Anda di halaman 1dari 64

PROPOSAL

PENGEMBANGAN MODUL KIMIA BAHAN ALAM BERBASIS KEARIFAN

LOKAL TRADISI SAMPURU MASYARAKAT BIMA PADA MATERI

TERPENOID

OLEH

NURUL AIN

( 15.231.008 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS SAINS TEKNIK DAN TERAPAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN MANDALIKA MATARAM

2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat,

karunia, serta hidayah-Nya, sehingga penyusunan proposal skripsi yang berjudul

“Pengembangan Modul Kimia Bahan Alam Berbasis Kearifan Lokal Tradisi

Sampuru Masyarakat Bima Pada Materi Terpenoid” ini dapat diselesaikan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan memberikan dukungan moril dan material dalam peyeleseainyan

skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada :

1. Husnul Hatimah S.Pd., M.Sc selaku Dosen pembimbing I

2. Ratna Azizah Mashami, S.Pd., M.Pd selaku Dosen pembimbing II

3. Semua pihak yang ikut serta membantu dan memberi semangat selama

pembuatan proposal yaitu orang tua dan teman-teman.

Semoga amal baik yang bapak/ibu dan teman-teman berikan diterima dan

dibalas dengan kebaikan yang berlipat ganda oleh Allah Ta’ala. Namun, penulis

menyadari bahwa karya ini tidak terlepas dari kekurangan yang diakibatkan oleh

keterbatasaan ilmu dan pengetahuan penulis. Maka dari itu, dengan segenap

kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang budiman.

2
Mataram, Agustus 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i

KATA PENGANTAR..................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iv

DAFTAR TABEL........................................................................................................vi

DAFTAR GAMBAR...................................................................................................vii

DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................................6

C. Tujuan Penelitian................................................................................................7

D. Manfaat Penelitian..............................................................................................6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori.......................................................................................................10

B. Penelitian Relevan.............................................................................................13

C. Kerangka berpikir..............................................................................................21

BAB III METODE PENELITIAN

A. Model Pengembangan.......................................................................................22

B. Prosedur Pengembangan Modul........................................................................23

C. Jenis Data..........................................................................................................24

D. Instrumen Pengumpulan Data...........................................................................24

E. Teknik Analisis Data.........................................................................................24

4
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

5
DAFTAR TABEL

Tabel halaman

3.1 Kriteria korelasi antar variabel.........................................................................25

3.1 Data Tabel keterampilan proses sains dan pemahaman konsep

siswa.................................................................................................................28

6
DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman
3.1 Paradigma Sederhana Rancangan Penelitian Korelasional X, Y:......................23
4.1 Deskripsi Sebaran Keterampilan Proses Sains..................................................26
4.2 Deskripsi Sebaran Pemahaman Konsep Siswa.................................................27

7
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halamaman

Lampiran 1 lembar observasi keterampilan proses sains siswa.................................39

Lampiran 2 Data nilai siswa.......................................................................................43

Lampiran 2. Surat penunjukan dosen pembimbing skripsi........................................46

Lampiran 5. Kartu konsultasi.....................................................................................47

Lampiran 6. Kartu seminar........................................................................................48

Lampiran 7. Berita acara seminar..............................................................................49

Lampiran 8. Daftar hadir seminar..............................................................................50

Lampiran 9. Surat keterangan penelitian...................................................................51

Lampiran 10. Halaman persetujuan skripsi................................................................52

Lampiran 11. Halaman pengesahan skripsi...............................................................53

8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan sebuah proses yang digunakan oleh setiap

individu guna untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, wawasan, serta dalam

mengembangkan sikap dan keterampilan. Adapun tujuan dari pendidikan yaitu

menciptakan sumber daya manusia yang handal melalui proses kegiatan

pembelajaran di sekolah maupun di perguruan tinggi. Sumber daya manusia yang

handal apabila dapat bertindak sebagai penggerak utama dalam melestarikan dan

menciptakan sumber daya alam yang dapat digunakan untuk kelangsungan hidup

manusia di bumi (Umiarso dan Zamroni, 2011). Proses kegiatan pembelajaran

dapat diperoleh dimana saja dan kapan saja.. Kimia bahan alam merupakan salah

satu mata kuliah wajib yang ditempuh di semester VI oleh mahasiswa program

studi pendidikan kimia. Mata kuliah kimia bahan alam mempelajari senyawa

metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuhan, pengertian senyawa bahan

alam, klasifikasi, struktur, biosintesis, metode is olasi dan identifikasi senyawa

golongan terpenoid, steroid, flavonoid, polifenol, alkaloid (RPS Kimia Bahan

Alam, 2018). Senyawa metabolit sekuder dapat diperoleh dari berbagai jenis

tanaman yang ada di Indonesia. Berdasarkan data dari Indonesian Biodoversity

Strategy and Action Plan (IBSAP), Indonesia merupakan negara dengan

keanekaragaman hayati yang melimpah yang dibuktikan dengan tumbuh

suburnya berbagai jenis tumbuhan. Keanekaragaman tumbuhan tersebut

merupakan sumber dari senyawa metabolit sekunder yang diketahui memiliki

9
banyak manfaat, salah satunya dijadikan sebagai obat tradisional dari generasi ke

generasi secara turun temurun oleh masyarakat (Raharjo, 2013).

Kabupaten Bima merupakan salah satu daerah di Propinsi NTB yang

memiliki kekayan alam melimpah terutama tumbuhan obat. Potensi tumbuhan

obat tersebut dimanfaatkan dan dikelolah oleh masyarakat di setiap Kecematan

yang ada di Kabupaten Bima sebagai hasil alam yang berguna bagi kesejahteraan

masyarakat. Pengelolaan dan pemanfaatan berbagai tumbuhan obat tradisional

oleh masyarakat pada umumnya didasarkan pada pengetahuan lokal dan

kebijakan yang telah dipatuhi sebagai tradisi dan hukum adat yang diwariskan

secara turun temurun.

Masyarakat Desa Dena Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima, Nusa

Tenggara Barat memiliki banyak sekali kearifan lokal. Kearifan lokal tersebut

tidak hanya yang berfokus pada budaya dan tradisi namun juga aspek kesehatan,

salah satunya adalah masyarakat selalu menggunakan tradisi ”sampuru” yang

artinya mengunyah rempah-rempah seperti pinang, daun sirih, kapur, cengkeh,

pala, merica dan jahe, lalu disemburkan kepada seseorang, berkhasiat

menghangatkan/menyegarkan badan seperti badan yang sakit, pegal-pegal,

kedinginan, untuk ibu-ibu hamil yang selesai melahirkan dan ibu-ibu menyusui,

serta untuk anak-anak yang sering mengompol.

Direktorat Jendral Penjaminan Mutu Pendidikan dan Tenaga

Kependidikan (2008) megungkapkan modul berupa bahan ajar cetak yang

disusun untuk dipergunakan oleh mahasiswa untuk dapat dipelajari secara

mandiri. Artinya, mahasiswa dapat melaksanakan kegiatan belajar tanpa adanya

pengajar yang membimbing proses belajar mengajar secara langsung. Modul

10
yang baik memiliki karakteristik sebagai berikut: self instruction, self contained,

stand alone, adaptive dan user friendly. Dengan penggunaan modul sebagai

panduan pembelajaran kimia bahan alam terutama dimasa pandemic ini

diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan melakukan penelitian

yang berjudul “Pengembangan Modul Praktikum Kimia Bahan Alam Berbasis

Kearifan Lokal Tradisi Sampuru Masyarakat Bima Pada Materi Terpenoid”

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain :

1. Bagaimana cara mengembangan modul kimia bahan alam berbasis kearifan

lokal tradisi sampuru masyarakat Bima pada materi terpenoid?

2. Bagaimana kelayakan modul kimia kimia bahan alam berbasis kearifan lokal

tradisi sampuru masyarakat Bima pada materi terpenoid?

3. Bagaimana respon peserta didik terhadap modul kimia bahan alam berbasis

kearifan lokal tradisi sampuru masyarakat Bima pada materi terpenoid?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian pengembangan ini yaitu :

1. Untuk mengetahui cara mengembangan modul kimia bahan alam berbasis

kearifan lokal tradisi sampuru masyarakat Bima pada materi terpenoid?

2. Untuk mengetahui kelayakan modul kimia kimia bahan alam berbasis

kearifan lokal tradisi sampuru masyarakat Bima pada materi terpenoid?

3. Untuk mengetahui respon peserta didik terhadap modul kimia bahan alam

berbasis kearifan lokal tradisi sampuru masyarakat Bima pada materi

terpenoid?

11
3.1 Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini hasilnya dapat bermanfaat :

3.1.1 Bagi Peserta Didik

Hasil penelitian mampu memberikan sumber belajar yang bervariasi bagi

peserta didik agar dapat belajar secara mandiri dan dapat memotivasi

peserta didisk dalam proses pembelajaran untuk mencapai pengusaan

kompetensi.

3.1.2 Bagi Pendidik

Hasil penelitian ini dapat membantu pendidik untuk mendapatkan bahan

ajar yang menarik dan menambah wawasan mengenai bahan ajar berbasis

kearifan lokal serta mempermudah pendidik dalam melatih kemandirian

peserta didik dalam belajar.

3.1.3 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan untuk mengembangkan

bahan ajar yang layak dan menarik bagi peserta didik dan menambah

referensi penelitian pendidikan, khususnya pengembangan bahan ajar.

12
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Model Penelitian dan Pengembangan

Model pengembangan diartikan sebagai proses desain konseptual dalam upaya

peningkatan fungsi dari model yang telah ada sebelumnya, melalui penambahan

komponen pembelajaran yang dianggap dapat meningkatkan kualitas pencapaian tujuan

(Sugiarta, 2007:11). Pengembangan model dapat diartikan sebagai upaya memperluas

untuk membawa suatu keadaan atau situasi secara berjenjang kepada situasi yang lebih

sempurna atau lebih lengkap maupun keadaan yang lebih baik. Pengembangan disini

artinya diarahkan  pada suatu program yang telah atau sedang dilaksanakan menjadi

program yang lebih baik. Hal ini seiring dengan pendapat yang dikemukakan oleh

Adimiharja dan Hikmat (2001:12) (dalam Sugiarta A.N, 2007:24) bahwa

“pengembangan meliputi kegiatan mengaktifkan sumber, memperluas kesempatan,

mengakui keberhasilan, dan mengintergrasikan kemajuan”.

