NDH : 03 KELOMPOK :1 GOLONGAN : III (3) ANGKATAN : XXI (21)
JUDUL ISU : KPK TANGKAP TANGAN 7 KEPALA DAERAH SEPANJANG JANUARI-
OKTOBER 2019
KPK Tangkap 7 Kepala Daerah Sepanjang Januari-Oktober 2019
CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tujuh kepala daerah sepanjang 2019 ini. Data tersebut dirilis KPK per Senin, 7 Oktober 2019. Operasi tangkap tangan pertama menyasar Bupati Mesuji periode 2017-2022, Khamami, pada 23 Januari 2019. Dalam penindakan tersebut, tim KPK menyita uang pecahan Rp100.000 yang tersimpan dalam satu kardus. Khamami lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Mesuji tahun 2018. Ia menerima sekurang- kurangnya uang suap Rp1,58 miliar dari pihak swasta terkait proyek infrastruktur di Kabupaten Mesuji. Atas perbuatannya, Khamami dijatuhi vonis hukuman delapan tahun pidana penjara dan denda Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan. Vonis hakim ini sama dengan apa yang dituntut jaksa penuntut umum. Operasi tangkap tangan berikutnya Bupati Kabupaten Talaud periode 2014-2019 Sri Wahyumi Maria Manalip. Itu terjadi pada 30 April 2019. Tim penindakan KPK menyita sejumlah barang mewah dalam operasi senyap tersebut. Barang-barang yang disita seperti tas tangan merek Channel senilai Rp97.360.000; tas merek Balenciaga seharga Rp32.995.000; jam tangan merek Rolex seharga Rp224.500.000; anting berlian merek Adelle senilai Rp32.075.000; serta cincin berlian merek Adelle seharga Rp76.925.000. Sri ditetapkan tersangka oleh KPK terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa revitalisasi pasar di Kabupaten Talaud. Ia saat ini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Selanjutnya pada 10 Juli 2019, tim penindakan lembaga antirasuah KPK menangkap Gubernur Kepulauan Riau periode 2016-2021 Nurdin Basirun. Dari tangan Nurdin, tim KPK menyita sejumlah uang dalam mata uang dolar Amerika, dolar Singapura, ringgit Malaysia, dan rupiah sebesar Rp132 juta. Nurdin Basirun ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait dengan izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau tahun 2018/2019 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan. Saat melakukan penggeledahan rumah Nurdin, tim KPK menemukan uang berserakan. Dari kamar Nurdin ditemukan duit dalam pecahan rupiah dan valuta asing. Uang itu terletak di tas ransel, kardus, plastik dan paper bag dengan rincian Rp3,5 miliar, US$33.200 dan Sin$134.711. Saat ini Nurdin menjadi tahanan KPK. Sementara kasusnya terus bergulir dengan pemeriksaan sejumlah saksi, baik dari pihak lingkungan Pemprov Kepulauan Riau maupun pihak swasta. Tamzil, Bupati Kudus menjadi 'pesakitan' berikutnya. Ia ditangkap pada 26 Juli 2019 saat operasi tangkap tangan dilakukan tim penindakan KPK. Dari operasi tersebut turut disita uang sejumlah Rp170 juta. Dalam waktu cepat, Tamzil ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait jual beli jabatan di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.Tak terima hal tersebut, ia mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, majelis hakim menolak praperadilan yang diajukan. Tamzil merupakan residivis kasus korupsi. Dia sebelumnya pernah menjabat Bupati Kudus periode 2003 hingga 2008. Selama masa pemerintahannya, dia pernah melakukan korupsi terkait dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 yang ditangani Kejaksaan Negeri Kudus. Operasi tangkap tangan kelima di tahun ini menyasar Bupati Kabupaten Muara Enim, Ahmad Yani. Ia ditangkap pada 2 September 2019. Tim Penindakan