Anda di halaman 1dari 27

Portofolio Kasus Emergensi

STROKE HEMORAGIK

OLEH
Dr. Gesa Gestana Abdurachman

PENDAMPING
dr. Rieska Lina Manfaati
dr. Eko Yunita

RSUD R. ACHMAD BASOENI


2017
PORTOFOLIO

Topik : Stroke Hemoragik

Nama Pasien : Ny. B

Tanggal Kasus : 05 Oktober 2017

Tempat Presentasi : RSUD RA. Basoeni

Nama Presentan : dr. Herlinda Yudi Saputri

Nama Pendamping : dr. Rieska Lina Manfaati, dr. Eko Yunita


Nama Wahana : RSUD RA. Basoeni

Objektif Presentasi : Keilmuan dan Diagnostik

Bahan Bahasan : Kasus dan Tinjauan Pustaka

Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi


BORANG PORTOFOLIO KASUS BEDAH

Nama Peserta dr. Gesa Gestana Abdurachman


Nama Wahana RSUD RA. Basoeni
Topik Stroke Hemoragik
Tanggal Kasus 05 Oktober 2017
Nama Pasien Ny. K No. RM 200494
dr. Rieska Lina Manfaati
Tanggal Presentasi 28 April 2015 Pendamping
dr. Eko Yunita
Tempat Presentasi RSUD RA. Basoeni
Objektif Presentasi
 Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
 Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa  Lansia Bumil
Pasien perempuan usia 49 tahun dibawa ke Rumah sakit dengan pasien
tiba-tiba menjadi lebih gelisah, sulit diajak berbicara sejak 3 jam SMRS.
□ Deskripsi Sebelumnya pasien sedang bersih-bersih rumah. Anggota gerak sebelah
kiri lebih pasif gerakannya dibanding yang kanan. Sebelumnya pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala dan muntah 1 kali saat dirumah
□ Tujuan Menegakkan diagnosis dan menatalaksana pasien dengan stroke hemoragik

Bahan Bahasan  Tinjauan Pustaka Riset  Kasus Audit


Cara
Diskusi  Presentasi dan Diskusi Email Pos
Membahas
Data Pasien Nama : Ny. K No. Registrasi : 200494
Nama RS : RSUD RA. Basoeni Telp : Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :


1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
 Penurunan kesadaran ec sups. Stroke hemoragik
 Hipertensi emergensi

2. Riwayat Pengobatan :
Pasien tidak teratur kontrol tekanan darah dan mengkonsumsi obat antihipertensi

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :


Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien tidak bekerja, pasien seorang ibu rumah tangga.
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
Pasien tinggal bersama anak di rumah permanen.
7. Riwayat Imunisasi : -
Daftar Pustaka :
1. AHA/ASA Guideline. Guideline for the early management of adults with ischemic stroke.
Stroke 2007; 38:1655-1711.
2. Aliah A, Kuswara F.F, Linoa RA, Wuysang. Gangguan Peredaran Darah Otak. Dalam:
Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2003:79-102
3. Broderick J et al. Guideline for the Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage in
Adults: 2007 Update. Stroke 2007, 38:2001-2023
4. Harold P Adam et al. Guideline for the Early Management of Paients with Ischemic Stroke.
Stroke 2003;34:1056.
5. Jusuf Misbach. 1999. Stroke : Aspek Diagnostik, patofisiologi, Manajemen. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
6. Kelompok Studi Stroke. 2007. Guidline Strok 2007. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia : Jakarta
7. Misbach 3, All W. Stroke in Indonesia: a First Large Prospective Hospital-Based Study of
Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Journal of Clinical Neuroscience. 2000; 8(3):245-
9.
8. Morns L, Shwartz RS, Poulos RI et al. Blood Pressure Changes in Acute Cerebral Infarction
and Hemorrhage. Stroke 1997; 28:1401-1405.
9. Ringleb PA et al. Guideline for Management of Ischemic Stroke and Transiengt Ischemic
Attack 2008. The European Stroke Organization (ESO) Executive Committee and the ESO
Writing Committee.
10. Special Writing Group of Stroke Council AHA. Guidelines for The Management of Patients
with Acute ischemic stroke. Circulation 1994; 90: 1558-1601.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis stroke hemoragik
2. Tatalaksana stroke hemoragik
3. Edukasi keluarga

