tentang urgensi partisipasi warga dalam proses perencanaan pembangunan daerah
serta bagaimana mengelola partisipasi warga tersebut dalam konteks pembangunan
Pemerintah Kota Blitar. Argumentasinya, seluruh elemen masyarakat adalah mitra strategis
pemerintah daerah yang mempunyai kapasitas mempengaruhi, mengembangkan dan
mengawasi berbagai kebijakan terkait pembangunan daerah.

C. Manfaat
Manfaat Bahan Pembelajaran ini digunakan untuk membantu peserta Pelatihan memahami
pentingnya partisipasi warga dalam proses perencanaan pembangunan daerah serta
mekanisme penyusunan dan pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah.

D. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti mata diklat Akuntabilitas PNS ini, peserta orientasi CPNS diharapkan mampu
1. Kompetensi dasar :
a. Memahami mekanisme penyusunan anggaran.
b. Melaksanakan penggunaan anggaran sesuai perencanaan.
2. Tujuan
a. Memastikan bahwa pekerjaan dilakukan dengan efektif dan efisien.
b. Mampu memanfaatkan anggaran yang tersedia untuk pelayanan masyarakat dengan
penuh tanggungjawab.

E. Pokok Bahasan.
Pokok bahasan pada Bahan Pembelajaran perencanaan pemerintah kota blitar meliputi RPJPD,
RPJMD, RKPD Renstra.

F. Petunjuk Belajar.
Bahan Pembelajaran akuntabilitas PNS dan etika publik ini bersifat pemahaman atau pengertian
yang dapat diimplementasi dalam kehidupan sehari-hari terhadap pelaksanaan tugas
jabatannya.

2
BAB I

PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG PARTISIPATIF

A. Pengantar
UU No. 25 tahun 2004 menyebutkan pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan
pembangunan pada dasarnya merupakan manifestasi dari perwujudan kepentingan
umum, memberikan peran masyarakat dalam pengambilan keputusan, membuka akses
masyarakat terhadap informasi pembangunan, serta mendorong akuntabilitas
pemerintahan. Partisipasi bisa menjadi sebuah prinsip dan nilai dasar yang menjadi
semangat dalam seluruh proses kebijakan. Partisipasi bisa merupakan arena yang
memberikan ruang kepada pihak-pihak yang terkena imbas langsung oleh kebijakan
publik. Dengan adanya partisipasi akan berdampak pada terwujudnya kesejahteraan
sosial, yang menjadi dasar eksistensi kebijakan publik, secara adil dan merata.
Partisipasi merupakan rangkaian proses kebijakan yang efektif, efisien, dan pro publik
dengan cara meningkatkan kualitas interaksi yang bersifat dua arah dan saling
menguntungkan antara pemerintah dan warganya.

B. Apa Syarat Agar Partisipasi Dapat Berjalan?


Tak jarang kita temui proses partisipasi yang sifatnya semu dan simbolik saja.
Setidaknya partisipasi sejatinya hanya bisa berjalan dalam kondisi sebagai berikut:
1. Keleluasaan Partisipasi tidak akan bisa berjalan bila tidak ada keleluasaan atau tidak
ada ruang yang diberikan. Ada dua ruang di ranah sosial dan politik yang harus
dibuka secara leluasa, yaitu:
1) Ruang politik.
Pemerintah daerah harus mengembangkan struktur kesempatan politik yang
mampu memfasilitasi proses partisipasi agar bisa berjalan dan berkembang
secara optimal. Sistem politik dan institusi publik yang ada harus memberikan
iklim yang kondusif bagi tumbuh kembangnya partisipasi.
2) Ruang sosial.
Partisipasi hanya bisa berjalan baik bila struktur sosial yang ada di dalam
masyarakat bersifat egaliter. Bila dalam struktur sosial sebuah masyarakat masih
kental dengan nuansa patron-klien dan sangat elitis maka proses pembuatan
keputusan tidak akan mungkin bersifat partsipatif. Dalam masyarakat yang tidak
egaliter, setiap proses penentuan keputusan hanya melibatkan segelintir elit
yang mereka hormati. Para elit ini sangat potensial memobilisasi massa atau
mengatasnamakan rakyat untuk menggolkan kepentingan mereka (elit
capture).

2. Kesediaan dan kepercayaan


Partisipasi hanya akan berlangsung bila ada kesediaan dari kedua belah pihak baik
pemerintah daerah maupun warga masyarakat. Pemerintah harus mempunyai itikad
baik untuk memberikan keleluasaan bagi warganya untuk terlibat dan

3
mempengaruhi keputusan-keputusan yang ada dalam proses kebijakan. Bila belum
muncul kesadaran masyarakat untuk berpartipasi dalam proses kebijakan maka
pemerintah daerah seyogyanya bersedia membuka ruang dan mekanisme yang
memungkinkan partisipasi bisa tumbuh dan berkembang.Tanpa adanya kesediaan
pemerintah daerah maka partisipasi tidak mungkin dijalankan karena pintu artikulasi
kepentingan akan tertutup rapat. Bagi para pelaku di jajaran pemerintahan,
pelibatan masyarakat di dalam proses kebijakan publik dibayangkan akan bisa
membantu memberdayakan masyarakat untuk mengembangkan komitmen
sosialnya. Masyarakat diberikan tanggung jawab, dalam tingkat tertentu, untuk
berperan dalam proses-proses birokrasi mulai dari tahap perencanaan, perumusan,
pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kebijakan publik. Dengan adanya tanggung
jawab tersebut maka diharapkan akan mendorong munculnya kepercayaan serta
kepedulian terhadap sistem dan mekanisme yang ada. Dari sinilah komitmen sosial
terbangun.

3. Kemampuan Meskipun ada keleluasaan dan kesediaan, partisipasi juga menjadi sulit
terwujud bila tidak ada kemampuan dari kedua belah pihak -baik pihak pemerintah
daerah maupun masyarakat- untuk mewujudkan nilai, prinsip dan mekanisme
partisipasi secara nyata dalam seluruh proses kebijakan. Oleh karena itu dibutuhkan
alat, metode interaksi dan keahlian yang akan menjadi sarana dan prasarana penting
agar proses partisipasi bisa berlangsung secara efektif.