KPK menyita US $35 ribu dari OTT tersebut. Diduga uang itu terkait dugaan suap proyek Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Muara Enim. Ada ironi dari penangkapan Bupati Muara Enim Ahmad Yani. Jauh sebelumnya atau tepatnya pada Maret 2019, Ahmad Yani menyosialisasikan program pemberantasan korupsi terintegrasi bersama KPK. Dikutip dari laman muaraenimkab.go.id, Ahmad Yani sempat menyampaikan komitmen terhadap pencegahan dan penindakan korupsi di lingkup Pemkab. "Kami buktikan dengan taat aturan dan taat administrasi dalam pengelolaan keuangan daerah. Kami sangat mengapresiasi terhadap kegiatan yang diadakan oleh KPK ini, semoga dapat menciptakan pemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih, sehingga terhindar dari budaya korupsi," kata Yani di Ruang Rapat Bina Praja Pemprov Sumatra Selatan, 20 Maret 2019. Secara pararel dengan penangkapan Ahmad Yani, pada tanggal 3 September 2019 Tim Penindakan KPK juga turut membawa Bupati Kabupaten Bengkayang Suryadman Gidot ke Kantor KPK di Jakarta. Dari operasi itu, tim KPK menyita uang sejumlah Rp340 juta. Tak berselang lama, Suryadman pun ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pemerintah di Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Suryadman disebut menerima uang Rp336 juta dari sejumlah pihak swasta melalui Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang, Alexius. Ia pun saat ini sedang menjalani masa tahanan di rumah tahanan Polres Jakarta Pusat. Terkini, operasi tangkap tangan dilakukan pada 6 Oktober 2019 atas Bupati Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara. Tim KPK menyita Rp728 juta dari operasi tersebut. Agung lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait Proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara. Dalam jumpa pers penetapan tersangka, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan pihaknya mengendus perilaku koruptif Agung sudah tercermin sejak awal menjabat. Basaria mengatakan Agung memanfaatkan posisinya sebagai kepala daerah baru untuk memperoleh pendapatan di luar penghasilan resminya. "Sebelumnya, sejak tahun 2014, sebelum SYH [Syahbuddin] menjadi Kepala Dinas PUPR Lampung Utara, AIM [Agung] yang baru menjabat memberi syarat jika SYH [Syahbuddin] ingin menjadi Kepala Dinas PUPR, maka harus menyiapkan setoran fee sebesar 20-25 persen dari proyek yang dikerjakan oleh Dinas PUPR," ujar Basaria saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (7/10) malam. 119 Kepala Daerah Terjerat Sejak KPK Berdiri Secara keseluruhan, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa pihaknya telah memproses hukum 119 orang kepala daerah sejak mulai berdiri pada 2002 silam. "Dari 119 orang Kepala Daerah yang diproses KPK, 47 di antaranya dari kegiatan tangkap tangan atau hanya 39,4 persen. Sehingga, tidak sepenuhnya benar jika seluruh kepala daerah diproses melalui OTT," kata Febri saat dikonfirmasi, Selasa (8/10). Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur menempati posisi teratas dengan 14 kepala daerah yang diproses hukum. Selanjutnya Sumatera Utara (12); Jawa Tengah (10); Sumatera Selatan (7); Riau dan Sulawesi Tenggara (6); Papua dan Kalimantan Timur (5); Aceh, Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara, Lampung (4); Bengkulu, Maluku Utara, NTB (3); Kalimantan Tengah, NTT, Sulawesi Selatan (2); Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Jambi, Sumatera Barat (1). "Itu data per 7 Oktober 2019, sejak KPK berdiri," terang Febri. (Sumber: cnnindonesia.com, Edisi 09 Oktober 2019) ___________________________________________________________________________ SOAL 1: Mendeskripsikan rumusan kasus dan/atau masalah pokok, aktor yang terlibat dan persan setiap aktornya berdasarkan konteks deskripsi kasus. Jawaban, 1. Permasalahan yang terjadi pada kasus diatas adalah isu kontemporer yang masih marak terjadi di Negara Indonesia. Tindak korupsi yang dilakukan oleh pejabat- pejabat pemerintahan. Korupsi adalah tindakan yang melanggar hukum dan merusak, bukan hanya pada taraf finansial tapi berdampak pada banyak aspek kehidupan. “Korupsi selain merugikan keuangan negara, bisa berdampak pada kerusakan lingkungan, menurunnya kualitas pelayanan publik yang baik, rusaknya moral pejabat dan masyarakat hingga hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintahan.” Tentu hal ini akan mendorong terjadinya ketidakstabilan dalam kehidupan bersama. Korupsi adalah tindakan yang sangat merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini tentu saja menunjukkan rendahnya sikap kebangsaan dan nasionalisme para pelaku. Pada kasus diatas para pelaku (aktor) merupakan pejabat-pejabat pemerintahan. Tercatat 5 orang kepala daerah (Mesuji, Talaud, Kudus, Muara Enim, Bekayang dan lampung utara) dan dua kepala dinas PUPR serta satu Gubernur Kepri. Tertangkap KPK karena melakukan tindakan korupsi. Bahkan 2 orang bupati di daerah yang berbeda tertangkap dalam kasus yang sama. Menunjukkan bahwa sudah adanya kerja sama antar kepala daerah dalam melakukan tindak korupsi. Hal diatas mengindikasikan rendahnya Integritas para pejabat publik karena sudah tidak amanah dalam melaksanakan fungsinya sebagai pelaksana kebijakan dan pelayan publik. Kebanyakan kasus diatas adalah kasus “korupsi tansaksional”. Memperlihatkan bahwa mental kepala daerah tersebut, menyalah gunakan wewenang untuk kepentingan pribadinya diatas kepentingan publik. Kebanyakan adalah kasus “suap” pengadaan proyek PUPR sebagaimana yang terjadi di kabupaten Mesuji, Talaud, Muara Enim, Bekayang dan Lampung Utara. Tamzil bupati Kudus, melakukan tindak korupsi Jual Beli Jabatan. Sedangkan Gubernur Kepulauan Riau terjerat kasus gratifikasi dalam pemberian izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut. Di lain sisi, ada lembaga KPK sebagai alat penjaga integritas. Sebuah bagian dari sistem pemerintahan untuk mengendalikan praktik-praktik korup yang merugikan negara. Sebagaimana tercatat KPK melakukan 199 tindakan hukum terhadap kepala daerah pelaku korupsi semenjak berdiri tahun 2002. ___________________________________________________________________________ SOAL 2: Melakukan analisis terhadap: A. Bentuk penerapan dan pelanggaran terhadap nilai- nilai dasar PNS, dan Pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dan NKRI oleh setiap aktor yang terlibat berdasarkan konteks deskripsi kasus. B. Dampak tidak diterapkannya nilai-nilai dasar PNS dan pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dalam NKRI berdasarkan konteks deskripsi kasus. JAWABAN, 2. Korupsi adalah tindakan yang melanggar banyak sekali nilai dasar PNS. a. Dinilai dari sudut pandang kebangsaan dan nasionalisme, korupsi jelas sekali merugikan kepentingan negara. Tindak korupsi menciderai nilai-nilai pancasila, pelaku korupsi telah menabrak norma-norma bangsa, pelaku korupsi kehilangan "spiiritual accountability". Kesadaran batinnya terhadap pertanggung jawaban kepada msayarakat dan tuhan. Dengan menerima suap sebagai penentu pengambilan kebijakan pengadaan