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO


1. Subjektif :
 Pasien tiba-tiba menjadi lebih gelisah sulit diajak berbicara sejak 3 jam
SMRS, sebelumnya pasien sedang bersih-bersih rumah. Pasien seperti
orang linglung ketika dipanggil oleh keluarga.
 Riwayat pasien mengeluhkan sakit kepala sebelumnya ada
 Anggota gerak sebelah kiri lebih pasif dibanding sebelah kanan
 Riwayat lemah anggota gerak, bibir mencong, dan bicara pelo sebelumnya
tidak ada
 Muntah (+) 1x, berisi makanan serta cairan dan lendir berwarna coklat
 Demam (-)
 Kejang (-)
 Riwayat trauma (-)
 Riwayat sesak nafas dan nyeri dada (-)
 Riwayat Hipertensi (+) sejak ± 7 tahun yang lalu, pasien tidak berobat
teratur
 Riwayat DM tidak diketahui
 BAB dan BAK biasa

2. Objektif :
a. Vital Sign
 Keadaan umum : Gelisah
 Kesadaran : Verbal Respon
 Tekanan darah : 281/148 mmHg
 Frekuensi nadi : 98 x/menit
 Frekuensi nafas : 18 x/menit
 Suhu : 36,50C

b. Pemeriksaan Sistemik
 Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik. Turgor kulit baik.
 Kepala : Normocephal.
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor 2
mm / 2 mm, refleks cahaya +/+ normal.
 Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, JVP 5-2 cmH20
 Thoraks :
o Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat.
P : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V.
P : Batas jantung normal.
A : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-).
o Paru
I : Gerak dada simetris kiri dan kanan.
P : Fremitus dada kiri dan kanan sama.
P : Sonor.
A : Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.
 Abdomen : supel, timpani, BU(+) Normal
 Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik.

 Status Neurologis
Kesadaran : verbal respon ; GCS : e3 m6 v4
Tanda rangsang meningeal : (-)
Tanda Peningkatan TIK : (-)
Pupil isokor, 2mm/2mm, RC +/+
Motorik : kesan lateralisasi kiri
Refleks fisiologis + +
+ +
Refleks patologis Babinsky (-/+)

ASGM : penurunan kesadaran (+)


sakit kepala / muntah (+) kesan: stroke hemoragik
refleks babinski (+)
c. Pemeriksaan Penunjang
 Darah Rutin
 Hb : 14,0 gr/dl
 Leukosit : 15.36/mm3(H)
 Trombosit : 232.000/mm3
 Hematokrit : 40,5 %
 SGOT : 14 U/L
 SGPT : 15 U/L
 Ureum : 33 mg/dL
 Kreatinin : 0,71 mg/dL
 GDS : 280 (H)

 EKG : normal sinus rhytm, HR 108 x/menit, ST elevasi (-), ST depresi


(-) dan T inverted (-), prolonged QT

3. Assessment :
Telah dilaporkan kasus seorang pasien pasien perempuan, umur 49 tahun,
dengan diagnosis stroke hemoragik. Berdasarkan alloanamnesis terhadap
keluarga, pasien tiba-tiba menjadi lebih gelisah sulit diajak berbicara sejak 3 jam
SMRS, sebelumnya pasien sedang bersih-bersih rumah. Pasien seperti orang
linglung ketika dipanggil oleh keluarga. Sebelumnya pasien mengeluhkan sakit
kepala. Pasien mengalami muntah sebanyak 1x tetapi tidak ada demam dan
kejang. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak 7 tahun yang lalu
tetapi tidak kontrol serta minum obat dengan teratur yang menjadikan salah satu
faktor resiko terjadinya penyakit ini. Dari pemeriksaan fisik kondisi pasien
tampak buruk, pasien gelisah, tekanan darah 281/148 mmHg, nadi 98 x/menit,
nafas 18x/menit, dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan status neurologis,
ditemukan plica nasolabialis kiri lebih datar dari pada kanan dan lateralisasi
motorik ke arah kiri, refleks patologis babinsky positif pada kaki kiri. Sementara
dari pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, didapati hasil leukosit yang
tinggi.
4. Plan :

Diagnosis klinis :
 Susp. Stroke Hemoragik (DD : Stroke Iskemik)

Tatalaksana :
 O2 4 L/menit
 Elevasi kepala 30o
 IVFD Asering 20 tpm
 Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam
 Inj. Piracetam 3 gr/ 12 jam
 Inj. Mecobalamin 500 mg/12 jam
 Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
 Inj. Lasix 20 mg (extra di IGD)
 Infus manitol 125 mg/6jam (tappering off)
 SP. Nicardipin 0,5 mg/kgbb/menit
 Depacot 500 mg/12 jam
 Diit Cair
 Pasang NGT
 Pasang Kateter urine
 Rawat Ruang ICU
 Observasi KU dan Tanda Vital

Edukasi :
Kepada keluarga pasien dijelaskan bahwa penyakit yang diderita pasien
adalah stroke akibat perdarahan di otak namun tidak menutup kemungkinan
akibat adanya sumbatan aliran darah di otak. Dijelaskan bahwa kondisi pasien
saat ini buruk dan harus dirawat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Keluarga pasien dimotivasi untuk pasien dirujuk ke Rsyang fasilitas CT Scan
nya ada, tapi keluarga menolak untuk psien dirujuk.
STROKE

A. DEFINISI
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan
yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular
(WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan
pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tak
dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak
disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.