Pengembangan model baru disusun berdasarkan pengalaman pelaksanaan

program yang baru dilaksanakan, kebutuhan individu atau kelompok, dan disesuaiakan

dengan perkembangan dan perubahan lingkungan belajar warga belajar. Ada beberapa

model penelitian dan pengembangan dalam bidang pendidikan, antara lain :

1. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Assure

Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Assure Model ASSURE

merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk Kegiatan Belajar

Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas. Menurut Heinich et al

(2005) model ini terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu :


13
a) Analyze Learners

Tahap pertama adalah menganalisis pembelajar. Pembelajaran biasanya

kita berlakukan kepada  sekelompok siswa atau mahasiswa yang mempunyai

karakteristik tertentu. Ada 3 karakteristik yang sebaiknya diperhatikan pada diri

pembelajar, yakni : karakteristik umum yang termasuk dalam karakteristik umum

adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, etnis, kebudayaan, dan

faktor sosial ekonomi.

b) State Standards and Objectives

Tahap kedua adalah merumuskan standar dan tujuan pembelajaran yang

ingin dicapai. Standar diambil dari Standar Kompetensi yang sudah ditetapkan.

c) Select Strategies, Technology, Media, And Materials

Tahap ketiga dalam merencanakan pembelajaran yang efektif adalah

memilih strategi, teknologi, media dan materi pembelajaran yang sesuai. Strategi

pembelajaran harus dipilih apakah yang berpusat pada siswa atau berpusat pada

guru sekaligus menentukan metode yang akan digunakan. Yang perlu digaris

bawahi dalam point ini adalah bahwa tidak ada satu metode yang paling baik dari

metode yang lain dan tidak ada satu metode yang dapat 

menyenangkan/menjawab kebutuhan pembelajar secara seimbang dan

menyeluruh, sehingga harus dipertimbangkan mensinergikan beberapa metode.

Memilih teknologi dan media yang akan digunakan tidak harus

diidentikkan dengan barang yang mahal. Yang jelas sebelum memilih teknologi

dan media kita harus mempertimbangkan terlebih dahulu kelebihan dan

kekurangannya. Jangan sampai media yang kita gunakan menjadi bumerang atau

mempersulit kita dalam pentransferan pengetahuan kepada pembelajar.

14
Ketika kita telah memilih strategi, teknologi dan media yang akan

digunakan, selanjutnya menentukan materi pembelajaran yang akan digunakan.

Langkah ini melibatkan tiga pilihan: (1) memilih materi yang sudah tersedia dan

siap pakai, (2) mengubah/ modifikasi materi yang ada, atau (3) merancang materi

dengan desain baru. Bagaimanapun caranya kita mengembangkan materi, yang

terpenting materi tersebut sesuai dengan tujuan dan karakteristik si pembelajar.

d) Utilize Technology, Media and Materials

Tahap keempat adalah menggunakan teknologi, media dan material. Pada

tahap ini melibatkan perencanaan peran kita sebagai guru/dosen dalam

menggunakan teknologi, media dan materi. Untuk melakukan tahap ini ikuti

proses “5P”, yaitu :

 Pratinjau (previw), mengecek teknologi, media dan bahan yang akan

digunakan untuk pembelajaran sesuai dengan tujuannya dan masih layak

pakai atau tidak.

 Menyiapkan (prepare) teknologi, media dan materi yang mendukung

pembelajaran kita.

 Mempersiapkan (prepare) lingkungan belajar sehingga mendukung

penggunaan teknologi, media dan materi dalam proses pembelajaran.

 Mempersiapkan (prepare) pembelajar sehingga mereka siap belajar dan tentu

saja akan diperoleh hasil belajar yang maksimal.

 Menyediakan (provide) pengalaman belajar (terpusat pada pengajar atau

pembelajar), sehingga siswa memperoleh pengalaman belajar dengan

maksimal.

e) Require Learner Participation

15
Tahap kelima adalah mengaktifkan partisipasi pembelajar. Belajar tidak

cukup hanya mengetahui, tetapi harus bisa merasakan dan melaksanakan serta

mengevaluasi hal-hal yang dipelajari sebagai hasil belajar. Dalam mengaktifkan

pembelajar di dalam proses pembelajaran yang menggunakan teknologi, media

dan materi alangkah baiknya kalau ada sentuhan psikologisnya, karena akan

sangat menentukan proses dan keberhasilan belajar.

f) Evaluate and Revise

Tahap keenam adalah mengevaluasi dan merevisi perencanaan

pembelajaran serta pelaksanaannya. Evaluasi dan revisi dilakukan untuk melihat

seberapa jauh teknologi, media dan materi yang kita pilih/gunakan dapat

mencapai tujuan yang telah kita tetapkan sebelumnya. Dari hasil evaluasi akan

diperoleh kesimpulan: apakah teknologi, media dan materi yang kita pilih sudah

baik, atau harus diperbaiki lagi.

2. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Addie

Salah satu model desain pembelajaran yang sifatnya lebih generik adalah

model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate). ADDIE muncul

pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda.Salah satu

fungsinya ADIDE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan

infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja

pelatihan itu sendiri. Model ini menggunakan 5 tahap pengembangan yakni :

a) Analysis (analisa)

Analysis (analisa) yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan),

mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task

analysis). Tahap analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan

dipelajari oleh peserta belajar, yaitu melakukan needs assessment (analisis


16
kebutuhan), mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas

(task analysis). Oleh karena itu, output yang akan kita hasilkan adalah berupa

karakteristik atau profile calon peserta belajar, identifikasi kesenjangan,

identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan.

b) Design (desain/perancangan)

Yang kita lakukan dalam tahap desain ini, pertama,  merumuskan tujuan

pembelajaran yang SMAR (spesifik, measurable, applicable, dan realistic).

Selanjutnya menyusun tes, dimana tes tersebut harus didasarkan pada tujuan

pembelajaran yag telah dirumuskan tadi. Kemudian tentukanlah strategi

pembelajaran media danyang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan

tersebut. Selain itu, dipertimbangkan pula sumber-sumber pendukung lain,

semisal sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang seperti apa

seharusnya, dan lain-lain. Semua itu tertuang dalam sautu dokumen bernama

blue-print yang jelas dan rinci.

c) Development (pengembangan)

Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print alias desain tadi

menjadi kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa

multimedia pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan. Satu

langkah penting dalam tahap pengembangan adalah uji coba sebelum

diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang merupakan bagian dari salah satu

langkah ADDIE, yaitu evaluasi.

Pengembangan merupakan langkah ketiga dalam mengimplementasikan

model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah pengembangan meliputi

kegiatan membuat, membeli, dan memodifikasi bahan ajar. Dengan kata lain

mencakup kegiatan memilih, menentukan metode, media serta strategi


17
pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan materi atau

substansi program.

d) Implementation (implementasi/eksekusi)

Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan  sistem

pembelajaran yang sedang kita buat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah

dikembangkan diinstal atau diset sedemikian rupa sesuai dengan peran atau

fungsinya agar bisa diimplementasikan. Implementasi atau penyampaian materi

pembelajaran merupakan langkah keempat dari model desain sistem

pembelajaran ADDIE.

e) Evaluation (evaluasi/ umpan balik)

Evaluasi yaitu proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang

sedang dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya

tahap evaluasi bisa terjadi pada  setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi

pada setiap empat tahap di atas itu dinamakan evaluasi formatif, karena

tujuannya untuk kebutuhan revisi.

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari model desain sistem

pembelajaran ADDIE. Evaluasi adalah sebuah proses yang dilakukan untuk

memberikan nilai terhadap program pembelajaran.

3. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Kemp

Model Kemp termasuk ke dalam contoh model melingkar jika ditunjukkan

dalam sebuah diagram. Secara singkat, menurut model ini terdapat beberapa langkah

dalam penyusunan sebuah bahan ajar, yaitu :

a) Menentukan tujuan dan daftar topik,menetapkan tujuan umum untuk

pembelajaran tiap topiknya;

b) Menganalisis karakteristik pelajar, untuk siapa pembelajaran tersebut didesain;


18
c) Menetapkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat dampaknya

dapat dijadikan tolak ukur perilaku pelajar;

d) Menentukan isi materi pelajaran yang dapat mendukung tiap tujuan;

e) Pengembangan prapenilaian/ penilaian awal untuk menentukan latar belakang

pelajar dan pemberian level pengetahuan terhadap suatu topik;

f) Memilih aktivitas pembelajaran dan sumber pembelajaran yang menyenangkan

atau menentukan strategi belajar-mengajar, jadi siswa siswa akan mudah

menyelesaikan tujuan yang diharapkan;

g) Mengkoordinasi dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi

personalia, fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan

rencana pembelajaran;

h) Mengevaluasi pembelajaran siswa dengan syarat mereka menyelesaikan

pembelajaran serta melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali

beberapa fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan yang terus

menerus, evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi sumatif

4. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Dick And Carrey

Perancangan pengajaran menurut sistem pendekatan model Dick dan

Cerey, yang dikembangkan oleh Walter Dick dan Lou Carey. Model pengembangan

ini ada kemiripan dengan model Kemp, tetapi ditambah komponen melaksanakan

analisis pembelajaran, terdapat tahap yang akan dilewati pada proses pengembangan

dan perencanaan tersebut. Dari model di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Identifikasi tujuan

19
Tahap awal model ini adalah menentukan apa yang diinginkan agar

mahasiswa dapat melakukannya ketika mereka telah menyelesaikan program

pengajaran. Analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan pembelajaran adalah

langkah pertama yang dilakukan untuk menentukan apa yang anda inginkan

setelah warga belajar melaksanakan pembelajaran.

b) Melakukan analisis instruksional

Analisis instruksional yakni menentukan kemampuan apa saja yang terlibat

dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan dan menganalisa topik atau

materi yang akan dipelajari. Setelah mengidentifikasi tujuan-tujuan

pembelajaran, langkah selanjutnya adalah menentukan langkah-langkah yang

dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Langkah terakhir

dalam proses analisis tujuan pembelajaran adalah menentukan keterampilan,

pengetahuan, dan sikap yang disebut sebagai entry behavior (perilaku

awal/masukan) yang diperlukan oleh warga belajar untuk memulai pembelajaran.

c) Mengidentifikasi tingkah laku awal dan karakteristik pebelajar

ketika melakukan analisis terhadap keterampilan-keterampilan yang perlu

dilatihkan dan tahapan prosedur yang perlu dilewati, juga dipertimbangkan

keterampilan awal yang telah dimiliki mahasiswa.

Analisis paralel terhadap warga belajar dan konteks dimana mereka belajar, dan

konteks apa tempat mereka menggunakan hasil pembelajaran.

d) Merumuskan tujuan kinerja.

Berdasarkan analisis instruksional dan pernyataan tentang tingkah laku

awal pebelajar kemudian dirumuskan pernyataan khusus tentang apa yang harus

dilakukan mahasiswa setelah menyelesaikan pembelajaran. Menuliskan tujuan

unjuk kerja (tujuan pembelajaran). Berdasarkan analisis tujuan pembelajaran dan


20
pernyataan tentang perilaku awal, catatlah pernyataan khusus tentang apa yang

dapat dilakukan oleh warga belajar setelah mereka menerima pembelajaran.

e) Pengembangan tes acuan patokan.

Pengembangan tes acuan patokan didasarkan pada tujuan yang telah

dirumuskan. Berdasarkan tujuan pembelajaran yang tertulis, kembangkan produk

evaluasi untuk mengukur kemampuan warga belajar melakukan tujuan

pembelajaran.

f) Pengembangan strategi pengajaran.

Informasi dari lima tahap sebelumnya, dilakukan pengembangan strategi

pengajaran untuk mencapai tujuan akhir. Strategi pembelajaran meliputi;

kegiatan prapembelajaran (pre-activity), penyajian informasi, praktek dan umpan

balik (practice and feedback, pengetesan (testing), dan mengikuti kegiatan

selanjutnya.

g) Pengembangan atau memilih pengajaran.