proyek, berarti telah mengesampingkan prinsip demokrasi sebagaimana tujuan pelayanan pemerintah terhadap masyarakat dan mitra kerjanya yaitu pihak swasta. Perilaku yang lebih mementingkan keuntungan pribadi daripada kepentingan umum itu, tidak mencerminkan semangat nilai-nilai bela negara. Seorang pemimpin daerah seharusnya paling depan dalam menunjukkan sikap "rela berkorban". Mengutamakan kepentingan kesejahteraan masyarakat daripada meraup keuntungan sendiri. Kepala Daerah seharusnya bertanggung jawab dalam mencapai tujuan kinerja daerah yang diharapkan atasan birokrasi maupun masyarakatnya. Harus bisa memberikan laporan yang transparan dari kinerja pemerintahan. Kepala daerah yang melakukan korupsi diatas telah melakukan kecurangan dengan jabatannya. Pengambilan kebijakan yang didasari transaksi illegal (suap dan gratifikasi), telah menutup prinsip keterbukaan dan keadilan. Pada akhirnya Hanya pihak-pihak yang melakukan suap yang akan mendapatkan akses informasi dan kesempatan bermitra dengan pemerintah. Hal ini tentu saja bertabrakan dengan nilai-nilai “Akuntabilitas” dalam penyelenggaraan pemerintahan. Tidak memberi kebijakan publik yang demokratis tetapi malah memonopoli sumber daya dengan menyalah gunakan wewenang. Jelas sekali tindak-tindak korupsi diatas adalah pelanggaran “komitmen mutu” dalam penyelenggaraan pemerintah. Penyelenggaraan pemerintah daerah ditujukan untuk memberikan pelayanan publik yang adil dan bermutu. Orientasinya adalah melayani masyarakat, kepuasan masyarakat dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan. Dengan tidak menjadikan masyarakat sebagai prioritas utama penyelenggaraan kebijakan pemerintah telah menyalahi standar mutu layanan berbasis kepuasan publik (consumer view or public view). Kemudian juga telah menabrak standar mutu layanan berbasis peraturan perundang-undangan (producer view). Pelaku korupsi diatas juga sudah melanggar banyak sekali norma dan etika publik. Pertama, dia tidak melaksanakan tugas dengan jujur, tanggung jawab dan berintegritas. Kedua, tidak mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam tugas. Ketiga, Tidak berhasil memenejemen konflik kepentingannya. Dan Keempat menyalahgunakan informasi negara untuk kepentingan pribadinya. b. Dampak yang bisa timbul dari tindak korupsi kepala daerah diatas antara lain kerusakan lingkungan, karena pengambilan kebijakan tidak didasarkan pada kelayakan program. Tidak diselaraskan dengan efektifitas dan efisiensi tujuan pelayanan, akan tetapi hanya demi keuntungan pribadi. Yang kedua akan menurunnya kualitas pelayanan publik di daerah, karena lemahnya integritas dan komitmen mutu penyelenggara daerah. yang akhirnya akan menimbulkan ketidakpuasan masyarakat kepada pemerintahan, hal itu akan menyebabkan ketidakstabilan pemerintahan. Dan kesemuanya tersebut pasti kontra dengan tujuan pembangunan Daerah yang secara menyeluruh juga berdampak pada tujuan pembangunan Nasional. ___________________________________________________________________________ SOAL 3: Mendeskripsikan gagasan-gagasan alternatif pemecahan masalah berdasarkan konteks deskripsi kasus. JAWABAN: 3. Pemimpin daerah adalah orang yang memegang leadership dari organisasi pemerintah daerah, lebih luas lagi organisasi masyarakat sebuah daerah. Seharusnya memiliki komitmen tinggi dalam menjalankan peran kepemimpinannya untuk mencapai tujuan-tujuan daerah. Maka seharusnya pemimpin daerah itu dipilih berdasarkan kualitas integritasnnya. Hingga saat ini kepala daerah maupun