Anda di halaman 1dari 19

Portofolio Kasus Medik

TB Paru BTA Positif Kasus Baru

OLEH
Gesa Gestana Abdurachman

PENDAMPING
dr. Rieska Lina Manfaati
dr Eko Yunita

RSUD R. ACHMAD BASOENI


2017
PORTOFOLIO

Topik : TB Paru BTA Positif kasus Baru

Nama Pasien : Nn. Dian Riamukti

Tanggal Kasus : 24 Juni 2017

Tempat Presentasi : RSUD RA. Basoeni

Nama Presentan : dr. Gesa Gestana Abdurachman


Nama Pendamping : dr. Rieska Lina Manfaati, dr Eko Yunita
Nama Wahana: : RSUD R. Achmad Basoeni
Objektif Presentasi : Keilmuan dan Diagnostik

Bahan Bahasan : Kasus dan Tinjauan Pustaka

Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi


BORANG PORTOFOLIO KASUS MEDIK

Nama Peserta dr. Gesa Gestana Abdurachman


Nama Wahana RSUD R. Achmad Basoeni
Topik TB Paru BTA Positif kasus Baru
Tanggal Kasus 24 Juni 2017
Nama Pasien NN. D No. RM 033976
dr. Rieska Lina Manfaati
Tanggal Presentasi 28 Maret 2017 Pendamping dr Eko Yunita

Tempat Presentasi RSUD R. Achmad Basoeni


Objektif Presentasi
 Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
 Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja  Dewasa Lansia Bumil
Pasien baru datang ke IGD RSUD RA. Bsoeni dengan keluhan badan
lemas, sudah dirasakan 2 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan batuk yang
tidak kunjung sembuh. Batuk dirasakan terus-menerus selama ± 1 bulan,
disertai dahak warna kuning kental, batuk tidak disertai dengan darah.
Terkadang pasien merasakan sesak nafas yang hilang timbul, sesak nafas
□ Deskripsi
tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Pasien mengaku demam sejak 2 minggu
SMRS, terutama pada malam hari. Saat malam hari pasien juga suka
mengeluh sering berkeringat. Nafsu makan menurun, berat badan pasien
turun 5 kg dari 50 kg menjadi 45 kg. Pasien mengeluh mual muntah setiap
kali makan dan minum. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
□ Tujuan Penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan TB Paru

Bahan Bahasan  Tinjauan Pustaka Riset  Kasus Audit


Cara
Diskusi  Presentasi dan Diskusi Email Pos
Membahas
Data Pasien Nama : Ny. D No. Registrasi : 033976
Nama RS : RSUD RA Basoeni Telp : Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :


1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
 Tuberkulosis Paru BTA Positif Kasus Baru
 Batuk tidak kunjung sembuh ±1bulan
 Sesak nafas (+) hilang timbul, sesak tidak dipengaruhi oleh aktifitas fisik, demam (+) 2
minggu, sering berkeringat pada malam hari, nafsu makan turun, BB turun ±5 kg dalam
1bulan
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien hanya membeli obat batuk warung selama sakit. Riwayat menjalani pengobatan selama
6 bulan disangkal, riwayat minum obat yang menyebabkan air kencing berwarna merah
disangkal.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan serupa.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien seorang mahasiswa
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
Pasien seorang anak kost-kostan. Tinggal dikamar kost dengan ukuran 2x3 meter, penerangan
cukup memadai, terdapat 1 jendela yang bisa dibuka, dengan kamar mandi luar. Riwayat
kontak dengan penderita batuk lama atau TB paru diakui, yaitu teman 1 kost.
7. Riwayat Imunisasi : -

Daftar Pustaka :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.

Oehadian, Amaylia. 2003. Aspek Hematologi Tuberkulosis. Subbagian Hematologi-Onkologi


Medik SMF Penyakit Dalam RS Perjan Hasan Sadikkin/ FK Unpad Bandung.
Hasil Pembelajaran :
1. Penegakan diagnosis tuberkulosis paru
2. Penatalaksanaan tuberkulosis paru
3. Edukasi pasien dan keluarga

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO


1. Subjektif :
 Pasien datang ke IGD RSUD RA. Basoeni dengan keluhan badan lemas,
sudah dirasakan 2 hari SMRS.
 Batuk yang tidak kunjung sembuh. Batuk dirasakan terus-menerus selama
± 1 bulan, disertai dahak warna kuning kental, batuk tidak disertai dengan
darah.
 Sesak nafas yang hilang timbul, sesak nafas tidak dipengaruhi oleh
aktivitas.
 Demam sejak 2 minggu SMRS, terutama pada malam hari.
 Saat malam hari pasien juga suka mengeluh sering berkeringat.
 Nafsu makan menurun, berat badan pasien turun 5 kg dari 50 kg menjadi
45 kg.
 Pasien mengeluh mual muntah setiap kali makan dan minum.
 Riwayat menjalani pengobatan selama 6 bulan disangkal, riwayat minum
obat yang menyebabkan air kencing berwarna merah disangkal. Riwayat
kontak dengan penderita batuk lama atau TB paru diakui yaitu teman
pasien.

