MATA
Oleh :
Satrio Wicaksono
202010401011011
I-34
PEMBIMBING :
Dr. dr. Arti Lukitasari, Sp.M
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB 1................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.2. Tujuan................................................................................................................2
1.3. Manfaat..............................................................................................................2
BAB 2................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................3
2.1 Anatomi..............................................................................................................3
2.3 Glaukoma...........................................................................................................8
2.3.1 Definisi.......................................................................................................8
2.3.2 Epidemiologi..............................................................................................8
2.3.4 Patofisiologi.............................................................................................11
2.3.5 Klasifikasi................................................................................................12
2.3.6 Diagnosis..................................................................................................17
2.3.7 Tatalaksana...............................................................................................20
BAB 3..............................................................................................................................26
KESIMPULAN................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................27
iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya dilakukan oleh oftalmolog,
tetapi deteksi kasus-kasus asimptomatik bergantung pada kerjasama dan
bantuan dari semua petugas kesehatan, khususnya optometris.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui lebih jauh
tentang glaukoma mengenai.
1.3. Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan
pemahaman penulis maupun pembaca mengenai glaukoma beserta
patofisiologi dan penanganannya.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Struktur dasar mata yang berhubungan dengan aqueous humor
adalah korpus siliaris, sudut kamera okuli anterior dan sistem aliran
aqueous humor.
A. Korpus siliaris
3
Aqueous humor disekresikan secara aktif oleh epitel yang tidak
berpigmen. Sebagai hasil proses metabolik yang tergantung pada
beberapa sistem enzim, terutama pompa Na+/K+ - ATP ase, yang
mensekresikan ion Na+ ke ruang posterior.
I. Trabecular meshwork
4
Terdiri dari 3 bagian :
1. Uvea meshwork
Bagian paling dalam dari trabecular meshwork , memanjang dari
akar iris dan badan siliar ke arah garis schwalbe. Susunan anyaman
trabecular. Uvea memiliki ukuran lubang sekitar 25 µ hingga 75 µ.
Ruangan intertrabekular relatif besar dan memberikan sedikit tahanan
pada jalur aliran aqueous humor.
2. Corneoscleral meshwork
Membentuk bagian tengah terbesar dari trabecular meshwork ,
berasal dari ujung sklera sampai garis schwalbe. Terdiri dari kepingan
trabekula yang berlubang elips yang lebih kecil dari uveal meshwork (5
µ-50 µ).
3. Juxtacanalicular (endothelial) meshwork
Membentuk bagian paling luar dari trabecular meshwork yang
menghubungkan corneoslceral meshwork dengan endotel dari dinding
bagian dalam kanalis schlemm. Bagian trabecular meshwork ini berperan
besar pada tahanan normal aliran aqueous humor.
5
langsung ke dalam vena episklera (sistem direk) dan beberapa saluran
kolektor membentuk plexus intrasklera sebelum memasuki vena episklera
(sistem indirek).
2.2 Fisiologi Aqueous Humor
Tekanan intraokular ditentukan oleh laju produksi air dan resistensi
aliran keluar air dari mata. Tekanan intraokular normal rata-rata adalah
sekitar 15 mmHg, dengan kisaran dari 12-20 mmHg.
a. Komposisi Humor Aqueous
Aqueous humor adalah cairan bening yang mengisi kamera okuli
anterior dan posterior. Volumenya sekitar 250 μL, dan kecepatan
produksinya, yang bergantung pada variasi diurnal, sekitar 2,5 μL/menit.
Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi
aqueous hampir sama dengan plasma kecuali untuk konsentrasi askorbat,
piruvat, dan laktat dan konsentrasi protein, urea, dan glukosa yang lebih
rendah
b. Pembentukan dan Aliran Aqueous Humor
Aqueous humor disekresi secara aktif dari plasma epitel siliaris pars
plicata korpus siliaris. Setelah masuk ke kamera okuli posterior, aqueous
humor mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior lalu ke anyaman
trabekular di sudut kamera okuli anterior. Selama itu, terjadi pertukaran
diferensial komponen-komponen aqueous dengan darah di iris. Bila
terjadi peradangan atau trauma intraokular menyebabkan peningkatan
kadar protein. Hal ini disebut plasmoid aqueous dan sangat mirip dengan
serum darah.