C. Seberapa Jauh Birokrasi Membuka Ruang Partisipasi?


Bentuk-bentuk partisipasi dalam proses kebijakan merupakan ekspresi dari seberapa
jauh pemerintah mau memberikan kesempatan bagi warganya untuk terlibat dalam
proses kebijakan. Tingkat kesempatan yang diberikan tersebut bisa dilihat dari
beberapa indikator berikut ini:
1. Akses. Kedalaman pelibatan publik dalam proses kebijakan sangat tergantung
seberapa luas dan jauh ruang partisipasi yang disediakan oleh pemerintah daerah
dan bisa diakses oleh warganya,
2. Suara. Variasi dan tingkat kedalaman partisipasi warga juga sangat dipengaruhi oleh
seberapa kuat mereka diberi hak suara untuk mengungkapkan berbagai ide dan
gagasan mereka,
3. Pilihan. Semakin banyak pilihan yang bisa ditawarkan dan dinegosiasikan oleh warga
maka semakin terbuka pula peluang bagi warga untuk terlibat lebih mendalam pada
proses kebijakan yang ada,
4. Pengaruh. Bentuk-bentuk partisipasi publik bervariasi juga disebabkan oleh
seberapa besar publik bisa mempengaruhi berbagai keputusan dan konsensus yang
ada dalam proses kebijakan.
Dengan menggunakan indikator-indikator di atas, kita bisa melihat seberapa besar
ruang yang dibuka oleh birokrasi untuk memberikan kesempatan bagi warga terlibat
mengontrol proses kebijakan. Setidaknya, ada 3 derajat partisipasi publik bila dilihat
dari seberapa besar keleluasaan yang dibuka oleh pemerintah, yaitu:
4
1. Informatif
Sebuah pemerintahan daerah berada dalam derajat partisipasi yang sifatnya
informatif apabila pemerintah sekedar mensosialisasikan dan menginformasikan apa
saja yang menjadi rencana mereka dalam proses kebijakan. Sementara bagaimana
proses itu dirumuskan dan dijalankan menjadi urusan pemerintah sepenuhnya.
Dalam derajat seperti ini maka yang penting adalah masyarakat sudah diberitahu
tentang kebijakan pemerintah daerah.
2. Konsultatif
Derajat partisipasi ini lebih tinggi dari sekedar informatif. Ini disebabkan karena
pemerintah daerah sudah menyediaan ruang dan melembagakan keterlibatan warga
dalam proses kebijakan. Proses pelembagaan ini bisa dalam bentuk legalisasi
pelibatan publik. Proses legalisasi ini biasa muncul dalam bentuk Perda Partisipasi
Publik, Transparansi maupun Konsultasi Publik. Pemerintahan daerah berada dalam
derajat ini apabila masyarakat sudah dilibatkan dalam proses yang memberi umpan
balik atau tanggapan terhadap usulan, rumusan dan implementasi kebijakan publik.
Dalam taraf ini masyarakat sudah memiliki mekanisme yang terlembaga untuk
memberi usulan dan kritik terhadap pemerintah.
3. Ruang Kewargaan
Dalam ruang ini kehadiran partisipasi publik tidak hanya terlembagakan secara apik
tapi juga sudah mampu mempengaruhi seluruh proses kebijakan yang ada. Tahapan
ini bisa dikatakan sebagai tingkat tertinggi partisipasi karena selain ada mekanisme
yang informatif dan mekanisme yang konsultatif, pemerintahan daerah sudah
membuka keterlibatan aktif dari masyarakat. Tingkat kemampuan masyarakat untuk
memilih dan memberi pengaruh kepada pembuat kebijakan, sebagai
pengejawantahan kebutuhan mereka, sudah tinggi. Ini artinya masyarakat sudah
memiliki suara, akses, pilihan dan pengaruh.

D. Apa Ruang Partisipasi Warga dalam Konteks Perencanaan Pembangunan Daerah?


Dalam proses perencanaan pembangunan, ruang partisipasi masyarakat diwadahi
dalam wadah Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang dijalankan
secara bertingkat sejak level unit pemerintahan terbawah (desa/kelurahan) dan
mencakup perencanaan pembangunan berjangka panjang, menengah, dan tahunan.
Mengikuti siklus waktu perencanaan pembangunan, ruang keterlibatan masyarakat ini
diwadahi baik dalam perencanaan pembangunan jangka panjang (20 tahun), jangka
menengah (lima tahun), dan jangka pendek (tahunan).

Musrenbang merupakan forum antar pelaku pembangunan dalam rangka menyusun


rencana pembangunan, baik di tingkat nasional maupun daerah. Melalui musrenbang,
pendekatan perencanaan pembangunan secara bottom-up didorong sebagai medium
untuk mendorong keterlibatan luas seluruh lapisan masyarakat untuk turut
berkontribusi dalam pengambilan kebijakan pembangunan yang dipadukan dengan
mekanisme top-down dalam hal usulan rancangan kebijakan. Secara skematis,

5
keberadaan forum Musrenbang dalam daur proses perencanaan kebijakan
pembangunan daerah dapat digambarkan sebagai berikut:

Pelibatan partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan dan tingkatan perencanaan


kebijakan dasar pembangunan daerah ini diharapkan dapat memastikan keterpaduan
antara rancangan rencana pembangunan yang ditawarkan oleh Pemerintah Daerah dan
usulan pembangunan yang dari masyarakat. Rancangan rencana pembangunan yang
disusun oleh eksekutif ini merupakan skema perencanaan top-down yang selanjutnya
dikonsultasikan dan disesuaikan dengan skema perencanaan bottom-up melalui
forum-forum Musrenbang.

Penanggungjawab utama dalam penyusunan rancangan rencana pembangunan jangka


panjang, jangka menengah, dan jangka pendek di tingkat daerah ini dikoordinasikan
oleh Bappeda. Tahapan proses dan penanggungjawab penyusunan rancangan
kebijakan dasar ini, berdasarkan perbedaan jenis dokumen perencanaan pembangunan
yang dihasilkan, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. RPJPD
 Bappeda menyusun rancangan RPJPD yang mengacu pada RPJPN;
 Bappeda menyelenggarakan Musrenbang RPJPD;
 Bappeda menyusun rancangan akhir RPJPD berdasarkan hasil Musrenbang.
2. RPJMD
 Bappeda menyiapkan rancangan awal RPJMD sebagai penjabaran dari visi, misi,
dan program Kepala Daerah ke dalam strategi pembangunan daerah, kebijakan
umum, program prioritas Kepala Daerah, dan arah kebijakan keuangan Daerah
yang berpedoman pada RPJPD dan memperhatikan RPJMN;
 SKPD menyiapkan rancangan Renstra-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya dengan berpedoman pada rancangan awal RPJMD;

6
 Bappeda menyusun rancangan RPJMD dengan menggunakan rancangan
RenstraSKPD dan berpedoman pada RPJPD;
 Bapepeda menyelenggarakan Musrenbang RPJPD;
 Bappeda menyusun rancangan akhir RPJMD berdasarkan hasil Musrenbang;
 SKPD menyesuaikan Renstra-SKPD dengan RPJMD.
3. RKPD
 Bappeda menyiapkan rancangan awal RKPD sebagai penjabaran dari RPJMD
dan mengacu pada RKP (Nasional);
 Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyiapkan Renja-SKPD sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya dengan mengacu kepada rancangan awal RKPD dan
berpedoman pada Renstra-SKPD;
 Bappeda mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKPD dengan
menggunakan Renja-SKPD;
 Bappeda menyelenggarakan Musrenbang penyusunan RKPD;
 Bappeda menyusun rancangan akhir RKPD berdasarkan hasil Musrenbang.

Keterlibatan masyarakat dalam forum-forum Musrenbang didesain secara berjenjang


yang dikombinasikan melalui skema kewilayahan dan kepentingan. Skema kepentingan
yang dimaksud di sini adalah bahwa Musrenbang penyusunan RKPD, selain diikuti oleh
unsurunsur pemerintahan, juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi
masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya
masyarakat, pemuka adat dan pemuka agama, serta kalangan dunia usaha.

Dengan demikian, arti penting partisipasi masyarakat dalam perencanaan


pembangunan dapat dikerangkai dalam tujuan sebagai berikut, yaitu:
1. Mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat;
2. Menciptakan rasa memiliki terhadap pemerintahan dan tanggungjawab
pembangunan;
3. Menjamin keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum;
4. Mendapatkan aspirasi masyarakat;
5. Sebagai wahana untuk agregasi kepentingan dan mobilisasi dana. Dalam konteks
mobilisasi dana ini, perlu digaisbahwai bahwa pembangunan yang partisipatif juga
diartiskan sebagai perencanaan terhadap pembiayaan pembangunan yang
partisipatif pula. Asumsi yang dibangun adalah bahwa Negara tidak memiliki cukup
resource (dana) untuk dapat membiayai seluruh program-program pembangunan.
Oleh karena itu, strategi pelibatan masyarakat dan juga sektor privat adalah
sebagai strategi untuk membiayai pembangunan.

E. Apa Saja Permasalahan Partisipasi dalam Perencanaan Daerah?


Seringkali ide partisipasi tidak bisa berjalan secara optimal karena dihadapkan dengan
berbagai masalah atau dilema. Bisa jadi masalah tersebut muncul karena tidak
terpenuhinya 3 prasyarat utama partisipasi (keleluasaan, kesediaan dan kemampuan).
Namun bisa juga masalah muncul ketika metode partisipasi yang sama sekali tidak
7
efektif dan efisien. Yang terakhir, selain terjebak pada formalisasi semata, proses
partisipasi yang ada juga tidak dijamin akan berlangsung lama (sustainability).
1. Masalah dalam Aspek Keterwakilan
a. Kesulitan mengidentifikasi isu kebijakan yang bisa di-share ke publik
Tidak semua isu publik yang ada menjadi isu yang mudah disosialiasikan dan
dikomunikasikan kepada publik. Bila dilihat dari karakternya, ada beberapa isu
yang tidak bisa melibatkan konsensus banyak orang. Isu-isu tersebut biasanya
merupakan isu strategis seputar pertahanan nasional dan rahasia negara atau
isu yang membutuhkan adanya respon yang sangat cepat seperti isu
penanganan bencana.
b. Kesulitan dalam mengidentifikasi kebutuhan public
Keterlibatan publik meniscayakan adanya keragaman kepentingan. Semakin
banyak yang dilibatkan akan semakin banyak aspirasi dan kepentingan yang
diartikulasikan. Akibatnya tidak mudah mengidentifikasi masalah sosial yang
benar-benar menjadi kebutuhan publik. Membedakan antara kebutuhan
(need) dan keinginan (want) tidak gampang karena tidak ada tolak ukur dan
indikator yang jelas. Kegagalan mengkluster masalah sosial yang ada akan
membuat proses partisipasi akan mengarah ke arah deadlock tanpa
konsensus. Selain itu, bila pemerintah daerah gagal memilah antara kebutuhan
dan keinginan maka dapat dibayangkan akan muncul kekecewaan massif dari
warganya. Selain akan kehilangan legitimasi di mata publik, pemerintah daerah
justru akan kesulitan nantinya untuk mengadakan forum-forum partisipasi lagi
karena masyarakat sudah terlanjur apatis.
c. Kegagalan mengakomodasi suara dan masalah sosial yang relevan dengan
kebutuhan kelompok-kelompok pinggiran dan marjinal.
Forum-forum partisipasi belum tentu berhasil mengidentifikasi kebutuhan dari
kelompok-kelompok rentan (vulnerable groups) dan kelompok marjinal
seperti kaum perempuan, komunitas different ability (difable), kaum miskin
kota. Padahal komunitas-komunitas voiceless tersebut seringkali menjadi
kelompok yang paling sering terkena dampak negatif langsung dari kebijakan-
kebijakan pemerintah. Kegagalan menangkap suara mereka tersebut
dikarenakan kelompok-kelompok tersebut tidak cukup punya kemampuan
untuk mengungkapkan suara mereka di forum-forum partsipasi.
d. Kesukaran untuk mengidentifikasi pihak yang relevan dengan isu.
Partisipasi bukan berarti melibatkan seluruh warga negara yang ada dalam
setiap proses perumusan kebijakan pada isu kebijakan apapun. Hanya publik
yang relevan dengan isu yang dilibatkan dalam proses partisipasi yang ada.
Namun tidak mudah mengidentifikasi representasi publik yang dianggap
relevan dengan masalah yang ada. Bila salah mengidentifikasi publik yang
relevan atau stakeholders maka dapat dibayangkan dengan mudah bahwa
keputusan yang diambil akan bersifat a-historis dan kemungkinan besar akan
gagal menyelesaikan masalah sosial yang ada.

8
2. Masalah dalam Aspek Keterlibatan
1) Forum publik yang tidak efektif Forum-forum yang ada tidak bisa secara efektif
menarik keterlibatan publik dan bisa menyaring aspirasi yang ada. Seringkali
forum tersebut melibatkan banyak orang tapi tidak memberikan kontribusi
yang signifikan karena isu kebijakan yang tersaring justru bukan menjadi
kebutuhan publik sebenarnya.
2) Forum publik yang tidak efisien (keterbatasan waktu) Proses partisipasi
membutuhkan adanya konsensus semua pihak sehingga waktu yang
dibutuhkan sangat panjang agar semua pihak terakomodasi. Padahal di sisi
lain pemerintah memiliki siklus perencanaan dan penganggaran yang
membatasi proses yang ada dan mesti ditaati tiap tahun. Kondisi inilah yang
seringkali terjadi ketika aparat birokrasi membentuk forum-forum partisipasi.
Akibatnya forum tersebut diadakan hanya sekedar formalitas semata.
3) Lemahnya sistem dukung dan daya dukung lingkungan
 Standar auditing yang tidak sinergi
Saat ini ada beberapa produk regulasi cenderung afirmatif terhadap
peran-peran publik dalam proses kebijakan, seperti UU No. 25 tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Perda
Transparansi, Perda Partisipasi, dsb. Namun sayangnya regulasi afirmatif
tersebut harus berhadapan dengan standar auditing yang justru tidak bisa
memberi ruang lebih jauh terwujudnya partisipasi. Misalnya penentuan
alokasi anggaran yang sudah sangat terperinci dalam anggaran daerah
berbasis kinerja justru tidak memberikan ruang lebih jauh bagi alokasi
anggaran yang berasal dari inisiatif publik.
 Sistem dan manajemen Informasi
Proses partisipasi akan berjalan secara optimal bila ditopang oleh
penyebaran informasi yang simetris dan keterbukaan informasi.Sayang
sekali, pemerintah daerah tidak punya instrumen yang efektif agar proses
penyebaran informasi dan sharing informasi yang sifatnya resiprokal bisa
berjalan.

9
BAB II

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD)

A. Pengantar
Dalam rangka mewujudkan sistem perencanaan pembangunan serta untuk menjamin
agar kegiatan pembangunan berjalan selaras, efektif, efisien, tepat sasaran dan
berkesinambungan, maka diperlukan perencanaan pembangunan daerah yang cermat,
tepat, aspiratif dan prospektif. Untuk itulah maka Pemerintah memberlakukan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(SPPN).

Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki dimensi


waktunya menurut UU SPPN dibagi menjadi perencanaan jangka panjang, jangka
menengah dan jangka pendek (tahunan), sehingga dengan Undang-Undang ini dikenal
satu bagian penting dari perencanaan wilayah adalah apa yang disebut sebagai rencana
pembangunan daerah, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D),
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah
(Renstra-SKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (RenjaSKPD) sebagai
kelengkapannya. Perencanaan pembangunan daerah seperti diamanatkan oleh UU
SPPN tersebut, mewajibkan daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka
Panjang yang berdurasi waktu 20 (dua puluh) tahun yang berisi tentang visi, misi dan
arah pembangunan daerah. Perencanaan ini kemudian dijabarkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang berdurasi waktu 5 (lima) tahun, yang
memuat kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum,
program SKPD dan lintas SKPD, program kewilayahan disertai denga rencan kerja
dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Selanjutnya
RPJM Daerah dijabarkan dalam perencanaan berdurasi tahunan yang disebut sebagai
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang memuat rancangan kerangka ekonomi
daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat.

RPJPD merupakan satu dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan untuk
mengarahkan pembangunan daerah dalam jangka waktu dua puluh tahun ke depan.
Sebagai suatu dokumen rencana yang penting sudah sepatutnya pemerintah daerah,
DPRD, dan masyarakat memberikan perhatian penting pada kualitas proses
penyusunan dokumen RPJPD, dan tentunya diikuti dengan pemantauan, evaluasi, dan
review berkala atas implementasinya. Dokumen RPJPD merupakan dokumen rencana
pembangunan yang menjadi acuan dalam penyusunan rencana daerah dengan hierarki
dan skala yang lebih rendah, seperti RTRWD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD. Oleh
karena itu, kualitas penyusunan RPJPD dari segi analisis kecenderunagan dan perspektif

10
masa depan, pemahaman atas isu strategis, yang mungkin dihadapi di masa depan,
kejelasan visi, misi, tujuan, arah, dan strategi kebijakan pembangunan dua puluh tahun
ke depan akan turut menentukan kualitas rencana daerah di bawahnya. RPJPD
menjawab tiga pertanyaan dasar: (1) kemana daerah akan diarahkan
pengembangannya dan apa yang hendak dicapai dalam dua puluh tahun mendatang;
(2) bagaiman mencapainya, dan; (3) langkah-langkah strategis apa yang perlu dilakukan
agar tujuan tercapai.

Keberhasilan RPJPD terletak pada kemampuannya untuk mengorganisasikan para


pemangku kepentingan (stakeholder) untuk bersama-sama merumuskan dan
menyepakati arah perjalanan (road-map) pembangunan daerah masa depan yang perlu
ditempuh. Untuk itu, proses penyusunan dokumen RPJPD perlu membangun komitmen
dan kesepakatan dari semua stakeholder untuk mencapai tujuan RPJPD melalui proses
yang transparan, demokratis, dan akuntabel dengan memadukan pendekatan
teknokratis, demokratis, partisipatif, dan politis.

B. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Pemerintah Kota Blitar


Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Pemerintah Kota Blitar diatur
dengan Peraturan Daerah Kota Blitar Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Pemerintah Kota Blitar Tahun 2005-
2025.

RPJP Daerah memuat misi, visi, dan arah pembangunan jangka panjang Daerah. PJP
Daerah tersebut menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM Daerah yang memuat isi,
misi, dan program Walikota yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Visi, misi, dan program tersebut
disampaikan pada saat kampanye.

RPJP Daerah digunakan sebagai pedoman dalam menyusun RPJM Daerah. Pentahapan
rencana pembangunan daerah disusun dalam masing-masing periode RPJM Daerah
sesuai dengan visi, misi, dan program Walikota yang dipilih secara langsung oleh rakyat.
RPJM Daerah memuat strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program
Walikota, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang
mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh.

Tujuan yang ingin dicapai dengan ditetapkannya Peraturan Daerah tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Blitar Tahun 2005 - 2025 adalah untuk : a.
mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan dalam pencapaian tujuan
pembangunan daerah; b. menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik
antar wilayah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat
dan daerah; c. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; d. menjamin tercapainya penggunaan
11
sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan; dan e.
mengoptimalkan partisipasi masyarakat. f. Menjamin adanya kepastian hokum.

Penyusunan RPJP Daerah Kota Blitar 2005 - 2025 dilakukan pada saat masih berlakunya
Renstra Kota Blitar tahun 2001-2010 yang dianggap sebagai RPJP tahap I, maka perlu
dipahami bahwa Produk RPJP 2001-2010 beserta seluruh perangkat
operasionalisasinya salah satunya RPJM Daerah Kota Blitar tahun 2006-2010 masih
tetap diberlakukan. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025
merupakan bagian lanjutan untuk mempertahankan sekaligus meningkatkan kualitas
berbagai hasil pembangunan yang prinsip-prinsip dasarnya telah berhasil diletakkan
secara sistemik sepanjang penerapan Rencana Strategi Kota Blitar tahun 2001-2010.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Kota Blitar 2005-2025 periodisasinya akan dibagi menjadi 4 periode yaitu,
periodisasi I tahun 2005-2010, Periodisasi II tahun 2011-2015, Periodisasi III tahun 2016-
2020 dan terakhir Periodisasi IV tahun 2021-2025.

Sistematika RPJPD Pemerintah Kota Blitar Tahun 2021-2025 adalah :


a. BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan memuat latar belakang disusunnya RPJPD, maksud dan tujuan,
landasan hokum, hubungan RPJPD dengan dokumen perencanaan lain, metode dan
proses penyusunan dan sistematika RPJPD.

b. BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH


Gambaran umum kondisi daerah secara umum memuat kondisi geografis,
demografi, sosial budaya, perekonomian, sarana prasarana, politih, hokum,
keamanan, ketertiban, penerapan otonomi daerah, tata ruang dan lingkungan hidup.

c. BAB III ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS


Analisis isu-isu strategis memuat modal dasar, peluang, tantangan yang dihadapi
daerah.

d. BAB IV VISI DAN MISI KEPALA DAERAH TAHUN 2005-2025


Pada bab ini dimuat visi pembangunan, misi pembangunan dan strategi
pembangunan

Secara umum visi pembangunan Kota Blitar Tahun 2005-2025 adalah “ Kota Blitar
Sebagai Kota Pariwisata, Pusat Pelayanan Perdagangan Dan Jasa Yang Berwawasan
Kebangsaan Dan Lingkungan Hidup”.

Adapun yang dimaksud dengan "Kota Pariwisata", adalah Blitar sebagai kota tujuan
wisata, yang kegiatan pariwisatanya lebih diarahkan pada wisata sejarah perjuangan
baik bersifat fisik maupun non fisik. Kegiatan kepariwisataan dilaksanakan melalui

12
penciptaan terobosan baru serta menyempurnakan dan meningkatkan jaringan
kerjasama wisata.

Sedangkan yang dimaksud dengan "Pelayanan Perdagangan dan Jasa", ialah sektor
perdagangan baik berupa barang maupun jasa serta Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJP Daerah) Kota Blitar 2005-2025 pelayanan publik harus
dibangun lebih maju dan mandiri yang memberikan kontribusi lebih besar bagi
kesejahteraan masyarakat.

" Berwawasan Kebangsaan dan Lingkungan Hidup", mengandung makna bahwa


setiap upaya yang dilaksanakan untuk membangun dan memajukan Kota Blitar
dilakukan secara terencana dengan memadukan nilai-nilai kebangsaan dan
lingkungan hidup, sehingga proses pembangunan dapat berjalan secara
berkelanjutan untuk menjamin kesejahteraan dan mutu hidup generasi saat ini dan
yang akan datang.

Dalam mewujudkan visi pembangunan Kota Blitar tersebut ditempuh melalui 4


(empat) misi pembangunan sebagai berikut:
1. Menguatkan predikat Kota Blitar sebagai Kota Pariwisata Sejarah, dengan
mengembangkan nilai-nilai kearifan lokal.
2. Mewujudkan Kota Blitar yang memiliki daya saing dalam pelayanan
perdagangan dan jasa, melalui peningkatan pembangunan ekonomi yang
berbasis ekonomi kerakyatan, penyediaan infrastruktur yang memadai dan
pengembangan SDM yang berkualitas sekaligus beriman kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
3. Mewujudkan good governance di Kota Blitar, dengan memantapkan
kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh, memperkuat peran masyarakat sipil,
meningkatkan kualitas pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah,
melakukan pembenahan struktur kelembagaan dan meningkatkan budaya
tertib hukum.
4. Mewujudkan Kota Blitar yang aman, tertib, dan nyaman, melalui penciptaan
lingkungan yang kondusif

Untuk mewujudkan visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Kota Blitar Tahun 2005–2025, maka ditempuh melalui 4 (empat) strategi dasar yakni:
1. Pengendalian pertumbuhan penduduk
2. Penanggulangan kemiskinan
3. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
4. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas Strategi pembangunan dimaksud
didasari oleh kondisi Kota Blitar saat ini yang diharapkan mampu mengantisipasi
tantangan dan permasalahan sekaligus potensi Kota Blitar dalam 20 tahun
mendatang.

13
e. BAB V ARAH KEBIJAKAN
Pada bab ini disajikan arah kebijakan pembangunan, sasaran pembangunan kota
blitar, periodisasi.

Arah kebijakan pembangunan untuk mencapai sasaran yang diinginkan,


Pembangunan Jangka Panjang Kota Blitar adalah:

1. Menguatkan predikat Kota Blitar sebagai Kota Pariwisata Sejarah


2. Mewujudkan Kota Blitar yang memiliki daya saing dalam pelayanan perdagangan
barang dan jasa
3. Mewujudkan good governance di Kota Blitar
4. Mewujudkan Kota Blitar yang aman, tertib, tentram dan nyaman melalui
penciptaan lingkungan hidup dan kehidupan yang kondusif

Periodisasi pembangunan jangka menengah dimaksud adalah :


1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah 1 Tahun 2005-2010
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2 Tahun 2011-2015
3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah 3 Tahun 2016-2020
4. Rencana Pembangunan Jangka Menengah 4 Tahun 2021-2025

f. BAB VI KAIDAH PELAKSANAAN


Kaidah pelaksanaan RPJP Daerah Kota Blitar Tahun 2005-2025 adalah sebagai
berikut :
1. Pemerintah Daerah, masyarakat, serta dunia usaha berkewajiban untuk
melaksanakan visi, misi dan arah pembangunan RPJP Daerah Kota Blitar Tahun
2005-2025 dengan sebaik-baiknya.
2. Walikota Blitar dalam menjabarkan visi dan misinya dalam RPJM Daerah Kota
Blitar harus memperhatikan RPJP Daerah Kota Blitar Tahun 2005-2025.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Blitar, Pemerintah Kota Blitar,
masyarakat dan sektor swasta berkewajiban menjamin konsistensi antara
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP Daerah) Kota Blitar Tahun
2005-2025 dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM
Daerah) Kota Blitar, Rencana Strategis (Renstra) SKPD Kota Blitar, Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Blitar dan Rencana Kerja (Renja) SKPD Kota
Blitar.

g. BAB VII PENUTUP

14
BAB III

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

A. Pengantar
RPJMD merupakan satu dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan bagi
megarahkan pembangunan daerah dalam jangka waktu lima tahun ke depan masa
pimpinan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. Sebagai suatu dokumen
rencana yang penting sudah sepatutnya pemerintah daerah, DPRD, dan masyarakat
memberikan perhatian penting pada kualitas proses penyusunan dokumen RPJMD, dan
tentunya diikuti dengan pemantauan, evaluasi, dan review berkala atas
implementasinya.

Dokumen RPJMD sangat terkait dengan visi dan misi kepala daerah terpilih. Oleh
karena itu, kualitas penyusunan RPJMD akan mencerminkan sejauh mana kredibilitas
kepala daerah terpilih dalam memandu, mengarahkan, dan memprogramkan
perjalanan kepemimpinannya. RPJMD menjawab tiga pertanyaan dasar: (1) ke mana
daerah akan diarahkan pengembangannya dan apa yang hendak dicapai dalam 5 tahun
mendatang; (2) bagaimana cara mencapainya dan; (3) langkah-langkah strategis apa
yang perlu dapat dilakukan agar tujuan tercapai.

Dalam konteks ini, adalah sangat penting bagi RPJMD untuk mengklarifikasi secara
eksplisit visi dan misi kepala daerah terpilih kemudian menerjemahkan secara strategis,
sistematis dan terpadu, ke dalam tujuan, strategi, kebijakan, dan program prioritas serta
tolak ukur kinerja pencapaiannya. Untuk mendapatkan dukungan yang optimal bagi
implementasinya, proses penyusunan dokumen RPJMD perlu membangun komitmen
dan kesepakatan stakeholder untuk mencapai tujuan RPJMD melalui proses yang
trasparan, demokratis, dan akuntabel dengan memadukan pendekatan teknokratis,
demokratis, partisipatif, dan politis.

Penyusunan RPJMD perlu mengantisipasi adanya diskrepansi (perbedaan) dalam


peraturan dan perundangan perencanaan dan penganggaran daerah terutama status
hukum RPJMD; belum adanya payung pengaturan yang terpadu antara perencanaan
dan penganggaran daerah yang menyebabkan kurang terintegrasinya perencanaan
dan penganggaran; masih terbatasnya pemahaman di daerah tentang performance
planning walaupun penganggaran daerah telah menjalankan performance budgeting
untuk beberapa waktu; singkatnya waktu tiga bulan yang diberikan dalam
peraturan/perundangan untuk menyusun RPJMD. Penyusunan RPJMD perlu
mengembangkan hubungan (link) diantara peraturan dan perundangan tersebut
sehingga RPJMD sebagai dokumen rencana jangka menengah mudah diterjemahkan
dalam rencana tahunan RKPD, kebijakan umum anggaran (KUA) APBD, Renja SKPD,
RKA-SKPD, dan APBD. Penyusunan RPJMD Kabupaten/Kota diawali dengan
penyusunan Rancangan Awal RPJMD yang berisikan kebijakan umum dan program

15
pembangunan jangka menengah daerah dan indikasi program prioritas yang disertai
kebutuhan pendanaan, dan sesuai ketentuan untuk dibahas antara Eksekutif dan
Legislatif, agar memperoleh kesepakatan yang dituangkan dalam Nota Kesepakatan
Rancangan Awal RPJMD yang ditandatangani oleh Kepala Daerah dan Ketua DPRD.

B. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Kota Blitar


Saat ini Pemerintah Kota Blitar baru saja melaksanakan pemilihan walikota dan baru
saja dilaksanakan pelantikan serentak kepala daerah di lingungan Pemerintah Provinsi
Jawa Timur.
Posisi RPJMD Pemerintah berada pada periodisasi ke-4 (tahun 2020 – 2025) RPJPD Kota
Blitar atau berada pada periode akhir. Walikota Blitar terpilih Bapak Drs. Santoso, M.Pd
beserta jajarannya sedang dalam proses penyusunan RPJMD Pemerintah Kota Blitar
Tahun 2021 – 2026.
Periode transisi ini, sebelum tersusunnya RPJMD Walikota terpilih, maka dalam
dokumen perencanaan Pemerintah Kota Blitar digunakan RPJMD periode sebelumya
yaitu RPJMD Tahun 2016 – 2021 yang diatur dalam PEraturan Daerah Kota Blitar Nomor
2 Tahun 2016.

Visi dan Misi Walikota terpilih yaitu :

Arah kebijakan RPJMD 2021 – 2026 yaitu :

16
Sistematika RPJMD Pemerintah Kota Blitar Tahun 2016 – 2021 adalah :
a. BAB I PENDAHULUAN
Secara umum memuat latar belakang, dasar hokum, hubungan antar dokumen
perencanaan.
b. BAB II GAMBARAN UMUM
Secara umum memuat aspek geografi dan demografi, asek kesejahteraan
masyarakat, aspek pelayanan umum dan aspek daya saing daerah.
c. BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA
PENDANAAN
Secara umum memuat kinerja keuangan RPJMD sampai tahun berjalan, kebijakan
pengelolaan keuangan RPJMD sampai tahun berjalan.
d. BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
Secara umum memuat permasalahan pembangunan, lingkungan strategis dan isu
strategis.
e. BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
Secara umum memuat Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran Kepala Daerah terpilih sesuai
janji-janji politiknya.
f. BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
Secara umum memuat Strategi Dan Arah Kebijakan pembangunan untuk mencapai
Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran Kepala Daerah terpilih.
g. BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH
Secara umum memuat kebijakan umum dan program pembangunan daerah.
h. BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS DISERTAI KEBUTUHAN
PENDANAAN
Secara umum memuat indikasi rencana program prioritas disertai kebutuhan
pendanaan.
i. BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH
Secara umum memuat indicator dan target kinerja daerah.
j. BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN
Secara umum memuat pedoman transisi, kaidah pelaksanaan dan pengembangan
pembiayaan pembangunan.

17
BAB IV

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD)

A. Pengantar
Penyusunan rencana kerja pemerintah daerah di atur oleh Peraturan Menteri Dalam
Negeri RI nomor 40 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah Tahun 2021

Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen
perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun. RKPD Tahun 2021 merupakan
penjabaran dari RPJMD. RKPD Tahun 2021 memuat:
a. rancangan kerangka ekonomi daerah;
b. prioritas pembangunan daerah;
c. rencana kerja dan pendanaan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun; dan d. kebijakan
penanganan pandemi corona virus disease 19 di daerah.

RKPD sebagaimana, berpedoman pada RKP Tahun 2021 dan program strategis nasional
yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. RKPD Tahun 2021 memuat urusan kesatuan
bangsa dan politik yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.

Prinsip penyusunan RKPD sesuai Permendagri 40 Tahun 2020 tersebut adalah :


1. Participative, yaitu rakyat harus turut serta alam prosesnya. Karena secara langsung
masyarakat akan menikmati keuantungan dari hasil perencanaan jika mereka ikut andil
dalam prosesnya.
2. Sustainable, artinya perencanaan tidak hanya terdiri atas satu tahap tetapi harus
berlanjut atau berkesinambungan sehingga menjamin adanya kemajuan terus menerus
dala m kesejahtweraan masyarakat, dan jangan sampai terjadi kemunduran. Prinsip
sustainable ini juga diartikan perlunya evaluasi dan pengawasan dalam
pelaksanaannya sehingga secara terus menerus dapat diadakan koreksi dan perbaikan
selama perencanaan dijalankan.
3. Holistic, sesuai dengan artinya “menyeluruh”, prinsip ini menunjukkan bahwa masalah
dalam perencanaan pelaksanaannya tidak dapat hanya dilihat dari satu sisi atau unsur
tetapi harus dilihat dari seluruh aspek dan dalam keutuhan suatu konsep. Dalam
konsep tersebut juga harus mengandung unsur yang dapat berkembang serta terbuka
dan dekratis.

Sebagai suatu dokumen resmi Pemerintah Daerah, RKPD mempunyai kedudukan yang
strategis, proses penyusunan RKPD dilakukan secara sistematis, terarah, terpadu dan
tanggap terhadap perubahan yang penyusunannya dilaksanakan untuk mewujudkan
sinergitas antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan
pembangunan, serta mewujudkan efisiensi dan alokasi sumberdaya dalam pembangunan
daerah.

18
Selanjutnya RKPD tersebut menjadi bahan bagi penyusunan Kebijakan Umum
Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). KUA-
PPAS harus mendapat persetujuan dari Legislatif. PPA yang telah menjadi kesepatakan
antara Pemerintah Kabupaten/Kota dengan DPRD selanjutnya menjadi pedoman bagi
setiap SKPD untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), yang menjadi bahan
masukan dalam penyusunan RAPBD. Sehingga melalui pembahasan sidang DPRD
ditetapkanlah APBD. Seperti terlihat pada diagram di bawah ini.

B. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Pemerintah Kota Blitar


RKPD Pemerintah Kota Blitar periode tahun 2021 diatur dalam Peraturan Walikota Blitar
Nomor 56 Tahun 2020 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Blitar
tahun 2021. Sistematika RKPD tersebut adalah:

a. BAB I PENDAHULUAN
Secara umum pendahuluan memuat latar belakang, dasar hokum penyusunan,
hubungan antar dokumen perencanan, sistematika dokumen RKPD, maksud dan
tujuan.

b. BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH


Secara umum memuat gambaran umum kondisi daerah, evaluasi pelaksanaan
program kegiatan RKPD sampai tahun berjalan dan realisasi RPJMD sampai tahun
berjalan, permasalahan pembangunan daerah

c. BAB III KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH


Secara umum memuat arah kebijakan ekonomi dan keuangan daerah.

d. BAB IV SASARAN DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH


Secra umum memuat tujuan dan sasaran pembangunan, prioritas dan sasaran
pembangunan thun (n)

e. BAB V RENCANA KERJA DAN PENDANAAN DAERAH


Secara umum memuat program dan kegiatan tahun (n). Program dan kegiatan harus
sesuai dengan petunjuk teknis perencanaan pembangunan dan keuangan daerah.

f. BAB VI KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH


Secara umum memuat penjabaran indicator kinerja daerah pada tahun (n) sebagi
penjabaran kinerja RPJMD tahun berjalan.

g. BAB VII PENUTUP

19
BAB V

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

A. Pengantar
Rencana Strategis Perangkat Daerah memuat tujuan, sasaran, program, dan kegiatan
pembangunan dalam rangka pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib dan/ atau
Urusan Pemerintahan Pilihan sesuai dengan tugas dan fungsi setiap Perangkat Daerah.
Rencana strategis Perangkat Daerah ditetapkan dengan Perkada setelah RPJMD
ditetapkan.

