Anda di halaman 1dari 35

Portofolio Kasus Bedah

Abdominal Pain Suspek Periapendicular Infiltrat

OLEH
Gesa Gestana Abdurachman

PENDAMPING
dr. Rieska Lina Manfaati
dr Eko Yunita

RSUD AJIBARANG
2017
PORTOFOLIO

Topik : Abdominal Pain Suspek Periapendicular Infiltrat

Nama Pasien : Tn. m

Tanggal Kasus : 15 September 2017

Tempat Presentasi : RSUD R. Achmad Basoeni

Nama Presentan : dr. Gesa Gestana Abdurachman

Nama Pendamping : dr Rieska Lina Manfaati, dr Eko Manfaati


Nama Wahana : RSUD RA. Basoeni

Objektif Presentasi : Keilmuan dan Diagnostik

Bahan Bahasan : Kasus dan Tinjauan Pustaka

Cara Membahas : Presentasi dan Diskusi


BORANG PORTOFOLIO KASUS MEDIK

Nama Peserta dr. Gesa Gestana Abdurachman


Nama Wahana RSUD RA. Basoeni
Topik Abdominal Pain Suspek Periapendicular Infiltrat
15 September 2017
Tanggal Kasus
Nama Pasien Tn. M No. RM
dr. Rieska Lina Manfaati
Tanggal Presentasi Pendamping
dr. Eko Yunita
Tempat Presentasi RSUD RA. Basoeni
Objektif Presentasi
 Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
 Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja  Dewasa Lansia Bumil
Laki-laki, 60 tahun datang ke IGD dengan nyeri perut kanan bawah sejak 1
minggu yang lalu. Pasien juga merasa sejak 4 hari sebelum masuk RS perut
kanan bawahnya seperti ada benjolan, benjolan tersebut tidak hilang timbul
□ Deskripsi
dan tidak membesar. Keluhan tersebut disertai demam, mual, muntah (1x)
dan buang air kecil jarang sejak 2 hari yang lalu. Riwayat trauma pada
perut disangkal.
□ Tujuan Penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan awal Periapendikular infiltrat

Bahan Bahasan  Tinjauan Pustaka Riset  Kasus Audit


Cara
Diskusi  Presentasi dan Diskusi Email Pos
Membahas
Data Pasien Nama : Tn M
Nama RS : RSUD RA. Basoeni Telp : Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis :


 Abdominal Pain Suspek Periapendicular Infiltrat

2. Riwayat Pengobatan :
Pasien hanya membeli obat batuk warung selama sakit. Riwayat menjalani pengobatan selama
6 bulan disangkal, riwayat minum obat yang menyebabkan air kencing berwarna merah
disangkal.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
Pasien hanya membeli obat untuk mengurangi rasa nyeri di apotik.
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan serupa.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien seorang pedagang
Daftar Pustaka :
1. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran UNAIR.
Surabaya.
2. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.
3. Gray, H.(1826-1861). 1918. Anatomy of The Human Body. www.Bartleby.com
4. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American Academy of
Family Physicians. Texas A&M University Health Science Center, Temple, Texas.
http://www.aafg.org
5. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
6. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15.
www.emedmag.com
7. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa Appendisitis Akut.
Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf.
8. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
9. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara. Jakarta.
10. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. Mc-Graw
Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic Publication.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Periapendikular Infiltrat
2. Anatomi dan Fisiologi Apendix
3. Etiologi Periapendikular Infiltrat
4. Patofisiologi dan patogenesis
5. Manifestasi klinis periapendikular infiltrat
6. Penegakan Diagnosis periapendikular infiltrat
7. Diagnosis Banding
8. Tatalaksana Periapendikular Infiltrat

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

1. Subjektif :
1. Keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu, nyeri perut dirasakan
terus menerus, reda sebentar saat minum obat pengurang rasa nyeri di
apotik
2. 4 hari SMRS pasien mengeluh perut kanan bawahnya seperti ada benjolan,
benjolan tersebut tidak hilang timbul dan tidak membesar
3. 2 hari SMRS demam, mual, muntah (1x) dan buang air kecil jarang sejak
4. Riwayat trauma disangkal