6
Gambar 2.3 Aliran Aqueous Humor
c. Aliran Keluar Aqueous Humor
Aqueous mengalir dari kamera okuli posterior melalui pupil ke dalam
kamera okuli anterior lalu ia keluar dari mata melalui tiga rute :
• Trabekuler (90%): Aliran aqueous melalui trabekulum ke kanal
Schlemm dan kemudian vena episkleral. Jalur ini merupakan jalur yang
sensitif terhadap adanya tekanan aliran aqueous sehingga bila terdapat
peningkatan TIO maka akan berespons untuk meningkatkan aliran keluar.
• Drainase uveoskleral (10%): cairan mengalir melintasi korpus siliaris ke
dalam ruang suprachoroidal dan dialirkan oleh sirkulasi vena di korpus
siliaris, koroid, dan sklera.
• Iris: sebagian cairan juga mengalir melalui iris
7
Gambar 2.4 A aliran trabecular, B aliran uveoscleral, C aliran iris
2.3 Glaukoma
2.3.1 Definisi
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang
ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan
lapangan pandang serta biasanya disertai peningkatan tekanan
intraokular. Pada sebagian besar kasus, glaukoma tidak disertai
dengan penyakit mata lainnya (glaukoma primer).
Didalam bola mata terdapat cairan Aqueous humor yang berfungsi
memberikan nutrisi pada organ dalam bola mata. Cairan ini diproduksi
dan dikeluarkan kembali dalam siklus yang seimbang sehingga
tekanan pada bola mata tetap terjaga normal. Pada mata penderita
glaukoma, siklus cairan ini tidak seimbang dimana cairan diproduksi
tetapi terdapat masalah dalam saluran pengeluaran. Hal ini
menyebabkan tekanan pada bola mata meningkat sehingga terjadi
penekanan pada papil saraf optik. Jika hal ini terus menerus terjadi,
kerusakan saraf mata tidak bisa dihindari.
2.3.2 Epidemiologi
Hampir 60 juta orang terkena glaukoma. Diperkirakan 3 juta
penduduk Amerika Serikat terkena glaukoma, dan di antara kasus-
kasus tersebut, sekitar 50% tidak terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang
8
mengalami kebutaan akibat glaukoma, termasuk 100.000 penduduk
Amerika, menjadikan penyakit ini sebagai penyebab utama kebutaan
yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Glaukoma sudut terbuka
primer, bentuk tersering pada ras kulit hitam dan putih, menyebabkan
penyempitan lapangan pandang bilateral progresif asimptomatik yang
timbul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi
penyempitan lapangan pandang yang luas. Ras kulit hitam memiliki
risiko yang lebih besar mengalami onset dini, keterlambatan
diagnosis, dan penurunan penglihatan yang berat dibandingkan ras
kulit putih. Glaukoma sudut tertutup didapatkan pada 10-15% kasus
ras kulit putih. Persentase ini jauh lebih tinggi pada orang Asia dan
suku Inuit. Glaukoma sudut tertutup primer berperan pada lebih dari
90% kebutaan bilateral akibat glaukoma di China. Glaukoma tekanan
normal merupakan tipe yang paling sering di Jepang.
Pada dekade terakhir, prevalensi glaukoma meningkat dengan
cepat seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk dan
pertambahan usia mereka. Pada tahun 2010, jumlah penderita
glaukoma mencapai 60,5 juta individu. Kejadian glaukoma secara
global diperkirakan mencapai angka 76 juta di tahun 2020 dan 111,8
juta di tahun 2040.
Sebanyak 2,78% gangguan penglihatan di dunia disebabkan oleh
glaukoma. Dalam kasus kebutaan, glaukoma menjadi penyebab kedua
terbesar setelah katarak di dunia.
Di Indonesia, menurut Riskesdas tahun 2007 prevalensi glaukoma
sebesar 0,46%, artinya sebanyak 4 sampai 5 orang dari 1.000
penduduk Indonesia menderita glaukoma. Berdasarkan data aplikasi
rumah sakit online (SIRS online), jumlah kunjungan glaukoma pada
pasien rawat jalan di RS selama tahun 2015-2017 mengalami
peningkatan.
Pada tahun 2017, jumlah kasus baru glaukoma pada pasien rawat
jalan di rumah sakit di Indonesia adalah 80.548 kasus. Berdasarkan
9
jenis kelamin, penderita glaukoma wanita lebih banyak daripada laki-
laki.
Pada data pasien rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit pada
tahun 2017, glaukoma mayoritas diderita pada pasien kelompok umur
44-64 tahun, lebih dari 64 tahun, dan 24-44 tahun.
2.3.3 Faktor Risiko
a. Usia
Prevalensi glaukoma meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Kasus kejadian glukoma pada ras kulit
hitam dan Hispanik usia 40-49 tahun berkisar 1% pada masing-
masing populasi. Pada usia 80 tahun keatas, prevalensi
glaukoma pada masing-masing kelompok berkisar antara
11,3% - 23,2% dan 12,6% - 21,8%. Pada ras kulit putih dengan
usia diatas 75 tahun, prevalensi terjadinya glaukoma sudut
terbuka sebesar 9%.
b. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan glaukoma pada hubungan
kekerabatan yang dekat diasosiasikan dengan peningkatan
signifikan risiko terjadinya glaukoma. Sebagai contoh,
memiliki saudara kandung dengan glaukoma memberikan odds
ratio 3,7 pada terjadinya glaucoma sudut terbuka.
c. Etnis
Ras kulit hitam dan Hispanik mempunyai prevalensi lebih
tinggi untuk terjadinya glaukoma sudut terbuka, glaukoma
yang lebih parah dan risiko lebih tinggi terjadinya kebutaan.
Sedangkan glaukoma sudut tertutup lebih banyak ditemukan
pada orang Inuit, Tionghoa, India, atau Asia Tenggara.
Prevalensi dan risiko terjadinya kebutaan pada glaukoma lebih
tinggi pada negara berkembang.
d. Jenis Kelamin
Analisis dari suatu studi Ocular Hypertension Treatment (OHT)
menemukan bahwa jenis kelamin laki-laki memiliki prevalensi
10
lebih tinggi akan terjadinya glaukoma sudut terbuka.
Sedangkan perempuan memiliki prevalensi lebih tinggi akan
terjadinya glaukoma sudut tertutup.
e. Miopia
Miopia diduga berperan sebagai faktor risiko signifikan
terjadinya glaukoma. Risiko munculnya serta progresi pada
glaukoma semakin meningkat seiring pertambahan derajat
keparahan miopia.
f. Steroid
Steroid dapat menimbulkan glaukoma melalui beberapa
mekanisme. Steroid dapat menimbulkan akumulasi
polymerized glycosaminoglycan (GAG) di trabecular
meshwork. Glycosaminoglikan itu mengalami hidrasi,
menyebabkan edema dan menghambat outflow humor aqueous.
Selain itu dapat dengan Meningkatkan ekspresi protein matriks
ekstraselular fibronectin, glycosaminoglycan, elastin dan
laminin dalam trabecular meshwork yang menghambat outflow
humor aqueous. Steroid juga mengakibatkan inhibisi fagosit di
sel endothelial trabecular meshwork yang berfungsi
menghilangkan debris aqueous, sehingga debris menumpuk dan
mengakibatkan hambatan outflow humor aqueous. Terakhir,
steroid menurunkan sintesis prostaglandin, yang juga berperan
mengatur outflow aqueous humor.
g. Diabetes Mellitus
Diabetes menyebabkan apoptosis pericyte yang berfungsi
mengatur regulasi blood flow di kapiler dan apoptosis
endothelial cell vascular retina sehingga terjadi iskemia retina.
Ketika timbul iskemia maka terjadi produksi factor angiogenik
(VEGF) untuk proses angiogenesis. Namun proses
angiogenesis ini tidak hanya terjadi di retina, namun bisa di
corpus siliaris, iris, trabecular meshwork.
11
Bila timbul di trabecular meshwork akan timbul
fibrovaskularisasi yang menghalangi outflow aqueous humor
sehingga menimbulan glaukoma sudut terbuka.
Bila timbul di iris akan menimbulkan fibrovaskularisasi
yang akan mengakibatkan kontraktur sehingga menarik iris
perifer ke arah anterior dan menimbulkan glaukoma sudut
tertutup.
h. Hipertensi
Hipertensi akan meningkatkan aliran darah dan tekanan
kapiler di siliar sehingga meningkatkan produksi aqueous
humor. Selain itu hipertensi juga mengakibatkan peningkatan
tekanan vena episklera sehingga terjadi penurunan outflow
humor aqueous.
2.3.4 Patofisiologi
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler yang
dapat disebabkan oleh bertambahnya produksi humor aqueous oleh
badan siliar ataupun berkurangnya pengeluaran humor aqueous di
daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.
Tekanan intraokuler adalah keseimbangan antara produksi humor
aqueous, hambatan terhadap aliran humor aqueous dan tekanan vena
episklera. Ketidakseimbangan antara ketiga hal tersebut dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler, akan tetapi hal ini
lebih sering disebabkan oleh hambatan terhadap aliran humor
aqueous.
Mekanisme utama dari kehilangan penglihatan pada glaukoma
yaitu atrofi sel ganglion retinal, penipisan lapisan nuklear bagian
dalam dan fiber saraf dari retina dan aksonal pada optik nervus.
Diskus optik menjadi atrofi disertai pembesaran cupping optik, diduga
disebabkan oleh gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan
degenerasi berkas serabut saraf pada papil saraf optik.
12
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara
saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan
darah ke saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati.
Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk
bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah
lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika
tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
2.3.5 Klasifikasi
Klasifikasi Vaughan untuk glaukoma adalah sebagai berikut:
13
• Tumor
• Pengbengkakan pada badan siliar
e. Raised episcleral venous pressure
• Carotid-cavernous fistula
• Sturge-Weber syndrome
f. Steroid-induced
g. Glaukoma neurovaskular
• Diabetes Mellitus
• Oklusi vena sentral retina
• Tumor intraokular
h. Postoperatif
i. Trauma
• Hipema
• Kontusio sudut
• Sinekia anterior perifer
4. Glaukoma Absolut
1. Glaukoma primer
a. Sudut terbuka (glaukoma simpleks)
Glaukoma primer sudut terbuka adalah glaukoma yang
penyebabnya tidak ditemukan dan ditandai dengan sudut bilik mata
depan yang terbuka.. Lesi primer terjadi di jaringan neuroretinal pada
nervus optikus sebagai kompresi neuropati dari nervus optik.
Penyakit ini bersifat multifaktorial dan masih kurang dipahami
mekanismenya. Ketidak seimbangan antara tekanan intraokular dan
perfusi pembuluh darah dari saraf optik akan menyebabkan atrofi.
Demikian juga tekanan mekanis pada akson di tepi neuro retinal dapat
mengganggu aliran axoplasmik dan mengakibatkan degenerasi neuron
retrograde.
14
Riwayat keluarga menjadi salah satu faktor risiko, meskipun
kelainan genetik tertentu belum diidentifikasi pada kasus yang
menyerang orang dewasa. Diduga glaukoma simpleks diturunkan
secara dominan atau resesif pada kira-kira 50% penderita, secara
genetik penderitanya adalah homozigot. Terdapat pada 99% penderita
glaukoma primer dengan hambatan pengeluaran cairan air mata
(aqueous humor) pada saluran trabekulum dan kanalis Schlemm.
Faktor resiko pada seseorang untuk mengalami glaukoma apabila
menderita diabetes mellitus dan hipertensi serta miopia. Pengobatan
steroid topikal, pada beberapa individu, akan
menyebabkanpeningkatan tekananintraokular(responden steroid).
Gambaran klinis dari glaukoma primer sudut terbuka yaitu
progresifitas gejalanya berjalan perlahan dan lambat sehingga sering
tidak disadari oleh penderitanya, yang dikenal sebagai pencuri
penglihatan, serta gejalanya samar seperti: sakit kepala ringan, tajam
penglihatan tetap normal, hanya perasaan pedas atau kelilipan saja,
tekanan intra okuler terus-menerus meningkat hingga merusak saraf
penglihatan.
Pada glaukoma simpleks tekanan bola mata sehari-hari tinggi atau
lebih dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan
yang mengakibatkan terdapat gangguan sususnan anatomis dan fungsi
tanpa disadari oleh penderita. Akibat tekanan tinggi terjadi atrofi papil
disertai dengan ekskavasio glaukomatosa. Gangguan saraf optik akan
terlihat sebagai gangguan fungsinya berupa penciutan lapang pandang.
Tujuan pengobatan pada glaukoma simpleks adalah untuk
memperlancar pengeluaran akuos humor atau mengurangi produksi
cairan mata dan menurunkan tekanan intraokular.
Prinsi dasar pengobatan meliputi :
- Medikamentosa : pemberian obat topikal yang mengurangi
produksi cairan mata dan meningkatkan outflow humor
aquoeus.Generasi terbaru (prostaglandin analog) meningkatkan aliran
uveoscleral.
15
- Pembedahan : Dapat dilakukan trabekulektomi
- Metode laser : meliputi laser trabeculoplasty atau
cyclophotocoagulation untuk kasus-kasus stadium akhir.
b. Sudut tertutup
Glaukoma primer sudut tertutup ditandai dengan sudut bilik mata
depan yang tertutup.Gejala yang dirasakan oleh pasien, seperti : tajam
penglihatan kurang (kabur mendadak), mata merah, bengkak, mata
berair, kornea suram karena edema, bilik mata depan dangkal dan
pupil lebar dan tidak bereaksi terhadap sinar, diskus optikus terlihat
merah dan bengkak, tekanan intra okuler meningkat hingga terjadi
kerusakan iskemik pada iris yang disertai edema kornea, melihat halo
(pelangi di sekitar objek), nyeri hebat periorbita, pusing, bahkan mual-
muntah. Jika tidak membaik, peningkatan tekanan akan menyebabkan
kerusakan permanen pada mata yang mengakibatkan hilangnya
penglihatan yang parah dan menjadi kebutaan.
Faktor-faktor resiko yang diduga terlibat dalamkondisi ini antara lain:
1. Ras : terutama Eskimo dan Asia Timur.
2. Jenis kelamin : lebih sering terjadi pada wanita.
3. Umur : usia pertengahan.
4. Kelainan refraksi :memiliki bola mata yang lebih kecil.
5. Riwayat keluarga : positif.
6. Predisposisi anatomi: mata dengan sudut sempit
Glaukoma sudut tertutup akut merupakan keadaan emergensi
dalam bidang oftalmologi. Penatalaksanaan langsung ditujukan untuk
menurunkan tekanan intraokular. Acetazolamide intravena dan oral
dengan agen topikal seperti beta-bloker dan apraclonidine. Setengah
jam setelah treatment, biasanya terjadi reduksi dari iskemia iris dan
penurunan tekanan intraokular diikuti spingter pupil yang memberi
respon terhadap pengobatan. Saat tekanan intraokular terkontrol,
laser pheriperal iridotomy dapat dilakukan untuk menghubungkan
16
antara kamera okuli anterior dan posterior, dengan demikian
mencegah kekambuhan.
2. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital timbul saat lahir atau dalam tahun pertama
dengan gejala klinis adanya mata berair berlebihan, peningkatan
diameter kornea (buftalmos), kornea berawan karena edema epitel,
terpisah atau robeknya membran descemet, fotofobia, peningkatan
tekanan intraokular, peningkatan kedalaman kamera anterior,
pencekungan diskus optikus.
Glaukoma kongenital terbagi menjadi :
- Glaukoma kongenital primer, dimana terjadi perkembangan yang
abnormal, terbatas pada sudut kamera okuli anterior
- Glaukoma yang berhubungan dengan abnormalitas perkembangan
segmen anterior, seperti pada sindrom Axenfald-Rieger, anomali
peters, dimana iris dan korneal juga mengalami keabnormalan
perkembangan.
- Kondisi lain seperti sindrom Sturge-Weber, neurofibromatosa-1,
sindrom Lowe, rubella kongenital yang berhubungan dengan
perkembangan anomali sudut bilik mata.
Glaukoma kongenital ditemukan sekitar 50% bermanifestasi pada
saat lahir, di diagnosa saat usia 6 bulan pertama sebesar 70% dan di
diagnosa pada akhir usia 1 tahun sebesar 80%. Gejala paling awal dan
paling sering ditemukan yaitu epiphora.
Glaukoma kongenital primer merupakan kelainan autosomal
resesif pada anak-anak yang diakibatkan perkembangan abnormal dari
meshwork dan sudut kamera okuli anterior. Dengan onset pada saat
lahir hingga infant, prevalensi glaukoma kongenital primer sangat
tinggi dalam populasi yang memiliki bakat dan genetik.
3. Glaukoma Sekunder
17
Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat adanya gangguan sebagai
berikut : perubahan lensa, kelainan uvea, trauma, bedah, rubeosis serta
penggunaan steroid dan lainnya.
18
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma
(sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan
bola mata, memberikan gangguan lanjut. Pada glaukoma absolut
kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan
ekskavasi glaukomatosa.
2.3.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Manajemen glaukoma yang tepat bergantung pada kemampuan
dokter dalam mendiagnosis glaukoma, menentukan derajat keparahan,
dan untuk memprediksi kemungkinan progresivitas. Anamnesis pasien
glaukoma harus mencakup riwayat keluhan saat ini, termasuk gejala,
onset, durasi, dan keparahan. Riwayat mata sebelumnya (medis dan
pembedahan) dan riwayat kesehatan umum, termasuk obat-obatan dan
alergi pasien saat ini, Pada pemeriksaan fisik, sebelum melakukan
biomikroskopi, ada baiknya untuk mencatat denyut nadi dan tekanan
darah pasien.
Dokter harus menanyakan tentang gejala yang sering dikaitkan
dengan glaukoma, seperti nyeri, kemerahan, adanya halo, perubahan
penglihatan, dan kehilangan penglihatan. Anamnesis juga harus
mencakup riwayat tentang penyakit atau kondisi yang mungkin
memiliki pengaruh pada mata. Kondisi tersebut meliputi diabetes
melitus, penyakit jantung dan paru, hipertensi, syok hemodinamik,
hipotensi sistemik, sleep apnea, fenomena Raynaud, migrain dan
penyakit neurologis lainnya, batu ginjal, dan kehamilan. Dokter harus
mencatat apakah terdapat riwayat penggunaan kortikosteroid, baik
topikal atau sistemik.
b. Pemeriksaan Fisik
• Visus
19
Ketajaman penglihatan dapat normal atau menurun secara progresif
tetapi terjadi penurunan ketajaman penglihatan mendadak pada
glaukoma akut.
• Konjungtiva
Mata dengan peningkatan tekanan intraokular akut dapat
menunjukkan gejala konjungtiva hiperemia. Penggunaan analog
prostaglandin jangka panjang juga dapat menyebabkan hiperemia
konjungtiva hyperemia dan penggunaan turunan epinefrin jangka
panjang dapat menyebabkan endapan adrenokrom hitam di
konjungtiva. Reaksi alergi terhadap obat hipotensi okular (terutama
agonis α2-adrenergik) dapat disertai dengan reaksi folikuler.
Penggunaan obat hipotensi okular topikal juga dapat menyebabkan
penurunan produksi air mata, reaksi alergi dan hipersensitivitas
(konjungtivitis papiler dan folikel), percepatan forniks konjungtiva,
dan jaringan parut.
• Kornea
Pembesaran kornea yang berhubungan dengan kerusakan pada
membran Descemet (Haab striae) umumnya ditemukan pada pasien
glaukoma. Edema epitel mikrokistik umumnya terkait dengan
peningkatan TIO, terutama bila peningkatan TIO akut. Kelainan
endotel kornea berikut ini dapat menjadi petunjuk penting untuk
mendasari glaukoma sekunder :
- Krukenberg spindle pada glaukoma pigmen
- Pengendapan bahan eksfoliatif pada sindrom pseudoeksfoliasi
- Keratik mengendap pada glaukoma uveitik
- Lesi ireguler dan vesikuler pada distrofi polimorf posterior
Dokter harus mengevaluasi apakah terdapat bekas luka kornea
traumatis atau bedah. Ketebalan kornea sentral dari semua pasien yang
diduga menderita glaukoma harus dinilai dengan alat pachymetry
kornea, karena kornea sentral yang tipis merupakan faktor risiko
glaukoma.
• Bilik Mata Depan
20
Dokter harus mencatat keseragaman kedalaman ruang bilik dan
memperkirakan lebar sudutnya saat mengevaluasi bilik mata depan.
Massa iris, eusi koroid, atau trauma dapat menghasilkan kontur
permukaan iris yang tidak teratur dan asimetri pada kedalaman bilik
mata depan. Adanya sel radang, sel darah merah, pigmen floating,
atau debris (seperti fibrin) harus diperhatikan. Derajat inflamasi dan
keberadaan pigmen harus ditentukan sebelum pemberian obat tetes
mata.
• Iris
Pemeriksaan iris mata harus dilakukan sebelum pupil berdilatasi.
Dokter harus mengevaluasi apakah terdapat heterokromia, atrofi iris,
defek transiluminasi, nevi, nodul, dan bahan eksfoliatif. Dokter juga
harus memeriksa iris apakah terdapat trauma, seperti robekan sfingter
atau iridodonesis. Warna iris juga harus dievaluasi, terutama pada
pasien yang sedang dipertimbangkan untuk pengobatan dengan analog
prostaglandin.
• Pupil
Ukuran pupil dapat dipengaruhi oleh terapi glaukoma dan respon
pupil adalah salah satu ukuran kepatuhan pada pasien yang menjalani
terapi miotik. Pengujian untuk defek pupil aerent relatif dapat
mendeteksi kerusakan saraf optik asimetris. Corectopia, ectropion
uveae, dan kelainan pupil juga dapat diamati pada beberapa bentuk
glaukoma sudut terbuka sekunder dan glaukoma sudut tertutup. Dalam
beberapa situasi klinis, tidak mungkin untuk menilai pupil secara
obyektif untuk mengetahui adanya defek aerent relatif, dan
perbandingan subjektif antara mata terhadap kecerahan yang
dirasakan dari cahaya tes dapat membantu. Pengujian untuk
penglihatan warna, motilitas ekstraokuler, dan kelainan saraf kranial
juga dapat membantu dalam diagnosis dierensial dari neuropati optik
nonglaucomatous versus glaucomatous.
• Lensa
21
Dokter juga harus memeriksa lensa sebelum dan sesudah dilakukan
dilatasi pupil dengan mengevaluasi ukuran, bentuk, kejernihan, dan
stabilitas lensa. Temuan-temuan dari pemeriksaan ini dapat membantu
mendiagnosis glaukoma terkait lensa. Sebelum pupil berdilatasi,
temuan klinis seperti pseudoeksfoliasi, subluksasi, dan dislokasi harus
diperhatikan. Bila terdapat katarak subkapsular posterior, maka dapat
menjadi indikasi penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
• Fundus
Pemeriksaan ini memungkinkan dokter untuk mengevaluasi apakah
vitreous terdapat tanda-tanda peradangan, perdarahan, atau sel
lainnya. Tak hanya itu, Pemeriksaan fundus berguna untuk mendeteksi
apakah terdapat patologi pada segmen posterior seperti perdarahan,
efusi, massa, lesi inflamasi, oklusi retinovaskular, retinopati diabetik,
atau ablasi retina yang dapat dikaitkan dengan glaukoma.
Pemeriksaan ini menggunakan oftalmoskop. Oftalmoskopi, untuk
pemeriksaan saraf mata (papil saraf optik) apakah mengalami
degenerasi/atrofi serta melihat penggaungan (cupping) papil. Tanda
atrofi papil adalah warna pucat, batas tegas, dan lamina kribosa
tampak jelas. Tanda penggaungan: pinggir papil temporal menipis.
Ekskavasi melebar, diameter vertikal lebih lebar daripada diameter
horizontal. Pembuluh darah seolah menggantung di pinggir dan
terdorong ke arah nasal. Jika tekanan cukup tinggi akan terlihat
pulsasi arteri. Oftalmoskopi merupakan pemeriksaan yang paling
sensitif untuk saraf mata.
22
yang tidak berpegas tetapi keras seperti batu merupakan tanda
tekanannya sekitar 60-70 mmHg (glaukoma akut sudut tertutup).
• Tonometri Schiotz
Pemeriksaan ini mengukur derajat dari kornea yang dapat
diindentasi pada posisi pasien supine. Semakin rendah tekanan
intraokular, semakin dalam pin tonometri yang masuk dan semakin
besar jarak dari jarum bergerak. Tonometri indentasi sering
memberikan hasil yang tidak tepat. Sebagai contohnya kekakuan dari
sklera berkurang pada mata miopia dimana akan menyebabkan pin
dari tonometer masuk lebih dalam. Oleh karena itu tonometri indentasi
telah digantikan oleh tonometri applanasi.
• Tonometri Applanasi
Metode ini merupakan metode yang paling sering dilakukan untuk
mengukur tekanan intraokular. Pemeriksaan ini memungkinkan
pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan pada posisi pasien duduk
dalam beberapa detik (metode Goldmann’s). Atau posisi supine
(metode Draeger’s). Tonometer dengan ujung yang datar memiliki
diameter 3.06 mm untuk applanasi pada kornea diatas area yang
sesuai (7,35 mm) . Metode ini dapat mengeliminasi kekakuan dari
sklera yang merupakan sumber dari kesalahan pengukuran.
23
90 derajat temporal, 60 derajat superior, 50 derajat nasal, dan 70
derajat inferior.
e. Oftalmoskop
Diskus optikus memiliki indentasi yang disebut optic cup. Pada
keadaan peningkatan tekanan intraokular yang persisten, optic cup
menjadi membesar dan dapat dievaluasi dengan oftalmoskop. Optic
cup dapat diperiksa stereoskop dengan pupil yang dilatasi. Nervus
opticus menujukkan “glaucoma memory”. Evaluasi struktur ini akan
memberikan informasi pada pemeriksa kerusakan akibat glaukoma
terjadi dan berapa jauh kerusakan tersebut. Optic cup besar yang
normal selalu bulat dan elongasi vertikal dari optic cup didapatkan
pada mata dengan glaukoma.
Perubahan glaukomatosa pada nervus opticus, glaukoma
menimbulkan perubahan tipikal pada bentuk dari opticus cup.