2. Objektif :
a. Vital Sign
 Keadaan umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan darah : 100/80 mmHg
 Frekuensi nadi : 80 x/menit reguler
 Frekuensi nafas : 24 x/menit
 RB : 155 cm, BB : 45 kg
 Suhu : 39,50C

b. Pemeriksaan Sistemik
 Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik. Turgor kulit baik.
 Kepala : Normocephal.
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor 2
mm / 2 mm, refleks cahaya +/+ normal.
 Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, JVP 5-2 cmH20
 Thoraks :
o Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat.
P : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V.
P : Batas jantung normal.
A : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-).
o Paru
I : Gerak dada simetris kiri dan kanan.
P : Fremitus dada kiri > kanan
P : Sonor pada seluruh lapang paru.
A : Suara nafas vesikuler, rhonki +/+, wheezing tidak ada.
 Abdomen : supel, timpani, BU(+) Normal
 Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik.

 Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal : (-)
Tanda Peningkatan TIK : (-)

c. Pemeriksaan Penunjang
 Darah Rutin
 Hb : 11,5 gr/dl
 Leukosit : 6,48/mm3(H)
 Trombosit : 406.000/mm3
 Hematokrit : 40,5 %
 SGOT : 20 U/L
 SGPT : 18 U/L
 GDS : 124 mg/dL

Mikrobiologi:
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Sputum Sewaktu I

Makroskopis
Warna Putih
Keadaan Dahak liur agak kental

Mikroskopis
BTA 3+ Negatif
Leukosit 5-10

Sputum Pagi

Makroskopis
Warna Kuning
Keadaan Dahak kental

Mikroskopis
BTA 3+ Negatif
Leukosit 10-20

Sputum Sewaktu II

Makroskopis
Warna Tidak berwarna
Keadaan Air liur

Mikroskopis
BTA Negatif Negatif
Leukosit 0-2

Rontgen Thoraks PA (24/12/2016)


 Gambaran TB paru aktif dengan bercak infiltrat pada apek dan paru
kiri
 Cor dbn

 EKG : normal sinus rhytm, HR 108 x/menit, ST elevasi (-), ST depresi


(-) dan T inverted (-), prolonged QT
3. Assessment :
Diagnosis : TB Paru Aktif BTA Positif Kasus baru
Penegakan Diagnosis :
Pasien didiagnosis TB Paru ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama batuk terus-
menerus selama ± 1 bulan yang tidak kunjung sembuh, disertai dahak
warna kuning. Pasien terkadang mengeluh sesak nafas, sesak napas tidak
dipengaruhi oleh aktivitas. Pasien mengaku demam terutama pada malam
hari. Saat malam hari pasien juga suka mengeluh sering berkeringat. Nafsu
makan menurun, berat badan pasien turun 5 kg dari 50 kg menjadi 45 kg.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan laju pernapasan yang sedikit meningkat,
pada palpasi vocal fremitus meningkat pada lapang paru kiri, dan ronkhi
kasar di kedua lapangan paru.
Selain itu, diagnosis TB Paru ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis dan rontgen thorax. Pemeriksaan BTA (Basil
Tahan Asam) dahak terbaik adalah dahak pagi hari sebelum makan, kental,
purulen. Dahak diperiksa dengan pewarnaan Ziel Neelsen atau Kinyoun
Gabbet. BTA dikatakan positif bila BTA dijumpai setidaknya dua dari tiga
pemeriksaan BTA. Hasil pemeriksaan BTA sputum pasien positif (positif
3) pada BTA I dan II. Pada rontgen thorax didapatkan gambaran TB paru
aktif dengan bercak infiltrat apex dan paru kiri..

