Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

STROKE NON HEMORAGIK

Disusun oleh:
Felecia Christy
406181051

Pembimbing:
dr.Sunaryo, M. Kes, Sp. S

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD RAA SOEWONDO PATI
PERIODE 31 DESEMBER 2018 – 3 FEBRUARI 2019
REKAM MEDIS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Tanggal Lahir : 17 Mei 1957
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kutoharjo 5/5, Pati, Jawa Tengah
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
Pendidikan : Sarjana
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 31 Desember 2018

II. ANAMNESIS
Dilakukan pada tanggal 4 Januari 2019, pukul 04.45 WIB secara auto dan
alloanamnesis di bangsal Tulip.
Keluhan Utama
Kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dibawa ke IGD RSUD RAA Soewondo Pati oleh keluarganya dengan
keluhan kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri sejak 6 jam sebelum masuk
RS. Keluhan yang sama pernah dialami pasien ± 3 bulan yang lalu dan sempat
dirawat di RS hingga keluhan berkurang. Pasien juga mengeluh pusing yang
dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Selain itu, pasien mengeluh batuk dan demam
sejak 2 hari yang lalu. Tidak ada faktor yang memperberat dan memperingan
keluhan.
Riwayat jatuh atau trauma kepala sebelumnya disangkal pasien. Tidak ada
penurunan kesadaran. Keluhan mual, muntah, nyeri kepala, kejang, sesak,
penglihatan kabur disangkal. Kebiasaan konsumsi kopi, makanan asin, merokok
dan minum alkohol disangkal pasien.

1
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat tekanan darah tinggi : (+)
 Riwayat keluhan serupa sebelumnya : (+)
 Riwayat kencing manis : (+)
 Riwayat kolesterol : disangkal
 Riwayat keganasan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat mengalami keluhan yang sama : (+)
 Riwayat tekanan darah tinggi : (+)
 Riwayat kencing manis : disangkal

Riwayat Pengobatan
Pasien pernah dirawat di RSUD RAA Soewondo pati ± 3 bulan yang lalu
karena kelemahan anggota gerak sebelah kiri dan telah mendapatkan perawatan
hingga keluhannnya berkurang. Riwayat alergi obat disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 4 Januari 2019, pukul 05.00 WIB di bangsal Tulip.
Pemeriksaan Umum
 Keadaan Umum : tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : E4V5 M6 = 15
 Tekanan Darah : 130/70 mmHg
 Nadi : 93 x/menit
 Pernafasan : 24 x/menit
 Suhu : 36,5 °C

Pemeriksaan Sistem
 Kepala : mesosefal, deformitas (-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis (-/-)
 Leher : trakea ditengah, perbesaran tiroid (-), perbesaran KGB (-)
 Paru : Inspeksi : gerak simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama kuat

2
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
 Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di sela iga 5
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, reguler,
murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Inspeksi : bentuk abdomen datar
Auskultasi : bisung usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-)
splenomegali (-)
Perkusi : timpani di ke-4 kuadran abdomen
 Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Pemeriksaan Neurologis
 Fungsi Luhur
o Orientasi : baik
o Gangguan bicara dan bahasa : (-)
o Daya ingat : baik
 Rangsang Meningeal
o Kaku kuduk : (-)
o Brudzinsky I : (-)
o Brudzinsky II : (-)
o Brudzinsky III : (-)
o Brudzinsky IV : (-)
o Kernig : > 135○ / > 135°
 Saraf Kranialis
PEMERIKSAAN DEXTRA SINISTRA
Nervus Olfactorius (N. I)
Daya penghidu Normosmia Normosmia