Kerusakan progresif dari serabut saraf, jaringan fibrosa dan vaskular,
serta jaringan glial akan diobservasi. Atrofi jaringan ini akan
menyebabkan peningkatan pada ukuran dari optic cup dan wrna
diskus optikus menjadi pucat. Perubahan progresif dari diskus optikus
pada glaukoma berhubungan dekat dengan peningkatan defek dari
lapang pandang.
f. Gonioskopi
Sudut dari COA dievaluasi dengan gonioskop yang diletakkan
secara langsung pada kornea. Gonioskopi dapat membedakan
beberapa kondisi:
• Sudut terbuka : glaukoma sudut terbuka
• Sudut tertutup : glaukoma sudut tertutup
• Akses sudut menyempit : konfigurasi dengan risiko glaukoma akut
sudut tertutup
• Sudut teroklusi : glaukoma sekunder sudut tertutup, sebagai contoh
disebabkan neovaskularisasi pada rubeosis iridis.
24
• Sudut terbuka tetapi disertai deposit sel inflamasi, eritrosit atau
pigmen pada jalinan trabekular : glaukoma sekunder sudut terbuka
Gonioskopi merupakan pemeriksaan pilihan untuk mengidentifikasi
bentuk respektif dari glaukoma. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
meletakkan lensa sudut (goniolens) di permukaan kornea setelah
diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat dipergunakan untuk
melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.
2.3.7 Tatalaksana
a. Medikamentosa
25
tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Timolol maleat 0,25%
dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%
dan metipranolol 0,3% merupakan preparat-preparat yang sekarang
tersedia. Kontraindikasi utama pemakaian obat-obat ini adalah
penyakit obstruksi jalan napas menahun-terutama asma-dan defek
hantaran jantung. Untuk betaksolol, selektivitas relatif reseptor β1-
dan afinitas keseluruhan terhadap semua reseptor β yang rendah-
menurunkan walaupun tidak menghilangkan risiko efek samping
sistemik ini. Depresi, kacau pikir dan rasa lelah dapat timbul pada
pemakaian obat penghambat beta topikal.
26
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor
aqueous dengan bekerja pada jalinan trabekular melalui kontraksi
otot siliaris. Obat pilihan adalah pilokarpin, larutan 0,5-6% yang
diteteskan beberapa kali sehari atau gel 4% yang diteteskan sebelum
tidur. Karbakol 0,75-3% adalah obat kolinergik alternatif. Obat-obat
antikolinesterase ireversibel merupakan obat parasimpatomimetik
yang bekerja paling lama. Obat-obat ini adalah demekarium bromide
0,125 dan 0,25% dan ekotiopat iodide 0,03-0,25% yang umumnya
dibatasi untuk pasien afakik atau pseudofakik karena mempunyai
potensi kataraktogenik. Perhatian: obat-obat antikolinesterase
ireversibel akan memperkuat efek suksinilkolin yang diberikan
selama anastesia dan ahli anestesi harus diberitahu sebelum tindakan
bedah. Obat-obat ini juga menimbulkan miosis kuat yang dapat
menyebabkan penutupan sudut pada pasien dengan sudut sempit.
Pasien juga harus diberitahu kemungkinan ablasio retina.
27
Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik
sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan
korpus vitreum. Selain itu, terjadi penurunan produksi humor
aqueous. Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam
pengobatan glaukoma sudut terutup akut dan glaukoma maligna
yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan
oleh perubahan volume korpus vitreum atau koroid) dan
menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder).
Trabekuloplasti laser
28
terbuka dan hasilnya bervariasi tergantung pada penyebab yang
mendasari. Penelitian-penelitian terakhir memperlihatkan peran
trabekuloplasti laser untuk terapi awal glaukoma sudut terbuka
primer.
Tindakan Siklodestruktif
29
tepat di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan kerusakan
korpus siliaris di bawahnya. Juga sedang diciptakan energi laser
argon yang diberikan secara transpupilar dan transvitreal langsung
ke prosesus siliaris. Semua teknik siklodestruktif tersebut dapat
menyebabkan ptisis dan harus dicadangkan sebagai terapi untuk
glaukoma yang sulit diatasi.
30
BAB 3
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
Cohen LP, Pasquale LR. 2014. Clinical Characteristics and Current Treatment
Jonas JB, Aung T, Bourne RR et al. 2017. Glaucoma. The Lancet Journal.
McMonnies CW. 2016. Glaucoma history and risk factors. Journal of Optometry.
Gryciuk AW, Skup M, Waleszczyk WJ. 2016. Glaucoma – state of the art and
perspectives on treatment. Restorative Neurology and Neuroscience.
Hall JE, Hall ME. 2020. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology 14th
Edition. Elsevier.
Allen RC, Harper RA. 2016. Basic Ophthalmology Essentials for Medical
Students Tenth Edition. American Academy of Ophthalmology.
32
Eva PR, Augsburger JJ. 2018. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology
Nineteenth Edition. McGraw-Hill Education.
33