4. Plan :

Diagnosis klinis :
TB Paru Aktif BTA Positif Kasus baru

Tatalaksana :
 IVFD RL 20 tpm
 Inf Paracetamol 3x1
 Inj Cefotaxim 2x1 gr
 Inj Ranitidin 2x50 mg
 Inj Ondansentron 3x4 mg
 PO OAT FDC IxIII
 PO Ambroxol syr 3x30 mg
 PO Vitamin B6 1x10 mg
 Observasi KU dan Tanda Vital

Edukasi :
a. Istirahat yang cukup
b. Makan makanan yang bergizi
c. Edukasi rutin memakai masker
d. Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang pentingnya
keteraturan meminum obat dan menunjuk anggota keluarga untuk jadi
pengawas minum obat (PMO) agar pasien dapat minum obat secara
teratur dan tidak telat
e. Edukasi bahaya komplikasi penyakit TB Paru

TUBERKULOSIS PARU
a) Definisi
TB paru adalah infeksi kronik pada paru yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan umumnya adalah penderita
TB yang dahaknya mengandung Basil Tahan Asam(BTA) positif.
b) Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Mycobacterium
tuberculosis(MTB) memiliki dinding yang sebagian besar terdiri atas lipid,
kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Kuman dapat hidup dalam
udara kering maupun dalam keadaan dingin dimana kuman dalam keadaan
dormant.Dari sifat ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit
tuberkulosis menjadi aktif lagi.

c) Klasifikasi
1. Berdasarkan Lokasi Anatomi
a. Tuberkulosis Paru
 TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru.
 Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada
jaringan paru.
 Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB
ekstra paru
b. Tuberkulosis Ekstra Paru
 TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar
limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
 Diagnosis TB ekstra paru : berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis (penemuan Mycobacterium tuberculosis) atau klinis.
2. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
a. Kasus Baru
Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya
atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (˂ 28
dosis).
b. Pasien yang pernah diobati TB:adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ 28 dosis). Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir,
yaitu:
a) Pasien Kambuh
Pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap
dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau
karena reinfeksi).
b) Kasus Putus Obat (lost to follow up)
Pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak
mengambil obat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai.
c) Kasus Gagal
Pasien dengan BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan.
3. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat
a. Mono resistan (TB MR) : resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja.
b. Poli resistan (TB PR) : resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
d. Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus
juga resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan
minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,
Kapreomisin dan Amikasin)
e. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
4. Berdasarkan Status HIV
a. Pasien TB dengan HIV Positif
Pasien TB dengan hasil tes positif sebelumnya atau sedang mendapatkan
ART, atau hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB
b. Pasien TB dengan HIV Negatif
Hasil tes HIV negatif sebelumnya atau hasil tes negatif pada saat
diagnosis TB

d) Diagnosis
a) Gejala Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan seperti
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa aktivitas fisik, demam meriang lebih dari 1 bulan.
b) Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru
pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan
segmen posterior, serta daerah apex lobus inferior. Kelainan yang dapat
ditemukan antara lain berupa bentuk dada yang tidak simetris, pergerakan
paru yang tertinggal, peningkatan stem fremitus, redup pada perkusi, suara
napas bronkial/ amforik/ vesikuler melemah, /ronkhi basah ataupun tanda-
tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak,
pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada
sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis
tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut
dapat menjadi “cold abscess”.
c) Pemeriksaan Bakteriologik
a) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 2 dari pemeriksaan
dahak SPS hasilnya BTA positif.
 S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga
pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi
pada hari kedua.
 P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di fasyankes.
 S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
b) Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional
dengan cara :
 Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)
 Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti,
dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT).
d) Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa
fotolateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-
Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
 Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
e) Terapi
Pasien termasuk dalam kategori kasus baru, jadi perlu diobati dengan
OAT kategori I, dengan regimen Rifampisin, INH, Pirazinamid, dan
Etambutol selama 2 bulan. Kemudian dilanjutkan dengan 4 bulan Rifampisin
dan INH.
Pengobatan TB pada pasien menggunakan OAT-KDT, diharapkan
pasien akan lebih mudah dalam minum OAT karena jumlah tabletnya lebih
sedikit. Selain itu dapat meminimalkan efek samping OAT. Hal ini karena
formula dosis FDC disesuaikan dengan berat badan pasien dan jumlah
komponen obat yang harus diminum pasien. Dengan adanya FDC, tingkat
kepatuhan pasien dalam minum obat akan lebih tinggi karena pengaruh psikis
pasien dari melihat jumlah tablet yang harus diminum, tidak sebanyak
dibandingkan dengan pemberian OAT dalam tablet yang terpisah. Dosis dan
aturan pakai FDC disesuaikan dengan berat badan pasien, pada pasien berat
badannya adalah 45 kg, sehingga pasien mendapat OAT 3 tablet 4 KDT, obat
diminum setiap hari selama 56 hari.
Penanganan anemia penyakit kronis ditujukan pada penyakit dasar
yang secara bertahap dapat memperbaiki keadaan hematologik. Jika defisiensi
besi yang terjadi tidak tertangani, maka dapat diberikan preparat besi.
Pemberian transfusi darah dapat dilakukan bila anemia semakin berat.
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
 Tahap Intensif (awal) : Pasien mendapat pengobatan setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk
secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien
dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin
sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru harus diberikan selama
2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa
adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah
pengobatan selama 2 minggu.
 Tahap Lanjutan : penting untuk membunuh sisa kuman khususnya
kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan.