Tahap ini akan digunakan strategi pengajaran untuk menghasilkan

pengajaran, seperti petunjuk pembelajaran untuk pebelajar, materi, tes dan

panduan pembelajar. Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran, produk

pengembangan ini meliputi petunjuk untuk warga belajar, materi pembelajaran,

dan soal-soal. Materi pembelajaran meliputi : petunjuk untuk tutor, modul untuk

warga belajar, transparansi OHP, videotapes, format multimedia, dan web untuk

pembelajaran jarak jauh.

h) Merancang dan melaksanakan evaluasi formatif.

Evaluasi dilakukan untuk mengumpulkan data dan mengidentifikasi data

tersebut. Dalam merancang dan mengembangkan evaluasi formative yang

dihasilkan adalah instrumen atau angket penilaian yang digunakan untuk


21
mengumpulkan data. Data-data yang diperoleh tersebut sebagai pertimbangan

dalam merevisi pengembangan pembelajaran ataupun produk bahan ajar.

i) Revisi pengajaran.

Tahap ini mengulangi siklus pengembangan perangkat pengajaran. Data

dari evaluasi formatif yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya dianalisis

serta diinterpretasikan. Data yang diperoleh dari evaluasi formatif dikumpulkan

dan diinterpretasikan untuk memecahkan kesulitan yang dihadapi warga belajar

dalam mencapai tujuan. Bukan hanya untuk ini, singkatnya hasil evaluasi ini

digunakan untuk merevisi pembelajaran agar lebih efektif.

j) Mengembangkan evaluasi sumatif

Di antara kesepuluh tahapan desain pembelajaran di atas, tahapan ke-10

(sepuluh) tidak dijalankan. Evaluasi sumative ini berada diluar sistem

pembelajaran model Dick & Carey, (2001) sehingga dalam pengembangan ini

tidak digunakan. Summative evaluation bertujuan mempelajari efektifitas

keseluruhan sistem dan dilakukan setelah tahap formative evaluation.

5. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Hannafin dan Peck

Model Hannafin dan Peck adalah model desainp embelajaran yang terdiri

dari pada tiga fase yaitu fase Analisis keperluan, fase desain, fase pengembangan dan

implementasi (Hannafin&  Peck, 1988). Dalam model ini, penilaian dan

pengulangan perlu dijalankan dalam setiap fase. Model ini lebih berorientasi produk,

melalui tiga fase:

a) Fase pertama, adalah analisis kebutuhan dilakukan dengan mengidentifikasi

kebutuhan-kebutuhan dalam mengembangkan suatu media pembelajaran

termasuklah di dalamnya tujuan dan objektif media pembelajaran yang dibuat,

22
pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan

dan keperluan media pembelajaran.

b) Fasa  kedua, adalah fase desain, informasi dari fase analisis dipindahkan ke

dalam bentuk dokumen yang akan menjadi tujuan pembuatan media

pembelajaran. Fase desain bertujuan untuk mengidentifikasikan dan

mendokumenkan kaidah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan

media tersebut. Salah satu dokumen yang dihasilkan dalam fase ini adalah

dokumen story board yang mengikut urutan aktifitas  pembelajaran berdasarkan

keperluan pelajaran dan objektif media  pembelajaran seperti yang diperoleh

dalam fase analisis keperluan.

c) Fase ketiga, adalah fase pengembangan dan implementasi, terdiri dari 

penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilaian formatif dan penilaian

sumatif.  Dokumen story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan diagram

alir yang dapat membantu proses pembuatan media pembelajaran. Untuk menilai

kelancaran media yang dihasilkan seperti kesinambungan link, penilaian dan

pengujian dilaksanakan pada fase ini. Model Hannafindan Peck (1988)

menekankan proses penilaian dan pengulangan harus mengikut sertakan proses-

proses pengujian dan  penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga fase

secara berkesinambungan.

6. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Gagne and Briggs

Pengembangan desain intruksional model Briggs ini berorientasi pada

rancangan sistem dengan sasaran guru yang bekerja sebagai perancang atau desainer

kegiatan intruksional maupun tim pengembang intruksional yang anggotanya

meliputi guru, administrator, ahli bidang studi, ahli evaluasi, ahli media, dan

perancang intruksional. Model pengembangan intruksional Briggs ini bersandarkan


23
pada prinsip keselarasan antara a) tujuan yang akan dicapai, b) strategi untuk

mencapainya, dan c) evaluasi keberhasilannya. Gagne dan Briggs (1974: 212-213)

mengemukakan 12 langkah dalam pengembangan desain intruksional, langkah

pengembangan dimaksud dirumuskan sebagai berikut

a) Analisis dan identifikasi kebutuhan

b) Penetapan tujuan umum dan khusus

c) Identifikasi alternatif cara memenuhi kebutuhan

d) Merancang komponen dari system

e) Analisis (sumber-sumber yang diperlukan, sumber-sumber yang tersedia,

kendala-kendala).

f) Kegiatan untuk mengatasi kendala

g) Memilih atau mengembangkan mater ipelajaran

h) Merancang prosedur penelitian murid

i) Ujicoba lapangan : evaluasi formatif dan pendidikan guru.

j) Penyesuaian, revisi dan evaluasi lanjut

k) Evaluasi sumatif

l) Pelaksanaanoperasional

Model tersebut di atas merupakan model yang paling lengkap yang

melukiskan bagaimana suatu proses pembelajaran dirancang secara sistematis dari

awal sampai akhir. Kegiatan seperti ini cocok untuk diterapkan pada suatu program

pendidikan yang relatif baru. Di Indonesia prosedur tersebut mencakup mulai dari

simposium dan pengembangan kurikulum yang dilakukan mulai dari tingkat sekolah

(KTSP). Kemudian guru diberikan kewenangan untuk mengembangkan standar

kompetensi menjadi sejumlah kompetensi dasar yang dituangkan secara eksplisit

dalam silabus dan RPP


24
7. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model Borg & Gall

Borg & Gall mendefinisikan penelitian dan pengembangan sebagai suatu

usaha untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan

dalam penelitian. Borg & Gall dalam model penelitian yang dikembangkan

menetapkan 10 langkah prosedural dalam pengembangan bahan ajar (Borg&Gall

1983:772), langkah-langkah tersebut adalah :

a) Research and Information Collecting (melakukan penelitian dan pengumpulan

informasi). Penelitian dan pengumpulan data yang meliputi: mengumpulkan

sumber rujukan/kajian pustaka, observasi/pengamatan kelas, dan identifikasi

permasalahan yang dijumpai dalam pembelajaran dan merangkum permasalahan.

b) Planning (melakukan perencanaan). Melakukan perencanaan, yang meliputi:

identifikasi dan definisi keterampilan, penetapan tujuan, penentuan urutan, dan

uji coba pada skala kecil.

c) Develop Preliminary Form of Product (mengembangkan bentuk awal produk).

Mengembangkan jenis/bentuk produk awal, yang meliputi: penyiapan materi

pembelajaran, penyusunan buku pegangan, dan perangkat evaluasi.

d) Preliminary Field Testing (melakukan uji lapangan awal). Melakukan uji coba

tahap awal, dilakukan pada 1-3 sekolah menggunakan 6-12 subjek ahli.

Pengumpulan informasi/data dengan menggunakan observasi, wawancara,

kuesioner, dan dilanjutkan dengan analisis data.

e) Main Product Revision (melakukan revisi produk utama). Melakukan revisi

terhadap produk utama, berdasarkan masukan dan saran dari hasil uji coba

lapangan awal.

f) Main Field Testing (merlakukan uji lapangan untuk produk utama). Melakukan

uji coba lapangan utama, dilakukan terhadap 5-15 sekolah, dengan 30-300
25
subjek. Tes/penilaian tentang prestasi belajar pebelajar dilakukan sebelum dan

sesudah proses pembelajaran.

g) Operational Product Revision (melakukan revisi produk operasional).

Melakukan revisi terhadap produk operasional, berdasarkan saran dan masukan

hasil uji coba lapangan utama.

h) Operational Field Testing (melakukan uji lapangan terhadap produk final).

Melakukan uji coba lapangan operasional, dilakukan sampai 10-30 sekolah,

melibatkan 40-200 subjek, dan data dikumpulkan melalui wawancara, observasi,

kuesioner, dan analisis data.

i) Final product revision (melakukan revisi prduk final). Revisi ini dilakukan

berdasarkan hasil dari uji lapangan. Hasil uji yang diperoleh dapat dijadikan

umpan balik untuk perbaikan dan penyempurnaan produk yang dikembangkan

j) Dissemination and implementation (diseminasi dan implementasi). Penyampaian

hasil pengembangan (proses, program, produk) kepada para pengguna yang

professional melalui forum pertemuan atau menuliskan dalam jurnal atau dalam

bentuk buku atau handbook. Sementara itu, produk dari penelitian yang telah

dilakukan dapat didistribusikan melalui perpustakaan, dinas-dinas terkait ataupun

melalui toko buku. Yang terpenting dalam mendistribusikan produk ini adalah

produk harus dilakukan setelah melalui quality control.

8. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Model 4D

Model pengembangan perangkat Four-D Model disarankan oleh

Sivasailam Thiagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel (1974). Model

ini terdiri dari 4 tahap pengembangan yaitu Define, Design, Develop,

dan Disseminate atau diadaptasikan menjadi model 4-D, yaitu pendefinisian,

26
perancangan, pengembangan, dan penyebaran. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan

pada setiap tahap pengembangan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Define (Pendefinisian). Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan

mendefinisikan syarat-syarat pengembangan. Dalam model lain, tahap ini sering

dinamakan analisis kebutuhan. Tiap-tiap produk tentu membutuhkan analisis

yang berbeda-beda. Secara umum, dalam pendefinisian ini dilakukan kegiatan

analisis kebutuhan pengembangan, syarat-syarat pengembangan produk yang

sesuai dengan kebutuhan pengguna serta model penelitian dan pengembangan

(model R & D) yang cocok digunakan untuk mengembangkan produk. Analisis

bisa dilakukan melalui studi literature atau penelitian pendahuluan. Thiagarajan

(Online),  menganalisis 5 kegiatan yang dilakukan pada tahap define

yaitu: analisis ujung depan (front-end analysis), analisis siswa (learner analysis),

analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept analysis) dan perumusan

tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives).

b) Design  (Perancangan). Tahap perancangan bertujuan untuk merancang perangkat

pembelajaran. Thiagarajan, dkk (online) membagi perancangan menjadi empat

langkah yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu: (1) penyusunan standar

tes (criterion-test construction), (2) pemilihan media (media selection)  yang

sesuai dengan karakteristik materi dan tujuan pembelajaran, (3) pemilihan

format (format selection), yakni mengkaji format-format bahan ajar yang ada dan

menetapkan format bahan ajar yang akan dikembangkan, (4) membuat rancangan

awal (initial design) sesuai format yang dipilih.

c) Develop  (Pengembangan) . Thiagarajan (Online), membagi tahap pengembangan

dalam dua kegiatan yaitu: expert appraisal dan developmental testing. Expert

appraisal  merupakan teknik untuk memvalidasi atau menilai kelayakan


27
rancangan produk. Dalam kegiatan ini dilakukan evaluasi oleh ahli dalam

bidangnya. Saran-saran yang diberikan digunakan untuk memperbaiki materi dan

rancangan pembelajaran yang telah disusun. Developmental testing merupakan

kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran subjek yang sesungguhnya.

