Anda di halaman 1dari 57

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya yang mana kami diberi kesehatan dan dapat
melaksanakan praktikum dengan lancar, tidak terkendala dan menyelesaikannya
laporan yang berjudul “ Ekosistem Hutan Alami, Sungai Alami, Sawah dan
Danau Buatan ” dengan baik juga. Penyusunan laporan ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah praktikum ekologi. serta diharapkan dapat
memberikan informasi pada orang lain tentang berbagai ekosistem yang terdapat
pada hutan alami, sungai alami, sawah dan danau buatan.

Dalam penyusunan laporan ini kami terlebih dahulu melakukan berbagai


pengamatan serta mendapatkan bimbingan, arahan dan pengetahuan hingga kami
mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik. Oleh karena itu kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam proses
penyusunan laporan ini, terima kasih kepada:

1. Bapak Yeeri Badrun, S.Pi, M.Si selaku Dosen Pengampu Mata


Kuliah Ekologi Umum
2. Ibu Novia Gesriantuti M,Si selaku Kepala Laboratorium Biologi.
3. Kakak Asisten Praktikum yang membimbing dan mengarahkan
kami dalam melakukan praktikum dan menyelesaikan laporan ini.

Demikian laporan praktikum yang kami buat, mohon kritik dan saran yang
mendukung, agar biasa kami jadikan acuan untuk penyusunan laporan berikutnya.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bagi kami selaku
penulis.

Pekanbaru, 03 Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

I.1 Latar Belakang.....................................................................................

I.1.1 Hutan Alami.................................................................................

I.1.2 Sungai Alami................................................................................

I.1.3 Danau Buatan...............................................................................

I.1.4 Sawah............................................................................................

I.2 Tujuan...................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................

2.1 Hutan Alami........................................................................................

2.2 Sungai Alami.......................................................................................

2.3 Sawah...................................................................................................

2.4 Danau Buatan......................................................................................

BAB III METODOLOGI........................................................................................

3.1 Waktu Dan Tempat..............................................................................................

3.1.1 Waktu dan tempat ekosistem hutan alami.............................................

3.1.2 Waktu dan tempat ekosistem sungai alami...........................................

3.1.3 Waktu dan tempat ekosistem sawah .....................................................

3.1.4 Waktu dan tempat ekosistem danau buatan..........................................

3.1.5 Waktu dan tempat pembuatan herbarium..............................................

3.2 Alat Dan Bahan....................................................................................................

3.2.1 Alat dan bahan praktikum ekosistem hutan alami.................................

3.2.2 Alat dan bahan praktikum ekosistem sungai alami...............................

3.2.3 Alat dan bahan praktikum ekosistem sawah.........................................

3.2.4 Alat dan bahan praktikum ekosistem danau buatan..............................


3.2.5 Alat dan bahan pembuatan herbarium...................................................

3.3 Cara Kerja................................................................................................

3.3.1 Cara kerja pada praktikum hutan alami.....................................

3.3.2 Cara kerja pada praktikum sungai alami...................................

3.3.3 Cara kerja pada praktikum ekosistem sawah.............................

3.3.4 Cara kerja pada praktikum ekosistem danau buatan.................

3.3.5 Cara kerja pada pembuatan herbarium......................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................

4.1 Hasil Pengamatan.................................................................................................

4.1.1 Hasil pengamatan hutan alami.......................................................

4.1.2 Hasil pengamatan sungai alami......................................................

4.1.3 Hasil pengamatan sawah................................................................

4.1.4 Hasil pengamatan danau buatan.....................................................

4.2 Pembahasan..........................................................................................................

4.2.1 Pembahasan hutan alami...........................................................

4.2.2 Pembahasan sungai alami.........................................................

4.2.3 Pembahasan sawah....................................................................

4.2.4 Pembahasan danau buatan.........................................................

4.4.5 pembahasan pembuatan herbarium...........................................

BAB V PENUTUP....................................................................................................

5.1 Kesimpulan..........................................................................................................

5.2 Saran.....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
1.1.1 Hutan Alami
Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem karena hubungan masyarakat
tumbuh-tumbuhan pembentuk hutan dengan binatang liar dan alam lingkungannya
sangatlah erat.Hutan dibentuk atau disusun oleh banyak komponen yang masing-
masing komponen tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dipisah-pisahkan, bahkan
saling mempengaruhi dan saling bergantung. Salah satu faktor penyusun
tumbuhan hutan alami adalah vegetasi. Vegetasi merupakan suatu kumpulan dari
berbagai macam tumbuhan yang hidup bersama disuatu tempat.Vegetasi selalu
dinamis dan selalu berkembang sesuai dengan kaedaan habitatnya.Dengan itulah
maka perlu melakukan kegiatan analisis vegetasi. Hutan juga komponen
terpenting dari kehidupan manusia maupun keseimbangan ekologi. Oleh
karenanya potensi yang meliputi komposisi jenis tumbuhan, dominasi jenis
kerapatan dan lainnya sangat perlu diukur.Hal ini sangat penting untuk
menentukan perlakuan yang harus dilakukan dari suatu luasan hutan.(Latifah,
2010).

Di dalam suatu ekosistem terjadi interaksi antara komunitas dan komunitas


lainnya serta lingungan abiotiknya.Interaksi ini menyebabkan aliran energi
melalui peristiwa makan dan dimakan. Pada peristiwa aliran energi ini, komponen
ekosistem khususnya komponen biotik memiliki tiga peran dasar, yaitu produsen,
konsumen dan dekomposer.Penyusun utama produsen dalam suatu ekosistem, 
khususnya di daratan adalah tumbuhan. Organisme  ini  mampu membuat 
makanannya sendiri dengan bantuan sinar matahari. Peristiwa ini disebut
fotosintesis. Produsen merupakan organisme autotrof,  yaitu  organisme  yang
mampu menyusun atau  membuat makanannya sendiri. Adapun konsumen adalah
organisme heterotrof, yaitu organisme yang tidak dapat membuat makanannya
sendiri. Untuk memenuhi kebutuhannya, organisme ini bergantung pada
organisme lain. Komponen biotik yang terakhir, yaitu dekomposer (pengurai).
Dekomposer adalah organisme yang menguraikan sisa-sisa organisme yang
telah mati menjadi zat-zat organik sederhana. Zat-zat sederhana ini akan
digunakan kembali oleh produsen sebagai bahan nutrisi untuk membuat
makanannya. Proses tersebut akan berlangsung terus-menerus di dalam suatu
ekosistem (Indriyanto, 2011)

1.1.2 Sungai Alami


Sungai mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi
sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya, sehingga
kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh
lingkungan disekitarnya. Sebagai suatu ekosistem, perairan sungai mempunyai
berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu
jalinan fungsional yang saling mempengaruhi. Komponen pada ekosistem sungai
akan terintegrasi satu sama lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan
mendukung stabilitas ekosistem tersebut (Setiawan, 2011).
Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai metode,
diantaranya dengan metode analisis kimia dan fisika air serta analisis biologi.
Penggunaan parameter biologi sebagai bioindikator dalam suatu perairan sangat
diperlukan, karena organisme dalam suatu ekosistem yang hidup disungai
dipengaruhi oleh lingkungan sungai dalam periode yang relatif panjang. Analisis
biologi khususnya analisis parameter untuk kualitas air sungai dengan
makrozoobentos, dapat memberikan gambaran yang digunakan sebagai alternatif.
Karena perubahan kualitas sungai dan substrat akan berpengaruh terhadap hidup
makrozoobentos sehingga mempengaruhi komposisi, kelimpahan dan
keanekaragaman makrozoobenthos yang bergantung pada toleransi atau
sensitivitas terhadap perubahan lingkungan (Setiawan, 2011).

1.1.3 Danau buatan


Sering sekali terjadi kasus pada musim penghujan, volume air meningkat dan
menyebabkan bencana banjir, sehingga hasil panen menurun karena tanaman
rusak terendam air. Sedangkan sebaliknya, pada musim kemarau, hasil panen pun
berkurang karena tanaman mati kekeringan. Oleh karenanya, hal tersebut harus
dipikirkan bagaimana solusinya agar kebutuhan pangan manusia tetap terpenuhi.
Salah satunya adalah membuat danau buatan. Dilihat dari namanya, danau buatan
merupakan danau atau tempat penampungan air yang tidak terbentuk secara alami.
Danau buatan atau waduk dibangun untuk memenuhi tujuan tertentu. Trik dari
membangun waduk adalah dengan membendung aliran sungai yang akan
membentuk cekungan dan terjadilah danau buatan (Hidayah, 2014).

Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan tawar, dan berfungsi
sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air
maupun air hujan. Sebagai salah satu bentuk ekosistem air tawar, danau
memegang peranan sangat penting dan potensial untuk dikembangkan dan
didayagunakan untuk berbagai kepentingan, seperti kepentingan ekonomi,
perikanan, irigasi, sumber air bersih dan pariwisata. Dari sisi ekologi, danau juga
beperan sebagai penyangga bagi kehidupan sekitarnya, dan memiliki kekayaan
keanekaragaman hayati yang potensial bagi kesejahtraan masyarakat. Akan tetapi
potensi-potensi tersebut akan dapat mensejahterakan secara berkelanjutan apabila
pengelolaan dan pemanfaatannya mempertimbangkan kemampuan optimal dan
daya dukung ekositem tersebut. Pemanfaatan yang berlebihan suatu potensi akan
dapat menyebabkan gangguan terhadap potensi lainnya, bahkan dapat
mengganggu potensi danau secara keseluruhan (Hidayah, 2014).

Beragam aktivitas yang dilakukan di perairan sebagai tempat kegiatan


penangkapan ikan dan budidaya ikan dalam keramba jaring apung, pariwisata, dan
rekreasi. Aktivitas yang dilakukan akan berpengaruh terhadap keberadaan biota
air di danau tersebut diantaranya makrozoobentos. Keberadaan makrozoobentos di
perairan dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik dan abiotik. Faktor biotik yang
berpengaruh diantaranya ialah bakteri (dekomposer) yang membantu proses
dekomposisi bahan organik. Bahan organik tersebut merupakan salah satu sumber
makanan bagi makrozoobentos. Faktor abiotik yang berpengaruh ialah seperti
parameter fisika dan kimia perairan, diantaranya suhu, kecerahan, pH, oksigen
terlarut, kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD), arus, dan kedalaman.
Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam ekosistem
perairan sehubungan dengan peranannya sebagai organisme kunci dalam jaring-
jaring makanan. Oleh karena itu, struktur komunitas makrozoobentos merupakan
indikator yang baik untuk menilai tingkat pencemaran lingkungan perairan
(Kutarg, 2010).

1.1.4 Sawah

Keberadaan lahan sawah memiliki banyak fungsi, baik untuk kehidupan


manusia maupun lingkungan. Fungsi lahan sawah bagi kehidupan manusia selain
sebagai penghasil bahan pangan, juga merupakan salah satu sumber pendapatan,
tempat bekerja, tempat rekreasi, tempat mencari ilmu, dan lain sebagainya. Fungsi
lahan sawah bagi lingkungan dapat dilihat dari fungsi lahan sawah sebagai tempat
hidup berbagai tumbuhan, tempat berkembang biak berbagai organisme hidup
seperti cacing, berbagai serangga, burung, belut, ular, dan organisme lainnya,
berperan dalam mencegah terjadinya banjir, erosi, maupun tanah tanah longsor.
Meskipun demikian, jika tidak dikelola dengan baik, lahan sawah juga dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan, seperti
pencemaran air, tanah, dan udara akibat penggunaan bahan kimia dan mekanisasi
pertanian (Sumono, 2012).

Lahan pertanian yang berupa lahan sawah biasanya dicirikan oleh adanya
pematang yang mengelilinginya dengan maksud untuk membatasi antara bidang
lahan sawah satu dan bidang sawah lainnya. Di samping itu, pematang lahan
dibuat juga untuk tujuan mencegah keluar masuknya air secara berlebihan
sehingga kondisi air dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Ciri lain lahan sawah
ialah jenis tanaman yang ditanam pada lahan sawah biasanya tanaman pokok padi
pada musim hujan dan tanaman palawija (kacang-kacangan, jagung, umbi-
umbian), sayuran (kacang panjang, sawi, lombok dan bawang merah), maupun
buah-buahan (melon, pepaya dan  semangka) dan tanaman lainnya (Sumono,
2012).
Keberadaan lahan sawah memiliki banyak fungsi, baik untuk kehidupan
manusia maupun lingkungan. Fungsi lahan sawah bagi kehidupan manusia selain
sebagai penghasil bahan pangan, juga merupakan salah satu sumber pendapatan,
tempat bekerja, tempat rekreasi, tempat mencari ilmu, dan lain sebagainya. Fungsi
lahan sawah bagi lingkungan dapat dilihat dari fungsi lahan sawah sebagai tempat
hidup berbagai tumbuhan, tempat berkembang biak berbagai organisme hidup
seperti cacing, berbagai serangga, burung, belut, ular, dan organisme lainnya,
berperan dalam mencegah terjadinya banjir, erosi, maupun tanah tanah longsor.
Meskipun demikian, jika tidak dikelola dengan baik, lahan sawah juga dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan, seperti
pencemaran air, tanah, dan udara akibat penggunaan bahan kimia dan mekanisasi
pertanian (Makirim, 2013).