2. Objektif :
a. Vital Sign
 Keadaan umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan darah : 130/70 mmHg
 Frekuensi nadi : 88 x/menit reguler
 Frekuensi nafas : 18 x/menit
 Suhu : 37,90C

b. Pemeriksaan Sistemik
 Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik. Turgor kulit baik.
 Kepala : Normocephal.
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor 2
mm / 2 mm, refleks cahaya +/+ normal.
 Leher : Tidak teraba pembesaran KGB, JVP 5-2 cmH20
 Thoraks :
o Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat.
P : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V.
P : Batas jantung normal.
A : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-).
o Paru
I : Gerak dada simetris kiri dan kanan.
P : Fremitus dada kiri = kanan
P : Sonor pada seluruh lapang paru.
A : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing tidak ada.
 Abdomen :
I : Datar, bekas luka (-), perut kanan bawah tampak benjolan
A : BU (+) normal
P : Timpani, pekak pada regio iliaka dekstra
P : Teraba massa di regio iliaka dekstra diameter ± 10 cm, konsistensi
keras, batas tidak tegas, immobile, permukaan rata, nyeri tekan. Defans
muscular (-), NT (+) titik Mc Burney, Nyeri tekan lepas (+), Psoas sign
(+), Turgor 1-2 detik
 Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik.
 Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal : (-)
Tanda Peningkatan TIK : (-)

c. Pemeriksaan Penunjang
 Darah Rutin
Parameter Hasil Nilai Normal
Hb 12,1 g/dl L: 12 – 18 g/dl
Leukosit 19,4 103 /µL 4,0 – 9,0 103 /µL
3
Trombosit 475 10 /µL 120 – 380 103 /µL
6
Eritrosit 4,82 10 /µL 3,80 – 5,30 106 /µL
Hematokrit 41,7% 36,0 – 56,0%
Kimia Klinik
MCV 86,5 fL 80,0- 100,0 fL
SGOT
MCH 25,1 pg 71 U/l 25 U/l
27,0 – 32,0 pg
SGPT 117 U/l 29 U/l
MCHC 29,0 g/dL 32,0 – 36,0 g/dL
BUN/
RDWUrea 11,4 % 40 mg/dL 11,6 – 16,5 %10 – 50 mg/dL
Kreatinin serum 0,9 mg/dL 0,6 – 1,5 mg/dL
PCT 0,19 % 1,10 – 1,00 %
Asam
MPVurat 4,1 fL 7,2 mg/dL 5,0 – 10,0 fL3,4 – 7 mg/dL
GDS 115 mg/dL 140
PDW 17,8 % 12,0 – 18,0 %
Hitung Jenis Leukosit:
 Ly % 10,7 % 11,0 – 49,0 %
 Mo% 1,6 % 0,0 – 9,0%
 Gr% 87,7 % 42,0 – 85,0 %
  LyLengkap
3
Urin # 2,1 10 /µL 0,4 – 4,4 103 /µL
 Mo # 0,3 103 /µL 0,0 – 7,8 103 /µL
 Gr #
3
17,0 10 /µL 1,7 – 7,8 103 /µL
Urine Lengkap
Bilirubin Negatif
Albumin Positif (+)
Reduksi Negatif
Urobilin Negatif
Sedimen
 Leukosit 3–5
 Eritrosit 0–1
 Sel epitel 7 – 10

EKG  Silinder Bakteri (+)


 Rontgen Thorax

 Foto Polos Abdomen


Kesan :
- Tak tampak batu radioopaque di sepanjang traktus urinarius
- Spondylosis Lumbalis

3. Assessment :
Diagnosis : Abdominal Pain suspek Periapendikular Infiltrat
Penegakan Diagnosis :
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan. Diagnosis pasien mengarah pada “Periappendicular
infiltrat”. Dari anamnesis, didapatkan keluhan pasien yaitu perut kanan bawah
sakit sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga merasa sejak 4 hari sebelum
masuk RS perut kanan bawahnya seperti ada benjolan, benjolan tersebut tidak
hilang timbul dan tidak membesar. Keluhan tersebut disertai demam, mual dan
buang air kecil jarang sejak 2 hari yang lalu. Riwayat trauma pada perut
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, tanda tanda vital pasien tekanan darah: 130/70,
Nadi: 88, RR: 18 x/menit, Suhu: 37,9 °C, dari pemeriksaan abdomen
didapatkan pada inspeksi perut datar, bekas luka (-), perut kanan bawah
tampak benjolan, dari auskultasi BU (+) meningkat, pada perkusi pekak pada
regio iliaka dekstra dan pada palpasi teraba massa di regio iliaka dekstra
diameter ± 10 cm, konsistensi keras, batas tidak tegas, immobile, permukaan
rata, nyeri tekan. Defans muscular (-), NT (+) titik Mc Burney, Nyeri tekan
lepas (+), Psoas sign (+), Rofsing sign (+). Terapi pada pasien ini dilakukan
secara observasi konservatif diruangan.

4. Plan :

Diagnosis klinis :
Abdominal Pain suspek Periapendikular Infiltrat

Tatalaksana Awal di IGD:


a. Terapi
IVFD RL 20 tpm
Inj. Cefotaxim 3x1 gr iv
Inj. Ranitidin 2x1 amp iv
Inj. Antrain 3x1
b. Monitoring
Tanda-tanda vital
Gejala klinis

Follow Up:
a) Tanggal 16 September 2017
1) Subjektif
Nyeri perut kanan bawah (+), mual (-),
2) Obyektif
TD : 110/70 Nadi: 90 RR: 20 S: 37,0
Mata: ca -/-, si -/-
Thoraks :
Cor dalam batas normal
Pulmo : Inspeksi : simetris kanan dan kiri
Palpasi : vokal fremitus kiri > kanan
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+ , rh +/+ wh -/-

Abdomen :
I : Datar, bekas luka (-), perut kanan bawah tampak benjolan
A : BU (+) normal
P : Timpani, pekak pada regio iliaka dekstra
P : Teraba massa di regio iliaka dekstra diameter ± 10 cm,
konsistensi keras, batas tidak tegas, immobile, permukaan rata,
nyeri tekan. Defans muscular (-), NT (+) titik Mc Burney, Nyeri
tekan lepas (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+), Turgor 1-2
detik.
3) Assesment
Apendisitis akut dd Periapendikular Infiltrat
4) Plan
USG Abdomen
Konsul dr Djoko Sp.B (Onk)
Advice :
- Rencana operasi hari senin (18/09/2017)
- Infus RL : D5% 2:1
- Inj. Ezox 3x1 ampul
- Inf. Metronidazol 3x500 mg
- Inj. Ranitidin 2x1 ampul
- Inj. Antrain 3x1 ampul (kalau perlu)
Konsul dr Triwut Sp.PD : ACC Operasi

Hasil USG Abdomen


b) Tanggal 17 September 2017
1) Subjektif
Nyeri perut kanan bawah
2) Obyektif
TD : 110/80 Nadi: 88 RR: 21 S: 37,6
Mata: ca -/-, si -/-
Thoraks :
Cor: dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen :
I : Datar, bekas luka (-), perut kanan bawah tampak benjolan
A : BU (+) normal
P : Timpani, pekak pada regio iliaka dekstra
P : Teraba massa di regio iliaka dekstra diameter ± 10 cm,
konsistensi keras, batas tidak tegas, immobile, permukaan
rata, nyeri tekan. Defans muscular (-), NT (+) titik Mc
Burney, Nyeri tekan lepas (+), Psoas sign (+), Obturator
sign (+).
3) Assesment
Periapendicular Infiltrat
4) Plan
Konsul dr. Diana Sp.An, Advice :
- Puasa 6 jam sebelum operasi
- Sebelum ke ruang operasi :
 Inj. Ondansentron 8 mg
 Inj. Ranitidin 50 mg
 Inj. Ketorolac 30 mg
Terapi lain lanjut

c) Tanggal 18 September 2017


1) Subjektif
Nyeri perut kanan bawah, mual (+), muntah (-)
2) Obyektif
TD : 110/80 Nadi: 80 RR: 21 S: 37,0
Mata: ca -/-, si -/-
Thoraks :
Cor: s1>s2, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SD vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen :
I : Abdomen :
I : Datar, bekas luka (-), perut kanan bawah tampak benjolan
A : BU (+) normal
P : Timpani, pekak pada regio iliaka dekstra
P : Teraba massa di regio iliaka dekstra diameter ± 10 cm,
konsistensi keras, batas tidak tegas, immobile, permukaan
rata, nyeri tekan. Defans muscular (-), NT (+) titik Mc
Burney, Nyeri tekan lepas (+), Psoas sign (+), Obturator
sign (+).
3) Assesment
Periapendicular Infiltrat
4) Plan
Infus RL : D5% 2:1
Inj. Ezox 3x1 ampul
Inf. Metronidazol 3x500 mg
Inj. Ranitidin 2x1 ampul
Inj. Antrain 3x1 ampul
Sebelum masuk ruang Op:
- Inj. Ondansentron 8 mg
- Inj. Ketorolac 30 mg
- Operasi hari ini (18/9/17)

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia
PERIAPENDIKULAR INFILTRAT

A. Definisi
Periapendikular infiltrat adalah suatu peradangan yang disertai adanya
pembesaran pada apendiks periformis yang merupakan asaserbasi dari proses
peradangan akut yang belum tertangani secara adekuat.
Periapendisitis infiltrat adalah merupakan suatu keadaan menutupnya
apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikular.
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum
disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa
apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi
peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur
lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik
dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.

Gambar: Appendicitis

B. Anatomi dan Fisiologi


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira
10cm (kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum.Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia
itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal.Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks
terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang colon
ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis appendicitis
ditentukan oleh letak apendiks.Persarafan parasimpatis berasal dari cabang
n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan
persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral
pada appendicitis bermula di sekitar umbilicus.Pendarahan apendiks berasal
dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini
tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami
gangren.

Gambar. Anatomi appendix

Apendiks terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar merupakan


lapisan serosa, yang merupakan bagian dari peritoneum; lapisan muskularis,
yang tidak tegas dan dapat hilang di beberapa lokasi tertentu; lapisan
submukosa dan mukosa.Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir
itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
caecum.Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada
pathogenesis appendicitis.Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh
GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran
cerna termasuk apendiks, ialah IgA.Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi.Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfosit disini kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh
tubuh.
Lokasi appendix terbanyak berasal dari bagian posteromedial caecum, di
bawah ileocaecal junction. Appendix sendiri memiliki mesenterium yang
mengelilinginya, yang disebut mesoappendix, yang berasal dari bagian posterior
mesenterium yang mengelilingi ileum terminalis. Posisi terbanyak dari appendix
sendiri adalah retrocaecal, namun demikian ada variasi dari lokasi appendix ini. 65%
dari posisi appendix terletak intraperitoneal sementara sisanya retroperitoneal. Di sini
variasi posisi appendix menentukan gejala yang akan muncul saat terjadi peradangan.

Gambar. Variasi Posisi Appendix

C. Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit
merupakan penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya
adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet
rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma
karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi
apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal.
2,3
Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi.
Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65%
merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus
apendisitis gangrenous dengan rupture.
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks
dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan
mempermudah terjadinya apendisits akut.

D. Patofisiologi dan Patogenesis


Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal
hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan
intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia kurang dapat mengkompensasi
peningkatan sekresi yang cukup tinggi ini sehingga menjadi gangrene atau
terjadi perforasi.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks
mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan
invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah
(edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah
intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium yang sulit untuk dideskripsikan dan
dilokalisasi. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul di dermatom Th 10. Distensi
yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam beberapa jam
setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut,
dapat dikirkan diagnosis lain. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam
24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena
ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Ketika obstruksi lumen terus berlanjut, maka tekanan intra lumen juga
akan terus meningkat, hal ini menyebabkan tidak hanya obstruksi vena yang
terjadi akibat penekanan, namun juga menyebabkan obstruksi arteri
appendicular karena edema dan tekana intra lumen yang terus meningkat
mendesak dan menekan sistem arteri. Karena sistem arteri yang mendarahi
appendix tidak memiliki sistem kolateral, maka akan terjadi iskemia jaringan,
yang bila berlanjut akan menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan dan
gangren, hal ini dikenal sebagai appendicitis gangrenous, di mana appendix
yang sudah dalam keadaan seperti ini sangat mudah mengalami perforasi yang
dapat menyebabkan perluasan infeksi ke peritoneum (akibatnya terjadilah
peritonitis). Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi.
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi
proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup appendix dengan
omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periappendikuler yang
dikenal dengan istilah appendicitis infiltrat. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak
terbentuk abses, appendicitis akan sembuh dan massa periappendikuler akan
menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang
dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam
waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah.
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan
timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih
belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis,
oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang
diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

E. Manifestasi Klinis
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala awal yang khas, yang
merupakan gejala klasik appendicitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di
daerah epigastrium, di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual dan muntah, dan pada umumnya nafsu
makan menurun / anorexia. Kemudian dalam beberapa jam (4 – 6 jam), nyeri
akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik McBurney (Migratory pain). Di
titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas  letaknya, sehingga merupakan nyeri
somatik setempat. Terkadang appendicitis juga disertai dengan low-grade fever
sekitar 37,5 -38,5 0C. Biasanya urutan gejala juga berpengaruh, di mana pada
95% kasus urutannya adalah sebagai berikut : Anorexia ==> Abd. pain ==>
Vomiting / muntah, walaupun demikian urutan gejala ini bukanlah patokan
untuk penegakan diagnosa.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai
akibat dari appendicitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak appendix
ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.
1. Bila letak appendix retrocaecal – retroperitoneal, yaitu di belakang caecum
(terlindung oleh caecum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas
dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut
kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,
bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya
kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila appendix terletak di rongga pelvis :
Bila appendix terletak di dekat  atau menempel pada rektum, akan timbul
gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-
ulang (diare). Bila appendix terletak di dekat atau menempel pada
kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena
rangsangannya dindingnya.

Kelainan patologi Keluhan dan tanda

Peradangan awal Kurang enak ulu hati/daerah pusat,


mungkin kolik

Apenditis mukosa Nyeri tekan kanan bawah (rangsaganan automik)

Nyeri sentral pindah ke kanan bawah,


Radang di seluruh ketebalan dinding mual dan muntah

Rangsangan peritoneum lokal (somatik)


Apendisitis komplet radang peritoneum nyeri pada gerak aktif dan pasif,
parietale apendiks defans muskuler lokal

Genitalia interna, ureter, m.psoas, kantung


Radang alat/jaringan yang menempel pada kemih, rektum
apendiks
Demam sedang, takikardia, mulai toksik,
Perforasi leukositosis

Pendindingan (Infiltrat) s.d.a + demam tinggi, dehidrasi,


Tidak berhasil syok, toksik

Massa perut kanan bawah, keadaan


Berhasil umum berangsur membaik

Demam remiten, keadaan umum toksik,


Abses keluhan dan tanda setempat

Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak


ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak
tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak
sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan
timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala
yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-
90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak
jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat
didiagnosis setelah perforasi. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah
nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan
trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut
sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak
dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
1) Nyeri/Sakit perut
Keluhan utama pada pasien apendistis akut ialah nyeri
perut. Gambaran klinisnya yang umum ialah nyeri perut dibagian
tengah yang seiring waktu berpindah ke daerah fosa iliaka kanan.
Gambaran klasik ini pertama kali dideskripsikan oleh Murphy
namun hanya terjadi pada setengah kasus apendistis akut.
Khasnya, nyeri awalnya muncul disekitar umbilikus dan semakin
lama semakin meningkat intensitasnya selama 24 jam pertama.
Nyeri kemudian berpindah dan menetap di fosa iliaka kanan.
Nyeri yang pertama kali dirasakan pasien merupakan nyeri
alih akibat inervasi visceral dari usus tengah ( midgut). Nyeri ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan
terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral
dirasakan pada seluruh perut (tidak pin-point). Selain itu nyeri
juga timbul oleh karena kontraksi apendiks, distensi dari lumen
apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks yang
mengalami peradangan. Nyeri visceral ini merupakan nyeri yang
sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah
umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat.
Nyeri yang terlokalisir kemudian disebabkan oleh
peradangan (>6 jam) dan iritasi langsung peritoneum parietalis
akibat proses peradangan lebih lanjut. Biasanya penderita dapat
menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik. Nyeri ini
memiliki sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri
akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.
2) Mual dan muntah
Muntah terjadi akibat rangsangan terhadap nervus vagus
(Nervus X). Anoreksia, nausea, dan vomitus biasanya muncul
beberapa jam setelah nyeri abdomen. Anoreksia hampir selalu
dijumpai pada pasien dengan apendisitis akut sehingga sangat
penting ditanyakan pada anamnesis. Meskipun demikian
ketiadaan anoreksia tidak menyingkirkan diagnosis apendisitis.
Hampir 75% penderita disertai dengan muntah, namun jarang
berlanjut menjadi berat dan kebanyakan muntah hanya sekali
atau dua kali. Muntah yang berat mungkin menandakan onset
awal peritonitis generalisata akibat perforasi apendiks.
Sebaliknya muntah jarang dijumpai pada apendiks nonperforasi.
3) Obstipasi
Obstipasi biasanya terjadi karena penderita takut
mengejan. Keluhan obstipasi biasanya muncul sebelum rasa nyeri
dan beberapa penderita sebaliknya dapat mengalami diare. Diare
biasanya timbul pada letak apendiks pelvikal yang merangsang
daerah rektum.
4) Demam (infeksi akut)
Keluhan demam biasanya muncul apabila appendicitis
disertai komplikasi. Gejalanya adalah demam yang tidak terlalu
tinggi, yaitu suhu antara 37,5-38,5 0C. Demam tinggi biasanya
dijumpai pada kasus apendisitis yang diduga telah terjadi
perforasi.

Untuk apendisitis akut yang telah mengalami komplikasi,


seperti perforasi, peritonitis dan infiltrat atau abses, gejala klinisnya
seperti dibawah ini:
a) Perforasi : Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Rasa
nyeri bertambah dasyat dan mulai dirasa menyebar, demam tinggi
(rata-rata 38,3 0C). Jumlah lekosit yang meninggi merupakan tanda
khas kemungkinan sudah terjadi perforasi.

b) Peritonitis : Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi


dari apendisitis yang telah mengalami gangren. Sedangkan
peritonitis umum adalah merupakan tindak lanjut daripada
peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans
muskuler yang meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik,
merupakan gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin
tinggi dan timbul gejala-gejala sepsis, menunjukkan peritonitis
yang makin berat.

c) Abses/infiltrat : Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba


masa lunak di abdomen kanan bawah. Seperti tersebut diatas
karena perforasi terjadilah “walling off” (pembentukan dinding)
oleh omentum atau viscera lainnya, sehingga teraba massa
(infiltrat) di regio abdomen kanan bawah tersebut. Masa mula-
mula bisa berupa plegmon, kemudian berkembang menjadi rongga
yang berisi pus. Dengan USG bisa dideteksi adanya bentukan abses
ini. Untuk masa atau infiltrat ini, beberapa ahli menganjurkan
antibiotik dulu, setelah 6 minggu kemudian dilakukan
apendektomi. Hal ini untuk menghindari penyebaran infeksi

2. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk
dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah
bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler yang besar.
 Palpasi
Beberapa tanda penting yang dapat ditemukan saat melakukan
palpasi pada pemeriksaan abdomen kuadran kanan bawah :
a. Nyeri tekan Mc.Burney : Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney dan ini merupakan tanda
kunci diagnosis.
b. Nyeri lepas : Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa
nyeri yang terjadi akibat rangsangan pada peritoneum.
c. Defans muskuler : Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh
lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietalis. Rangsangan ini kemudian menyebabkan
rangsangan pada muskulus rektus abdominis sehinggga otot ini
mengalami kontraksi.
d. Rovsing sign : Penekanan perut sebelah kiri akan menyebabkan
nyeri sebelah kanan. Hal ini disebabkan karena tekanan tersebut
menyebabkan organ dalam terdorong kearah kanan dan memberikan
tekanan pada apendiks yang meradang.
e. Blumberg Sign : nyeri kanan bawah bila tekanan sebelah kiri
dilepaskan.
f. Dunphy's sign : Nyeri bertambah saat batuk.
g. Kocher/Kosher's sign : Didapati saat anamnesis, nyeri muncul
pertama kali di regio epigastrium atau di sekitar lambung, kemudian
menjalar berpindah ke regio iliaka dextra.
h. Psoas sign: tanda ini biasanya ditemukan pada apendiks yang
terletak retrosekal. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan m.
psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks. Ada 2 cara
memeriksa :
 Aktif: Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan
pemeriksa, pasien memfleksikan articulatio coxaekanan dan
nyeri dirasakan di perut kanan bawah.
 Pasif: Pasien berbaring pada posisi lateral dekubitus kiri
kemudian pemeriksa melakukan ekstensi pasif paha kanan
sambil menahan pinggul kanan penderita (tanda bintang).
i. Obturator Sign: Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila
panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam,
terjadi karena peradangan appendiks menyentuh m.Obturator
Internus yang merupakan dinding panggul kecil. Hal tersebut
menunjukkan bahwa apendiks terletak pada rongga pelvis.
 Auskultasi
Peristaltik biasanya normal, peristaltik yang menghilang akan
ditemukan pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat
perforasi apendiks. Auskultasi tidak banyak membantu dalam
menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis
maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus.
 Pemeriksaan Colok Dubur / Rectal Touche
Pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis, untuk menentukan
letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan
pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang
meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci
diagnosis pada appendicitis pelvika.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan
leukosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari
13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya
leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit
terdapat pergeseran kekiri. Pemeriksaan urin bisa dilakukan untuk melihat
adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat
membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran
kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama
dengan appendisitis.
Pemeriksaan Radiologi
 Abdominal X-Ray :

Pada appendicitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen


tidak banyak membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada
abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan lokasi
apendiks.
Bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen
tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. Kadang-
kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk
melihatnya. Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya
disertai dengan kantong-kantong pus, maka akan tampak udara
yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang sebagian distensi
dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran lemak
preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow.
Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada
beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid
level) yang menunjukkan adanya obstruksi. 1 Foto polos
abdomen supine pada abses apendiks kadang-kadang memberi
pola bercak udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD,
kalsifikasi bercak rim – like (melingkar) sekitar perifer mukokel
yang asalnya dari apendiks.
 Ultrasonography :
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat
dilakukan pemeriksaan USG. Pada kasus appendicitis akut akan
nampak adanya :
1. Adanya struktur yang aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar
caecum.
2. Dinding apendiks nampak jelas, dapat dibedakan.
3. Diameter luar appendix lebih dari 6 mm.
4. Adanya gambaran “target”
5. Adanya appendicolith / fecalith.
6. Adanya timbunan cairan periappendicular
7. Tampak lemak pericaecal echogenic prominent.

Pada wanita, USG dapat dipakai untuk menyingkirkan


diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adneksitis, dan
sebagainya.

 CT – Scan :
Diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan
dinding appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak enhancement
gambaran dinding appendix. CT scan juga dapat menampakkan gambaran
perubahan inflamasi periappendicular, termasuk diantaranya inflammatory
fat stranding, phlegmon, free fluid, free air bubbles, abscess, dan
adenopathy. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
yaitu 90 – 100% dan 96 – 97%, serta akurasi 94 – 100%. Ct-Scan sangat
baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon.
 Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Apendisitis acuta dibuat skor


Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6>6.
Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan
pemeriksaan PA terhadap jaringan Apendiks dan hasilnya diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut.
Tabel. Alvarado Score untuk membantu menegakkan diagnosis
Manifestasi Skor
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10

Keterangan:

0-4 : bukan appendicitis 7-8 : kemungkinan besar appendicitis


5-6 : kemungkinan kecil 9-10 : hampir pasti appendicitis
Penanganan berdasarkan skor Alvarado :
1–4 : observasi
5–6 : antibiotik/ diobservasi di rumah sakit
7 – 10 : operasi dini

G. Diagnosa Banding
a) Diagnosis Banding Apendissitis Akut:
- Gastroenteritis
Ditandai dengan mual, muntah dan diare mendahului rasa sakit.
Sakitperut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan
leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis akut
- Limfadenitis mesenterika
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan
nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan perut.
- Demam dengue
Dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil
positif untuk rumple leed, trombositopenia dan hematokrit yang
meningkat
- Pelvic Inflammatory Disease
Seperti salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendicitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian
bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya diserai
keputihan dan infeksi urin.
- Gangguan alat reproduksi perempuan
Folikel de Graaf yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan
bawah pada pertengahan siklis menstruasi. Tidak ada tanda radang dan
nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
- Kehamilan ektopik
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yangtidak
jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai
pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvic dan bisa
terjadi syok hipovolemik.
- Divertikulitis Meckel
Gambaran klinisnya hampir sama dengan appendicitis akut dan sering
dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendicitis akut
sehinggadiperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.
- Ulkus peptikum perforasi
Sangat mirip dengan appendisitis jika isi gastroduodenum mengendap
turun ke daerah usus bagian kanan sekum, karena dapat menyebabkan
inflamasi appendix juga.
- Ureterolithiasis
Jika diperkirakan berada dekat appendiks dapat menyerupai
appendicitis retrocaecal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis,
dengan hematuria dan demam atau leukositosis.

b) Diagnosis banding periapendicular infiltrat :


1. Karsinoma Caecum
Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda
keadaan umum jelek, anemia dan turunnya berat badan, perdarahan
hebat. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan benzidin test.
Pada anak-anak tumor caecum yang sering adalah sarcoma dari
kelenjar mesenterium.
2. Apendisitis Tuberkulosa (Ileocaecal Tuberculosis)
Pada apendisitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan
nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau
tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan,
leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada
kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa.7
3. Kista Ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan
teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan abdomen, colok
vagina atau colok dubur.

Gambar . Berbagai Penyebab Nyeri RLQ

H. Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi
dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula,
massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-
bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara
klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-
rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi
menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses
yang jelas batasnya.
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah
ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan
mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam
massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana
karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat
operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat
mudah didrainase.
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus
halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna,
dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti
peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang
masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut.
Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam
waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang
terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu
dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya
peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat
dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat
ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks.
Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri,
dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka
lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan
bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-
lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan
sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses
dengan atau pun tanpa peritonitis umum.
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak
kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak
membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka
luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada
periapendikular infiltrat :
 Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
 Diet lunak bubur saring
 Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob.
Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian,
dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan
apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada
keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak
menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan
tindakan bedah.
 Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja.
 Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda.
Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus
dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya diberi tanda
(demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke 5-7 massa mulai mengecil dan
terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan
massa harus segera dibuka dan didrainase.
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana
nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara
ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik
ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks
dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat
menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan
dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila
pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi
sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal
5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT.
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang:
 LED
 Jumlah leukosit
 Massa
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila:
 Anamnesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
 Pemeriksaan fisik :
 Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur
rectal dan aksiler)
Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat:
 Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil
dibanding semula.
 Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
 Bila LED telah menurun kurang dari 40
 Tidak didapatkan leukositosis
 Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak
mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa:
 Apakah penderita sudah bed rest total
 Pemberian makanan penderita
 Pemakaian antibiotik penderita
 Kemungkinan adanya sebab lain.
Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada
perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini
berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.
I. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan
lekuk usus halus.
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu
peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
 Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
 Suhu tubuh naik tinggi sekali
 Nadi semakin cepat
 Defance muskular yang menyeluruh
 Bising usus berkurang
 Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
 Pelvic Abscess
 Subphrenic absess
 Intra peritoneal abses lokal
 Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga
abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian

Mojokerto, 2017
DOKTER INTERNSHIP DOKTER PENDAMPING

dr. Gesa Gestana Abdurachman dr. Rieska Lina Manfaati


dr. Eko Yunita

Anda mungkin juga menyukai