3
Nervus Opticus (N. II)
Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang pandang Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Occulomotorius (N. III)
Ptosis (-) (-)
Gerak mata ke superior (+) (+)
Gerak mata ke inferior (+) (+)
Gerak mata ke medial (+) (+)
Reflek cahaya langsung (+) (+)
Reflek cahaya tak langsung (+) (+)
Pupil (bentuk & ukuran) Bulat, Ø 3 mm Bulat, Ø 3 mm
Strabismus divergen (-) (-)
Nervus Trochlearis (N. IV)
Gerak mata ke lateroinferior (+) (+)
Strabismus konvergen (-) (-)
Nervus Trigeminus (N. V)
Sensorik (cabang
ophtalmicus, maxillaris, Normal Normal
mandibularis)
Motorik (membuka mulut,
menggerakan rahang, Normal Normal
menggigit)
Nervus Abducens (N. VI)
Gerak mata ke lateral (+) (+)
Strabismus konvergen (-) (-)
Nervus Fascialis (N. VII)
Kerutan kulit dahi Normal Lebih mendatar
Mengangkat alis Normal Tertinggal
Lagopthalmus (-) (-)
Sulcus nasolabialis Normal Mendatar
Menggembungkan pipi Tidak ada yang Tidak ada yang

4
bocor bocor
Menyeringai Normal Sudut mulut tumpul
Nervus Vestibulo-Cochlearis (N. VIII)
Test pendengaran Dalam batas normal Dalam batas normal
Test penala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Test romberg Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus (-) (-)
Nervus Glossopharyngeus (N. IX)
Palatum molle Normal
Arkus faring Normal
Uvula Normal
Disfagia (-)
Disfonia (-)
Nervus Vagus (N. X)
Arkus faring Normal
Bersuara (+)
Menelan (+)
Nervus Accesorius (N. XI)
Menoleh kanan-kiri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Mengangkat bahu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Hipoglossus (N. XII)
Sikap lidah Deviasi ke kanan
Menjulurkan lidah Deviasi ke kanan
Disartria (-)
Pemeriksaan Motorik
o Trofi otot : Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
o Tonus otot : Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
o Kekuatan : 5 5-
5 4

5
 Pemeriksaan Sensorik : + +
+ +
 Refleks Fisiologis
o Biceps : +/ +
o Triceps :+/+
o Patella :+/+
o Achilles :+/+
 Refleks Patologis
o Hoffman-Tromner : - / - o Bing :-/-
o Babinski :-/- o Rosolimo :-/-
o Chaddock :-/- o Mendel-Bechterew :-/-
o Oppenheim :-/- o Klonus paha :-/-
o Gordon :-/- o Klonus kaki :-/-
o Schaefer :-/-
 Pemeriksaan Tambahan
o Tulang belakang : normal
o Laseque : > 70° / > 70°
o Test Patrick : tidak dilakukan
o Test Kontra-Patrick : tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Laboratorium (31 Desember 2018 dan 2 Januari 2019)
Hematologi Nilai Normal 31/12/18 2/01/19
Hemoglobin (g/dL) 13,2 - 17,3 10.6
Hematrokrit (%) 40 - 52 30.0
Leukosit (ribu/µL) 3,8 - 10,6 16.6
Eritrosit (juta/µL) 4,7 – 6,1 4.89
Trombosit (ribu/µL) 150 - 400 342
MCV (fl) 80 - 100 61.3
MCH (pg/ml) 26 - 34 21.7
MCHC (g/dl) 32 – 36 35,3

6
Hitung Jenis Leukosit Nilai Normal 31/12/18 2/01/19
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 85.60
Limfosit (%) 25,0 - 40,0 7.30
Monosit (%) 2,0 - 8,0 6.80
Eosinofil (%) 2-4 0.10
Basofil (%) 0–1 0.20
Kimia Klinik Nilai Normal 31/12/18 2/01/19
GDS (mg/dL) 70 – 160 223
GD 2 jam PP 70 – 160 326
GDP 70 - 100 276
Ureum (mg/dL) 10 - 50 23.9
Kreatinin (mg/dL) 0,6 - 1,2 0.66
Cholesterol total < 200 151
Trigliserida 0 - 150 87
Uric acid 2,4 – 7,0 2.4
HDL 35 - 55 26
LDL 0,0 - 150 108
Natrium darah 135 - 155 125.3
Kalium darah 3,6 – 5,5 2.86
Chlorida darah 95 – 108 84.2