B. ETIOLOGI
Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme,
hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme
sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti
hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus
atau penyakit vascular perifer.

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke
iskemik maupun stroke hemorragik.
a. Stroke Iskemik
yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena
obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan
gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti
karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh
darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke
otak. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri
yang menuju ke otak.
Macam – macam stroke iskemik :
i. TIA
didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang
disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang
terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta
meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan.
ii. RIND
Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam
iii. Progressive stroke
iv. Complete stroke
v. Silent stroke

b. Stroke Hemorragik
Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang
normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya contoh perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid,
perdarahan intrakranial et causa AVM. Hampir 70 persen kasus stroke
hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.

D. FAKTOR RESIKO
1. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena
stroke sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark
dan perdarah-an otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil.
2. Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung
secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa
tergantung derajat tekanan darah.
Penyakit jantung tersebut antara lain adalah Penyakit katup jantung, Atrial
fibrilasi, Aritmia, Hipertrofi jantung kiri (LVH).
3. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak,
sedangkan peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM
mempercepat terjadinya proses arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis
lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih dini.
4. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini
berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua
tipe stroke terutama perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok
mendorong terjadinya atherosclerosis yang selanjutnya memprofokasi
terjadinya thrombosis arteri.
5. Riwayat keluarga.
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung,
tetapi gen sangat berperan besar pada beberapa factor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat
stroke dalam keluarga terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
menderita stroke pada usia 65 tahun.
6. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin)
dan obat-obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama
pada wanita perokok atau dengan hipertensi.
7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia,
kelainan koagulopati, dan kelainan darah lainnya.
8. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat
merupakan faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.

E. PATOFISIOLOGI
Trombosis (penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang
paling sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi,
sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing,
perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum
trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis
berat pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima
arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut ,
sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan
berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik
tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang
melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut.
Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin
jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan
basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar.
Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding
pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin
difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat
terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya
seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna
1. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan
penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu
trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya
adalah perwujudan dari penyakit jantung.  Setiap bagian otak dapat
mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat
bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang
embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.
2. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua
penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan
merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan
intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi
darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang
terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi
jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan
sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah
akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak
yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami
nekrosis.
F. GEJALA KLINIS
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke).
Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari
akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode
stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi
beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak
yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut:
 Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
 Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
 Kesulitan menelan.
 Kesulitan menulis atau membaca.
 Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
 Kehilangan koordinasi.
 Kehilangan keseimbangan.
 Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
 Mual atau muntah.
 Kejang.
 Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
 Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
G. DIAGNOSIS
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga
mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan
terapi.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan
anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis
2. Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan
tanda-tandanya.

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :
3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

Gambar. Algoritma Stroke Gadjah Mada


3.b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score
Tabel. Djoenaedi Stroke Score

Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk


stroke non-hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3%
untuk stroke hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%.
Ketepatan diagnostik seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan  waktu yang sempit untuk menghalangi suatu
stroke akut dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada
bagian otak. Pasien  memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi
sebelum obat penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan.
3.c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score
Tabel. Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang
            Tabel. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.
Tabel. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Tabel. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark


H. PENATALAKSANAAN
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan
sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak
mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Sehingga
perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah darah
dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah
yang tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit,
dan asam basa harus terus dipantau.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki
aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong
kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi
dalam :
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
- Breathing
- Blood
- Brain
- Bladder
- Bowel
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
• Stroke iskemik
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
• Proteksi neuronal/sitoproteksi
• Stroke Hemoragik
• Pengelolaan konservatif
• Perdarahan intra serebral
• Perdarahan Sub Arachnoid
• Pengelolaan operatif
1. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
2.a. Stroke iskemik
- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
- Proteksi neuronal/sitoproteksi
2.b. Stroke Hemoragik
- Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
- Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
- Pengelolaan operatif
-
Penatalaksanaan Di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka
evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Evaluasi gejala dan klinik stroke
akut meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas
penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa
berputar, kejang, cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan
kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan
suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat
jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada
gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen,
kulit dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis
terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem
motorik, sikap dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi
kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS (National
Institutes of Health Stroke Scale) (AHA/ASA, Class 1, Level of evidence
B).
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada
pasien dengan defisit neurologis yang nyata (ESO, Class IV, GCP).
 Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95% (ESO, Class V, GCP).
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia (AHA/ASA, Class I, Level
of evidence C).
 Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi
oksigen
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 50 mmHg), atau syok, atau
pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
 Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa
terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.
b. Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan
untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk
rnemasukkan cairan dan nutrisi.
 Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
 Optimalisasi tekanan darah (Iihat Bab V.A Penatalaksanaan Tekanan
Darah pada Stroke Akut)
 Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obat vasopresor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin
dosis sedang/tinggi, norepineprin atau epineprin dengan target tekanan
darah sistolik berkisar 150 mmHg.
 Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam
pertama setelah serangan stroke iskernik (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence B).
 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi).
 Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia
harus dikoreksi dengan larutan satin normal dan aritmia jantung yang
mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
c. Pemeriksaan Awal Fisik Umum
Tekanan darah, Pemeriksaan jantung, Pemeriksaan neurologi umum awal
(Derajat kesadaran, Pemeriksaan pupil dan okulomotor, Keparahan
hemiparesis)
d. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada hari-hari pertama setelah serangan stroke (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence B).
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS 70 mmHg.
 Penata
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi :
i. Tinggikan posisi kepala 200 - 300
ii. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
iii. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
iv. Hindari hipertermia
v. Jaga normovolernia
vi. Osmoterapi atas indikasi:
 Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 -
6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. (AHA/ASA, Class III, Level
of evidence C). Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam
sehari selama pemberian osmoterapi.
 Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB
i.v.
vii. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif.
viii. Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat
dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya
tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking
ventilator (AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidence C). Agen
nondepolarized seperti vencuronium atau pancuronium yang sedikit
berefek pada histamine dan blok pada ganglion lebih baik digunakan
(AHA/ASA, Class III-IV, Level of evidence C). Pasien dengan
kenaikan krtitis TIK sebaiknya diberikan relaksan otot sebelum
suctioning atau lidokain sebagai alternative.
ix. Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak
dan tekanan tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat
diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi. (AHA/ASA, Class
III, Level of evidence A).
x. Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke
iskemik serebelar (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).1
xi. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang
menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik. (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence B).

2. Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

Penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Stroke Akut


Penatalaksanaan Hipertensi Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut
mengalami peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di
Indonesia didapatkan kejadian hipertensi pada pasien stroke akut sekitar 73,9%.
Sebesar 22,5- 27,6% diantaranya mengalami peningkatan tekanan darah sistolik
>180 mmHg (BASC: Blood Preassure in Acute Stroke Collaboration 201; IST:
International Stroke Trial 2002).
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan
rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluarga
neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan
sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai
Gudeline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan penuurunan
tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan
memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini.
a) Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila
tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD)
>120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi
trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan
TDD <110 mmHg. Selanjutnya tekanan darah harus dipantau hingga TDS
<180 mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPa.
Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetolol, nitropaste, nitroprusid,
nikardipin atau diltiazem intravena.
b) Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ASA, Class IIb, Level
of evidence C), apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure
(MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah
setiap 5 menit.
c) Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
d) Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP
110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010,
penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan. (AHA/ASA, Class
IIa, Level of evidence B).
e) Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Setelah kraniotomi, target MAP
adalah 100mmHg.
f) Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah
pada penderita stroke perdarahan intraserebral.
g) Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol
dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena,
digunakan dalam upaya diatas.
h) Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak.
i) Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau
dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk
mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan
ulang (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Untuk mencegah terjadinya
perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid
akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS
160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah resiko
terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia
pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas
kardiovaskular.
j) Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan
penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien
apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini
menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin.
k) Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi dapat
dilakukan dalam penatalksanaan vasospasme serebral pada PSA aneurismal
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B), tetapi target rentang tekanan
darah belum jelas.
l) Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target
organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal
ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-
25% pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.

I. PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara
sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal
ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa
seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa
disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit
48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu
dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi
komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali
normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya
dilakukan secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien
stabil. Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari
kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.

Mojokerto, 2017
DOKTER INTERNSHIP DOKTER PENDAMPING
dr. Gesa Gestana Abdurachman dr. Rieska Lina Manfaati
dr. EkoYunita

Anda mungkin juga menyukai