Pada saat uji coba ini dicari data respon, reaksi atau komentar dari sasaran

pengguna model. Hasil uji coba digunakan memperbaiki produk. Setelah produk

diperbaiki kemudian diujikan kembali sampai memperoleh hasil yang efektif.

Dalam konteks pengembangan bahan ajar (buku atau modul), tahap

pengembangan dilakukan dengan cara menguji isi dan keterbacaan modul atau

buku ajar tersebut kepada pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan dan

peserta didik yang akan menggunakan modul atau buku ajar tersebut. Hasil

pengujian kemudian digunakan untuk revisi sehingga modul atau buku ajar

tersebut benar-benar telah memenuhi kebutuhan pengguna. Untuk mengetahui

efektivitas modul atau buku ajar tersebut dalam meningkatkan hasil belajar,

kegiatan dilanjutkan dengan memberi soal-soal latihan yang materinya diambil

dari modul atau buku ajar yang dikembangkan.

Dalam konteks pengembangan model pembelajaran, kegiatan

pengembangan (develop) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

 Validasi model oleh ahli/pakar. Hal-hal yang divalidasi meliputi panduan

penggunaan model dan perangkat model pembelajaran. Tim ahli yang

dilibatkan dalam proses validasi terdiri dari: pakar teknologi

pembelajaran, pakar bidang studi pada mata pelajaran yang sama, pakar

evaluasi hasil belajar.

 Revisi model berdasarkan masukan dari para pakar pada saat validasi

28
 Uji coba terbatas dalam pembelajaran di kelas, sesuai situasi nyata yang

akan dihadapi.

 Revisi model berdasarkan hasil uji coba

 Implementasi model pada wilayah yang lebih luas. Selama proses

implementasi tersebut, diuji efektivitas model dan perangkat model yang

dikembangkan. Pengujian efektivitas dapat dilakukan dengan eksperimen

atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Cara pengujian melalui

eksperimen dilakukan dengan membandingkan hasil belajar pada

kelompok pengguna model dan kelompok yang tidak menggunakan

model. Apabila hasil belajar kelompok pengguna model lebih bagus dari

kelompok yang tidak menggunakan model maka dapat dinyatakan model

tersebut efektif. Cara pengujian efektivitas pembelajaran melalui PTK

dapat dilakukan dengan cara mengukur kompetensi sebelum dan sesudah

pembelajaran. Apabila kompetensi sesudah pembelajaran lebih baik dari

sebelumnya, maka model pembelajaran yang dikembangkan juga

dinyatakan efektif.

4. Disseminate (Penyebarluasan). Thiagarajan (Online), membagi

tahap dissemination dalam tiga kegiatan yaitu: validation testing, packaging,

diffusion and adoption. Pada tahap validation testing, produk yang sudah direvisi

pada tahap pengembangan kemudian diimplementasikan pada sasaran yang

sesungguhnya. Pada saat implementasi dilakukan pengukuran ketercapaian

tujuan. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas produk yang

dikembangkan. Setelah produk diimplementasikan, pengembang perlu melihat

hasil pencapaian tujuan. Tujuan yang belum dapat tercapai perlu dijelaskan

solusinya sehingga tidak terulang kesalahan yang sama setelah produk


29
disebarluaskan. Kegiatan terakhir dari tahap pengembangan adalah

melakukan packaging (pengemasan), diffusion and adoption.  Tahap ini

dilakukan supaya produk dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Pengemasan

model pembelajaran dapat dilakukan dengan mencetak buku panduan penerapan

model pembelajaran. Setelah buku dicetak, buku tersebut disebarluaskan supaya

dapat diserap (diffusi) atau dipahami orang lain dan digunakan (diadopsi) pada

kelas mereka.

Pada konteks pengembangan bahan ajar, tahap dissemination dilakukan

dengan cara sosialisasi bahan ajar melalui pendistribusian dalam jumlah terbatas

kepada guru dan peserta didik. Pendistribusian ini dimaksudkan untuk

memperoleh respons, umpan balik terhadap bahan ajar yang telah dikembangkan.

Apabila respon sasaran pengguna bahan ajar sudah baik maka baru dilakukan

pencetakan dalam jumlah banyak dan pemasaran supaya bahan ajar itu

digunakan oleh sasaran yang lebih luas.

2.1.2 Modul Sebagai Bahan Ajar

2.1.2.1 Pengertian Modul

Modul merupakan bahan ajar cetak yang dapat mendukung proses pembelajaran

sebagai penyalur pesan yang bisa disebut dengan istilah visual verbal. Russel (dalam

Sungkono, 2003) menjelaskan bahwa modul merupakan suatu paket belajar yang

berkenaan dengan suatu unit bahan pelajaran. Dengan menggunakan modul peserta

belajar dapat menyelesaikan bahan belajarnya secara mandiri atau individual. Dengan

menggunakan modul, peserta belajar dapat mengukur dan mengontrol kemampuan serta

intensitas belajarnya. Modul dapat digunakan kapan saja dan dimana saja. Lama

penggunaan modul tidak tertentu, tergantung mengelola waktu belajarnya, karena

penggunaan modul bersifat fleksibel.


30
Modul dapat dirumuskan sebagai unit yang lengkap dan berdiri sendiri dan

terdiri atas su atu unit rangkaian kegiatan yang disusun membantu mahasiswa mencapai

sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas, (Nasution, 2003). Pendapat

lain mengatakan bahwa Modul ialah bahan belajar yang dirancang secara sistematik

berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil

dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu, (Purwanto

dkk, 2007).

Sudjana dan Rifai (2002) makna modul menurut istilah asalnya, adalah alat ukur

yang lengkap, merupakan unit yang berfungsi secara mandiri, terpisah tetapi juga dapat

berfungsi sebagai kesatuan dari seluruh unit lainnya. Modul merupakan jenis kesatuan

kegiatan belajar yang terencana, dirancang untuk membantu para mahasiswa secara

individual dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Modul bisa dipandang sebagai

paket program pengajaran yang terdiri dari komponen-komponen yang berisi tujuan

belajar, bahan ajar, metode belajar, alat atau media, serta sumber belajar dan sistem

evaluasinya.

Majid (2008) mengatakan bahwa pembelajaran dengan modul memungkinkan

mahasiswa yang memiliki kecepatan tinggi dalam belajar maka akan lebih cepat

menyelesaikan satu atau lebih kompetensi dasar dibandingkan dengan mahasiswa yang

lainnya. Oleh sebab itu, modul harus menggambarkan kompetensi dasar yang akan

dicapai oleh mahasiswa, disajikan dengan menggunakan bahasa yang baik, menarik, dan

dilengkapi dengan gambar atau ilustrasi.

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, pada dasarnya modul adalah sebuah

bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang mudah

dipahami oleh mahasiswa sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya agar dapat

membantu mereka dalam belajar secara mandiri dengan bantuan atau tanpa bimbingan
31
yang minimal dari pendidik. Dengan demikian mengisyaratkan bahwa dalam

penyusunan modul memiliki arti penting bagi kegiatan pembelajaran. Arti penting ini

diantaranya adalah fungsi, tujuan, dan kegunaan modul bagi kegiatan pembelajaran,

(Prastowo, 2014).

2.1.2.2 Fungsi dan Tujuan Modul

Modul memiliki fungsi dalam membantu terlaksanakannya proses pembelajaran.

Fungsi modul menurut Prastowo (2015: 107-108) dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Sebagai bahan ajar mandiri. Mahasiswa dapat belajar sendiri dengan

menggunakan modul tanpa harus adanya guru.

2. Pengganti fungsi pendidik. Dalam hal ini, modul dapat menggantikan guru untuk

menjelaskan suatu materi sehingga pembuatannya dengan bahasa yang mudah

dipahami oleh mahasiswa.

3. Sebagai alat evaluasi. Mahasiswa dapat mengukur kemampuan memahami

materi melalui modul yang telah dipelajari.

4. Sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa. Hal ini karena modul berisi mengenai

materi yang harus dipelajari oleh mahasiswa.

Modul juga memiliki tujuan dalam pembuatannya. Tujuan pembuatan modul

dalam pembelajaran menurut Prastowo (2015: 108-109) dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Supaya mahasiswa dapat belajar mandiri baik dengan bimbingan guru maupun

tidak dengan bimbingan guru.

2. Supaya peran guru tidak terlalu dominan dan otoriter dalam pembelajaran.

3. Untuk melatih kejujuran pada mahasiswa.

4. Mengakomodasi tingkat kecepatan belajar mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki

tingkat belajar yang cepat akan dapat menyelesaikan modul dengan cepat,
32
sedangkan mahasiswa yang tingkat belajarnya lambat diharapkan untuk dapat

mengulangi mempelajari materi melalui modul.

5. Supaya mahasiswa dapat mengukur tingkat pemahaman materi secara sendiri.

2.1.2.3 Langkah-langkah Pengembangan Modul

Menurut Prastowo (2015: 112-113) modul paling tidak memiliki tujuh unsur

yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi, informasi pendukung, latihan-latihan, lembar

kerja, dan evaluasi. Selain itu, ada pendapat lain dari Surahman (Prastowo, 2015: 113-

114) mengenai struktur modul yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Judul modul. Bagian judul modul berisi nama modul.

2. Petunjuk umum. Bagian ini berisi penjelasan langkah-langkah yang akan

ditempuh dalam pembelajaran seperti kompetensi dasar, pokok bahasan,

indikator, dan lainnya.

3. Materi modul. Bagian ini berisi materi secara rinci yang akan diberikan.

4. Evaluasi Semester. Evaluasi ini untuk mengukur kompetensi yang dikuasai

mahasiswa.

Terdapat beberapa prosedur yang harus dilakukan dalam penyusunan modul.

Prosedur penulisan modul menurut Depdiknas (2008: 12-16) dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1. Analisis Kebutuhan Modul

Tahap ini adalah menentukan kompetensi, tujuan , dan judul modul.

Langkah analisis kebutuhan modul dapat dilakukan dengan :

a) Menetapkan kompetensi berdasarkan garis besar program pembelajaran.

b) Mengidentifikasi ruang lingkup kompetensi.

c) Mengidentifikasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan

dikembangkan.
33
d) Menentukan judul modul sesuai materi.

e) Kegiatan analisis dilakukan pada awal pengembangan modul.

2. Penyusunan Draft

Proses ini merupakan pengorganisasian materi pembelajaran menjadi satu

kesatuan yang utuh dan sistematis. Proses ini dapat dilaksanakan melalui langkah

sebagai berikut :

a) Menetapkan judul modul.

b) Menetapkan kemmapuan yang harus dicapai mahasiswa.

c) Menetapkan kemampuan spesifik yang menunjang tujuan akhir.

d) Menetukan garis-garis besar (outline) modul.

e) Mengembangkan materi berdasarkan garis-garis besar.

f) Memeriksa ulang draft yang telah dihasilkan.