Di desa Merangin, Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar masih memiliki


hutan-hutan yang alami dan juga di Air terjun Lubuk Nginio sungainya masih
alami sehingga kami memutuskan untuk melakukan praktikum lapangan di daerah
tersebut tentang ekosistem alami. Di bendungan Irigasi Sembat sekitar Desa
Sawah Baru, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten kampar terdapat danau
buatan yang sering dijadikan tempat pariwisata dan juga umumnya di sana
terdapat banyak sawah yang ditanami padi, sebagai mata pencaharian masyarakat.
Oleh karena itu, kami memutuskan daerah tersebut sebagai tempat untuk
melakukan praktikum lapangan yang kedua, tentang ekosistem buatan.

1.2 Tujuan

1. Untuk menggambarkan komponen abiotik dalam suatu ekosistem.


2. Untuk menggambarkan kerapatan vegetasi pada suatu ekosistem sebagai
salah satu faktor biotik.
3. Untuk menggambarkan komponen biotik (berupa serangga) dalam sualu
ekosistem.
4. Menggambarkan komponen biotik suatu ekosistem dilihat dari susunan dan
fungsinya.
5. Untuk mengetahui rantai makanan dan jaring-jaring makanan terbentuk pada
suatu ekosistem.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Alami


Hutan alami adalah hutan yang tumbuh secara alami tanpa adanya campur
tangan manusia yang terdiri dari bermacam komposisi jenis (heterogen),
merupakan tegakan pohon seumur yang tidak memiliki ukuran pohon yang
beragam atau hutan yang belum pernah mendapatkan gangguan manusia dan
hanya mendapatkan sedikit gangguan untuk keperluan berburu, berkumpul dan
penebangan pohon secara individu, bukan tegakan untuk mengambil buah atau
kemenyan, yang dampak kerusakannya tidak berarti, sehingga hutan tersebut
secara alami mampu kembali pada keadaan semula dalam hal struktur, fungsi dan
dinamikanya (Suhendang 2002).
Komponen ekosistem hutan alami yang lengkap harus mencakup produsen,
konsumen, pengurai dan komponen abiotik. Sebagai produsen adalah tumbuhan
hijau yang merupakan satu-satunya komponen ekosistem yang dapat mengikat
energi matahari secara langsung dan diubah menjadi energi kimia dalam proses
fotosintesis. Konsumen yang mengkonsumsi energi yang dihasilkan oleh
produsen. Secara umum konsumen dibedakan menjadi makrokonsumen dan
mikrokonsumen. Yang termasuk dalam makrokonsumen adalah herbivora
(pemakan produsen langsung) dan karnivora (karnivora tingkat I, tingkat II, dan
top-karnivora). Sedangkan yang termasuk ke dalam mikrokonsumen adalah
pengurai, yakni organisme perombak bahan dari organisme yang telah mati
melalui proses immobilisasi dan mineralisasi sehingga menjadi unsur hara yang
siap dimanfaatkan oleh produsen (Indriyanto, 2006).
Salah satu faktor penyusun hutan alami adalah vegetasi. Vegetasi
merupakan suatu kumpulan dari berbagai macam tumbuhan yang hidup bersama
di suatu tempat. Vegetasi selalu dinamis dan selalu berkembang sesuai dengan
keadaan habitatnya. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu
komponen biotik yang menempati habitat dan komposisi vegetasi pada suatu
wilayah yang dipengaruhi oleh komponen ekosistem lain yang saling berinteraksi.
Dengan saling berinteraksi akan membuat ekosistem berlangsung lama. Sehingga
vegetasi pada tumbuhan secara alami pada wilayah tersebut merupakan
pencampuran hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan mengalami
perubahan drastis (Bakri, 2009).
Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melaui pengamatan
langsung. Analisis vegetasi dilakukan dengan mengamati morfologi serta
identifikasi vegetasi yang ada. Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan
memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang
lebih luas. Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan
pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan
sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain.
Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak
positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi
vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. Pada umumnya analisis vegetasi dibedakan
atas analisis vegetasi kualitatif dan kuantitatif (Latifa,2005).

2.2 Sungai Alami


Sungai alami merupakan ekosistem alami yang terbentuk secara alami,
sehingga komponen komponen biotik yang di dalamnya lebih bervarian. Perairan
umum yang airnya mengalir terus menerus pada arah tertentu, sungai berasal dari
air tanah, dan air permukaan yang diakhiri bermuara ke laut. Sungai sebagai
perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka
yang berhubungan erat dengan sistem-sistem terrestrial, ekositem aquatik yang
mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah
tangkapan air bagi daerah di sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat
dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan. Perairan sungai
mempunyai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk
ekosistem yang saling mempengaruhi. Komponen ekosistem sungai akan
terintegrasi satu sama lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan
mendukung stabilitas ekosistem tersebut (Endri, 2013).
Sungai dapat juga dianggap sebagai kesatuan ekosistem dimana
serangkaian komunitas dipengaruhi oleh dan pada gilirannya, mempengaruhi
factor-faktor fisik- kimia air di sekelilingnya. Selanjutnya ekosistem yang besar
ini dapat dibagi lagi menjadi seksi atau daerah yang lebih kecil dimana parameter
fisik- kimia mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap populasi
organisme, dengan demikian menentukan perubahan komposisi dan adaptasi
organisme dalam satu daerah yang berada di bawah pengaruh tersebut
(James.2010).

Ekosistem sungai dihuni oleh berbagai macam organisme. penghuni ekosistem


sungai antara lain :
1. Neuston (meliputi organisme yang aktif di permukaan air).
2. Plankton (meliputi semua organisme mikroskopik yang melayang-layang
dalam air).
3. Nekton meliputi berbagai organisme akuatik yang dapat bergerak.
4. Bentos (meliputi organisme khususnya hewan yang hidup atau aktif di
dasar perairan).
5. Peropiton (meliputi organisme yang hidup menempel pada benda atau
organisme lain).
Sungai yang merupakan salah satu ekosistem perairan terbentuk karena
adanya perbedaan tinggi antara sumber air dan muara. Sumber ini berasal dari air
hujan yang masuk ke dalam tanah dan sebagian akan keluar sebagai mata air.
Mata air inilah yang merupakan sumber air dari sungai. Sambil mengalir air
sungai itu mengikis tanah dan batu-batuan yang dilewati. Kikisan tanah dan batu-
batuan yang berbentuk butir-butir dan melayang-layang dalam air dan ikut
mengalir dengan air sungai ke laut, danau, waduk dan rawa-rawa. Intensitas
pengikisan itu diantaranya dipengaruhi oleh jenis-jenis tanah dan batu-batuan
yang dilewati. Tanah dan batu-batuan yang dikikis oleh air itu kerasnya berbeda,
karena itu tak ada sebuah sungai yang mengalir secara lurus; mengalirnya sungai
berkelok-kelok mengikuti ketinggian tanah dan memilih tanah danbatu-batuan
yang lunak. Air sungai yang dalam perjalanannya menuju ke laut itu nyatanya
membawa dan mengangkut berbagai jenis benda dan bahan materil, seperti batu-
batuan, lumpur atau bahan- bahan organik pencemar (Nugroho, 2006).
2.3 Sawah

Sawah adalah tanah yang digarap dan diairi untuk tempat menanam
padi.untuk keperluan ini,sawah mampu menyangga genangan air karena padi
memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya.Untuk
mengairi sawah di gunakan system irigasi dari mata air, sungai, atau air hujan.
Sawah yang terakhir di kenal sebagai sawah tadah hujan, sementara yang lainnya
adalah sawah irigasi.padi yang di tanam di sawah dikenal sebagai padi lahan
basah (Purwono,2007).
Sawah adalah tanah berlumpur di lahan datar dengan tekstur tanah
berlempung yang keras di bagian dalam sehingga dapat menampung genangan
air.Sawah biasanya di buat berpetak petak yang antara petak yang satu dengan
yang lain di batasi oleh pematang. (purwono,2007)

2.3.1 Manfaat Sawah


Sawah bermanfaat sebagai penghasil bahan pangan (khusus beras),
penyedian sumber lapangan kerja (petani), penyedia sumber pendapatan bagi
masyarakat dan sebagai sarana penumbuhan rasa kebersamaan(gotong royong).
(Harmanto,2011)
2.4 Danau Buatan
Danau buatan atau waduk di bangun untuk memenuhi tujuan tertentu.Trik
dari membangun waduk adalah dengan membendung aliran sungai yang akan
membentuk dan terjadilah danau buatan. (Agusta,2015)
2.4.1 Defenisi Danau
Danau adalah sejumlah air (tawar atau asin)yang terakumulasi di suatu
tempat yang cukup luas,yang dapat terjadi karena mencairnya gletser,aliran
sungai,atau karena adanya mata air.Biasanya danau dapat di pakai sebagai sarana
rekreasi,dan olahraga (Agusta,2015)
Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang di genangi oleh air
bisa tawar ataupun asin yang seluruh cekungan tersebut di kelilingi oleh
daratan.Kebanyakan danau adalah air tawar dan juga banyak berada di belahan
bumi utara pada ketinggian yang lebih atas. (Soprobowati,2012)

2.4.2 Manfaat Danau


Manfaat danau buatan bagi kehidupan manusia adalah:(Kartamihardja,2015)

1. Menyimpan cadangan air


Peningkatan volume air pada musim penghujan disimpan dalam waduk untuk
dapat digunakan pada musim kemarau untuk menhindari kekeringan.
2. Mencegah banjir
Waduk mempunyai pintu air raksasa yang berfungsi sebagai masuk-keluarnya
aliran air secara bertahap untuk mengatur volume air di sungai.
3. Menyediakan sarana irigasi
Sektor pertanian membutuhkan system pengairan atau irigasi untuk menjaga
pertumbuhan tanaman.Air tersebut di dapat dari sungai atau waduk.
4. Menjadi suplai energy untuk pembangkit listrik tenaga air(PLTA)
Air dialirkan melalui pipa penyalur menuju turbin penggerak untuk
dikonservasi menjadi energy listrik melalui transmisi.
5. Menyediakan tempat budidaya tambak
Petani tambak dapat mengembangbiakan varietas air tawar,seperti ikan dan
udang di daerah sekitar waduk.
6. Persedian air minum
Bekerja sama dengan perusahaan dengan air minum (PDAM)unutk
menyaring kembali air dari danau buatan agar dapat di gunakan sebagai air
minum.
7. Meggenapi kebutuhan sehari-sehari manusia
Air dari danau buatan sifatnya tawar dan bersih.Dengan atau tanpa
penyulingan kembali.Kebutuhan sehari-hari seperti mandi,memasak,mencuci.dan
lainnya dapat memanfaatkan air waduk.
8. Sebagai temapat wisata dan rekreasi
Contohnya adalah bendungan jatiluhur,terdapat area wisata dan olahraga air,
serta tempat rekreasi keluarga.Hal ini dapat dimanfaatkan oleh warga sekitar yang
membuka usaha di sekitar tempat wisata.
2.4.3 Penyebab Terbentuknya Danau Buatan
Danau merupakan sebuah tempat di kerak bumi sehungga merupakan salah
satu bentuk permukaan bumi.Meski danau adalah berupa perairan.Namun karena
letaknya ada di daratan maka danau merupakan bagian dari daratan.Disini ada
beberapa faktor terbentuknya danau buatan yaitu: (Sopobrowati,2012)
1. Adanya aktifitas penambangan
2. Adanya kesengajaan dari manusia,hal yanag menyebabkan terbentuknya
danau buatan karena kesengajaan manusia untuk tujuan tertentu,seperti untuk
memperbanyak cadangan air.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

3.1.1 Waktu dan Tempat Ekosistem Hutan Alami

Praktikum Ekologi Umum tentang “Ekosistem Hutan Alami Di Desa


Marangin Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar”, dilaksanakan pada hari minggu,
15 Desember 2019, Pukul 08.00-selesai, bertempat di Air terjun Lubuk Nginio,
Desa Marangin,Kecamatan Kuok,Kabupaten Kampar.

3.1.2 Waktu dan Tempat Ekosistem Sungai

Praktikum Ekologi Umum tentang “Ekosistem Sungai Di Desa Marangin


Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar”, dilaksanakan pada hari minggu, 15
Desember 2019, Pukul 08.00-selesai, bertempat di Air terjun Lubuk Nginio, Desa
Marangin,Kecamatan Kuok,Kabupaten Kampar.

3.1.3 Waktu dan Tempat Ekosistem Sawah

Praktikum Ekologi Umum tentang “Ekosistem Sawah di Desa Sawah Baru,


Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar”, dilaksanakan pada hari minggu,
29 Desember 2019, Pukul 08.00-selesai. Bertempat di Sawah sekitar Desa Sawah
Baru, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar.