gubernur, dipilih melalui mekanisme pemilihan umum, bukan melalui tes kompetensi sebagaimana ASN. Sehingga dalam proses pemilihan pasti akan melibatkan masyarakatnya sendiri. Maka pemerintah harus benar-benar memperketat seleksi kelayakan calon kepala daerah ketika pemilihan umum. Sehingga tidak akan terjadi misalnya residivis kasus korupsi bisa kembali lagi menjadi bupati yang akhirnya melakukan tindak korupsi kembali sebagaimana kasus bupati Kudus, Tamzil, diatas. Disisi lain pemerintah harus bisa melakukan edukasi kepada masyarakat bagaimana seharusnya praktek demokrasi yang baik. Proses demokrasi yang anti korupsi. Karena mau tidak mau masyarakatlah yang akan menjadi penentu dalam pemilihan kepala daerah dalam sistem demokrasi seperti sekarang. Pemerintah melalui lembaga-lembaga terkait, misalkan BAWASLU atau KPU harus memberikan pengetahuan bahaya tindak korupsi. Kegiatan edukasi yang akan menimbulkan aksi di masyarakat untuk anti korupsi. Misalkan tidak mau menerima suap suara pemilihan (serangan fajar). Melaporkan bila mengetahui tindak kecurangan dalam pemilihan umum. Karena pemilihan kepala pemerintahan yang dilakukan berdasar kecurangan akan menghasilkan pemerintahan yang korup juga. Edukasi anti korupsi di masyarakat juga dilaksanakan dalam rangka mencetak generasi anti korupsi. Hal ini bisa diterapkan di lingkungan pendidikan. Dengan menciptakan budaya anti korupsi di lingkungan sekolah. Siswa-siswi penerus bangsa itu seharusnya disiapkan bukan hanya pada ranah pengetahuan saja namun juga ranah sikap dan mental. Bagaimana bentuk implementasi budaya antikorupsi itu bisa dirumuskan dan disepakati stakeholder. Dari intitusi sekolah sendiri, komite, dinas pendidikan dan dinas-dinas lain yang terkait. Selain menanamkan nilai integritas dari lingkungan masyarakat dan pendidikan, juga di tingkat lingkungan pekerjaan. Dengan terus melakukan proses internalisasi nilai integritas kepada pejabat dan pegawai pemerintah. Secara “In Side Out” maupun “Out Side in”. Hal ini bisa dilakukan dengan pendekatan religius untuk menumbuhkan "Spiritual Accountability". Kesadarabn para pegawai bahwa dia diawasi oleh Tuhan, dia harus selalu melakukan hal yang bai-baik. Hal ini bisa didorong dengan menciptakan lingkungan kerja yang religius. Misalkan bisa diterapkan dengan mewajibkan pejabat dan pegawai sholat berjamaah saat sedang berdinas, menyelenggarakan pengajian atau khotbah dengan materi-materi yang berhubungan dengan anti korupsi. ___________________________________________________________________________ SOAL 4: Mendeskripsikan konsekuensi dari setiap alternatif gagasan pemecahan masalah berdasarkan konteks deskripsi kasus. JAWABAN, 4. Edukasi masyarakat dan pada lingkungan pendidikan yang sadar anti korupsi akan menciptakan Lingkungan Masyarakat berintegritas. Tercipta generasi pejabat pemerintah yang "profesional dan akuntable". Selain itu juga menyadarkan masyarakat yang benar-benar demokratis. Memilih calon pemimpinnya benar-benar berdasar kemampuan dan integritasnya bukan berdasarkan keinginan imbalan dari politik praktis (serangan fajar, suap, transaksi insentif dll). Dengan terciptanya lingkungan yang religius, menumbuhkan kesadaran internal para pegawai. bukan sekedar kesediaan atau identifikasi, yang mungkin akan hilang ketika pejabat dan pegawai sudah tidak berada di lingkungan kerja. Kesadaran internal yang mantap, bahwa dirinya bertanggung jawab secara vertikal dan horizontal akan menghambat NIAT untuk melakukan kerusakan melalui Korupsi.