Dalam penyususnan draft modul minimal dapat mencakup :

a) Judul modul

b) Kompetensi yang akan dicapai

c) Tujuan yang akan dicapai mahasiswa

d) Materi pelatihan yang berisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap

e) Prosedur atau kegiatan pelatihan untuk mempelajari modul

f) Soal-soal latihan atau tugas yang harus dikerjakan mahasiswa

g) Evaluasi untuk mengukur kemampuan mahasiswa

h) Kunci jawaban dari soal, latihan, atau evaluasi

3. Uji Coba
34
Uji coba draft modul merupakan penggunaan modul pada mahasiswa

dalam jumlah terbatas. Hal ini untuk mengetahui keterlaksanaan dan manfaat

modul dalam pembelajaran. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah :

a) Menggandakan jumlah modul sebanyak peserta yang akan mengikuti uji

coba.

b) Menyusun instrumen untuk uji coba.

c) Mendistribusikan instrumen dan draft modul pada peserta uji coba.

d) Menginformasikan kepada peserta tentang tujuan uji coba dan kegiatan yang

harus dilakukan peserta.

e) Mengumpulkan kembali draft modul dan instrumen uji coba.

f) Memproses dan menyimpulkan hasil pengumpulan masukan melalui

instrumen uji coba.

Dalam uji coba, terdapat dua jenis yaitu uji coba dalam kelompok

kecil dan uji coba lapangan. Uji coba kelompok kecil dilakukan pada 2-4

mahasiswa, sedangkan uji coba lapangan dilakukan pada 20-29 mahasiswa

4. Validasi

Validasi dilakukan untuk mendapat persetujuan atau pengesahan

kesesuaian modul dengan kebutuhan. Validasi dilakukan dengan melibatkan ahli

ataupun praktisi sesuai bidang yang terkait dalam modul. Validasi dapat

dimintakan dari beberapa pihak seperti ahli materi, ahli bahasa, dan ahli metode.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah :

a) Menyiapkan dan menggandakan draft modul sesuai jumlah validator.

b) Menyususn instrumen pendukung validasi.

c) Mendistribusikan draft modul dan instrumen kepada peserta validator.

d) Mengumpulkan kembali draft modul dan instrumen yang telah diisi validator.
35
e) Memproses dan menyimpulkan hasil masukan dari para validator.

5. Revisi

Perbaikan merupakan proses menyempurnakan modul setelah mendapat

masukan dari kegiatan uji coba dan validasi. Proses ini bertujuan untuk

melakukan finalisasi atau penyempurnaan akhir modul. Perbaikan modul harus

mencakup aspek antara lain :

a) Pengorganisasian materi pelajaran.

b) Penggunaan metode instruksional.

c) Penggunaan bahasa

d) Pengorganisasian tata tulis dan layout.

2.1.3 Kearifan Lokal

2.1.3.1 Pengertian Kearifan Lokal

Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah bangsa yang

menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan mengolah kebudayaan yang

berasal dari luar/bangsa lain menjadi watak dan kemampuan sendiri (Wibowo, 2015).

Identitas dan Kepribadian tersebut tentunya menyesuaikan dengan pandangan hidup

masyarakat sekitar agar tidak terjadi pergesaran nilai-nilai. Kearifan lokal adalah salah

satu sarana dalam mengolah kebudayaan dan mempertahankan diri dari kebudayaan

asing yang tidak baik.

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai

strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam

menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing

sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan

setempat “local knowledge” atau kecerdasan setempat local genious (Fajarini, 2014).
36
Berbagai strategi dilakukan oleh masyarakat setempat untuk menjaga kebudayaannya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Alfian (2013) Kearifan lokal diartikan sebagai

pandangan hidup dan pengetahuan serta sebagai strategi kehidupan yang berwujud

aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan mereka.

Berdasarkan pendapat Alfian itu dapat diartikan bahwa kearifan lokal merupakan adat

dan kebiasan yang telah mentradisi dilakukan oleh sekelompok masyarakat secara turun

temurun yang hingga saat ini masih dipertahankan keberadaannya oleh masyarakat

hukum adat tertentu di daerah tertentu. Berdasarkan pengertian di atas dapat diartikan

bahwa local wisdom (kearifan lokal) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat

local yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti

oleh anggota masyarakatnya.

Selanjutnya Istiawati, (2016) berpandangan bahwa kearifan lokal merupakan

cara orang bersikap dan bertindak dalam menanggapi perubahan dalam lingkungan fisik

dan budaya. Suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan

berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat dari yang sifatnya

berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai dengan yang profan (bagian keseharian

dari hidup dan sifatnya biasa-biasa saja). Kearifan lokal atau local wisdom dapat

dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat local yang bersifat bijaksana, penuh

kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Menurut Rusilowati dkk, (2015) pada penelitiannya yang berjudul “ Natural

Disaster Vision Learning SETS integrated in Subject of Physics-Based Local Wisdom”

menjelaskan bahwa kearifan lokal merupakan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu

masyarakat, yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah laku

sehari-hari, serta menggambarkan cara bersikap dan bertindak untuk merespon

perubahan-perubahan yang khas dalam lingkungan fisik maupun cultural.


37
2.1.3.2 Macam-Macam Kearifan Lokal

Haryanto (2014) menyatakan bentuk-bentuk kearifan lokal adalah Kerukunan

beragaman dalam wujud praktik sosial yang dilandasi suatu kearifan dari budaya.

Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa budaya (nilai, norma,

etika, kepercayaan, adat istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus). Nilai-nilai

luhur terkait kearifan lokal meliputi Cinta kepada Tuhan, alam semester beserta isinya,

Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, Jujur, Hormat dan santun, Kasih sayang dan

peduli, Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, Keadilan dan

kepemimpinan, Baik dan rendah hati, Toleransi, cinta damai, dan persatuan.

Hal hampir serupa dikemukakan oleh Wahyudi (2014) kearifan lokal

merupakan tata aturan tak tertulis yang menjadi acuan masyarakat yang meliputi seluruh

aspek kehidupan, berupa Tata aturan yang menyangkut hubungan antar sesama manusia,

misalnya dalam interaksi sosial baik antar individu maupun kelompok, yang berkaitan

dengan hirarkhi dalam kepemerintahan dan adat, aturan perkawinan antar klan, tata

karma dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.4 Tradisi Sampuru

Pemanfaatan tumbuhan lokal sebagai sumber obat-obatan merupakan alternatif

ke depan yang dapat dikembangkan, tumbuhan obat dapat menjadi alternatif pilihan

untuk mengobati berbagai jenis penyakit, selain itu efek negatif yang ditimbulkan dari

penggunaan obat tradisional lebih kecil dibandingkan penggunaan obat kimia buatan

(modern) (Metananda, 2012).

Sampuru merupakan tradisi yang sering dilakukan masyarakat Suku Bima-

Dompu dari zaman dulu hingga sekarang yang memanfaatkan tumbuhan obat, meski

hanya sebagian orang saja yang melakukannya. Mama istilah Mbojo (Bima dan Dompu)

yang dilakukan untuk sampuru yang artinya mengunyah rempah-rempah seperti pinang,
38
daun sirih, kapur, cengkeh, pala, merica dan jahe, lalu disemburkan kepada seseorang,

berkhasiat menghangatkan/ menyegarkan badan seperti badan yang sakit, pegal-pegal,

kedinginan, untuk ibu-ibu hamil, selesai melahirkan dan menyusui, anak-anak yang

sering mengompol. Kombinasi aneka bahan herbal ini akan membuat proses sampuru

menghasilkan sensasi rasa hangat dan pedas. Setelah disembur biasanya didiamkan

beberapa saat hingga kering. Agar rasa hangatnya lebih meresap maka dapat juga

dengan cara menutupinya dengan kain pada bagian-bagian yang disemburi. Sampuru ini

merupakan tradisi lama yang harus tetap dipertahankan dan harus lebih dikembangkan

untuk menjaga nilai tradisi dan kebiasaan lama Suku Bima Dompu agar tetap terjaga

keutuhan kearifan lokalnya.

Biasanya tanaman herbal (obat) dapat menghasilkan senyawa-senyawa metabolit

sekunder yang bersifat toksik dan dapat digunakan untuk mengobati berbagai jenis

penyakit pada manusia, misalnya tradisi sampuru ini. Golongan senyawa metabolit

sekunder adalah alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid dan triterpenoid (Harborne,

1987). Untuk mengkaji secara ilmiah senyawa penting yang terdapat pada tumbuhan

obat tradisional yang dapat bermanfaat terhadap kesehatan dan berfungsi sebagai obat,

maka perlu adanya ekstraksi senyawa metabolit sekunder dan uji fitokimia.

Pada tanaman obat yang digunakan pada tradisi sampuru ini diantaranya pinang,

daun sirih, kapur, cengkeh, pala, merica dan jahe, masing-masing memiliki kandungan

senyawa yang berbeda-beda, dan sudah banyak penelitian sebelumnya yang telah

melakukan penelitian kandungan metabolisme sekunder serta uji fitokimia dari obat-obat

tradisional ini.

Menurut Mamonto,dkk., (2014) menyatakan bahwa kulit biji pinang mempunyai

potensi sebagai antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 46,67 pada ekstrak metanol. Selain

itu, menurut Revina Petrina, dkk., (2017) menyatakan bahwa kulit biji pinang sirih
39
(Areca catechu L) mempunyai sifat antioksidan yang kuat dengan nilai IC 50 sebesar

7,695 ppm. Antioksidan memiliki peran penting untuk mencegah kerusakan jaringan sel

disebabkan adanya radikal bebas. Antioksidan mendonasikan satu atau lebih elektron

mengarah pada senyawa oksidan satu atau lebih sehingga menjadi stabil. Antioksidan

dapat juga mengeleminasi senyawa radikal bebas didalam tubuh sehingga tidak dapat

menginduksi suatu penyakit (Kikuzaki,dkk, 2002).

Selanjutnya dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Afifah Rukmini, dkk

(2020) bahwa pada tumbuhan daun sirih (Piper Batle) terdapat salah satu

senyawa metabolit sekunder yaitu senyawa flavonoid yang bekerja menghambat fase

penting dalam biosintesis prostaglandin, yaitu pada lintasan siklooksigenase. Daun Sirih

telah dibuktikan memiliki daya antibakteri. Minyak dan ekstraknya dapat melawan

beberapa bakteri Gram positif dan Gram negatif (Candrasari, 2012). Menurut Yadav

(2014), daun Piper betle menunjukkan perantara yang sangat baik dari fenolik dengan

aktivitas antimutagenik, antitumor, antibakterial, dan antioksidan.

Pada daun cengkeh mengandung senyawa kimia berupa flavonoid, triterpenoid,

fenolat, dan tanin yang merupakan senyawa bersifat antibakteri (Huda, Rodhiansyah, &

Ningsih, 2018). Daun cengkeh juga diketahui mengandung senyawa eucalyptol,

kariofilen, αcardinol, dan limonene (Mohammed, Ahmed, & Hussien, 2015).