3.1.4 Waktu dan Tempat Ekosistem Danau Buatan

Praktikum Ekologi Umum tentang “Ekosistem Danau Di Bendungan Irigasi


Sembat, Desa Sawah Baru, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar”,
dilaksanakan pada hari Minggu, 29 Desember 2019, Pukul 08.00-selesai.
Bertempat di Di Bendungan Irigasi Sembat,Desa Sawah Baru, Kecamatan
Kampar Timur, Kabupaten Kampar.

3.1.5 Waktu dan Tempat pembuatan Herbarium

Pada pembuatan herbarium ini dilakukan pada hari senin, tanggal 16


Desember 2019 Pukul 15.00-selesai. Bertempat di Laboratorium Biologi
Universitas Muhammadiyah Riau,Pekanbaru.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat dan Bahan pada Praktikum Ekosistem Hutan Alami

Pada Praktikum Ekosistem Hutan Alat dan Bahan yang digunakan yaitu
,Alat nya adalah meteran tanah ,kayu patok, pisau, gunting, tali rafia, serbet,
insecnet, botol spray, alat tulis, modul praktikum Ekology Umum, pinset, kamera
untuk dokumentasi, gunting, thermometer. Sedangkan Bahan yang digunakan
adalah kertas lakmus, sirup kurnia, alcohol 70%, lugol, kertas label, kardus,
Koran, lakban, spidol, botol sampel, botol killing, aqua gelas, kertas hvs, plastik
ziplok ukuran 10 kg dan 2 kg , toples sosis 5 buah, dan kapas.

3.2.2 Alat dan Bahan pada Praktikum Ekosistem Sungai

Pada Praktikum Ekosistem Sungai alat yang digunakan adalah alat tulis,
modul praktikum Ekology Umum, pinset, pipet tetes, ember, saringan, gayung,
plankton net, sicchi meter, paralon, dan kamera untuk dokumentasi. Sedangkan
bahan yang digunakan yaitu lugol, kertas lakmus, botol sampel, kertas label dan
lakban.

3.2.3 Alat dan Bahan pada Praktikum Ekosistem Sawah

Pada Praktikum Ekosistem Sawah alat yang digunakan adalah alat tulis,
modul praktikum Ekology Umum, pinset, thermometer, meteran, kayu patok,
insectnet, tali rafia, Soil ph meter, hygrometer, GPS, Anemometer, Kamera untuk
dokumentasi. Sedangkan bahan yang digunakan adalah sirup kurnia, aqua gelas,
kertas Hvs, botol sampel, botol killing, toples sosis dan kertas label.
3.2.4 Alat dan Bahan Pada Praktikum Ekosistem Danau Buatan

Pada Praktikum Ekosistem Danau Buatan alat yang digunakan adalah


Sicchi meter, thermometer, ember, gayung, plankton net, paralon, kamera untuk
dokumentasi, alat tulis, modul praktikum Ekology Umum, pinset, dan pipet tetes.
Sedangkan bahan yang digunnakan adalah kertas lakmus, kertas label, toples
sosis, botol killing, lugol, dan botol sampel.

3.2.5 Alat dan Bahan Pembuatan Herbarium

Pada pembuatan herbarium adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu
Alatnya ada gunting, pisau catter, botol kispray, dan lakban. Sedangkan bahan
yang digunakan adalah tumbuhan yang akan dibuat herbarium, alcohol 70%,
kardus, dan Koran.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Cara Kerja pada Praktikum Hutan Alami

Prosedur kerja pada praktikum hutan alami yaitu langkah pertama yang
dilakukan adalah menentukan lahan atau lokasi yang akan digunakan untuk
menganalisis vegetasi tumbuhan, langkah kedua membuat plot 10 x 10 meter
untuk tumbuhan, selanjutnya membuat plot 2 x 2 meter untuk semai, dan 5 x 5
meter untuk pancang. Dengan cara menarik tali yang sudah diukur menggunakan
meteran hingga membentuk lahan kecil pada tempat yang telah ditentukan.
Kemudian meletakkan aqua gelas yang sudah berisikan sirup kurnia kemasing-
masing sudut pada plot atau disebut dengan Pit Fall Trap, ini bertujuan agar
serangga atau semut yang berjalan diatas tanah terjebak pada lubang tersebut.
Selanjutnya mengidentifikasi dan menganalisis spesies yang berada pada masing-
masing plot. Identifikasi terhadap jenis dan jumlah individu semua komponen
biotik (tumbuhan dan satwa) dan pengukuran terhadap komponen abiotik (suhu,
kelembapan, intensitas cahaya, kemiringan lahan, keasaman tanah dan ketinggian
tempat dari permukaan laut). Dikedua ekosistem tanah dan ketinggian tempat dari
langkah selanjutnya mencatat spesies yang ditemukan dan mencatat data dari hasil
pengukuran dari komponen abiotik,langkah terakhir yaitu mengolah data ,yang
diperoleh dengan program R dengan untuk mencari indeks nilai penting (INP) dan
indeks diversitas.

3.3.2 Cara Kerja pada Praktikum Ekosistem sungai

Yang pertama dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan pada praktikum ekosistem sungai, kemudian menentukan tempat untuk
pengambilan sampel bentos. Diambil air menggunakan ember dan air tersebut
disaring pada saringan, diambil air sebanyak 5 kali pengambilan. Setelah itu
diperiksa saringan tersebut apakah ada organism didalamnya, kemudian diambil
dan dipindahkan ke wadah sample. Kemudian pengambilan plankton dengan cara
paralon ditekan hingga kedasar sungai lalu ditutup dan kemudian diangkat dan di
saring. Keseluruhan volume yang tersaring dengan plankton net kemudian
dipindahkan kewadah atau kedalam botol sampel yang sudah disiapkan dan diberi
label sesuai kode masing-masing lokasi selanjutnya diberi lugol dan di lakban
agar tidak tumpah. Untuk menentukan suhu pada sungai yaitu dengan cara
mencelupkan thermometer ke dalam air sungai selama 15 menit. Selanjutnya
mencari kedalaman pada sungai tersebut menggunakan sichi meter. Dan untuk
mencari tingkat keasaman dari air sungai tersebut dilihat dengan kertas lakmus.

3.3.3 Cara Kerja pada Praktikum Ekosistem Sawah

Cara kerja pada praktikum ini yaitu yang pertama kali dilakukan adalah
menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, kemudian menentukan tempat
yang akan dijadikan tempat praktikum, setelah itu membuat plot pada lahan sawah
dengan ukuran 10 x 10 meter, 5 x 5 meter dan 2 x 2 meter, dan diletakkan aqua
gelas yang sudah berisi sirup kurnia ke masing-masing sudut pada plot atau
disebut dengan Pit Fall Trap, ini bertujuan agar serangga atau semut yang berjalan
diatas tanah terjebak pada lubang tersebut. Selanjutnya mengidentifikasi dan
menganalisis spesies yang berada pada masing-masing plot. Kemudian
penangkapan serangga menggunakan insect net, serangga yang terbang atau
beraktivitas ditangkap menggunakan jarring atau insect net tersebut jika serangga
sudah masuk didalam insectnet lalu insectnet di balikkan agar serangganya tidak
terbang. Setelah itu ambil serangga secara perlahan dan masukkan kedalam toples
atau botol sampel sesuai ukuran serangga yang di dapat.

2.3.4 Cara Kerja pada Praktikum Ekosistem Danau Buatan

Cara kerja pada praktikum ekosistem danau buatan ini yang pertama kali
dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, , kemudian
menentukan tempat untuk pengambilan sampel bentos. Diambil air menggunakan
ember dan air tersebut disaring pada saringan, diambil air sebanyak 5 kali
pengambilan. Setelah itu diperiksa saringan tersebut apakah ada organism
didalamnya, kemudian diambil dan dipindahkan ke wadah sample. Selanjutnya
Untuk menentukan suhu pada danau yaitu dengan cara mencelupkan thermometer
ke dalam air sungai selama 15 menit. Selanjutnya mencari kedalaman pada sungai
tersebut menggunakan sichi meter, lalu menghitung kecepatan arus pada danau
Dan untuk mencari tingkat keasaman dari air sungai tersebut dilihat dengan kertas
lakmus. Kemudian pengambilan plankton dengan cara paralon ditekan hingga
kedasar danau lalu ditutup dan kemudian diangkat dan di saring. Keseluruhan
volume yang tersaring dengan plankton net kemudian dipindahkan kewadah atau
kedalam botol sampel yang sudah disiapkan dan diberi label sesuai kode masing-
masing lokasi selanjutnya diberi lugol dan di lakban agar tidak tumpah.

2.3.5 Cara pembuatan Herbarium

Cara kerja pada pembuatan herbarium ini adalah yang pertama kali
dilakukan menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, lalu dibersihkan
spesimen yang akan dibuat herbarium dengan membuang bagian-bagian yang
tidak diperlukan. Kemudian dikeringkan, setelah kering baru disemprot dengan
alcohol 70% ke seluruh bagian pada tumbuhan tersbut hingga basah. Lalu
dikeringkan lagi, setelah itu spesimen dikeringkan lagi. Setelah kering spesimen
dijepit dengan kertas Koran dan dihimpit dengan kardus, lalu di lakban sampai
rapat hingga tidak ada udara yang dapat masuk. Kemudian di diamkan selama
satu minggu, selama satu minggu itu Koran diganti setiap dua hari sekalai agar
tidak berjamur. Setelah tumbuhan mengering lalu tumbuhan disetrika dengan
dialasi kain diatasnya supaya tidak kusut. Kemudian ditempelkan pada kertas padi
dan di selotip atau dijahit bagian tengahnya saja agar tidak lepas atau jatuh dan
dibuat klasifikasi dan ciri-cirinya. Setelah itu baru ditutup dengan plastik kaca dan
dibingkai dengan sebagus mungkin.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Hasil Pengamatan

1. Ekosistem Hutan
Parameter pengamatan yang dilakukan:
 Praktikum I (Faktor Lingkungan suatu Ekosistem)
Pengamatan pada ekosistem Hutan hanya dilakukan untuk parameter
daratan, tidak dilakukan pengukuran untuk parameter perairan.
 Praktikum II (Menghitung Kerapatan Vegetasi)
 Praktikum III (Menghitung Serangga)
 Praktikum IV (Menghitung Fauna Mengatasi Plankton dan Bentos)
 Praktikum V (Aliran Energi)

2. Ekosistem Sungai
Parameter pengamatan yang dilakukan:
 Praktikum I (Faktor Lingkungan suatu Ekosistem)
Pengamatan pada ekosistem Sungai hanya dilakukan untuk parameter
perairan, tidak dilakukan pengukuran untuk parameter daratan.
 Praktikum IV (Menghitung Fauna melepaskan Fauna Darat)
 Praktikum V (Aliran Energi)

3. Ekosistem Danau
 Praktikum I (Faktor Lingkungan suatu Ekosistem)
Pengamatan pada ekosistem danau hanya dilakukan untuk parameter
perairan, tidak dilakukan pengukuran untuk parameter daratan.
 Praktikum IV (Menghitung Fauna melepaskan Fauna Darat)
 Praktikum V (Aliran Energi)

1. Ekosistem Buatan (sawah)


 Praktikum I (Faktor Lingkungan suatu Ekosistem)
 Praktikum II (Menghitung Kerapatan Vegetasi)
 Praktikum III (Menghitung Serangga)
 Praktikum IV (Menghitung Fauna Mengatasi Plankton dan Bentos)
 Praktikum V (Aliran Energi)
4.1.1 Hasil Pengamatan Hutan Alami

a) Deskripsi lokasi

Praktikum analisis vegetasi hutan alami ini dilakukan pada hari Minggu,
15 Desember 2019 pukul 08.00 s/d Selesai. Di Desa Merangin, Kecamatan Kuok
Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

b) Komponen abiotik(fisika dan kimia)

Tabel hasil pengamatan parameter.

No Parameter Alat Hasil Keterangan


Pengukuran
1. Kondisi awan Visual - Mendung
2. Temperature udara Thermometer 30º C Cukup panas
3. Temperature tanah Thermometer 28º C Lembab
4. Kelembaban tanah Hygrometer 42 Rendah
5. pH tanah Soil pH tester 6 Netral
6. Intensitas cahaya Visual - Berawan
matahari
7. Kebisingan Visual Bising
8. Ketinggian tempat N00°15’33.6’’E1 -
GPS 0
0°55 12.8

c) Komponen biotik

Tabel hasil pengamatan vegetasi strata pohon.

No Nama Spesies Nama Ilmiah Diameter Tinggi Jumlah


Batang Batang
1. Pohon karet Hevea brasiliensis 35 cm 12 m 6
2. Pohon jengkol Archidendron 27 cm 7m 2
pauciflorum
3. Pohon jati Tectona grandis 18 cm 10 m 8
Jumlah 16
Pada tabel hasil pengamatan pada plot berukuran 10x10 cm untuk stara
pohon diperoleh 3 jenis pohon yang teridetifikasi.

Tabel hasil pengamatan vegetasi strata sapling.