Dengan adanya pemendagri nomor 86 tahun 2017 maka keterkiatan tahapan


penyusunan RPJMD dan Renstra Perangkat daerah sebagaimana bagan berikut:

Tahapan Penyusunan Renstra PD :


1. Tahap Persiapan
a. Penyusunan rancangan keputusan Kepala Daerah tentang pembentukan tim
penyusun Renstra -PD
b. Orientasi mengenai Renstra-PD
c. Penyusunan agenda kerja tim penyusun Renstra-PD
d. Penyiapan data dan informasi perencanaan pembangunan Daerah berdasarkan
SIPD
2. Tahap Penyusunan Rancangan Awal Renstra PD
a. Analisis gambaran pelayanan;
b. Analisis permasalahan;
c. Penelaahan dokumen perencanaan lainnya;
d. Analisis isu strategis;
20
e. Perumusan tujuan dan sasaran Perangkat Daerah berdasarkan sasaran dan
indikator serta target kinerja dalam rancangan awal RPJMD;
f. Perumusan strategi dan arah kebijakan Perangkat Daerah untuk mencapai tujuan
dan sasaran serta target kinerja Perangkat Daerah;
g. Perumusan rencana program, kegiatan, indikator kinerja, pagu indikatif, lokasi
kegiatan dan kelompok sasaran berdasarkan strategi dan arah kebijakan
Perangkat Daerah serta program dan pagu indikatif dalam rancangan awal
RPJMD
3. Tahap Penyusunan Rancangan Renstra SKPD
a. Rancangan Renstra-PD disusun dengan menyempurnakan rancangan awal
Renstra-PD berdasarkan surat edaran Kepala Daerah tentang Penyusunan
Rancangan RenstraPD.
b. Rancangan Renstra-PD dibahas dalam forum Perangkat Daerah/lintas Perangkat
Daerah.
c. Hasil kesepakatan forum Perangkat Daerah/lintas Perangkat Daerah dirumuskan
dalam Berita Acara.
d. Rancangan Renstra_PD disempurnakan berdasarkan Berita Acara Hasil
kesepakatan forum Perangkat Daerah/ lintas Perangkat Daerah.
4. Pelaksanaan forum perangkat daerah/lintas perangkat daerah
Pelaksanaan forum perangkat daerah/lintas perangkat daerah merupakan proses
perencanaan partisipatif yang merupakan proses perencanaan atas bawah (top
down) dan bawah atas (bootom up) yang diselaraskan melalui musyawarah rencana
pembangunan masyarakat. Forum ini dilakukan penyelarasan usulan antara hasil-
hasil musrenbang kecamatan dengan draf rencana kerja perangkat daerah, serta
memberikan kesempatan kepada kelompok sectoral untuk memberikan masukan
dan usulan kegiatan yang dinilai mampu mengatasi persoalan yang ada disektor
tertentu. Forum ini juga ditujukan sebagai tempat untuk melakukan sinergitas antara
usulan kegiatan yang bersifat spasial dan usulan sectoral.
5. Perumusan rancangan akhir
a. Perumusan rancangan akhir Renstra Perangkat Daerah merupakan proses
penyempurnaan Rancangan Renstra-PD menjadi Rancangan Akhir Renstra-PD
berdasarkan Peraturan Daerah tentang RPJMD.
b. Perumusan Rancangan Akhir Renstra-PD, dilakukan untuk mempertajam
strategi, arah kebijakan, program dan kegiatan Perangkat Daerah berdasarkan
strategi, arah kebijakan, program pembangunan Daerah yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah tentang RPJMD.
c. Rancangan akhir Renstra-PD disajikan dengan sistematika Rancangan Awal
Renstra-PD.
6. Penetapan renstra perangkat daerah
a. Rancangan Akhir Renstra-PD disampaikan kepala perangkat daerah kepada
kepala BAPPEDA untuk memperoleh pengesahan kepala daerah dengan
Peraturan Kepala Daerah.

21
b. Rancangan Akhir Renstra-PD, disampaikan paling lambat 1 (satu) minggu
setelah Peraturan Daerah tentang RPJMD ditetapkan.
c. Renstra–PD yang telah ditetapkan dengan Perkada menjadi pedoman kepala
Perangkat Daerah dalam menyusun Renja Perangkat Daerah dan digunakan
sebagai bahan penyusunan rancangan RKPD.
d. BAPPEDA menyampaikan rancangan akhir Renstra-PD yang telah diverifikasi
kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah untuk ditetapkan dengan
Perkada.
e. Penetapan Renstra-PD dengan Perkada, paling lambat 1 (satu) bulan setelah
Peraturan Daerah tentang RPJMD ditetapkan

B. Rencana Strategis (RENSTRA) Perangkat Daerah Pemerintah Kota Blitar


Renstra perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Blitar memasuki pada masa
akhir RPJMD Tahun 2016 – 2021. Selama masa transisi penyusunan RPJMD tahun 2022-
2026 perangkat daerah wajib untuk melaksanakan persiapan penyusunan renstra
perangkat daerah sesuai RPJMD tahun 2022-2026.
Sistematika Renstra Perangkat Daerah :
a. BAB I. PENDAHULUAN
Secara umum memuat Latar Belakang, Landasan Hukum, Maksud dan Tujuan,
Sistematika Penulisan
b. BAB II. GAMBARAN PELAYANAN PERANGKAT DAERAH
Secara umum memuat Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi PD, Sumber Daya PD,
Kinerja Pelayanan PD, Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan PD
c. BAB III. PERMASALAHAN DAN ISU-ISU STRATEGIS PERANGKAT DAERAH
Secara umum memuat Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi
Pelayanan PD, Telaahan Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Terpilih, Telaahan Renstra K/L dan Renstra Provinsi/Kabupaten/Kota,
Telaahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis,
Penentuan Isu-isu Strategis.
d. BAB IV. TUJUAN DAN SASARAN
Secara umum memuat Tujuan dan Sasaran
e. BAB V. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
f. BAB VI. RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SERTA PENDANAAN
g. BAB VII. KINERJA PENYELENGGARAAN BIDANG URUSAN
h. BAB VIII. PENUTUP

Soal latihan
1. Sebutkan perbedaan antara RPJPD, RPJMD, RKPD Renstra ?
2. Setelah terpilihnya kepala negara dan kepala daerah baru, maka kepala negara dan
kepala daerah wajib untuk merealisasikan janji-janji politiknya. Menurut anda
bagaimana pelibatan masyarakat atau partisipasi masyarakat dalam perwujudan janji
tersebut, jelaskan peran masyarakat sesuai aturan perencanaan pembangunan nasional
dan pembangunan daerah yang anda ketahui ?
22

Anda mungkin juga menyukai