Hasil uji fitokimia ekstrak metanol tumbuhan pala mengandung senyawa

alkaloid, flavonoid, terpenoid dan tanin, sedangkan ekstrak etil asetat mengandung

senyawa alkaloid, flavonoid dan terpenoid. (Ginting, dkk, 2014). Berdasarkan hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa kualitas minyak atsiri buah pala yang didapat, yaitu

nilai indeks bias 1,475 sesuai dengan SNI 06-2388- 2006 dan dari hasil uji toksisitas

menunjukkan nilai LC50 sebesar 5, 192 ppm dan dapat dikatakan minyak atsiri tumbuhan

40
pala bersifat toksik dengan ditunjukkan hasil fitokimia yaitu minyak atsiri buah pala

mengandung senyawa terpenoid, flavonoid dan saponin.

Lada hitam merupakan salah satu tanaman yang telah terbukti memiliki aktivitas

antibakteri. Ekstrak etanol buah lada hitam memiliki aktivitas antibakteri terhadap

bakteri gram positif S. aureus dengan daya hambat > 10 mm (Pundir dan Pranay, 2010).

Erturk (2006) juga melaporkan bahwa ekstrak etanol dari buah lada hitam memiliki daya

hambat terhadap bakteri S. aureus dan Staphylococcus epidermidis sebesar 12,5 mm dan

15 mm. Kandungan kimia dari buah lada hitam adalah alkaloid, fenol, tanin, kumarin,

saponin, flavonoid, glikosida, dan minyak atsiri (Nahak dan Sahu, 2011; Trivedi et al.,

2011). Senyawa aktif seperti seperti flavonoid, tanin, alkaloid, terpenoid, minyak atsiri

dan senyawa fenolik telah diteliti memiliki aktivitas terhadap bakteri P. acnes (Singh et

al., 2011).

Tanaman jahe telah dilaporkan memiliki kandungan senyawa metaboli sekunder

dan aktivitas antioksidan. Jahe dibudidayakan dan dimanfaatkan secara umum dihampir

seluruh wilayah Indonesia sebagai rempah-rempah, bumbu masak, obat-obatan, bahan

kosmetik, parfum, serta bahan makanan dan miuman (Kartika dkk., 2017). Berdasarkan

bentuk, ukuran dan warna rimpanganya, jahe umum dibedakan atas tiga jenis yakni jahe

merah, jahe putih/kuning besar (jahe gajah) dan jahe putih/kuning kecil (jahe emprit)

(Boer dan Karimuna, 2013). Hamad., dkk (2017) melaporkan infusa rimpang jahe gajah

(Zingiber officinale Roscoe) positif mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, terpenoid

namun negatif tanin dan steroid. Sementara itu, Koban., dkk (2016) melaporkan ekstrak

total metanol, fraksi n-heksana dan fraksi etil asetat jahe merah (Z. officinale var.

Amarum), ketiganya positif mengandung alkaloid, flavonoid, fenolik, triterpenoid,

steroid (hanya pada frkasi nheksana) dan negatif saponin serta memiliki antioksidan

sangat baik dengn masing- masing nilai IC50 berturut-turut adalah 32,19 ppm; 35,63
41
ppm; dan 25,69 ppm. Mayfi., dkk (2017) melaporkan bahwa ekstrak etanol hasil

maserasi jahe emprit yang berasal dari Bogor, Jawa Barat positif mengandung senyawa

flavonoid, saponin, triterpenoid/ steroid, serta fenol dan negatif alkalod dan tanin.

Sukaeshi dan Wiendarlina (2018) melaporkan bahwa jahe emprit dalam sediaan cair

berbasis bawang putih memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50

sebesar 3,310 µg/mL. Penelitian lain oleh Adnyane., dkk (2003) melaporkan bahwa

aktivitas antioksidan oleoresin jahe emprit berdasrkan kemampuannya dalam

menghambat oksidasi asam linoleat, secara in vitro lebih besar dari -tokeferol.

Berdasarkan beberapa penelitian cabe jawa diketahui memiliki kandungan kimia

alkaloid, tanin, minyak atsiri dan saponin (Kumar, 2013; Dahiya, 2011). Singh et al.,

(2011) melaporkan bahwa golongan senyawa kimia tanin, alkaloid, minyak atsiri

memiliki efektivitas terhadap bakteri P. acnes.

Senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada buah cabe jawa salah satunya

adalah terpenoid. Terpenoid merupakan komponen-komponen tumbuhan yang

mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan disebut

sebagai minyak atsiri (Harbone, 1987). Komponen minyak atsiri terbanyak pada buah

cabe jawa asal Cina dilaporkan terdiri dari β-caryophillen (33.44%), 3-caren (7.58%),

eugenol (7.39%), dlimonen (6.70%), zingiberen (6.68%) dan kubenol (3.64%) (Jamal et

al., 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh LiChing & Jiau- Ching (2009),

menyimpulkan bahwa eugenol yang terkandung dalam suatu ekstrak berpotensi sebagai

larvasida. Bahan aktif minyak atsiri cabe jawa memiliki kandungan utama terpenoid.

Terpenoid sendiri terdiri dari n-oktanol, linanool, terpinil asetat, sitronelil asetat, piperin,

alkaloid, saponin, polifenol, resin (kavisin) (Aulia, 2009).

2.2 Hakikat Ilmu Kimia dan Pembelajaran Kimia

42
Hakikat ilmu Kimia mencakup dua hal, yaitu Kimia sebagai produk dan Kimia

sebagai proses. Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri atas

fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip kimia. Kimia sebagai proses meliputi

keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk

memperoleh dan mengembangkan pengetahuan Kimia. Keterampilan-keterampilan tersebut

disebut keterampilan proses, dan sikap-sikap yang dimiliki para ilmuwan disebut sikap

ilmiah.

Menurut NA, Mudzakir & Hernani (2013) mengungkapkan, Kimia merupakan

bagian dari rumpun sains, karena itu pembelajaran kimia juga merupakan bagian dari

pembelajaran sains. Pembelajaran sains diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik

untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut

dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran Kimia disini akan membahas tentang metabolit sekunder,

khususnya senyawa terpenoid. Metabolit sekunder adalah golongan senyawa yang

terkandung dalam tubuh mikroorganisme, flora dan fauna yang terbentuk melalui proses

metabolisme sekunder yang disintesis dari banyak senyawa metabolisme primer, seperti

asam amino, asetil koenzim A, asam mevalonat dan senyawa antara dari jalur shikimate

(Herbert, 1995).

Metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan telah lama manusia gunakan sebagai

obat-obatan, pewarna, insektisida, (Karuppusamy 2009). Salah satu fungus metabolit

sekunder yang menonjol bagi manusia adalah pemanfaatan sebagai obat. Badan kesehatan

dunia memperkirakan 60-80% penduduk dunia masih menggantungkan kesehatannya yang

berasal dari tumbuhan (Joy dkk, 1998; Fabricant and Farnsworth 2001; Tripathi and Tripathi

2003), dan 25% obat modern yang telah diekstraksi langsung dari tumbuhan.

43
Senyawa metabolit sekunder diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama, yaitu :

terpenoid, fenolik, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Pada penelitian ini akan

dibahas lebih khusnya mengenai senyawa terpenoid.

Terpenoid adalah kelompok senyawa metabolit sekunder yang terbesar, dilihat dari

jumlah senyawa maupun variasi kerangka dasar strukturnya. Terpenoid ditemukan

berlimpah dalam tanaman tingkat tinggi, meskipun demikian, dari penelitian diketahui

bahwa jamur, organisme laut dan serangga juga menghasilkan terpenoid. Selain dalam

bentuk bebasnya, terpenoid di alam juga dijumpai dalam bentuk glikosida, glikosil ester dan

iridoid. Terpenoid juga merupakan komponen utama penyusun minyak atsiri. Senyawa-

senyawa yang termasuk dalam kelompok terpenoid diklasifikasikan berdasarkan jumlah

atom karbon penyusunnya.

Jenis senyawa Jumlah C


Monoterpenoid 10
Seskuiterpenoid 15
Diterpenoid 20
Triterpenoid 30
Tetraterpenoid 40
Politerpenoid ≥ 40

Adapun standar kompetensi yang diinginkan dicapai setelah proses pembelajaran

selesai yaitu :

Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu memahami aspek-aspek senyawa

bahan alam, meliputi pengertian senyawa bahan alam,

klasifikasi, struktur, sifat, asal-usul biogenesis, biosintesis,

cara isolasi, dan identifikasi yang meliputi golongan

senyawa terpenoid, flavonoid, poliketida, polifenol,

alkaloid, steroid, serta beberapa contoh senyawa bahan

44
alam yang berguna, yang ditemukan pada famili tumbuhan

tertentu.

Kompetensi Dasar : Memahami metabolism sekunder bahan alam terpenoid

mulai dari struktur, sifat, asal-usul biogenesis

terpenoid,dan juga memahami klasifikasi, cara isolasi dan

identifikasi senyawa terpenoid

Indikator :

 Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian metabolit sekunder bahan alam

 Mahasiswa mampu menjelaskan sifat metabolit sekunder bahan alam

 Mahasiswa mampu memahami struktur metabolit sekunder bahan alam

 Mahasiswa mampu memahami asal usus biogenesis terpenoid

 Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi terpenoid

 Mahasiswa mampu memahami cara isolasi dan identifikasi terpenoid

2.3 Penelitian Yang Relevan

Berikut hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini :

2.3.1 Penelitian yang dilakukan oleh Farida Nur Kumala dan Prihatin Sulistyowati (2016)

tentang : “Pengembangan Bahan Ajar IPA Berbasis Kearifan Lokal”. Jurnal Inspirasi

Pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil validasi segi materi, tampilan

dan bahasa masing-masing sebesar 81,25%, 87,5%, 91,7%. Dengan demikian bahan ajar

IPA berbasis kearifan lokal efektifitas digunakan dalam meningkatkan hasil belajar dan

aktivitas peserta didik.

2.3.2 Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Riza, R. Arizal Firmansyah, Muhammad
45
Zammi, Djuniadi, Djuniadi (2020) tentang : “Pengembangan Modul Kimia Berbasis

Kearifan Lokal Kota Semarang Pada Materi Larutan Asam Dan Basa”. Jipva (Jurnal

Pendidikan Ipa Veteran 4(1) . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas modul

kimia berorientasi kearifan lokal dibuktikan dengan vallidasi ahli dan angket

tanggapan peserta didik. validasi ahli materi dan ahli media kategori “sangat baik”

dengan persentase sebesar 85,3% dan 87,3%.

2.3.3 Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Lestari, Nasrudin, Rahmanpiu (2020). Tentang :

Senyawa Metabolit Sekunder Dan Aktivitas Antioksidan Seduhan Serbuk Rimpang Jahe

Emprit (Zingiber Officinale Var. Rubrum) 5 (2) . Hasil penelitian menunjukkan bahwa

golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada sampel segar, serbuk, dan

seduhan serbuk rimpang jahe emprit (Z. officinale var. Rubrum) adalah alkaloid (kecuali

sampel segar), flavonoid, saponin, terpenoid, dan fenolik.

2.4 Kerangka Berfikir

Pembelajaran seyogyanya merupakan proses yang penting bagi peserta didik.

Pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya terfokus pada teori dan konsep saja tanpa

mengaitkannya dengan kearifan lokal daerah setempat. Hal ini membuat wawasan peserta

didik tentang ilmu kimia menjadi terbatas. Padahal sudah seharusnya peserta didik

mengetahui tentang penerapan ilmu kimia bahan alam dalam kehidupan sehari-hari

khususnya yang berkaitan dengan kearifan lokal daerah setempat. Pembelajaran kimia yang

berorintasi pada kearifan lokal merangkul peserta didik untuk ikut berperan mengambil

tindakan, menjadikan mereka lebih dekat dan mengenal fenomena yang ditemukan pada

lingkungan sehari-hari. Menurut Subagia (2014), pembelajaran kimia lebih mudah dipahami
46
apabila pembelajaran kimia mengaitkan di dalam keseharian siswa, maka dari itu pentingnya

pembelajaran kimia berbasis kearifan lokal untuk dapat mempermudah mahasiswa dalam

mempelajari materi kimia, khusunya kimia bahan alam.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 36 ayat 3

bahwa kurikulum yang digunakan dalam proses pembelajaran harus memperhatikan salah

satunya yaitu potensi daerah dan lingkungan tempat tinggal peserta didik. Sebagaimana

amanah undang-undang tersebut maka pembelajaran harus berbasis keunggulan lokal.

Berdasarkan hal di atas, kearifan lokal dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk

menjalankan kurikulum 2013 yang memiliki karakteristik pengaplikasian pendidikan yang

diperoleh peserta didik di sekolah pada lingkungan masyarakat. Kearifan lokal adalah

pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud

aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam

pemenuhan kebutuhan mereka.

Ada banyak isu-isu sosial yang dijumpai pada kalangan masyarakt seperti yang

terjadi di Desa Dena Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat,

salah satunya adalah masyarakat selalu menggunakan tradisi ”sampuru” yang artinya

mengunyah rempah-rempah seperti pinang, daun sirih, kapur, cengkeh, pala, merica dan

jahe, lalu disemburkan kepada seseorang, berkhasiat menghangatkan/menyegarkan badan

seperti badan yang sakit, pegal-pegal, kedinginan, untuk ibu-ibu hamil yang selesai

melahirkan dan ibu-ibu menyusui, serta untuk anak-anak yang sering mengompol.

Dari kebiasaan-kebiasaan arif tersebut dikaji aspek literasi sains terutama pada

bidang kimia untuk mengetahui kandungan kimia apa saja yang terdapat pada bahan alam

tersebut. Melek literasi terutama literasi sains sangat penting diterapkan kepada peserta

didik untuk lebih memahami persoalan lingkungan di sekitar mereka.


47
Untuk mewujudkannya tentu pendidik sebagai subjek penting dalam proses

pembelajaran selain dapat memberikan pengajaran yang baik melalui strategi, dan metode

pembelajaran namun alat bantu dalam proses pembelajaran seperti bahan ajar sangat

dibutuhkan sebagai sumber belajar bagi peserta didik. Akan tetapi peneliti menemukan

adanya permasalahan bahwa bahan ajar yang digunakan meskipun buku paket dapat

membantu peserta didik dalam proses pembelajaran namun peserta didik cenderung bosan

dalam menggunakan buku paket. Dengan demikian sangat minimnya bahan ajar yang

digunakan pendidik serta sumber belajar yang sangat terbatas bagi peserta didik sehingga

dapat mempengaruhi motivasi belajar peserta didik. Selanjutnya kerangka berfikir

digambarkan pada bagan berikut :

Belum tersedianya bahan ajar berupa modul khususnya yang berbasis kearifan lokal

Modul sebagai bahan ajar dapat menunjang pencapaian tujuan pembelajaran dan
pembelajaran menjadi lebih efektif

Konsep kearifan lokal yang ada di masyarakat dapat disisipkan dalam proses belajar
disekolah sebagai kajian yang dapat menambah pengetahuan serta wawasan peserta didik

Dikembangkannya modul berbasis kearifan lokal yang menyajikan materi kimia pokok
bahasan terpenoid dan konsep kearifan lokal

Proses pembelajaran bermakna dan mengembangkan wawasan serta pengetahuan peserta


didik pada bidang keilmuan.
Sebagai sarana memperkenalkan kearifan lokal yang memiliki nilai luhur dan penting
ditransmisikan kepada peserta didik.
48
BAB III

METODELOGI PENGEMBANGAN

3.1 Model Pengembangan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2002

Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan

memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti

kebenarannyauntuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan

teknologi yang telah ada atau menghasilkan teknologi baru. Pengembangan adalah suatu

proses yang dipakai untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan.

Penelitian ini mengikuti suatu langkah-langkah secara siklus. Langkah penelitian atau

proses pengembangan ini terdiri atas kajian tentang temuan penelitian produk yang akan

dikembangkan, mengembangkan produk berdasarkan temuan-temuan tersebut,


49
melakukan uji coba lapangan sesuai dengan latar di mana produk tersebut akan dipakai,

dan melakukan revisi terhadap hasil uji lapangan (Punaji Setyosari, 2013: 222-223).

Pada hakikatnya pengembangan adalah upaya pendidikan baik formal maupun

non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur, dan bertanggung

jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing, mengembangkan

suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh, selaras, pengetahuan, keterampilan sesuai

dengan bakat, keinginan serta kemampuan kemampuan sebagai bekal atas prakarsa

sendiri untuk menambah, meningkatkan, mengembangkan diri ke arah tercapainya

martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi mandiri (Iskandar

Wiryokusumo dalam Afrilianasari ; 2014)

Pengembangan adalah suatu sistem pembelajaran yang bertujuan untuk

membantu proses belajar peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang

untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar yang bersifat internal

atau segala upaya untuk menciptakan kondisi degan sengaja agar tujuan pembelajaran

dapat tercapai (Gagne dan Brings dalam Warsita, 2003: 266) Dari beberapa pendapat

para ahli yang ada ditarik kesimpulan bahwa pengembangan merupakan suatu usaha

yang dilakukan secara sadar, terencana dan terarah untuk membuat atau memperbaiki,

sehingga menjadi produk yang semakin bermanfaat untuk meningkatkan dan

mendukungserta meningkatkan kualitas sebagai upaya menciptakan mutu yang lebih

baik.

Penelitian dan pengembangan (Research and Development/R&D )adalah suatu

proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau

menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan

(Sukmadinata, 2008). Penelitian pengembangan adalah suatu proses yang digunakan

50
untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam

pendidikan dan pembelajaran (Syahruddin, 2011).

Model pengembangan yang digunakan dalam pengembangan modul kimia bahan

alam berbasis kearifan lokal adalah model pengembangan 4-D (four D model) yang

dikembangkan oleh Thiagarajan dan Semmel pada tahun 1974. Alasan pemilihan model

ini karena : a) Model ini disusun secara terprogram dengan urutan-urutan kegiatan yang

sistematis dalam upaya pemecahan masalah belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan

karakteristik mahasiswa. b) model ini khusus digunakan pad pengembangan bahan ajar

pembelajaran bukan rancangan pemeblajarannya. c) Model 4-D sudah banyak digunakan

dalam penelitian pengembangan media pembelajaran.

Sebagaimana yang telah disebutkan pada bagian keterbatasan pengembangan

bahwa model 4-D yang diadopsi dalam penelitian pengembangan ini terbatas dengan

tahap define, design, serta develop, dan tidak pada tahap disseminate dengan beberapa

penyesuaian berdasarkan kebutuhan pengembangan.

Analisis awal
akhir
Analisis
mahasiwa Define
(Pendefinisian
Analisis Analisis tugas )
materi

Spesifikasi Tujuan
Pembelajaran

Penyusunan
teks
Design
Pemilihan (Perancangan)
metode
Pemilihan
Format
Rancangan
Awal
51 Develop
Validasi Ahli (Pengembanga
n)
Uji
Pengembanga
n
Disseminate
Pengemasan (Penyebaran)

Penyebaran

Gambar. Desain penelitian pengembangan perangkat pemeblajaran 4-D

(Thiagarajan, Semmel & Semmel, 1974).

3.2 Prosedur Pengembangan Modul

Prosedur pengembangan adalah pemaparan lebih lanjut mengenai langkah-

langkah yang akan ditempuh dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah

dirumuskan dalam model pengembangan 4-D. Berdasarkan model pengembangan

sebagaimana dijelaskan diatas, prosedur penelitian dalam penelitian ini dapat dijelaskan

sebagaimana terdapat pada gambar dibawah ini :

52
Pengidentifikasian
● Analisis awal akhir
Perancangan Desain Produk
● Analisis tugas
● Modul pegangan dosen
● Analisis konsep
● Perumusan tujuan pembelajaran

Pengembangan validasi produk


Pengembangan uji coba
● Validasi produk awal oleh ahli
● Ujicoba terbatas (Revisi III)
dan praktisi (Revisi I dan II)

Penyebaran produk akhir


● Produk akhir yang sudah layak
diimplemetasikan

Gambar. Prosedur Pengembangan Penelitian Diadaptasi Dari Thiagarajan,

Semmel & Semmel.

Berdasarkan model pengembangan yang dipilih, maka tahap-tahap yang

ditempuh diantaranya sebagai berikut :

3.2.1 Tahap pendefinisian (Difine)

Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-

syarat pengembangan. Dalam model lain, tahap ini sering dinamakan analisis kebutuhan.

Tiap-tiap produk tentu membutuhkan analisis yang berbeda-beda. Tahap Difine meliputi

kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

53
1. Analisis awal-akhir (Front-end Amalysis), analisis mahasiswa (Learner

Analysis), dan analisis konsep (Concept Analysis)

Kegiatan analisis awal akhir meliputi analisis mahasiswa dan analisis

konsep dikaji latar belakang munculnya gagasan peneliti untuk pengembangkan

modul pembelajaran kimia bahan alam berbasis kearifan lokal dengan pendekatan

sains teknologi masyakat dalam menumbuhkan kemampuan literasi sains yang akan

mendukung kegiatan belajar mengajar dikelas.

Pada analisis konsep (Concept Analysis) ini dilakukan dengan

mengidentifikasi konsep-kosnep utama yang akan diajarkan menyusun secara

sistematis dan merinci konsep-konsep yang relevan.

2. Analisis tugas (Task Analysis)

Analisis tugas dilakukan dengan merinci tugas isi matapelajaran dalam

bentuk garis besar. Analisis ini mencakup analisis struktur isi.

3. Spesifikasi tujuan pembelajaran (Specifying Instructional Objectives)

Rumusan tujuan pembelajaran didasarkan atas analisis konsep dan analisis

tugas hingga dapat menjadi lebih profesioanl dan dinyatakan dengan tingkah laku

yang dapat diamati. Pada analisis tugas telah tercantum analisis kurikulum,

diantaranya yang berisi Kometensi Dasar (KD) sebagai dasar penyusunan tujuan

pembelajaran. Dengan menuliskan tujuan pembelajaran, penelitian dapat mengetahui

kajian apa saja yang akan ditampilkan dalam bahan ajar.

3.2.2 Tahap Perancangan (Design)

Tahap design meliputi kegiatan format selection dan initial design. Kegiatan

format selection dilakukan dengan mendeskripsikan spesifikasi hasil pengembangan

yang dilakukan. Kegiatan initial design dilakukan dengan mendeskripsikan secara lebih

54
mendetail spesifikasi hasil pengembangan yang telah disebutkan pada bagian firmat

selection.

3.2.3 Tahap Pengembangan (Develop)

Tahap develop meliput kegiatan penilaian dari para ahli merupakan tahap uji

kelayakan hasil pengembangan, sedangkan tes pegembangan merupakan tahap uji

penggunaan hasil pengembangan untuk dapat diaplikasikan dalam pembelajaran dengan

topic metebosme sekunder terpenoid. Masing-masing kegiatan dalam tahap develop

dijelaskan sebagai berikut :

1. Penilaian dari ahli (Expert Appraisal)

Penilaian dari para ahli ditempuh melalui kegiatan kajian kritis oleh para ahli

bidang isi/materi dan oleh bidang pembelajaran baik secara kuantitatif mauoun

kualitatif terhadap hasil pengembangan. Pada pengembangan ini dilakukan penilaian

hanya sebatas ahli bidang bahan ajar pembelajaran.

Angket penilaian dari bidang isi/materi dan ahli bidang pembelajaran

menghasilkan data kuantitatif dan kualitatif interprestasi hasil analisis data

kuantitatif dijadikan sebagai acuan untuk mendeskripsikan tingkat kelayakan hasil

pengembangan berdasarkan kriteria kelayakan yang telah ditentukan. Data kualitaif

berisi tanggapan dan saran perbaikan dari bidang isi/materi dan ahli bidang

pembelajaran. Interprestasi hasil analisis data kuantitatif bersama dengan data

kualitatif kegiatan penilaian dari ahli dijadikan sebagai acuan untuk melakukan

reevisi I dan II.

2. Tes Ppengembangan (Develop Testing)

Tes pengembangan ditempuh melalui kegiatan ujicoba hasil pengembangan.

Kegaiatan tes pengembangan yang dilakukan tervatas pada tes awal (initial testing).

55
Tes awal merupakan tahap ujicoba hasil pengembangan terhadap subjek ujicoba

perorangan. Beberapa subjek ujicoba perorangan yang telah dipilih diminta untuk

menggunakan hasil pengembangan dalam suatu kondisi pembelajaran yang bebas.

Selanjutnya setiap subjek ujicoba perorangan diminta untuk memberikan tanggapan

dan saran perbaikan terhadap hasil pengembangan. Hasil pada kegiatan tes awal

digunakan sebagai acuan untuk revisi III. Subjek uji coba perorangan yang telah

dipilih adalah mahasiswa Undikma Mataram sampai mendapatkan poduk yang

layak.

3. Ujicoba Hasil Pengembangan

Uji coba dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kelayakan hasil

pengembangkan. Hal-hal penting yang berkaitan dengan uji coba hasil

pengembangan dijelaskan sebagai berikut :

a) Uji Validasi Bahan Ajar

 Ujicoba Kelayakan Tim Ahli

Uji kelayakan tim ahli bertujuan untuk memberikan penilain kelayakan

serta tanggapan dan saran perbaikan terhadap penggunaan bahan ajar.

 Ujicoba Kelompok Kecil

Dalam hal ini yang melakukan uji coba kelompok kecil adalah mahasiswa

Undikma Mataram

3.3 Jenis Data

Jenis data yang diperoleh terdiri atas data kuantitatif dan data kualitatif. Data ini

merupakan data yang berkaitan dengan validasi dan tanggapan dari dosen ahli, dan

tanggapan mahasiswa tentang modul pembelajaran kimia bahan alam berbasis kearifan

lokal dengan pendekatan sains teknologi masrakat dalam menumbuhkan kemampuan


56
literasi sains yang dikembangkan. Data kuantitatif terdiri atas data angket hasil

penilaian kelayakan hasil pengembangan yang telah diisi oleh ahli bidang isi/materi dan

ahli bidang pembelajaran pada kegiatan penilain dari ahli maupun dari subjek uji coba

perorangan pada tahap tes awal.

3.4 Instrumen Pengumpulan Data

Instrument yang digunakan untuk mengmpulkan data adalah angket (kuisioner).

Menurut Arikunto (2011) angket merupakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada

orang lain dengan maksud agar orang yang diberi tersebut bersedia memberikan respon

sesuai dengan permintaan pengguna. Angket cocok digunakan bila jumlah responden

cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Lebih lanjut Arikunto menguraikan

keuntungan dari menggunakan angket sebagai instrument pengumpulan data, yaitu :

1. Tidak memerlukan hadirnya peneliti

2. Dapat dibgikan secara serentak kepada banyak responden

3. Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatnnya masing-masing dan menurut

waktu senggang responden

4. Dapat dibuat anonym sehingga responden bebas, jujur, dan tidak malu-malu

menjawab, dan

5. Dapat dibuat standar bagi semua responden dapat diberi pertanyaan yang benar-

benar sama.

Angket dalam penelitian ini digunakan untuk menguji kelayakan isi/materi hasil

pengembangan.

3.5 Teknik Analisis Data

Data-data yang telah diperoleh dikelompokkan berdasarkan keperluan tujuan

analisis. Tujuan analisis adalah deskripsi tingkat kelayakan hasil pengembagan.data-data

yang termasuk dalam keperluan analisis deskripsi kelayakan hasil pengembangan adalah
57
data kuantitatif yang diperoleh melalui kegiatan Expert Appraisal dan Developmental

Testing. Data kuantitatif dianalisis menggunakan teknik deskriptif gabungan kuantitatif

– kualitatif untuk menentukan tingkat kelayakan yang diadaptasi dari uraian Arikunto

(2010) tentang teknik analisis deskriptif kulitatif, yaitu menggunakan rumus presentasi

yang dituliskan sebagai beriku :

skor dari responden


Preentasi kelayakan = x 100%
skor maksimal

Tingakat kelayakan hasil pengembangan dideskripsikan dengan

mengkonfirmasikan presentasi hasi penskoran yang dicapai dengan kriteris kelayakan

sebagaimana disajikan pada tabel dibawah ini :

Tabel . Kriteria Presentasi Skor Penilaian Berdasarkan BSNP

No Presentasi hasil penilaian Interprestasi


1 81,25% < skor ≤ 100% Sangat layak
2 62,50% < skor ≤ 81,25% Layak
3 43,75% < skor ≤ 62,50% Kurang layak
4 25% < skor ≤ 43,75% Tidak layak
Sumber : berdasarkan BSNP dalam Muhafid (2013)

58
DAFTAR PUSTAKA

59
60
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

1. Identitas Matakuliah
Nama Departemen/Prodi : Fakultas Sains Teknik dan Terapan / Prodi Pendidikan Kimia
Nama Matakuliah : Kimia Bahan Alam
Kode Matakuliah :
Bobot SKS : 2 (dua)
Jenjang : S1
Semester : 6 (Enam)
Status (Wajib/Pilihan) *) : Wajib
Nama Dosen :
2. Deskripsi Matakuliah
Mata kuliah ini mencakup metabolism sekunder bahan alam terpenoid mulai dari struktur, sifat, asal-usul biogenesis, klasifikasi, cara isolasi dan
identifikasi senyawa terpenoid
3. Capaian Pembelajaran Lulusan
a. Menjunjung tinggi nilai-nilai etika akademik, yang meliputi kejujuran dan kebebasan akademik dan otonomi akademik
b. Memiliki kemampuan dalam bekerja secara kolaboratif di dalam kelompok dan menghargai makna kerjasama dengan orang lain
c. Mampu mengelola sumber daya dan menerapkan prinsip-prinsip management dalam menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan bidang
keahliannya
d. Kemampuan berpikir dan bertindak secara integratif dalam bidang keprofesiannya berbasis pada nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan
e. Mampu Menerapkan Konsep Dasar Kimia Organik, Kimia Anorganik, Kimia Fisik, Kimia Analitik, Kimia Pangan Dan Biokimia Serta
Mampu Mengaplikasikannya Dalam Proses Identifikasi, Isolasi, Transformasi Dan Sintesis Kimia.
f. Mampu Menganalisis, Mengevaluasi Dan Mengelola Sumber Daya Lingkungan Berdasarkan Kelayakan Dan Keselamatan Kerja Bidang
Kimia
61
4. Capaian pembelajaran mata kuliah (CPMK)
a. Mampu menjelaskan pengertian metabolit sekunder bahan alam
b. Mampu menjelaskan struktur metabolit sekunder bahan alam
c. Mampu menjelaskan sifat metabolit sekunder bahan alam
d. Mampu menjelaskan asal usul biogenensis terpenoid
e. Mampu menjelaskan klasifikasi terpenoid
f. Mampu menjelaskan cara isolasi dan identifikasi terpenoid
5. Deskripsi Rencana Pembelajaran
Jumlah pertemuan adalah 16 pertemuan Rincian waktu setiap pertemuan yaitu :
 Tatap Muka :
 Tugas Kelompok :
 Tugas Mandiri :

Pert Metode
Indikator Bahan Kajian Waktu Tugas dan Penilaian Rujukan
ke- Pembelajaran
1,2  Mahasiswa mampu 1. Kearifan lokal Contextual Metode yang tepat, analisis 1,2,3
menjelaskan masyarakat Bima Instruction dalam yang sistematis, benar,
pengertian tradisi sampuru bentuk : dengan aplikasi/contoh
metabolit sekunder 2. Tanaman obat yang  Ceramah yang sesuai dan bahasa

62
bahan alam digunakan dalam  Studi kasus baik
 Mahasiswa mampu tradisi sampuru Pretest
menjelaskan masyarakat Bima
klasifikasi 3. Kegunaan serta
metabolit sekunder manfaat tanaman obat
bahan alam yang digunakan pada
tradisi sampuru
4. Pengertian metabolit
sekunder
5. Klasifikasi metabolit
sekunder
3,4  Mahasiswa mampu 1. Pengetian senyawa Contextual Metode yang tepat, analisis 1,2,3
memahami struktur bahan alam terpenoid Instruction dalam yang sistematis, benar,
metabolit sekunder 2. Jenis-jenis senyawa bentuk : Ceramah dengan aplikasi/contoh
bahan alam bahan alam terpenoid yang sesuai dan bahasa
 Mahasiswa mampu 3. Sifat-sifat senyawa baik
menjelaskan sifat bahan alamterpenoid
terpenoid 4. Peran terpenoid
 Mahasiswa mampu 5. Biosintesis senyawa
memahami asal bahan alam terpenoid
usus biogenesis

63
terpenoid
 Mahasiswa mampu 1. Cara isolasi senyawa 1. Lembar kerja Metode yang tepat, analisis 1,2,3
memahami cara bahan alam terpenoid diskusi yang sistematis, benar,

5 isolasi dan 2. Identifikasi senyawa 2. Hipotesis dengan aplikasi/contoh


identifikasi bahan alam terpenoid 3. Lembar yang sesuai dan bahasa
terpenoid Praktikum baik

64

Anda mungkin juga menyukai