No Nama Spesies Nama Ilmiah Diameter Tinggi Jumlah


Batang Batang
1. Pohon Kakao Theobroma cacao L 2 cm 13 2m
2. Pohon Biwa Eriobotrya japonica 3 cm 27 1,7 m
3. Sp 3 Crudia bracteata 4 cm 55 1,3 m
Jumlah 95
Pada tabel hasil pengamatan dalam plot berukuran 5x5 cm untuk
pangamatan strata sapling, terdapat 3 spesies teridentifikasi.

Tabel hasil pengamatan vegetasi strata seedling.

No Spesies Nama ilmiah Jumlah


1. Jamur Genoderma.sp 10
2. Paku. 1 Stenochlaena palutris 45
3. Paku. 2 Neprholepis bisserata 65
4. Paku. 3 Sellagginella plana 72
5. Herendong bulu Clidemia hirta 66
6. Poh pohan Pilea melartromei 23
Jumlah 271
Pada tabel hasil pengamatan dalam plot berukuran 2x2 cm untuk
pangamatan strata seedling, terdapat 6 spesies teridentifikasi.

Tabel hasil pengamatan serangga hutan alami.

No Spesies Nama ilmiah Jumlah


1. Semut hitam Monomorium sp 1
2. Capung Aeshna sp 1
3. Kumbang tanah Carabidae sp 1
4. Belalang Dissotura carolina 1
5. Walang sangit Leptocorixa acuta 1
6. Ulat daun Erionota thrax 1
7. Semut merah Solenopsis invicta 10

Pada tabel hasil pengamatan serangga terdapat 7 spesies serangga yang


teridentifikasi

4.1.2 Hasil Pengamatan Sungai Alami


a) Deskripsi Lokasi
Pada praktikum ekologi mengenai sungai alami ini dilaksanakan pada hari
minggu, 15 Desember 2019, Pukul 13.30 – 16.00 WIB, bertempat di Air
terjun Lubuk Nginio, Desa Marangin,Kecamatan Kuok,Kabupaten Kampar.

b) Komponen abiotik(fisika dan kimia)


No. Parameter Alat Hasil dan
Keterangan
Pengukuran
Perairan
1. Temperatur air Thermometer 27°C
2. Kadar asam (Ph) perairan Lakmus 7 Normal
3. Tingkat kekeruhan air Sicchi Meter 90 cm
Pada tabel hasil pengamatan parameter diperoleh data Temperatur air. Kadar
asam (Ph) perairan dan Tingkat kekeruhan air.

4.1.3 Hasil Pengamatan Sawah

a) Deskripsi lokasi
Pada praktikum ini mengenai ekosistem buatan yaitu sawah yang
dilaksanakan pada hari Minggu, 29 Desember 2019, Pukul 08.00-selesai.
Bertempat di Sawah sekitar Desa Sawah Baru, Kecamatan Kampar Timur,
Kabupaten Kampar.

b) Komponen abiotik(fisika dan kimia)


No Parameter Alat Hasil Keterangan
Pengukuran
Daratan
1. Kondisi Awan Visual Mendung
2. Temperatur Udara Thermometer 29°C
3. Temperatur Tanah Thermometer 28°C
4. Kelembapan Tanah Hygrometer 80
5. Kelembapan Udara Hygrometer
6. Ph Tanah Soil Ph Meter 6 Netral
7. (Intensitas Cahaya Lux Meter
Matahari)
8. Ketinggian tempat Gps N00°20°54.7’’E1
0 1°10’23.4’’
9. Arah dan Anemometer
kecepatan angin
10. kebisingan Sound Level Tenang
Meter
Pada tabel hasil pengamatan parameter diperoleh data kondisi awan, temperature
tanah, temperature udara, kelembaban tanah, pH tanah, intensitas sinar matahari,
kebisingan dan ketinggian tempat.

c) komponen biotik
Tabel hasil pengamatan plot 10x10 m
No
Spesies Nama Ilmiah Jumlah
.
1. Padi Oryza Sativa ∞
2. Rumput. 1 Echinoloa Colona 45
3. Rumput. 2 Althernanthera Philoxeroides 32
4. Gulma Lecersia Hexandra 43
Pada tabel hasil pengamatan dalam plot berukuran 10x10 m untuk pangamatan
terdapat 4 spesies teridentifikasi.

Tabel pengamatan pada serangga pada sawah


No Nama Spesies Nama Ilmiah Jumlah
1. Kupu-kupu kuning Eurema. Sp 5
2. Kupu-kupu putih Pleris. Sp 1
3. Walang sangit Leptocorisa oratorius 2
4. Capung Plantala flavescceris 1
5. Belalang coklat Melanopus differitialis 1
Pada hasil tabel pengamatan serangga ditemukan 5 spesies seangga yang
terindentifikasi

Tabel pengamatan fauna pada sawah


No Nama Spesies Nama Ilmiah Jumlah
1. Siput Acantina fulica 2
2. Cacing Tanah Pheretima. Sp 2
3. Ulat Kaki Seribu Diplopeda.sp 3
TOTAL 7
Pada hasil tabel pengamatan fauna ditemukan 3 spesies seangga yang
terindentifikasi

4.1.4 Hasil Pengamatan Danau buatan


a) Deskripsi lokasi
Pada praktikum ekologi mengenai danau buatan ini dilaksanakan pada
hari Minggu, 29 Desember 2019, Pukul 08.00-selesai. Bertempat di
Bendungan Irigasi Sembat, Desa Sawah Baru, Kecamatan Kampar Timur,
Kabupaten Kampar.

Hasil Dan
No. Parameter Alat Keterangan
Pengukuran
Perairan
1. Temperatur Air Thermometer 27°C
2. Kadar Asam (Ph) Lakmus 6 Netral
Perairan
3. Tingkat Kekeruhan Sicchi Meter 2,1 M
Air
4. Kecepatan Dan Current Meter 1,5 M/Detik
Arah Arus
Pada tabel hasil pengamatan parameter diperoleh data temperatur air, kadar asam
(Ph) perairan, tingkat kekeruhan air dan kecepatan dan arah arus.

4.2 Pembahasan
4.1.1 Pembahasan Hutan Alami

Pada praktikum analisis vegetasi hutan alami ini dilakukan pada hari
Minggu, 15 Desember 2019 pukul 08.00 s/d Selesai. Di Desa Merangin,
Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Pengamatan dilakukan pada
empat level tumbuhan yakni pohon, pancang, dan semai. Adapun metode yang
digunakan adalah metode Transek dimana dengan cara membuat plot berukuran
10x10 cm untuk strata pohon, 5x5 cm untuk strata sapling dan 2x2 untuk strara
seedling. Dan untuk mengetahui vegetasi tumbuhan ini dilakukan dengan
menghitung kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak, frekuensi relatif
dan dominansi tumbuhan yang ada pada masing-masing plot yang telah dibuat.
Data pengamatan yang harus ada mencakup jumlah spesies dan individu, serta
diameter masig-masing individu.

Berdasarkan dari hasil pengamatan parameter yang telah kami lakukan


diperoleh data dan dapat diketahui kondisi awan pada saat praktikum hutan alami
ini dilakukan, awan dalam kondisi mendung, karena keadaan langit yang agak
gelap, tidak ada sinar matahari (karena tertutup awan). Intensitas cahaya matahari
berawan karena cuaca yang menunjukan bahwa di langit banyak terdapat awan.
Temperature tanah 28º C dan temperature udara 30º dan itu kami ukur
menggunakan thermometer. Temperature tanah dan temperature udara memiliki
perbedaan yang tipis, yaitu berkisar 28-30º C. perbedaan ketinggian dalam
mengukur temperature udara dan kedalaman dalam mengukur temperature tanah
juga tidak berpengaruh serius terhadap temperature tersebut. Dari temperature
yang terlihat tersebut, dapat diketahui bahwa di area ini masih cukup sejuk, yang
disebabkan oleh musim penghujan, dan sedikitnya sinar matahari yang menembus
sampai ke dasar, di tambah lagi kelembaban yang cukup tinggi. Kelembaban
tanah nya pun masih cukup rendah. Di samping itu, pH tanah yang di ukur yaitu
sekitar 6, artinya tanah di hutan ini masih tergolong netral. Hutan tersebut cukup
bising karena terdengar suara gemuruh air terjun dan banyak terdengar suara
hewan hewan. Faktor-faktor fisik lingkungan tersebut dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.

Berdasarkan hasil pengamatan pada plot berukuran 10x10 cm untuk stara


pohon diperoleh 3 jenis pohon yakni pohon karet berjumlah 6 batang dengan
diameter batang 35 cm dan tinggi 12 m, pohon jengkol berjumlah 2 batang dengan
diameter batang 27 cm dan timggi 7 m, serta pohon jati berjumlah 8 batang
dengan diameter batang 18 cm dan tinggi 10 m. sehingga jika seluruh spesies
tumbuhan pada plot strata pohon dijumlahkan terdapat 16 pohon dari ketiga
spesies tersebut. Pada level pohon pada luas 10x10 m ditemukan sebanyak 3
ragam spesies.

Perhitungan analisis vegetasi yang dikehendaki meliputi kerapatan,


kerapatan relative, frekuensi, frekuensi relative, dominansi, dominansi relative,
indeks nilai penting dan keanekaragaman. Dari hasil perhitungan, dapat diketahui
bahwa kerapatan relative tertinggi dimiliki oleh tanaman jati, sedangkan frekuesi
relative berjumlah sama yakni 8,33%. Hal ini menunjukkan bahwa dari ketiga
jenis pohon yang ada pada plot tersebut, yakni pohon karet, pohon jati dan pohon
jengkol memiliki kerapatan dan penyebaram yang sama ataupun hanya berbeda
sedikit, sedangakan pohon karet dan pohon jengkol memiliki kerapatan yang
rendah pada daerah yang ditumbuhinya, namun tumbuhan ini tersebar banyak di
setiap plot. Tumbuhan pohon jati juga memiliki tingkat dominasi yang tinggi, hal
ini dikarenakan nilai dominasi relative yang ditunjukkan lebih tinggi dari spesies
lainnya yang berada pada plot tersebut. sehingga spesies ini memiliki INP
tertinggi. Artinya, tumbuhan yang paling mendominasi pada plot starata pohon
yakni pohon jati. Indeks nilai penting (INP) merupakan hasil penjumlahan nilai
relatif ketiga parameter (kerapatan, frekuensi dan dominansi) yang telah diukur
sebelumnya. Pada grafik yang ditunjukkan merupakan salah satu parameter yang
dapat memberikan gambaran tentang peranan spesies yang bersangkutan dalam
komunitasnya atau pada lokasi penelitian. Akan tetapi, kelimpahan spesies ini
juga sama dengan spesies lainnya yaitu rendah. Hal ini dikarenakan nilai
keanekaragaman atau H’ spesies yang didapatkan kurang dari 1.

Pada plot berukuran 5x5 cm untuk stara sapling diperoleh 3 jenis pohon
yang berhasil di identifikasi. yakni pohon kakao berjumlah 13 batang dengan
diameter batang 2 cm dan tinggi 2 m, pohon biwa berjumlah 27 batang dengan
diameter batang 3 cm dan tinggi 1,7 m, serta pohon Crudia bracteata berjumlah 55
batang dengan diameter batang 4 cm dan tinggi 1,3 m. jika seluh spesies pada
plot strata sapling dijumlahkan terdapat 95 pohon dari 3 spesies tersebut. Dari
hasil analisa kuantitatif pada level sapling spesies yang lebih mendominasi pada
luas area 5x5 m yaitu sebanyak 3 spesies.

Perhitungan analisis vegetasi yang dikehendaki meliputi kerapatan,


kerapatan relative, frekuensi, frekuensi relative, dominansi, dominansi relative,
indeks nilai penting dan keanekaragaman. Dari hasil perhitungan, dapat diketahui
bahwa frekuensi relatif terdapat pada Pohon Kakao (Theobroma cacao L), Pohon
Biwa (Eriobotrya japonica) dan Crudia bracteata dengan nilai 8,33%. kerapatan
relative spesies Eriobotrya japonica mendominasi daerah tersebut dengan
kerapatan relatif sebesar 7,71 sedangakan pohon kakao dan pohon Crudia
bracteata memiliki kerapatan yang rendah yakni pada daerah yang ditumbuhinya,
namun tumbuhan ini hanya tersebar di plot tersebut. Tumbuhan pohon biwa juga
memiliki tingkat dominasi yang tinggi, hal ini dikarenakan nilai dominasi relative
yang ditunjukkan lebih tinggi dari spesies lainnya yang berada pada plot tersebut.
sehingga spesies ini memiliki INP tertinggi. Artinya, tumbuhan yang paling
mendominasi pada plot starata pohon yakni pohon jati. Indeks nilai penting (INP)
merupakan hasil penjumlahan nilai relatif ketiga parameter (kerapatan, frekuensi
dan dominansi) yang telah diukur sebelumnya. Pada grafik yang ditunjukkan
merupakan salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang
peranan spesies yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi
penelitian. Akan tetapi, kelimpahan spesies ini juga sama dengan spesies lainnya
yaitu rendah. Hal ini dikarenakan nilai keanekaragaman atau H’ spesies yang
didapatkan kurang dari 1.