OAT Lini Pertama:


Jenis Sifat Efek Samping
Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, prikosis toksik, gg
fungsi hati, kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrom, gg gastrointestinal, urine
berwarna merah, gg fungsi hati,
trombositopenia, demam, skin rash,
sesak nafas, anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gg gastrointestinal, gg fungsi hati,
gout arthritis
Streptomisin (S) Bakterisidal Gg keseimbangan dan pendengaran,
renjatan anafilaktik, anemia,
agranulositosis, trombositopenia
Etambutol (E) Bakteriostatik Gg penglihatan, buta warna, neuritis
perifer

Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk


paket obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini
terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan
dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat
dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu
(1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
Paduan OAT KDT Lini Pertama:
1. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
 Pasien TB paru terdiagnosis klinis
 Pasien TB ekstra paru
Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Tiap hari selama 56 hari 3x seminggu selama 16
Berat Badan
RHZE (150/75/400/275) minggu
RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
2. Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah
diobati sebelumnya (pengobatan ulang):
 Pasien kambuh
 Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1
sebelumnya
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-
up)

Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Tiap hari 3x seminggu
BB
RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E (400)
56 hari 28 hari 20 minggu
30-37 kg 2tab 4KDT 2tab 4KDT 2tab 2KDT
+ 500mg inj S +2tab Etambutol
38-54 kg 3tab 4KDT 3tab 4KDT 3tab 2KDT
+ 750mg inj S + 3tab Etambutol
55-70 kg 4tab 4KDT 4tab 4KDT 4tab 2KDT
+ 1000mg inj S + 4tab Etambutol
≥ 71 kg 5tab 4KDT 5tab 4KDT 5tab 2KDT
+ 1000mg inj S + 5tab Etambutol

Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB :


1. Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal negatif
 Pada pasien baru maupun pengobatan ulang, segera diberikan dosis
pengobatan tahap lanjutan
 Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal (pada
bulan ke 5 dan Akhir Pengobatan)
2. Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal positif
 Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1) :
- Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur? Apabila
tidak teratur,diskusikan dengan pasien tentang pentingnya
berobat teratur.
- Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT
sisipan). Lakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah
pemberian OAT tahap lanjutan satu bulan. Apabila hasil
pemeriksaan dahak ulang tetap positif, lakukan pemeriksaan uji
kepekaan obat.
- Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat,
lanjutkan pengobatan dan diperiksa ulang dahak kembali pada
akhir bulan ke 5(menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).
 Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan
dengan paduan OAT kategori 2):
- Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur? Apabila
tidak teratur,diskusikan dengan pasien tentang pentingnya
berobat teratur.
- Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR
- Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TBMDR
- Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau
dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, segera diberikan dosis
OAT tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan) dan
diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke5
(menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).
3. Pada bulan ke 5 atau lebih
 Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila
hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif, lanjutkan pengobatan
sampai seluruh dosis pengobatan selesai diberikan
 Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif, pengobatan
dinyatakan gagal dan pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB
MDR
 Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR
 Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1), pengobatan dinyatakan gagal. Apabila oleh karena suatu
sebab belum bisadilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke
RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan pengobatan paduan OAT
kategori 2 dari awal.
 Pada pasien TB dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan
dengan paduan OAT kategori 2), pengobatan dinyatakan gagal. Harus
diupayakan semaksimal mungkin agar bisa dilakukan pemeriksaan uji
kepekaan atau dirujuk ke RS Pussat Rujukan TB MDR. Apabila oleh
karena suatu sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan
atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR,berikan penjelasan,
pengetahuan dan selalu dipantau kepatuhannya terhadap upaya PPI
(Pencegahan dan Pengendalian Infeksi).

Mojokerto, 2017
DOKTER INTERNSHIP DOKTER PENDAMPING

dr. Gesa Gestana Abdurachman dr Rieska Lina Manfaati


dr Eko Yunita

Anda mungkin juga menyukai