7
CT Scan Kepala Tanpa Kontras (31/12/2018)

Kesan : Infark pada korona radiata kanan


Mild aeging atrophy cerebri

V. RESUME
Telah diperiksa seorang laki-laki usia 61 tahun datang ke IGD RSUD RAA
Soewondo Pati dengan keluhan kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri
sejak 6 jam sebelum masuk RS. Keluhan yang sama pernah dialami pasien ± 3
bulan yang lalu dan sempat dirawat di RS hingga keluhan berkurang. Pasien
juga mengeluh pusing yang dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Selain itu, pasien
mengeluh batuk dan demam sejak 2 hari yang lalu. Tidak ada faktor yang
memperberat dan memperingan keluhan.
Riwayat jatuh atau trauma kepala sebelumnya disangkal pasien. Tidak ada
penurunan kesadaran. Keluhan mual, muntah, kejang, sesak, penglihatan kabur
disangkal. Kebiasaan konsumsi kopi, makanan asin, merokok dan minum
alkohol disangkal pasien.
Dari pemeriksaan sistem tidak ditemukan adanya kelainan. Dari
pemeriksaan neurologis didapatkan adanya paresis N. VII dan N. XII, kekuatan

8
ekstremitas atas 5/5-, ekstremitas bawah 5/4, refleks fisiologis ekstremitas
kanan dan kiri normal, dan tidak ditemukan refleks patologis.
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan leukositosis, anemia
ringan, neutrofilia, peningkatan GDS, GD2PP, GDP; penurunan HDL, natrium
darah, kalium darah, dan chlorida darah. Pemeriksaan CT scan kepala tanpa
kontras didapatkan adanya infark pada korona radiata kanan dan mild aeging
atrophy cerebri.

VI. DIAGNOSIS
 Diagnosis Klinis : hemiparesis sinistra, hemifacial palsy sinistra,
disartria
 Diagnosis Topis : korona radiata dextra
N. VII sinistra
N. XII sinistra
 Diagnosis Etiologis : Infark serebri

VII. TATALAKSANA
 Medikamentosa
o Infus Asering 20 tpm
o Injeksi Piracetam 4 x 3 gram
o Injeksi Citicolin 2 x 500 mg
o Injeksi Ezola 1 x 1
o Aspilet 80 mg 1-0-0
o Natto 10 1-0-1
o Codein 3 x 10 mg
o Metformin 3 x 500 mg
 Non-medikamentosa
o Komunikasi dan informasikan kepada pasien dan keluarga pasien
mengenai penyakit pasien dan penanganannya
o Istirahat yang cukup
o Edukasi kepada keluarga pasien untuk tetap memantau keadaan pasien
o Edukasi pasien untuk teratur meminum obat dan kontrol

9
o Edukasi tentang mengurangi kebiasaan makanan berlemak dan santan,
perbanyak makan makanan yang berserat dan protein.
o Hindari merokok dan konsumsi minuman beralkohol
o Rutin periksa kontrol tekanan darah, gula dan kolestrol

VIII. PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia
 Ad sanationam : dubia
 Ad functionam : dubia

10
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE NON HEMORAGIK

DEFINISI
Menurut WHO (2005) stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan
fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung
dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian,
tanpa ditemukannya penyebab selain dari gangguan vaskuler. 1
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik
yang muncul akibat sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih
yang pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak
menyebabkan cacat atau kematian.2 Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang
terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada
sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang
terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal. Trombus
yang terlepas dapat menjadi embolus.3

EPIDEMIOLOGI
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju,
setelah penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunan adalan 2 per 1000
populasi. Di Amerika Seriat, stroke menduduki peringkat ketiga penyebab
kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahunnya 500.000 orang
Amerika terserang stroke di antaranya 400.000 orang terkena stroke iskemik
dan 100.000 orang menderita stroke hemoragik (termasuk perdarahan
intraserebral dan subarakhnoid) dengan 175.000 orang mengalami kematian.4
Pada tahun 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3
per 1000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6
per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan sekitar 72,3% kasus stroke pada
masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Data nasional yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan
bahwa stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian
terbanyak.5

11
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya stroke non hemoragik, antara lain :
1. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya
trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya
trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular
dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat
gangguan migrain. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri
serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik
(contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis). 6
2. Emboli
Daerah yang paling sering menjadi tempat stroke emboli adalah
pada sirkulasi anterior (cabang arteri carotis interna) dan pada arteri
vertebrobasiler. Sumber emboli antara lain : 7
a. Emboli dapar berasal dari trombus di jantung, terutama dalam
kondisi berikut :
 Atrial fibrilasi
 Penyakit jantung rematik (mitral stenosis)
 Miokard infark
 Vegetasi pada katup jantung pada bakteri atau marantic
endokarditis
 Katup jantung prostetik
b. Operasi jantung terbuka atau atheromas di arteri leher atau di arkus
aorta setelah prosedur invasif pada kardiovaskular.
c. Emboli lemak, misal pada fraktur tulang panjang.
d. Emboli udara, misal pada kasus dekompresi.

12
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko stroke non hemoragik secara umum dibagi menjadi 2
macam, antara lain : 7
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
 Usia
 Jenis kelamin
 Keturunan / genetik
 Ras
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
 Hipertensi
 Diabetes melitus
 Merokok
 Dislipidemia
 Alkohol
 Kurang olahraga
 Obesitas

KLASIFIKASI
Stroke non hemoragik dapat dijumpai dalam 4 stadium klinis atau pembagian
waktu, antara lain :7,8,9
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA menggambarkan suatu serangan akut defisit neurologis yang
berlangsung singkat, kurang dari 24 jam dan sembuh tanpa gejala
sisa.
b. Residual Ischemic Neurological Deficit (RIND)
RIND hampir sama dengan TIA tetapi berlangsung lebih dari 24
jam dan sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 3 minggu.
c. Progressive stroke
Stroke dengan defisit neurologi yang terjadi bertahap dan mencapai
puncaknya dalam waktu 24-48 jam (sistem karotis) atau 96 jam
(sistem VB) dengan penyembuhan tidak sempurna dalam waktu 3
minggu.

13
d. Completed stroke
Stroke dengan defisit neurologis berat dan menetap, dimana terjadi
hemiplegi yang sudah tidak ada progesi lagi dimana kesadaran
tidak terganggu.

PATOFISIOLOGI
Stroke non hemoragik disebabkan karena terjadinya penurunan aliran
darah atau bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu di otak, yang dapat
menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Terjadinya gangguan aliran darah
pada otak dapat menyebabkan gangguan pasokan oksigen dan glukosa. Bila
gangguan pasokan tersebut terjadi hingga melewati batas toleransi sel maka
dapat mengakibatkan kematian sel. Sebaliknya, bila aliran darah dapat segera
diperbaiki maka kerusakan dapat diminimalisir.
Cedera iskemik neuron merupakan suatu proses biokimia yang aktif
berkembang. Kurangnya oksigen dan glukosa dapat menyebabkan terkurasnya
energi cadangan dalam sel, dimana energi tersebut dibutuhkan untuk menjaga
potensial membran dan gradient ion transmembran. Kalium yang keluar dari
sel akan memicu depolarisasi masuknya kalsium dan juga memicu pelepasan
glutamat melalui glia glutamat transporter. Sinaptik glutamat akan
mengaktivasi reseptor asama amino eksitatorik yang bergabung dengan
kalsium dan natrium ion channels. Terjadinya influx pada post-sinaptik neuron
dan dendrite akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan edema akut.
Influx kalsium yang melebihi batas akan mengakibatkan aktivasi enzim-enzim
yang dependen kalsium seperti protease, lipase, dan nuklease. Enzim bersama
hasil metabolismenya (eicosanoids dan radikal bebas) akan mengakibatkan
pemecahan plasma membran dan elemen sitoskeletal yang mengakibatkan
pemecahan plasma membran dan elemen sitoskeletal dimana dapat berakibat
pada kematian sel. Urutan kejadian tersebut dinamakan eksitotoksiti karena
adanya peran asam amino eksitatori seperti glutamat. 7,10
Jika iskemia yang terjadi belum luas maka dapat mengakibatkan sel
untuk bertahan lebih lama, seperti pada berbatasan antara daerah iskemi
dengan daerah yang masih mendapat perfusi dengan baik, yaitu penumbra.

14
Proses biokimia ini dapat melibatkan ekspresi protein seperti Bcl (B-cell
lymphoma)-2-protein dan caspases (pro-enzim untuk protease sistein).
Dimana protein tersebut terlibat dalam apoptosis sel.10

MANIFESTASI KLINIS
Perdarahan otak secara garis besar disuplai oleh 2 sistem yaitu sistem
karotis dan sistem vertebrobasilar. Pembuluh utama ialah arteri carotis
kommunis yang mempercabangkan selain arteria karotis ekserna juga arteri
karotis interna yang akan banyak memperdarahi daerah intrakranial terutama
hemisferium serebri.
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri
yang tersumbat.
a. Gejala pada penyumbatan arteri karotis interna
 Buta mendadak (Amaurosis fugaks)
 Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bhasa
lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
 Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (Hemiparesis
kontralateral) dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan.
b. Gejala pada penyumbatan arteri serebri anterior
 Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol
 Gangguan mental
 Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
 Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
 Bisa terjadi kejang-kejang
c. Gejala pada penyumbatan arteri serebri media
 Bila sumbatan berada pada pangkal arteri, terjadi
kelumpuhan yang lebih ringan
 Bila sumbatan tidak pada pangkal maka gejala pada lengan
akan lebih menonjol
 Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh

15
 Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (afasia)
d. Gejala pada penyumbatan arteri serebri posterior
 Koma
 Hemiparesis kontra lateral
 Ketidakmampuan membaca (aleksia)
e. Gejala pada penyumbatan sistem vertebrobasiler
 Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas
 Meningkatnya refleks tendon
 Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
 Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan
(tremor), kepala berputar (vertigo)
 Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
 Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria)
 Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan
kesadaran secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan
daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap linkungan
(disorientasi)
 Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nigtagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak
mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan
kanan atau kiri kedua mata (Hemianopia homonim)
 Gangguan pendengaran
 Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti: afasia, gangguan
sensorik kortikal, muka dan lengan lumpuh atau tungkai lebih lumpuh, eye
deviation, hemiparesis yang disertai kejang.Bila lesi subkortikal, akan timbul
tanda seperti: muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, dystonic
posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai
(tampak pada lesi di thalamus). Bila disertai hemiplegia, lesi pada kapsula
interna.

16
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa: hemiplegia alternans,
tanda-tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan sensoris,
disartria, gangguan menelan, deviasi lidah. Bila topis di medulla spinalis,
akan timbul gejala seperti: gangguan sensoris dan keringat sesuai tingakt lesi,
gangguan miksi dan defekasi.8,9,10

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke
hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit
kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi
hemiparese, monoparese, atau tetraparese, hilangnya penglihatan monokuler
atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan
kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya
gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan terapi yang akan
diberikan.2

2. Pemeriksaan Fisik
Komponen penting dalam pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan tanda-
tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan suhu) serta
pemeriksaan neurologis mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat
kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, refleks
fisiologis dan refleks patologis.
Defisit neurologis yang sudah jelas dapat ditemui berupa hemiparesis
yang jelas. Selain itu dapat pula ditemui tanda-tanda gangguan Upper Motor
Neuron (UMN), seperti :
 Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
 Reflex tendon meningkat pada sisi yang lumpuh

17
 Reflex patologis positif pada sisi yang lumpuh

3. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan (Computer Tomografi Scan)
Modalitas ini dapat membedakan stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik secara tepat dan cepat karena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan
ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
menyingkirkan diagnosis banding stroke (hematoma, neoplasma, abses).
b. MRA (Magnetik Resonan Angiografi)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI
lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang
agak panjang.
c. Angiografi serebral
Angiografi serebral dapat membantu untuk menentukan penyebab
stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
d. Pemeriksaan foto thoraks
Pemeriksaan foto thoraks dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke.
e. Elektrokardiografi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya
miokard infark, aritmia, atrial fibrilasi yang dapat menjadi faktor resiko pada
stroke.
f. Echokardiografi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya
kelainan jantung yang dapat menyebabkan stroke emboli.
g. USG
USG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya stenosis atau oklusi
pada arteri karotis interna.

18
h. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah yang dapat dilakukan mencakup pemeriksaan darah
lengkap, kolesterol, serta pemeriksaan gula darah.7,11

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari penyakit stroke non hemoragik, antara lain :7
a. Kelainan Vaskular : ICH, SDH, EDH, SAH akibat ruptur aneurisma atau
vascular malformation.
b. Kelainan struktural otak : abses, tumor, infeksi intrakranial.
c. Gangguan metabolik : hipoglikemik, hiperosmolar hiperglikemik state.

TATALAKSANA
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:13
1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu atau mengancam fungsi otak. Tindakan dan
obat yang diberikan harus menjamin kecukupan perfusi darah ke otak. Karena
itu dipelihara fungsi optimal:13
 Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
 Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
 Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau
jangan sampai menurunkan perfusi otak
 Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes
mellitus kronis
 Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans
cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak
yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan
perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke
iskemik akut:13

19
a. Mengembalikan perfusi otak
 Terapi Trombolitik
Penggunaan Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rt-PA) di
Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996. rt-PA
diberikan secara intravena mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteolitik yang mampu menghidrolisis fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan
dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara
bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,
yang diperkirakan terjadi pada sekitar 6% penderita.14
 Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Antikoagulan tidak banyak berarti bila stroke telah terjadi,
baik stroke akibat infark lakuner atau infark masif dengan hemiplegia.
Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri
basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli.
Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut. 14
 Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
a. Aspirin
Obat ini menghambat siklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50
mg/hari, 80 mg/hari sampai 1.300 mg/hari. Obat ini sering
dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus diminum terus,
kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2
jam sesudah diminum. Obat ini cepat diabsorpsi namun konsentrasi di

20
otak rendah. Hidrolisis ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif.
Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paruh (half time) plasma 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).
Diekskresikan melalui ginjal. Sekitar 85% obat yang diberikan dibuang
lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan, yaitu nyeri
epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia, dan sindrom
Reye.15
b. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan terhadap aspirin atau gagal dengan terapi
aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi
dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul
platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan
ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi
platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah studi terhadap terapi tiklopidin,
dapat disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo,
aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik.
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan neutropenia (2,4
persen). Efek samping akan hilang bila obat dihentikan. Perlu
pemanantauan jumlah sel darah putih setiap 15 hari selama 3 bulan.
Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah purpura
trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.15
b. Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% melalui infus
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c. Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel
yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.14
 Citicolin
Merupakan prekusor pembentukan phospatidylcholine yang merupakan
komponen penting dalam pembentukan membrane sel. Citikolin
menghambat kerusakan membrane dan mengurangi radikal bebas dengan

21
menambah phospatidylcholine dan juga menstabilkan dinding sel dan
membantu penyembuhan iskemia. Sebagai stabilisator membrane sel, yang
memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif.
 Piracetam
Piracetam adalah bahan psikotropik yang meningkatkan secara
langsung efisien dari fungsi otak dalam hal proses kognitif, yang berkaitan
dengan proses belajar, memori, pikiran dan kesadaran dalam keadaan
deficit maupun normal, namun tanpa efek sedasi atau stimulant. Piracetam
dapat memperbaiki fungsi otak, dengan berbagai mekanisme yaitu
memodulasi meurotransmisi di otak, meningkatkan mikrosirkulasi tanpa
efek vasodilatasi.
 Nimodipin
Obat golongan calcium channel antagonist, memiliki efek
neuroprotektor dalam mencegah deficit neurologis iskemik dan keluaran
yang buruk pada perdarahan subaraknoid karena rupture. Dosis yang
digunalan 60 mg per oral setiap 4 jam selama 21 hari.
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke. 13
a. Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paling penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh
mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara,
dan psikoterapi.13
b. Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke
seperti : 13
 Mengontrol tekanan darah pada penderita hipertensi
 Mengontrol kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus
 Menghindari faktor risiko stroke, seperti rokok, alkohol, obesitas, dll
 Melakukan olahraga secara teratur

22
KOMPLIKASI
Komplikasi neurologis yang dapat terjadi dan cukup berat terjadi pada
pasien stroke iskemik adalah: 7
1. Edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial
Edema serebral yang cukup luas dan peningkatan tekanan intrakranial
yang cukup tinggi dapat menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak.
2. Kejang
Kejang biasanya muncul dalam 24 jam pertama paska stroke dan
biasanya parsial dengan atau tanpa berkembang menjadi umum. Kejang
berulang terjadi pada 20-80% kasus.
3. Transformasi Hemoragik
Beberapa penelitian menduga pada hampir semua kejadian infark selalu
disertai komponen perdarahan berupa petekie. Dengan menggunakan CT-scan,
sekitar 5% dari kejadian infark dapat selanjutnya berkembang menjadi
transformasi perdarahan. Lokasi, ukuran dan etiologi stroke dapat
mempengaruhi terjadinya komplikasi ini.

PROGNOSIS
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran
status neurologiknya stelah dirawat. Sebagian disebabkan edema otak dan
maturasi iskemi otak. Infark luas yang menimbulkan hemiplegi dan penurunan
kesadaran 30-40%. Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik membaik
dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan
jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.11

23
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO
STEPwise Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.
2. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit
jilid 2. Jakarta: EGC, 2006; hal. 1110-19.
4. Adam RD, Victor M, Ropper AH. Cerebrovascular Disease. In Martin J.
Principles of Neurology. 7th ed. New York : McGraw Hill Companies;
2001:821-924.
5. Departemen Kesehatan RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta :
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
6. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
7. Munir B. Buku Neurologi Dasar. Jakarta : Sagung seto; 2015.
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Gangguan Peredaran
Darah Otak. Buku Ajar Neurologi Klinis. Universitas Gajah Mada. 1996.
59-107.
9. Smith W S, English J D, Johnston S C. 2005. Cerebrovasculas Diesases.
In: Hauser S L, et all, ed 2nd Edition Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine. New York: McGraw-Hill, 246-281.
10. Harsono dkk. Gambaran Umum Tentang Peredaran Darah Otak. Kapita
Selekta Neurologi. Gadjah Mada Press. Yogyakarta. 2005. 81-103
11. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
12. Wahjoepramono, Eka. Prosedur Diagnostik Kasus Stroke. Stroke
Tatalaksana Fase Akut. Faklutas Kedokteran Universitas Pelita Harapan.
Jakarta. 2005. 116-56.
13. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta

24
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005.
h.81-82.
14. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-
67.
15. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer
dan prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit
Salemba Medika. Hal: 53-73.

25

Anda mungkin juga menyukai