Pada plot berukuran 2x2 cm untuk stara seedling diperoleh 6 jenis


tumbuhan yakni Genoderma.sp yang berjumlah 10, paku Stenochlaena palutris
berjumlah 45, paku Neprholepis bisserata berjumlah 65, paku Sellagginella plana
berjumlah 72, Herendong bulu berjumlah 66, dan Poh pohan berjumlah 23.
Jumlah seluhruhnya adalah 271.

Perhitungan analisis vegetasi yang dikehendaki meliputi kerapatan,


kerapatan relative, frekuensi, frekuensi relative, dominansi, dominansi relative,
indeks nilai penting dan keanekaragaman. Berdasarkan hasil pengamatan pada
tingkat seedling diperoleh bahwa tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan,
kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan dominansi terbesar yaitu
tumbuhan. paku Sellagginella plana. Tumbuhan ini komposisi nya berlimpah dan
memiliki persebaran yang luas dimana nilai kepadatan, frekuensi dan INP nya
paling besar dari 5 spesies lainnya. Selain itu dengan jumlah INP yang besar
tumbuhan ini memiliki nilai keragaman yang tinggi dibandingkan dengan spesies
lain yang memiliki nilai keragaman yang rendah. Tumbuhan ini mendominasi
daerah hutan alami yang berada di desa merangin. Akan tetapi, kelimpahan
spesies ini juga sama dengan spesies lainnya yaitu rendah. Hal ini dikarenakan
nilai keanekaragaman atau H’ spesies yang didapatkan kurang dari 1. karena
hutan alami cocok untuk pertumbuhan dan kehidupan tumbuhan tersebut.
Sedangkan tumbuhan yang mempunyai kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi,
frekuensi relatif dan dominansi paling kecil yaitu spesies Genoderma.sp dan
pohpohan. Hal ini bisa disebabkan oleh karena hutan tersebut didominasi oleh
tumbuhan Stenochlaena palutris sehingga terjadi persaingan dengan tumbuhan
Genoderma.sp dan pohpohan.

Terlihat beberapa serangga yang terdapat pada ekosistem hutan alami


yakni Semut hitam (Monomorium sp), Capung (Aeshna sp), Kumbang tanah
(Carabidae sp), Belalang (Dissotura Carolina), Walang sangit (Leptocorixa
acuta), Ulat daun (Erionota thrax), dan Semut merah (Solenopsis invicta)

Jaring –jaring makanan yang dapat terjadi di ekosistem hutan alami yaitu,
rumput- rumputan sebagai produsen, kemudian belalang, siput, dan ulat sebagai
konsumen satu. Burung, katak, tikus, sebagai konsumen dua. Ular dan biawak
sebagai konsumen tinggat tiga dan burung elang sebagai konsumen terakhir.

Setelah semua data dihitung didapatkan hasil bahwa keanekaragaman


spesies tumbuhan di hutan alami di desa merangin rendah, penyebaran jumlah
individu tiap spesiesnya sedang dan kestabilan komunitasnya sedang. Hal ini
dikarenakan nilai keanekaragaman atau H’ spesies yang didapatkan adalah < 3,0

Tanaman karet Hevea brasiliensis memiliki akar tunggang yang dapat


menopang batang tanaman yang berukuran besar dan tinggi. Akar tunggang ini
dapat menembus masuk kedalam tanah hingga kedalaman sekitar 1,5m bahkan
lebih. Sedangkan akar lateralnya dapat tumbuh menyebar kesamping dengan
panjang hingga 10 m. Selain itu, terdapat juga bulu-bulu akar yang berfungsi
untuk menyerap air dan juga nutrisi dalam tanah. Batang tanaman karet tumbuh
lurus ke atas dan memiliki percabangan yang tinggi. Batang tanaman ini
mengandung getah yang disebut dengan lateks. Pohon ini dapat tumbuh tinggi
hingga mencapai 25 m dari permukaan tanah. Selain itu tanaman ini dapat hidup
hingga berumur 100 tahun. Daun karet yang terbagi atas tangkai daun utama dan
tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama sekitar 3-20cm, sedangkan
tangkai anak daun utama sekitar 3-10 cm. Biasanya terdapat 3 anak daun dalam
satu helai daun karet, dan daun tersebut berbentuk elips memanjang dengan ujung
yang runcing, serta pada tepinya rata. Daun tanaman ini memiliki warna hijau, dan
apabila daun telah tua kemudian rontok akan berubah menjadi warna kuning
kemerahan.
Tanaman karet memiliki bunga yang merupakan bunga majemuk yang
terdiri dari bunga jantan dan bunga betina serta terdapat dalam malai payung
tambahan yang jarang. Bunga betina memiliki rambut dengan ukuran bunga
sedikit lebih besar dari bunga jantan dan mengandung bakal buah yang beruang
tiga. Kepala putik dalam posisi duduk dan juga berjumlah tiga buah. Sedangkan
bunga jantan memiliki 10 benang sari yang tersusun dalam satu tiang. Buah karet
memiliki pembagian ruang yang jelas dan masing-masing ruang berbentuk
setengah bola. Jumlah ruang tersebut biasanya 3, akan tetapi ada juga yang
berjumlah 6 ruang. Apabila buah telah masak, maka buah akan pecah dengan
sendirinya kemudian biji yang telempar jatuh. Biji tersebut akan tumbuh pada
lingkungan yang syarat tumbuhnya mendukung. Biji karet terdapat dalam setiap
ruang buah, dan pada setiap ruang hanya terdapat satu biji, sehingga jumlah biji
yang dihasilkan sesuai dengan jumlah ruangnya. Biji karet memiliki warna coklat
kehitaman dan ada bercaknya yang khas. Biji ini berukuran besar dan kuat, serta
mengandung racun.

Pohon jengkol Archidendron pauciflorum termasuk jenis tanaman semak


berkayu yang dapat tumbuh tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai
ketinggian 20 meter. Batangnya tumbuh tegak, berbentuk bundar, dan berwarna
cokelat gelap. Tekstur kulit batang pohon terasa licin bila diraba dengan sistem
percabangan simpodial. Daun pohon jengkol merupakan jenis daun majemuk
yang tumbuh secara berhadapan antara satu sama lain. Daun ini berbentung
lonjong dengan bagian pangkal membulat, sedangkan ujungnya runcing. Panjang
daun jengkol sekitar 10 cm sampai 20 cm dan lebarnya sekitar 5 cm sampai 15
cm. Sistem pertulangan daun yaitu menyirip berwarna hijau.

Jengkol memiliki bunga jenis bunga majemuk yang tumbuh di wilayah


ujung batang atau ketiak daun. Pertumbuhan bunga ini menyerupai struktur
tandan. Terdapat tangkai berukuran sekitar 3 cm yang menjadi tempat tumbuh
bunga. Sementara itu, bunga jengkol mempunyai warna ungu, sedangkan mahkota
bunga yang dimiliki berbentuk lonjong dan berwarna putih kekuning-kekuningan.
Benang sarinya berwarna kekuningan dan putiknya berbentuk silindris dengan
warna yang serupa. Selain bunga, pohon ini juga menghasilkan buah dan biji.
Bagian inilah yang paling digemari oleh masyarakat Asia Tenggara. Buah jengkol
berwarna cokelat kehitaman dengan bentuk bulat pipih. Di dalam buah ini
terdapat biji yang merupakan jenis biji berkeping dua.

Tanaman jati Tectona grandis memiliki tinggi yang dapat mencapai


sekitar 30 – 45 m. Dengan pemangkasan, batang yang bebas cabang dapat
mencapai antara 15 – 20 cm. Diameter batang dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu
kasar, berwarna kecoklatan atau abu-abu yang mudah terkelupas.
Percabanganjauh dari batang utama. Pangkal batang berakar papan pendek dan
bercabang sekitar empat. Pohon besar dengan batang yang bulat lurus, tinggi total
mencapai 40 m. Batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada
hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang
bengkok-bengkok. Pohon jati dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun
dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8 - 2,4 meter.

Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai


yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm
× 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm.
Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun
yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah
apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol
di buku-bukunya. Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm
atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung
menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju
mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu.

Buah jati berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar
dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah
tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon
kecil. Tata daun berbentuk opposite dengan bentuk daun besar membulat seperti
jantung, berukuran panjang 20-50 cm dan tebal 15-40 cm. Ujung daun meruncing,
pangkal daun tumpul dan tepi daun bergelombang. Permukaan atas daun kasar
sedangkan permukaan bawah daun berbulu. Pertulangan daun menyirip. Tangkai
daun pendek dan mudah patah serta tidak memiliki daun penumpu (Stipule).
Tajuk tidak beraturan. Daun muda (Petiola) berwarna hijau kecoklatn, sedangkan
daun tua berwarna hijau tua keabu abuan. Bunga jati bersifat majemuk yang
terbentuk dalam malai bunga (inflorence) yang tumbuh terminal diujung atau tepi
cabang. Panjang malai antara 60-90 cm dan lebar antara 10-30 cm. Tanaman jati
akan mulai berbunga pada saat musim hujan.

Sistem perakaran kakao Theobroma cacao L sangat berbeda tergantung


dari keadaan tanah tempat tanaman tumbuh. Pada tanah-tanah yang permukaan
air tanahnya dalam terutama pada lereng – lereng gunung, akar tunggang tumbuh
panjang dan akar-akar lateral menembus sangat jauh ke dalam tanah. Sebaliknya
pada tanah yang permukaan air tanahnya tinggi, akar tunggang tumbuh tidak
begitu dalam dan akar lateral berkembang dekat permukaan tanah. Ukuran akar
tanaman kakao untuk panjang lurus ke bawah kira-kira ± 15 meter dan akar untuk
kesamping ± 8 meter. Akar tunggang ini berbentuk kerucut panjang, tumbuh lurus
ke bawah, bercabang-cabang banyak dan bercabang cabang lagi. Warna akarnya
adalah kecoklatan. Perkembangan pada sebagian besar akar lateral tanaman kakao
berada pada dekat permukaan tanah

Tinggi tanaman kakao jika dibudidayakan di kebun maka tinggi tanaman


kakao umur 3 tahun mencapai 1,8 – 3 meter dan pada umur 12 tahun dapat
mencapai 4,5 – 7 meter. Tinggi tanaman tersebut beragam , dipengaruhi oleh
intensitas naungan dan faktor-faktor tumbuh yang tersedia. Tanaman kakao
bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang
arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air
(wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping
disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan).

Daun kakao bersifat dimorfisme. Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya


panjang, yaitu 7,5-10 cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai
daunnya hanya sekitar 2,5 cm. Tangkai daun bentuknya silinder dan bersisik
halus, bergantung pada tipenya. Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu adanya
dua persendian (articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun
yang membuat daun mapu membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah
datangnya sinar matahari. Bentuk helai daun bulat memanjang (oblongus), ujung
daun meruncing (acuminatus) dan pangkal daun runcing (acutus). Susunan daun
tulang menyirip dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi
daun rata, daging daun tipis tetapi kuat seperti perkamen. Warna daun dewasa
hijau tua bergantung pada kultivarnya. Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya
10 cm. Permukaan daun licin dan mengkilap.

Bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan
cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan
menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga (cushioll). Warna bunga ini
khas untuk setiap kultivar. Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). Daun
mahkota panjangnya 6-8 mm, terdiri atas dua bagian. Bagian pangkal berbentuk
seperti kuku binatang (claw) dan bisanya terdapat dua garis merah. Bagian
ujungnya berupa lembaran tipis, fleksibel, dan berwarna putih.

Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit
buah mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1 – 2 cm, Warna buah kakao sangat
beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang ketika
muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak akan berwarna
kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak
berwarna jingga (oranye). Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang
letaknya berselang-seling. Pada tipe criollo dan trinitario alur kelihatan jelas. Kulit
buahnya tebal tetapi lunak dan permukaannya kasar. Sebaliknya, pada tipe
forasero, permukaan kulit buah pada umumnya halus (rata), kulitnya tipis, tetapi
dan liat. Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Pada saat itu ukurannya
beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm, pada kultivar dan faktor-faktor
lingkungan selama perkembangan buah.

Eriobotrya japonica memiliki daun pada umumnya memiliki tepi yang


bergerigi, namun ada yang memiliki gerigi sepanjang tepi daun namun lebih
banyak yang geriginya hanya sampai setengah bagian daun. Warna daun
umumnya hijau naum ada yang berwarna hijau tua dan ada yang berwarna hijau
muda. Tekstur daun relatif sama, saat daun berusia muda permukaan atas dan
bawah daun memiliki bulu, namun saat dewasa tinggal bagian bawah daun yang
memiliki bulu. Daun sifatnya keras dan kaku. Ada daun yang pertulangan
daunnya membengkok dan ada pula yang tidak. Ukuran daun juga bervariasi ada
yang besar dan ada yang kecil.

