OLEH
Gesa Gestana Abdurachman
PENDAMPING
dr. Rieska Lina Manfaati
dr Eko Yunita
Daftar Pustaka :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
2. Objektif :
a. Vital Sign
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit reguler
Frekuensi nafas : 24 x/menit
RB : 155 cm, BB : 45 kg
Suhu : 39,50C
b. Pemeriksaan Sistemik
Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik. Turgor kulit baik.
Kepala : Normocephal.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor 2
mm / 2 mm, refleks cahaya +/+ normal.
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, JVP 5-2 cmH20
Thoraks :
o Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat.
P : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V.
P : Batas jantung normal.
A : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-).
o Paru
I : Gerak dada simetris kiri dan kanan.
P : Fremitus dada kiri > kanan
P : Sonor pada seluruh lapang paru.
A : Suara nafas vesikuler, rhonki +/+, wheezing tidak ada.
Abdomen : supel, timpani, BU(+) Normal
Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik.
Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal : (-)
Tanda Peningkatan TIK : (-)
c. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
Hb : 11,5 gr/dl
Leukosit : 6,48/mm3(H)
Trombosit : 406.000/mm3
Hematokrit : 40,5 %
SGOT : 20 U/L
SGPT : 18 U/L
GDS : 124 mg/dL
Mikrobiologi:
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Sputum Sewaktu I
Makroskopis
Warna Putih
Keadaan Dahak liur agak kental
Mikroskopis
BTA 3+ Negatif
Leukosit 5-10
Sputum Pagi
Makroskopis
Warna Kuning
Keadaan Dahak kental
Mikroskopis
BTA 3+ Negatif
Leukosit 10-20
Sputum Sewaktu II
Makroskopis
Warna Tidak berwarna
Keadaan Air liur
Mikroskopis
BTA Negatif Negatif
Leukosit 0-2
4. Plan :
Diagnosis klinis :
TB Paru Aktif BTA Positif Kasus baru
Tatalaksana :
IVFD RL 20 tpm
Inf Paracetamol 3x1
Inj Cefotaxim 2x1 gr
Inj Ranitidin 2x50 mg
Inj Ondansentron 3x4 mg
PO OAT FDC IxIII
PO Ambroxol syr 3x30 mg
PO Vitamin B6 1x10 mg
Observasi KU dan Tanda Vital
Edukasi :
a. Istirahat yang cukup
b. Makan makanan yang bergizi
c. Edukasi rutin memakai masker
d. Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang pentingnya
keteraturan meminum obat dan menunjuk anggota keluarga untuk jadi
pengawas minum obat (PMO) agar pasien dapat minum obat secara
teratur dan tidak telat
e. Edukasi bahaya komplikasi penyakit TB Paru
TUBERKULOSIS PARU
a) Definisi
TB paru adalah infeksi kronik pada paru yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan umumnya adalah penderita
TB yang dahaknya mengandung Basil Tahan Asam(BTA) positif.
b) Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Mycobacterium
tuberculosis(MTB) memiliki dinding yang sebagian besar terdiri atas lipid,
kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Kuman dapat hidup dalam
udara kering maupun dalam keadaan dingin dimana kuman dalam keadaan
dormant.Dari sifat ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit
tuberkulosis menjadi aktif lagi.
c) Klasifikasi
1. Berdasarkan Lokasi Anatomi
a. Tuberkulosis Paru
TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru.
Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada
jaringan paru.
Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB
ekstra paru
b. Tuberkulosis Ekstra Paru
TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar
limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
Diagnosis TB ekstra paru : berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis (penemuan Mycobacterium tuberculosis) atau klinis.
2. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
a. Kasus Baru
Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya
atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (˂ 28
dosis).
b. Pasien yang pernah diobati TB:adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ 28 dosis). Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir,
yaitu:
a) Pasien Kambuh
Pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap
dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau
karena reinfeksi).
b) Kasus Putus Obat (lost to follow up)
Pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak
mengambil obat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai.
c) Kasus Gagal
Pasien dengan BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan.
3. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat
a. Mono resistan (TB MR) : resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja.
b. Poli resistan (TB PR) : resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
d. Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus
juga resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin dan Amikasin)
e. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
4. Berdasarkan Status HIV
a. Pasien TB dengan HIV Positif
Pasien TB dengan hasil tes positif sebelumnya atau sedang mendapatkan
ART, atau hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB
b. Pasien TB dengan HIV Negatif
Hasil tes HIV negatif sebelumnya atau hasil tes negatif pada saat
diagnosis TB
d) Diagnosis
a) Gejala Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan seperti
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa aktivitas fisik, demam meriang lebih dari 1 bulan.
b) Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru
pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan
segmen posterior, serta daerah apex lobus inferior. Kelainan yang dapat
ditemukan antara lain berupa bentuk dada yang tidak simetris, pergerakan
paru yang tertinggal, peningkatan stem fremitus, redup pada perkusi, suara
napas bronkial/ amforik/ vesikuler melemah, /ronkhi basah ataupun tanda-
tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak,
pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada
sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis
tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut
dapat menjadi “cold abscess”.
c) Pemeriksaan Bakteriologik
a) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 2 dari pemeriksaan
dahak SPS hasilnya BTA positif.
S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga
pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi
pada hari kedua.
P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di fasyankes.
S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
b) Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional
dengan cara :
Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)
Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti,
dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT).
d) Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa
fotolateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-
Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
e) Terapi
Pasien termasuk dalam kategori kasus baru, jadi perlu diobati dengan
OAT kategori I, dengan regimen Rifampisin, INH, Pirazinamid, dan
Etambutol selama 2 bulan. Kemudian dilanjutkan dengan 4 bulan Rifampisin
dan INH.
Pengobatan TB pada pasien menggunakan OAT-KDT, diharapkan
pasien akan lebih mudah dalam minum OAT karena jumlah tabletnya lebih
sedikit. Selain itu dapat meminimalkan efek samping OAT. Hal ini karena
formula dosis FDC disesuaikan dengan berat badan pasien dan jumlah
komponen obat yang harus diminum pasien. Dengan adanya FDC, tingkat
kepatuhan pasien dalam minum obat akan lebih tinggi karena pengaruh psikis
pasien dari melihat jumlah tablet yang harus diminum, tidak sebanyak
dibandingkan dengan pemberian OAT dalam tablet yang terpisah. Dosis dan
aturan pakai FDC disesuaikan dengan berat badan pasien, pada pasien berat
badannya adalah 45 kg, sehingga pasien mendapat OAT 3 tablet 4 KDT, obat
diminum setiap hari selama 56 hari.
Penanganan anemia penyakit kronis ditujukan pada penyakit dasar
yang secara bertahap dapat memperbaiki keadaan hematologik. Jika defisiensi
besi yang terjadi tidak tertangani, maka dapat diberikan preparat besi.
Pemberian transfusi darah dapat dilakukan bila anemia semakin berat.
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif (awal) : Pasien mendapat pengobatan setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk
secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien
dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin
sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru harus diberikan selama
2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa
adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah
pengobatan selama 2 minggu.
Tahap Lanjutan : penting untuk membunuh sisa kuman khususnya
kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan.
Mojokerto, 2017
DOKTER INTERNSHIP DOKTER PENDAMPING