Batang umumnya berukuran kecil, namun perbedaannya ada yang


permukaan batangnya kasar dan ada pula yang halus. Batang yang kasar
cenderung memiliki daun yang pertulangannya bengkok. Batang muda berbulu
dan lunak, saat dewasa batang mengeras dan tidak ada lagi bulu di permukaannya.
Bunga biwa adalah bunga majemuk, bunga pada tanaman ini memiliki bentuk
seperti bulat tetapi memiliki lapisan-lapisan bunga yang terdiri dari 5-10 lapisan
bahkan lebih tergantung dengan besar bunga. Bunga pada tanaman ini berwarna
putih. Bunga ini salah satu tempat penyerbukan dan pembuahan yang terjadi
penyatuan antara benang sari dan putih hingga akan membentuk bakal biji. Buah
biwa berbentuk bulat dengan diameter 3-5 cm. Terdapat daging buah berwarna
bening dan kenyal. Saat muda buah berwarna hijau dan memiliki banyak bulu,
saat dewasa bulu berkurang dan buah berubah warna menjadi kuning.

Crudia bracteata memiliki perakaran tunggang yang berwarna putih


kecoklatan, dan memiliki bintil akar berwarna merah muda segar dan sangat
banyak, pada nodul dewasa terdapat kandungan leghaemoglobin yaitu
hemeprotein monomerik yang terdapat pada bintil akar leguminosae yang
terinfeksi oleh bakteri Rhizobium. Laju pertumbuhan akar relatif cepat pada umur
di atas tiga tahun dimana pertumbuhan akar utamanya dapat mencapai 3 meter ke
dalam tanah. Batang tanaman ini berwarna hijau kecoklatan umumnya batang
tumbuh menjalar, merambat dan membelit. Diameter batang dewasa dapat
mencapai 0,4 - 1,5 cm dan pada umumnya memiliki buku-buku dengan panjang
dapat mencapai 25 - 35 cm. Batang bracteata pada umumnya tidak berbulu,
bertekstur cukup lunak, lentur dan mengandung serat dan berair. Daun
berbentuk oval berwarna hijau dan muncul di setiap ruas batang. Jika suhu
meningkat maka helaian daun dapat menutup sehingga mengurangi respirasi pada
permukaan daun.

Bunga tanaman bracteata berbentuk tandan menyerupai anggur. Panjang


tangkai bunga dapat mencapai 20 - 35 cm dan termasuk ke dalam jenis
monoceous. Bunga berwarna biru terong dan dapat mengeluarkan bau yang
menyengat sehingga dapat menarik perhatian kumbang. Polong pada awalnya
berwarna hijau dengan bulu-bulu kecoklatan yang dapat menyebabkan gatal pada
kulit, polong yang siap di panen adalah polong yang sudah berubah menjadi
coklat tua. Polong siap dipanen sekitar 50 hari setelah terbentuk dari bakal polong.
Biji berbentuk bulat oval berwarna hitam dan pada umumya memiliki kulit biji
yang tebal sehingga perbanyakan melalui biji dapat dilakukan dengan perlakuan
benih melalui skarifikasi dan penggunaan larutan kimia.

Stenochlaena palutris hidup di tanah, menjalar panjang hingga 5–10 m.


Rimpang memanjat tinggi, kuat, pipih persegi, gundul atau bersisik sangat jarang,
acap kali dengan tunas merayap. Daun-daun dalam dua bentuk agak berbeda:
steril dan fertil. Keduanya memiliki panjang antara 40–80 cm, dengan tangkai 15
–20 cm dan 8–15 pasang anak daun, serta satu anak daun terminal (ujung). Anak-
anak daun lateral biasanya memiliki pelebaran serupa cuping telinga di
pangkalnya, yang tidak dimiliki oleh anak daun ujung; anak-anak daun di bagian
atas (mendekati ujung) biasanya lebih kecil. Tulang daun utama dengan alur
(lekukan) di sisi atasnya. Anak-anak daun pada daun steril bertangkai pendek;
bentuk jorong sempit, biasanya 15 × 3 cm, meski selalu bervariasi ukurannya;
halus, mengkilap, hijau gelap, pucat di sisi bawah; tepinya bergerigi; dengan
kelenjar di tepi anak daun dekat pangkal.

Selaginella plana memiliki rdaun kecil, berbentuk lanset, tersusun


melingkari batangnya dan berselang-seling, berwarna hijau. Panjang daun kira-
kira 2 mm dan lebar 1 mm, tepi daunnya bergerigi. Tekstur daun pada tumbuhan
ini berupa selaput atau helaian. Permukaan daun selaginella ini halus, berambut.
Daun-daun suburnya tersusun di dalam karangan menyerupai bulir. Karangan atau
bulir ini disebut strobilus. Strobilus terletak di ujung percabangan. Jika dilihat
berdasarkan tulang daunnya tumbuhan ini termasuk Mikrofil yaitu daun yang
mempunyai tulang daun tunggal tak bercabang dari pangkal ke ujung Berdasarkan
fungsinya tumbuhan ini dibedakan atas daun tropofil (daun steril) yang hanya
berfungsi untuk fotosintesis dan sporofil (daun fertil) yang menghasilkan
sporangium. tumbuhan ini memiliki ligula pada bagian bawah daun yang
berfungsi sebagai penghisap air.
Batang tumbuhan ini terletak di permukaan tanah dan kadang-kadang
berakar membentuk tumbuhan baru. Warna batang hijau dan biasanya bercabang
dua dan tiap cabang bercabang dua lagi. Di daerah yang cocok tumbuhan ini dapat
mencapai 1 m. Semua batang paku-pakuan kerap berupa rimpang karena pada
umumnya arah tumbuhnya menjalar. Disamping mempunyai rimpang juga
mempunyai cabang dengan arah tumbuh tegak. Batang berkayu dan juga terlihat
adanya ramenta yaitu bentukan seperti rambut atau sisik. Yang berwarna merah
kecoklatan terletak pada tepi daun fertil. Akar pada selaginella ini yaitu serabut
yang bercabang monopodial. Bentuk akar tipis, halus, dan keras. Warna cokelat
muda kehijauan. Memiliki sporangium yang terletak di ujung daun sporofil (daun
fertil) dengan bentuk agak bulat atau bulat telur terbalik atau seperti terompet.
Sporangium muncul dari suatu penonjolan jaringan daun yang disebut plasenta
atau reseptakulum. Susunan dan penyebaran sporangium pada sporofil tumbuhan
ini tidak berkelompok satu sporofil terdapat satu sporangium.

Pada umumnya Neprholepis bisserata tersebar di seluruh daerah Asia


tropika. Paku ini jarang ditemukan di lereng-lereng gunung namun menyukai
dataran rendah. Tangkai daunnya bersisik lembut, sisik-sisik tersebut berwarna
coklat. Bentuk daun subur lebih besar dari daun mandul, pada daun subur
bentunya lancip dengan dasar yang berkuping. Sporanya terletak dipinggir daun.
Jenis ini mudah dibedakan dengan jenis paku lain karena letak sporanya yang
tidak merata. Para daun tumbuh hingga sekitar satu meter. Ental pengaturan
bergerombol dan ental desain dibagi. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan perdu.
Batangnya bulat ramping dan memanjang berwarna hijau. Kecenderungan evolusi
dalam kelompok ini adalah untuk mengembangkan prasasti dorsiventral
membedah oleh deretan daun lateral kesenjangan di kedua sisi cabang asosiasi
dengan daun. Akar berupa serabut dan berwarna hitam.

Batang tumbuhan Clidemia hirta ini berkayu, bulat, berbufu rapat atau
bersisik, percabangan simpodial, coklat. Daun Tunggal.bulat telur, panjang 2-20
m, lebar 1-8 cm, berhadapan, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, berbulu, hijau.
Bunga majemuk, kelopak berlekatan, berbulu, bagian ujung pendek dari pangkal,
ujung meruncing, daun pelindung bersisik, ungu kemerahan, benang sari delapan
sampai dua belas, panjang ± 3 cm, merah muda, putik satu, kepala putik berbintik
hijau, bakal buah beruang empat sampai enam, mahkota lima, bulat telur, ungu
dan putih.

Pohpohan atau Pilea melastomoides yang termasuk ke dalam suku


Urticaceae dan marga Pilea merupakan tanaman terna dengan batang tegak dan
kuat yang tumbuh 0,5-2 meter, tidak memiliki duri. Tumbuh daun berseberangan
dua helai, dengan panjang tangkai daun 1-6 cm. Helaian daun berbentuk bulat
meruncing (oblonglanceolate) atau berbentuk elips, dengan panjang daun 6-20 cm
dan lebar daun 2-10 cm, tepi daun bergerigi (serrate) dengan dasar daun tumpul
dan ujung runcing, pertulangan daun melengkung dan berbau harum. Tanaman
pohpohan memiliki bunga yang tidak sempurna (terdiri dari bunga jantan dan
bunga betina) biasanya bunga betina berada di bawah bunga jantan, berwarna
putih atau hijaukeputihan, dengan benang sari sebanyak kepala putik. Tanaman
Pohpohan di Indonesia tumbuh pada ketinggian 500-2500 m, biasanya tumbuh
pada daerah yang ternaungi seperti hutan, tepian hutan, jurang, tepian sungai dan
sering secara lokal mengelompok seperti permadani.

Monomorium sp memiliki kepala yang dilengkapi antena yang jumlah


ruasnya 2, dan memilik mata majemuk dan bertipe mulut menggigit. Pada bagian
toraksnya memiliki sayap yang bertekstur lembut berbentuk memanjang dan
memiliki panjang 2 mm yang berwarna hitam. Semut ini tidak memiliki sayap
belakang. pada tungkai memiliki 4 ruas. Pada abdomen jumlah ruasnya 3 dan
berbentuk membulat.

Aeshna sp memiliki dua pasang sayap bermembran, mulut tipe mengigit,


mata majemuk, kaki 3 pasang pada thorax. Ini adalah capung yang relatif besar.
Bagian dada dan perutnya berwarna cokelat, dengan garis-garis biru atau kuning
atau bercak di dada, dan bintik-bintik kuning, biru atau hijau di perut.

Umumnya Dissosteira Carolina memiliki eksoskeleton sangat keras dan


sayap depan keras (elytra). Exoskeleton kumbang terdiri atas banyak lapisan yang
disebut sklerit, dipisahkan oleh jahitan tipis. Desain ini memberikan pertahanan
berlapis sambil mempertahankan fleksibilitas. Anatomi umum kumbang cukup
seragam, meskipun organ dan tambahan tertentu dapat sangat bervariasi dalam
penampilan dan fungsi antara satu famili dengan famili lain. Seperti semua
serangga, tubuh kumbang dibagi menjadi tiga bagian: kepala, dada (toraks), dan
perut (abdomen). Dewasa berukuran panjang sekitar 8-16 mm.

Bentuk dan warna kumbang sangat bervariasi. Dewasa sering berwarna


hitam kemerahan atau gelap, meskipun beberapa spesies berwarna-warni.
Sebagian besar spesies memiliki thoraks prominent yang lebih sempit daripada
abdomennya. Antenanya bersegmen 11 dan ujungnya tidak berbentuk gada,
kakinya panjang, larinya cepat dan jarang terbang. Antenna kumbang tanah
(darking beetles) melekat di bawah tonjolan yang ada di setiap sisi kepalanya;
carabid tidak memiliki tonjolan ini. Predasius ground beetle mengalami
metamorphosis lengkap. Telur diletakkan di tanah yang lembab. Larva memiliki
tubuh yang memanjang dan kepalanya relatif besar dengan mandible yang jelas,
hidup di serasah atau dalam tanah. Sebagian besar spesies melengkapi siklus
hidupnya dari telur menjadi dewasa dalam satu tahun

Walang sangit Leptocorixa acuta merupakan kelompok hewan


invertebrata, filum arthropoda pada kelas insekta. Walang sangit memiliki bentuk
tubuh langsing dan memanjang, berukuran sekitar 1,5-2 cm, punggung dan sayap
(walang sangit dewasa berwarna coklat dan walang sangit mudah berwarna hijau),
badan berwarna hijau, memiliki 3 pasang kaki, memiliki dua pasang sayap (satu
pasang tebal dan satu pasang seperti selaput), tipe mulut menusuk dan menghisap,
telur berbentuk oval yang berwarna hitam kecoklatan, memiliki “belalai”
proboscis untuk menghisap cairan tumbuhan, abdomen jantan terlihat agak bulat
atau tumpul sedangkan yang betina terlihat meruncing, metamorfosis tidak
sempurna dan memiliki aroma atau bau khas.

Telur walang sangit berwarna hitam kecoklat-coklatan yang diletakkan


dalam barisan di permukaan atas daun padi. Jumlah telur pada setiap kelompok
kira-kira 10-20 butir. Setiap walang sangit betina dapat bertelur lebih dari 100
butir telur dan telur akan menetas setelah 6-7 hari. Nimfa mengalami 5 instar
selama 17-27 hari. Walang sangit yang dewasa berbentuk langsing dan
panjangnya sekitar 16-18 mm. Bagian perut berwarna hijau atau krem dan pada
punggungnya berwarna coklat kehijau-hijauan. Daur hidup rata-rata mencapai 5
minggu, kurang lebih 23-34 hari. Bila keadaan ideal daur hidupnya dapat
mencapai 115 hari. Bila nimfa dan walang sangit dewasa mengisap cairan daun
dan biji padi yang muda, matang susu untuk nutrisi selama daur hidupnya.

Terdapat tiga bagian pada tubuh semut api Solenopsis invicta, yaitu:
kepala, mesosoma (dada), dan metasoma (perut). Morfologi semut api cukup jelas
dibandingkan dengan serangga lain yang juga memiliki antena, kelenjar
metapleural, dan bagian perut yang berhubungan ke tangkai semut membentuk
pinggang sempit (pedunkel) di antara mesosoma (bagian rongga dada dan daerah
perut) dan metasoma (perut yang kurang abdominal segmen dalam petiole).
Petiole yang dapat dibentuk oleh satu atau dua node (hanya yang kedua, atau yang
kedua dan ketiga abdominal segmen ini bisa terwujud). Tubuh semut api memiliki
eksoskeleton atau kerangka luar yang memberikan perlindungan dan juga sebagai
tempat menempelnya otot, semut api memiliki lubang-lubang pernapasan di
bagian dada bernama spirakel untuk sirkulasi udara dalam sistem respirasi
mereka. Pada kepala semut api terdapat banyak organ sensor. Semut api memiliki
mata majemuk yang terdiri dari kumpulan lensa mata yang lebih kecil dan
tergabung untuk mendeteksi gerakan dengan sangat baik. Mereka juga punya tiga
oselus di bagian puncak kepalanya untuk mendeteksi perubahan cahaya dan
polarisasi. Semut api umumnya memiliki penglihatan yang buruk, bahkan ada
yang buta. Pada kepalanya juga terdapat sepasang antena yang membantu semut
api mendeteksi rangsangan kimiawi. Antena ini juga digunakan untuk
berkomunikasi satu sama lain dan mendeteksi feromon yang dikeluarkan. Selain
itu, antena semut api juga berguna sebagai alat peraba untuk mendeteksi segala
sesuatu yang berada di depannya. Pada bagian depan kepala juga terdapat
sepasang rahang atau mandibula yang digunakan untuk membawa makanan,
memanipulasi objek, membangun sarang, dan untuk pertahanan.

Di bagian dada semut api terdapat tiga pasang kaki dan di ujung setiap
kakinya terdapat semacam cakar kecil yang membantunya memanjat dan berpijak
pada permukaan. Sebagian besar semut jantan dan betina calon ratu memiliki
sayap. Namun, setelah kawin betina akan menanggalkan sayapnya dan menjadi
ratu semut yang tidak bersayap. Semut pekerja dan prajurit tidak memiliki sayap.
Di bagian metasoma (perut) semut api terdapat banyak organ dalam yang penting,
termasuk organ reproduksi. Semut juga memiliki sengat yang terhubung dengan
semacam kelenjar beracun untuk melumpuhkan mangsa dan melindungi
sarangnya.

4.2.2 Pembahasan Sungai alami

Pada praktikum tentang ekosistem sungai alami ini dilaksanakan pada hari
minggu, 15 Desember 2019, Pukul 08.00-selesai, bertempat di Air terjun Lubuk
Nginio, Desa Marangin, Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
Pengamatan yang kami lakukan seperti pengamatan parameter perairan untuk
melihat komponen abiotik dan biotic yang menjadi factor lingkungan suatu
ekosistem, menghitung jenis fauna-fauna yang terdapat di sungai, melihat aliran
energy berupa rantai makanan dan jaring-jaring makanan yang terjadi pada
ekosistem sungai.

Berdasarkan dari pengamatan parameter yang telah kami lakukan maka


diperoleh beberapa data . Hasil pengukuran untuk temperature air dengan
menggunakan thermometer diperoleh yaitu 27 derajat Celcius, suhu tersebut
termasuk normal. Kemudian menghitung kadar keasaman pada perairan tersebut
menggunakan kertas lakmus, dan diperoleh ph 7 yang artinya tingkat keasaman di
perairan sungai tersebut masih normal. Kemudian dilakukan parameter untuk
melihat kekeruhan air yaitu menggunakan sichi meter.

Selanjutnya kami melakukan pengambilan sampel bentos dengan cara diambil


air menggunakan ember dan air tersebut disaring pada saringan, diambil air
sebanyak 5 kali pengambilan. Setelah itu diperiksa saringan tersebut apakah ada
organism didalamnya, kemudian diambil dan dipindahkan ke wadah sample.
Kemudian pengambilan plankton dengan cara paralon ditekan hingga kedasar
sungai lalu ditutup dan kemudian diangkat dan di saring. Keseluruhan volume
yang tersaring dengan plankton net kemudian dipindahkan kewadah atau kedalam
botol sampel yang sudah disiapkan dan diberi label sesuai kode masing-masing
lokasi selanjutnya diberi lugol agar plankton dapat bertahan hidup dan di lakban
agar tidak tumpah.

Pada ekosistem sungai ini terdapat fitoplankton dan zooplankton, dimana


fitoplankton memegang peranan penting dalam ekosistem air, karena kelompok
ini dengan adanya kandungan klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses
fotosintesis pada ekosistem air lainnya yang berperan sebagai konsumen dimulai
dengan zooplankton dan diikuti ekosistem air hasil dari fotosintesis yang
dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai
produktifitas primer. Fitoplankton merupakan jenis tumbuh-tumbuhan yang
mampu membuat makanannya sendiri, dan termasuk produsen utama di dalam
kehidupan di air. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepadatan fitoplankton di
perairan adalah kecepatan arus.

Jaring–jaring makanan yang dapat terjadi di ekosistem sungai alami yaitu


pitoolankton sebagai produsen, kemudian zooplankton sebagai konsumen satu,
bentos sebagai konsumen dua, ikan-ikan kecil sebagai konsumen ketiga, ikan
besar sebagai konsumen terakhir, dan bakteri sebagai decomposer.

4.2.3 Pembahasan Hutan Buatan (Sawah)

Pada praktikum tentang ekosistem sawah dilaksanakan pada hari Minggu,


29 Desember 2019 pikul 08.00 WIB sampai selesai bertempat di desa Sawah
Baru, Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar. Parameter pengamatan yang
kami lakukan yaitu pengamatan pada faktor lingkungan suatu ekosistem,
menghitung kerapatan vegetasi, menghitung serangga yang ada, menghitung
fauna dan melihat aliran energi yang ada pada ekosistem tersebut. Pengamatan
yang kami lakukan yaitu melihat kondisi awan meggunakan penglihatan visual
yang menunjukan kondisi awan terlihat mendung, temperatur udara diukur
menggunakan thermometer dan memperoleh suhu sekitar 29°C. Untuk temperatur
tanah juga menggunakan termometer dan memperoleh suhu sekitar 28°C.
Pengukuran kelembapan tanah menggunakan hygrometer dan memperoleh angka
80. Pengukuran ph tanah menggunakan soil ph meter dan memperoleh data
keasaman 6 yang artinya bersifat netral. Untuk melihat ketingian tempat
menggunakan android yang memiliki GPS yang menunjukkan angka
N00°20°54.7’’E10 1°10’23.4’’. untuk mengukur kebisingan menggunakan indra
pendengar secara langsung dan kebisingannya tenang.

Berdasarkan hasil pengamatan pada plot 10x10 meter dan 5x5 meter yang
dibuat pada sawah tidak ada strata pohon dan sapling. Hanya ada tumbuhan
seedling yang kami amati. Tumbuhan tersebut yaitu Oryza sativa tanaman padi
yang ditanam oleh masyarakat di sawah tersebut. Rumput-rumputan yang tumbuh
di sekitar tanaman padi seperti Echinoloa colona L dan Leersia hexandra
kemudian tanaman gulma yaitu Althenanthera philoxeroides. Terlihat beberapa
serangga yang dapat kami amati yaitu kupu-kupu kuning Eurema sp, kupu-kupu
putih Pieris sp, Walang sangit Leptocorisa oratus,Capung Plantala flavescceris,
belalang coklat Melanopus differitialis.Fauna- fauna yang di amati sperti cacing
tanah Pheretima sp, dan siput Achatina fulica.

Jaring –jaring makanan yang dapat terjadi di ekosistem sawah yaitu padi,
rumput- rumputan dan gulma sebagai produsen, kemudian belalang coklat, siput,
capung dan walang sangit sebagai konsumen satu dan kami tidak melihat
konsumen tingkat dua sehingga hanya dapat dibuat sampai tingkat satu.

Padi termasuk keluarga padi-padian. Batangnya beruas-ruas yang di


dalamnya berongga (kosong), tingginya 1 sampai 1,5 meter. Pada tiap-tiap buku
batang tumbuh daun, yang berbentuk pita dan berpelepah. Pelepah itu membalut
hampir sekeliling batang. Di dalam tanah, dari tiap buku tumbuh tunas yang dapat
mengadakan batang (anak padi). Anak padi itu dapat pula beranak, dan demikian
berturut-turut. Itulah makanya kita tak heran, apa sebabnya dari sebutir padi dapat
tumbuh 40-50 batang. Sebutir padi berisi biji sebutir buah. Buah itu bisaanya
disebut beras. Buah itu mempunyai selaput. Selaput itu banyak berisi zat vitamin,
yang sifatnya dapat menolak penyakit beri-beri. Selaput ini pada beberapa macam
padi, mengandung zat warna: ada yang merah muda, ada yang merah tua dan ada
pula yang merah hitam. Jika beras dimasak, zat warna itu meresap ke dalam,
sehingga nasi menjadi berwarna, menurut warna yang dikandung oleh selaput
beras itu.
E.colona merupakan tumbuhan setahun, perakarannya dangkal/pendek,
tumbuh berumpun, tinggi kira-kira 10 – 100 cm. Batangnya ramping, tumbuh
tegak dan menyebar. Daun berbentuk garis, agak lebar di bagian pangkal dan
meruncing ke arah ujung. Tidak mempunyai bulu-bulu atau kadang-kadang
terdapat sedikit di bagian pangkal.. E. colona terdapat di sawah tumbuh bersama-
sama padi, serta di tempat-tempat basah sampai setengah basah lainnya.

Alternanthera philoxeroides memiliki akar serabut, tanaman ini merupakan


tumbuhan tahunan, bagian pangkal tumbuh menjalar atau merapung sedangbagian
ujung tumbuh tegak, panjang 50-100 cm.Pada batang, berongga, agak lunak
warna hijau. Daun panjangnya 10 cm, tepi daun rata, umumnya berbulu. Tempat
hidup di sawah-sawah, di air yang berarus tenang.

4.2.4 Pembahasan Danau buatan

Pada praktikum tentang ekosistem danau buatan ini dilaksanakan pada hari
Minggu, 29 Desember 2019 Pukul 13.00 WIB sampai selesai, bertempat di
bendungan irigasi Sembat, Desa Sawah Baru, Kecamatan Kampar Timur
Kabupaten Kampar. Pengamatan yang kami lakukan seperti pengamatan
parameter perairan untuk melihat komponen abiotik yang menjadi faktor
lingkungan suatu ekosistem, menghitung fauna-fauna yang terdapat di dalam
perairan danau, melihat aliran energi berupa rantai dan jaring-jaring makanan
yang terjadi di ekosistem danau.

Berdasarkan dari hasil pengamatan parameter yang telah kami lakukan


maka diperoleh beberapa data. Hasil pengukuran untuk temperatur air dengan
menggunakan thermometer yaitu 27°C. Suhu tersebut termasuk normal.
Kemudian menghitung kadar keasaman perairan dengan menggunakan kertas
lakmus, dan diperoleh ph 6 yang artinya tingkat keasaman perairan danau masih
bersifat netral dan juga dikakukan pengukuran untuk arah arus menggunakan bola
mainan plastik yang diikat dengan tali sepanjang dua meter, di dalam bola diisi a
ir sedikit lalu dilempar ke dalam air dan diperoleh data kecepatan yaitu 1,5
m/detik. Dilakukan parameter untuk melihat kekeruhan air menggunakan
sicchimeter.
Pengambilan data plankton dilakukan dengan cara pengambilan air danau
sebanyak 5 kali pengulangan lalu disaring dengan insec net yang di bawahnya
sudah terdapat botol sampel, setelah itu ditetesi lugol dengan pipet tetes lalu
ditutup rapat, tujuannya agar plankton yang ada di dalam air tetap bertahan
beberapa jam. Saat melakukan pengamatan pada mikroskop dengan cara
meletakkan setetes air sampel pada objek glass dan ditutup dengan cover glass
lalu diamati pada mikroskop. Jika tidak ditemukan lakukan sebanyak lima kali
pengamatan dalam satu botol sampel. Dan kami akhirnya mendapatkan plankton
berjenis fitoplankton. Fitoplankton merupakan merupakan jenis tumbuh-
tumbuhan yang mampu membuat makanannya sendiri. Dan termasuk produsen
utama di dalam kehidupan air.

Pitoplankton yang kami pada sampel air berjenis Gonatozygon


monotaenium dengan ciri-ciri sel memanjang dan tetapi sedikit seperti desmid
sebagai median penyempitan yang diinginkan dan morfologi semisel paling
sederhana. Kloroplas, satu atau dua per sel, dalam bentuk lempeng, baik
sederhana atau dilengkapi dengan sejumlah punggungan memanjang yang
menjadikannya lebih atau kurang lurus di bagian melintang. Namun, dalam
kondisi tertentu (kurang optimal?), Kloroplas berbentuk pita spiral yang tidak
beraturan. Seringkali, sel-sel melekat satu sama lain untuk membentuk filamen
dengan panjang variabel. Kebetulan seluruh jaring dapat dibentuk menyerupai
alga Mougeotia berserabut. Sel-sel Gonatozygon monotaenium adalah
memanjang-silinder dan ditandai oleh dinding sel granula halus. Di Belanda, G.
monotaenium agak umum pada badan air mesotropik, sedikit asam, atau
sirkumutral. Sebaliknya, pembentukan zygospore jarang terjadi.

4.2.5 Pembahasan Pembuatan Herbarium

Pada pembuatan herbarium ini dilaksanakan pada hari Senin, 16 Desember


2019. kami mengambil spesies jenis tumbuhan paku di lokasi praktikum hutan
alami di Desa Marangin, Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
Bagian tubuh tumbuhan yang dipakai yakni keseluruhannya. Hal pertama yang
dilakukan dengan menyiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan
herbarium, utuk bahan kami menggunakan jenis tumbuhan itu sendiri, alkohol
sedangkan alat dan yang digunakan yakni karton, gunting, plastic, kardus, spray,
solasi, pisau. Kemudian bersihkan tumbuhan dari tanah yang menempel, setelah
itu letakkan tumbuhan tersebut ke dalam plastik dan semprot menggunakan
alcohol 75%. Usahakan alcohol mengenai seluruh bagian tubuh tumbuhan dengan
merata. Setelah itu keluarkan tumbuhan dan biarkan hingga alcohol mongering,
setelah kering letakkan tumbuhan tadi di atas kardus yang telah dilapisi koran
kemudian tutup lagi menggunakan koran dan hipit lagi menggunakan kardus, beri
solasi pda kardus agar rapat dan tidak memungkinkan udara masuk, biarkan
selama satu minggu, jangan lupa setiap 2 hari sekali mengganti koran pelapisnya,
setelah satu minggu. Buka kardus pembungkus dan tempelkan hasil herbarium
tersebut di kertas karton, sertakan pula klasifikasin dan deskripsi dari tumbuhan
tersebut, langkah terakhir yakni memberi pelaspis plastik kaca dan bingkai agar
herbarium terlihat bagus.

4.2.5 Klasifikasi Flora Dan Fauna

Klasifikasi pohon karet

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Viridiplantae

Devisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malpighiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis

Klasifikasi pohon jengkol

Kingdom : Plantae

Filum : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae

Subfamili : Mimosoideae

Genus : Archidendron

Spesies : A. pauciflorum

Klasifikasi pohon jati

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridiplantae

Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae

Genus : Tecton

Spesies : Tectona grandis

Klasifikasi kakao

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Sub Kelas : Dialypetalae

Ordo : Malvales

Family : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao L.

Klasifikasi pohon biwa

Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae

Kelas : Rosids

Ordo : Rosales

Famili : Rosaceae

Genus : Eriobotrya

Spesies : E. japonica

Klasifikasi Crudia bracteata

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Famili : Melastomataceae

Genus : Crudia

Spesies : Crudia bracteata

Klasifikasi Ganoderma sp

Kingdom : Fungi

Divisi : Basidiomycota

Kelas : Agaricomycetes

Ordo : Polyporales

Famili : Ganodermataceae

Genus : Ganoderma

Spesies : Ganoderma sp

Klasifikasi paku 1

Kingdom : Plantae

Divisi : Pteridophyta

Kelas : Pteridopsida
Ordo : Blechnales

Famili : Blechnaceae

Genus : Stenochlaena

Spesies : S. palustris

Klasifikasi paku 2

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divisi : Lycopodiophyta

Kelas : Lycopodiopsida

Ordo : Selaginellales

Famili : Selaginellaceae

Genus : Selaginella

Spesies : Selaginella plana

Klasifikasi paku 3

Kingdom : Plantae

Divisi : Pteridophyta

Kelas : Pteridopsida

Ordo : Polypodiales

Famili : Lomariopsidaceae

Genus : Nephrolepis

Spesies : Nephrolepis biserrata

Klasifikasi Clidemia hirta

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales
Keluarga : Melastomataceae

Genus : Clidemia

Spesies : Clidemia hirta

Klasifikasi tumbuhan pohpohan

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Class : Magnoliopsida

Order : Rosales

Family : Urticaceae

Genus : Pilea Lindl.

Species : Pilea melastomoides

Klasifikasi Monomorium sp

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hymnoptera

Famili : Formicidae

Genus : Monomorium

Spesies : Monomorium sp

Klasifikasi capung

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Odonata

Subordo : Anisoptera

Family : Aeshnidae
Subfamily : Aeshninae

Genus : Aeshna

Spesies : Aeshna sp

Klasifikasi kumbang

Kingdom : Animalia

Phylum : Artropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Coleoptera

Subordo : Adephaga

Superfamili : Caraboidea

Famili : Carabidae

Klasifikasi Belalang

Kingdom : Animalia

Filum : Artropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Orthoptera

Subordo : caelifera

Famili : Acrididae

Genus : Dissosteira

Spesies : Dissosteira Carolina

Klasisikasi walang sangit

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hemiptera

Famili : Alydidae
Genus : Leptocorisa

Spesies : Leptocorisa acuta

Klasifikasi semut merah

Kingdom : Animalia

Filum : Artropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hymenoptera

Sub ordo : Apokrita

Famili : Formicidae

Sub family : Vespoidea

Genus : Solenopsis

Spesies : Solenopsis invicta

Klasifikasi Alternanthera philoxeroides

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Caryophyllales

Famili : Amaranthaceae

Genus : Alternanthera

Spesies : Alternanthera philoxeroides

Klasifikasi Leersia hexandra

Kingdom : plantae

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Susclasis : Rosidae

Ordo : Fabales
Familia : Leersiaceae

Genus : Leersia

Spesies : Leersia hexandra

Klasifikasi padi

Kingdom : Plantae

Divisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Familia : Poaceae

Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa

Klasifikasi pitoplankton

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridiplantae

Phylum : Charophyta

Class : Zygnematophyceae

Subclass : Zygnematophycidae

Order : Desmidiales

Family : Gonatozygaceae

Genus : Gonatozygon

Spesies : Gonatozygon monotaenium


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu pada praktikum 1 tentang


factor lingkungan suatu ekosistem dapat menggambarkan komponen biotic dan
abiotik dalam suatu ekosistem, dapat disimpulkan bahwa ekosistem terutama
ekositem hutan bukan hanya komponen abiotik tetapi komponen biotic juga
sangat mempengaruhi ekosistem jika salah satu komponen ekosistem tersebut
punah, maka ekosistem lain terganggu . lama kelamaan semuanya akan ikut
punah. Jika ekosistem punah manusia juga akan punah. Untuk menghindari hal
tersebut, maka kita sebagai manusia harus melestarikan ekosistem terutama
ekosistem hutan.

Kesimpulan dari praktikum lapangan yang kedua ini tentang menghitung


kerapatan vegetasi ini dapat menggambarkan kerapatan vegetasi pada suatu
ekosistem sebagai salah satu factor biotic, hutan alami di lubuk nginio tersebut
menyajikan berbagai macam jenis tumbuhan dan terdapat banyak spesies atau
kelimpahan yang nyata. Flora yang mendominasi pada plot 10 x 10 yaitu spesies
Clidemia hirta yang berjumlah sebanyak 66 batang strata pohon, sedangkan di
plot 5x5 yaitu spesies Crudia bracteata 55 strata sapling, dan pada plot 2 x 2 m,
vegetasi strata seedling tabulasi fauna hutan yang mendominasi adalah
Monomorium minimum sebanyak 11 ekor.

Adapun kesimpulan pada praktikum lapangan ketiga ini tentang menghitung


serangga ini kita dapat menggambarkan komponen biotic (serangga) dalam suatu
ekosistem, dari hasil pengamatan yanag telah dilakukan setelah dianalisi dan
dibahas dapat diambil kesimpulan bahwa serangga yang kami dapat di ekosistem
darat dengan menggunakan insect net dan pitfall-trap ada Eurema. Sp sebanyak 5
ekor, Pleris. Sp sebanyak 1 ekor dan Leptocorisa oratorius sebanyak 2 ekor.

Adapun kesimpulan pada praktikum keempat ini yaitu menggambarkan


komponen biotic dalam ekosistem. Biotic adalah salah satu factor dalam
lingkungan. Dalam suatu ekosistem, tumbuhsn berperan penting sebagai produsen
hewan berperan sebagai konsumen dan mikroorganisme sebagai decomposer.
Factor biotic terdiri dari tingkat organism yang meliputi individu, populasi,
komunitas , ekosistem dan biosfer. Dengan menghitung jumlah fauna seperti
serangga, plankton maupun bentos yang ada didarat maupun diperairan dalam
suatu ekosistem.

Adapun kesimpulan yang dapat kita ambil pada praktikum kelima ini adalah
agar kita dapat mengetahui rantai makanan dan jarring-jaring makanan yang
terbentuk dari suatu ekosistem. Rantai makanan adalah peristiwa makan dan
dimakan antara pembuatan hidup dengan urutan tertentu. Dalam rantai makanan
ada yang berperan sebagai produsen, konsumen, dan decomposer. Misalnya
rumput dimakan oleh belalang, belalang dimakan oleh katak, katak dimakan oleh
ular. Sedangkan jaring-jaring makanan merupakan kumpulan dari berbagai rantai
makanan yang saling berhubungan satu sama lain dalam suatu ekosistem.

5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Agusta,T.S. 2015. Danau Hanjalutung Kalimanatan Tengah. Jurnal Ilmu Hewani


Tropikal
Bagi Komunitas Ikan Di Zona Limnetic Waduk Djuanda. Jawa Barat:
Institut Pertanian Bogor.
Bakri. 2009. Bahan Kuliah Ekologi Hutan.Jurusan Manajemen Hutan. Pontianak:
California: Wiley-Interscience Publication
Endri,Junaidi. 2013. Komunitas Plankton Di Perairan Sumatar Selatan.
Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Fakultas Pertanian
Universitas Trisakti
Harmanto. 2011. Gografi Bilingual Untuk Sma/Ma Kelasx. Bandung: Yrama
Widya
Indrayanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit Pt Bumi Aksara Hidayah,
2014. Struktur Komunitas Fitoplankton Di Waduk Kedungombo Jawa
Tengah. Maspari Journal Vol.6, No.2, Juli 2014. Diakses Tanggal 2
Februari 2017.

Indryanto. 2011. Ekologi Hutan. Jakarta : Penerbit Pt Bumi Aksara Institut


Pertanian Bogor. Jakarta: Penebar Swadaya.

James, 2010. Statistical Ecology Aprimer On Methods And Computing.


Kartamihardja,Endi. 2015. Spektra Ukuran Biomassa Plankton Dan Pemanfaatan
Bagi Komunitas Ikan Di Zona Limnetic Waduk Djuanda. Jawa Barat:
Institut Pertanian Bogor.
Kutarg, 2010. Kebijakan Pengelolaan Danau Dan Waduk Ditinjau Dari Aspek
Tata Ruang. Wahana Hijau, Jurnal Perencanaan Dan Pengembangan

Latifa, Siti. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. Jakarta: Jurusan Kehutanan
Latifah, Siti. 2010. Analisis Vegetasi Hutan Alam. Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian.

Makirim, 2013. Morfologi Fisiologi Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian


Tanaman Padi, Jakarta.
Nugroho,A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Jakarta: Universitas Trisakti
Palembang : Fmipa Universitas Sriwijaya.
Purwono Dan Purnamawati,H. 2007. Budidaya Dan Jenis Tanaman Unggul.
Setiawan, Doni. 20011. Studi Komunitas Makrozoobenthos Di Perairan Hilir
Sungai Lematang Sekitar Daerah Pasar Bawah Kabupaten Lahat.
Sumatera Selatan: Biologi Universitas Sriwijaya.

Soprobowati,2012. Pengantar Ilmu Kehutanan. Bandung: Media Press Bandung


Suhendang,E. 2002. Penganatar Ilmu Kehutanan.Bogor: Fakultas Kehutanan
Sumono, 2012. Meningkatkan Daya Dukung Irigasi Dan Pemahaman Aktivitas
Biologis Periodek Tanaman Padi Sawah Menuju Pertanian Presisi
Dalam Upaya Memantapkan Swasembada Beras, Dalam Pemikiran Guru
Besar Usu Dalam Pembangunan Nasional Dewan Guru Besar Usu, Usu
Pess, Medan.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai