Anda di halaman 1dari 14

Murtono et al. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.

2018; 13 (1): 17-22

DOI: 10.21109 / kesmas.v13i1.1463

FAKTOR HOST YANG BERPENGARUH TERHADAP INSIDEN HIV / AIDS


DALAM POPULASI KUNCI DI KABUPATEN PATI
FAKTOR HOST YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN HIV / AIDS PADA
POPULASI
KUNCI DI KABUPATEN PATI
Abstrak

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah
penyakit serius di dunia di mana salah satu penularannya

metode adalah melalui hubungan seksual. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor tuan
rumah yang berpengaruh terhadap kejadian HIV / AIDS pada populasi kunci. Penelitian itu

dilakukan pada bulan Maret-September 2016. Penelitian ini adalah analitik observasional dengan
desain case-control pada populasi kunci di Kabupaten Pati. Kasus adalah 53

pasien yang hidup dengan HIV / AIDS, sedangkan kontrol adalah 53 pasien yang tidak hidup dengan
HIV / AIDS. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling. Data

diperoleh dari catatan medis dan kuesioner wawancara. Penelitian ini menggunakan uji chi-square
untuk menganalisis data bivariat, dan regresi logistik berganda

untuk menganalisis data multivarian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian HIV / AIDS pada populasi kunci adalah perilaku penggunaan kondom yang tidak
konsisten, catatan menderita infeksi menular seksual (IMS), dan bentuk aktivitas seksual. Sedangkan
faktor yang tidak berpengaruh terhadap kejadian

HIV / AIDS adalah perilaku pasangan seks ganda, perilaku menggunakan aksesori seks, perilaku
menggunakan jarum tato, perilaku penggunaan narkoba suntikan. Sebagai kesimpulan, beberapa

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian HIV / AIDS dalam populasi kunci adalah perilaku
penggunaan kondom yang tidak konsisten, catatan penderitaan IMS, dan bentuk-bentuk

aktivitas seksual.

Kata kunci: HIV / AIDS, faktor tuan rumah, populasi kunci

Abstrak

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan
penyakit berbahaya di dunia yang merupakan salah satu metode

penularannya adalah melalui hubungan seksual. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang
menentang kejadian HIV / AIDS pada peserta kunci. Penelitian dilakukan dari bulan Maret hingga
September 2016. Penelitian analitik observasional dengan rancangan kasus kontrol pada peserta
kunci di Kabupaten Pati. Kasus sebanyak 53 pasien positif HIV / AIDS, sedangkan kontrol sebanyak 53
pasien negatif HIV / AIDS.Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Data
diperoleh dari survei medis dan wawancara. Penelitian ini menggunakan uji kai kuadrat pada analisis

bivariat dan regresi logistik ganda pada analisis multivariat. Hasil penelitian menunjukkan fakta yang
mempengaruhi terhadap kejadian HIV / AIDS pada

Populasi kunci dalam penelitian ini adalah penelitian tentang penggunaan kondom, dan penelitian
tentang seks, dan kombinasi seks.

Faktor yang tidak mendukung adalah perilaku multi pasangan seks, perilaku penggunaan seks,
perilaku penggunaan jarum tato, dan perilaku

penggunaan narkoba suntik. Sebagai kesimpulan, faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian
HIV / AIDS yaitu hubungan penggunaan kondom yang tidak konsisten, komplikasi IMS dan bentuk
aktivitas seks kombinasi.

Kata kunci: HIV / AIDS, faktor host, populasi kunci

Faktor Host yang Berpengaruh terhadap Insiden HIV / AIDS

dalam Populasi Kunci di Kabupaten Pati

Faktor Host yang Berpengaruh terhadap Kejadian HIV / AIDS pada Populasi

Kunci

Cara Mengutip: Murtono D, Riyanto P, Shaluhiyah Z. Faktor host yang berpengaruh

kejadian HIV / AIDS pada populasi kunci di Kabupaten Pati. Kesmas:

Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2018; 13 (1): 17-22. (doi: 10.21109 / kesmas.

v13i1.1463)
pengantar

Perkembangan penyakit menular seksual

(PMS) masalah, termasuk Human Immunodeficiency

Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome

(AIDS) meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Dalam 20 tahun terakhir, jumlah pasien mencapai lebih banyak

dari 60 juta orang dan sekitar 20 juta dari mereka meninggal.

Tidak mengherankan, masalah HIV dan AIDS telah menjadi epidemi di hampir 190 negara.1

HIV dan AIDS adalah penyakit berbahaya di dunia

bahwa salah satu metode penularannya adalah melalui hubungan seksual.2,3 HIV / AIDS adalah
kasus global yang menyerupai a

fenomena gunung es. Kasus yang terjadi di setiap tahun adalah

selalu mengalami fluktuasi yang tidak signifikan

dan tidak dapat diprediksi.4

Berdasarkan distribusi di Indonesia, Jawa Tengah

Provinsi bukan yang tertinggi dalam insiden HIV / AIDS

di Indonesia. Provinsi Jawa Tengah hingga Maret 2015

berada di peringkat keenam dengan 10.530 kasus HIV dan 4.086 AIDS

kasus.5 Meningkatnya jumlah orang dengan HIV baru

infeksi di Jawa Tengah menunjukkan tingkat yang signifikan dan menjadi salah satu yang tertinggi di
Indonesia. Berdasarkan Dasar

Penelitian Kesehatan pada tahun 2014, jumlah kasus infeksi HIV baru di Jawa Tengah pada tahun
2013 adalah 2.322 kasus atau meningkat 109,19% dari jumlah pada tahun 2012. Kesehatan

Profil Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2014 menunjukkan hal tersebut

Kasus HIV / AIDS ditemukan di semua kabupaten / kota di Indonesia

Jawa Tengah.6

Perkembangan HIV / AIDS di Indonesia semakin meningkat

di luar kendali, termasuk satu di Kabupaten Pati yang peringkatnya

keempat di Provinsi Jawa Tengah hingga akhir Mei

2016 dalam kasus HIV / AIDS baru ditemukan setelah Semarang,

Surakarta dan Kabupaten Banyumas.7 Kabupaten Pati Kesehatan

Office melaporkan prevalensi kejadian HIV / AIDS


di 914 kasus hingga Mei 2016.7 Berdasarkan data ini, jika

dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2015), peningkatan

kasus adalah sebanyak 56 kasus (861 kasus pada tahun 2015). Sementara jika

dibandingkan dengan tahun 2014, ada peningkatan 148 kasus

(715 kasus pada 2014) .8

Kasus HIV / AIDS pada awalnya ditemukan dalam kelompok homoseksual, dan sekarang kasus itu
menyebar ke semua orang tanpa

kecuali berpotensi terinfeksi virus HIV.

Risiko penularan tidak hanya muncul dalam risiko tinggi

populasi. Data yang ada menunjukkan bahwa HIV / AIDS telah

ibu rumah tangga yang terinfeksi, bahkan anak-anak atau bayi yang terinfeksi

dikandung atau terinfeksi dari perempuan yang terinfeksi HIV.

Meskipun demikian, tren menunjukkan bahwa HIV / AIDS tertinggi

kasus ditemukan dari kontak seksual, ditularkan dari

dan ditransmisikan ke pekerja seks. Dalam beberapa tahun terakhir,

meningkatnya kasus AIDS lebih banyak ditemukan di Indonesia

pengguna narkoba, khususnya pengguna narkoba suntikan.9

Distribusi HIV masih terkonsentrasi pada kunci

populasi. Ada pekerja seks perempuan secara langsung atau tidak langsung, pria seks pria, pekerja
seks, waria dan pengguna narkoba suntikan.10 Ini sesuai dengan distribusi

HIV / AIDS berdasarkan tingkat faktor risiko dan luasnya

epidemi HIV di Kabupaten Pati yang menyebutkan

kelompok tertinggi pada klien pekerja seks sebanyak

303 kasus, pekerja seks perempuan dengan 205 kasus, berisiko tinggi

pasangan dengan 176 kasus, homoseksual dengan 21 kasus dan

pengguna narkoba suntikan dengan 5 kasus.8,11

Tidak ada informasi tentang populasi kunci -

karakteristik dan faktor host berpengaruh terhadap

Kasus infeksi HIV / AIDS pada populasi kunci di Pati

Kabupaten, maka studi ini dilakukan pada masalah ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menjelaskan beberapa faktor tuan rumah yang berpengaruh terhadap kejadian HIV / AIDS di negara
- negara utama.
pulsa di Kabupaten Pati.

metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan analitik observasional kuantitatif dengan desain case
control.12 Penelitian ini berlangsung

di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah, yang diusung

keluar selama dua bulan dan mulai dari bulan Maret hingga September

2016. Sampel penelitian adalah pekerja seks perempuan

secara langsung dan tidak langsung, pria seks pria, klien dari seks

pekerja, waria dan pengguna narkoba suntikan yang pernah

mengambil tes HIV, berdasarkan data klinis VCT RAA

Rumah Sakit Soewondo Pati, Rumah Sakit Umum Kayen, dan

Puskesmas Paru Pati. Total sampel adalah

106 sampel terdiri dari 53 kasus dan 53 kontrol.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini ditentukan oleh PT

teknik pengambilan sampel yang berurutan. Sampel kasus ditentukan terlebih dahulu, kemudian
diikuti oleh penentuan kontrol

sampel dengan cara yang sama menentukan sampel kasus.

Data yang digunakan berasal dari klinik VCT di RAA Soewondo

Rumah Sakit Umum Pati, Rumah Sakit Umum Kayen Pati dan

Pusat Kesehatan Paru Pati. Kriteria inklusi

untuk sampel kasus adalah populasi kunci HIV-AIDS yang bersedia menjadi sampel penelitian

menandatangani informed consent, sedangkan kriteria eksklusi

adalah populasi kunci yang positif HIV / AIDS

absen pada saat studi. Kemudian kriteria inklusi

untuk sampel kontrol adalah populasi kunci negatif HIV / AIDS yang bersedia menjadi sampel
penelitian oleh

menandatangani informed consent. Responden kontrol adalah

disesuaikan dengan kelompok risiko dalam responden kasus. Sementara

kriteria eksklusi adalah kunci negatif HIV / AIDS

populasi yang tidak hadir pada saat penelitian. Di dalam

studi, pencocokan dilakukan untuk jenis kelamin dan kelompok risiko.

Variabel penelitian terdiri dari variabel terikat itu


adalah kejadian HIV / AIDS pada populasi kunci, dan

variabel independen yang adalah perilaku penggunaan kondom, perilaku pasangan seks ganda,
catatan infeksi menular seksual, bentuk aktivitas seksual,

perilaku penggunaan aksesori seks, perilaku penggunaan jarum tato,

dan perilaku penggunaan narkoba suntikan. Teknik pengumpulan data adalah melalui hasil
wawancara berbasis kuesioner

19

dari responden.

Tahap analisis data adalah analisis univariat untuk menggambarkan variabel dependen dan variabel
bebas u -

tabel distribusi frekuensi sing; analisis bivariat menggunakan

regresi logistik sederhana untuk regresi variabel dependen

pada masing-masing variabel independen, dan untuk menganalisis risiko

(rasio odds) dari paparan kasus pada tingkat kepercayaan 95%

dengan tabel 2x2; analisis multivariat menggunakan regresi logistik berganda untuk regresi variabel
dependen pada beberapa variabel independen.

Informed consent diperoleh dari semua po kunci -

Pulations termasuk dalam penelitian yang bersedia menjadi responden. Izin etis dalam penelitian ini
telah diperoleh dari Komite Etika Kesehatan Fakultas Muhammadiyah Malang

Kedokteran, Universitas Diponegoro dan Dr. Kariadi

Rumah Sakit Umum Pusat Semarang.

Hasil

Pada kelompok kasus dan kelompok kontrol, gen -

reli, sebagian besar responden berada pada usia antara 24-45

tahun (63,2%), perempuan (52,8%), pekerja seks (63,2%),

menikah (52,8%), lulus sekolah dasar

(34,9%), bekerja di luar kota (52,8%).

Analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian HIV / AIDS
pada populasi kunci

adalah perilaku penggunaan kondom yang tidak konsisten, catatan menderita IMS, kombinasi
bentuk aktivitas seksual,

catatan STI mitra, dan catatan mitra tentang

HIV / AIDS. Hasil analisis bivariat lengkap adalah


disajikan pada Tabel 1. Analisis multivariat menemukan bahwa

variabel yang berpengaruh terhadap kejadian HIV / AIDS di Indonesia

Perilaku populasi kunci adalah penggunaan kondom yang tidak konsisten

perilaku, catatan penderitaan IMS, dan kombinasi bentuk aktivitas seksual. Multivarian lengkap

hasil analisis disajikan pada Tabel 2.

Diskusi

Analisis multivariat menemukan bahwa populasi kunci

dengan perilaku penggunaan kondom yang tidak konsisten memiliki 5,34

risiko HIV / AIDS dibandingkan dengan populasi kunci

dengan penggunaan kondom yang konsisten (nilai p = 0,028; 95%

CI = 1,19 - 23,82). Hasil penelitian ini sejalan

dengan studi oleh Maria Amelia Guteres, 12 di Timor Leste

menyatakan bahwa konsistensi penggunaan kondom adalah faktor risiko

HIV / AIDS dengan OR = 3,308 (nilai p = 0,002; 95%

CI = 1.47-7.45).

Kondom telah banyak direkomendasikan untuk dicegah

PMS dan telah terbukti secara efektif menurunkan infeksi

tarif pada pria dan wanita. Meski tidak sepenuhnya,

kondom secara efektif mengurangi penularan HIV, alat kelamin

herpes, kutil kelamin, sifilis, gonorea, klamidia

dan infeksi lainnya. Sesuai dengan laporan kasus tahun 2000 dari National Institutes of Health,
penggunaan

kondom dengan benar dan konsisten mengurangi penularan HIV hingga 85%. Alasan utama kondom
itu

terkadang gagal mencegah penularan infeksi HIV / AIDS adalah penggunaan yang tidak tepat dan
tidak konsisten, bukan karena

dari faktor kondom itu sendiri.


Studi oleh Riska Ovany, 14 di Semarang menunjukkan hal itu

beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan kondom adalah rendahnya kapasitas penawaran
kondom (OR = 26,63), pelanggan tetap

(16.68), dan tidak ada dukungan pelanggan (7.4). Sementara belajar

oleh Irwan Budiono, 15 di relokasi Argorejo Semarang

menunjukkan bahwa konsistensi penggunaan kondom hanya pada

62,9%, maka konsistensi penggunaan kondom dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, akses terhadap
informasi

IMS dan HIV, persepsi pelanggan, dan dukungan terhadap

germo.

Studi lapangan memperoleh informasi bahwa responden kesulitan membuat permintaan untuk
memakai kondom.

Responden pada dasarnya memahami risiko HIV / AIDS

dan IMS jika tidak menggunakan kondom secara konsisten. Ketakutan

tidak dibayar untuk transaksi seksual membuat daya tawar pekerja seks semakin lemah.
Dalam Kismiyati et al., 16 penelitian menyimpulkan bahwa semua informan (pekerja seks di
Kabupaten Tanjung Elmo, Papua)

sangat setuju pada penggunaan kondom selama aktivitas seksual, tetapi sikap yang baik ini tidak
menjamin konsistensi dalam penggunaan kondom karena kekerasan oleh

pelanggan yang terpengaruh alkohol, faktor keuangan, faktor

kepercayaan dan perasaan serta penipuan dari pelanggan. Ada

masih sebagian kecil pekerja seks yang tidak menggunakan

kondom selama hubungan seksual yang ada di pacar

dan pelanggan yang membayar mahal yang masih terjebak

mitos seputar IMS.

Dalam penelitian ini, sebagian besar responden (67 orang) bekerja

sebagai pekerja seks baik dalam wanita pekerja seks, LSL

dan waria. Pelanggan berpenghasilan rendah mencari pekerja seks murah. Pekerja seks murah

umumnya ditemukan di pinggir jalan atau lokalisasi jalan. Lokalisasi di sekitar Jatiwangi Juwana,
Botonan

Trangkil dan Pasar Upah Margorejo berada di semak-semak

dan sawah dengan pencahayaan minim dan bersih minimal

air, sehingga pekerja seks dan pelanggan akan menimpa

penggunaan kondom dengan benar dan benar. Lokalisasi jalanan memiliki risiko tinggi penularan HIV
karena itu

tidak memperhatikan tingkat kebersihan, kondom

keamanan, dan rendahnya penggunaan kondom. Ini sesuai

dengan penelitian oleh Widyastuti, 17 bahwa penggunaan kondom perilaku di

pekerja seks wanita jalanan di Jakarta Timur menunjukkan hal itu

lebih dari setengah responden (60,7%) menggunakan kondom

saat berhubungan seks terakhir dengan pasangannya. Namun demikian

konsistensi penggunaan kondom belum dipertahankan, itu

penggunaan pada minggu terakhir adalah 27,7% dan pada kerja terakhir

hari di 46,4%.

Hasil analisis multivariat selanjutnya menyatakan bahwa

populasi kunci dengan catatan IMS memiliki risiko 2,92 kali

HIV / AIDS dibandingkan dengan populasi kunci yang tidak


memiliki. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

oleh Susilowati, 18 menemukan bahwa catatan IMS memengaruhi

kejadian HIV / AIDS dengan OR 2,676 (nilai p =

0,011; 95% CI = 1.25-5.72).

IMS memerlukan observasi / deteksi dini karena

IMS adalah salah satu pintu untuk memfasilitasi penularan HIV.18 IMS dianggap meningkatkan
kejadian HIV

dan AIDS karena hidup dengan IMS dapat mengarah ke normal

kelainan cacat epitel.19

IMS adalah berbagai infeksi yang dapat ditularkan

dari satu orang ke orang lain melalui kontak seksual. IMS

lebih berisiko ketika melakukan hubungan seksual dengan pasangan bergantian baik melalui vagina,
oral atau anal. IMS

yang populer di Indonesia antara lain gonore dan

sipilis. Salah satu IMS yang tidak bisa disembuhkan adalah

HIV / AIDS. Penyebaran HIV / AIDS terjadi karena perilaku freesex, penurunan nilai-nilai agama, gaya
hidup, pekerjaan, dan kegagalan untuk membina rumah tangga.20.21

Kebanyakan orang tidak menyadari gejala awal

IMS, terutama di antara populasi kunci, demikian rutin

dan penyaringan yang komprehensif dari anggota - anggota utama dari po -

diperlukan pulasi. Penerapan IMS seluler

skrining yang telah berjalan di Kabupaten Pati hanya

tersedia di dua layanan kesehatan primer, yaitu Margorejo

Perawatan Kesehatan Utama dan Perawatan Kesehatan Utama Batangan.

Kedua layanan kesehatan primer belum dapat menjangkau semua

populasi kunci di Kabupaten Pati karena keterbatasan tenaga kerja dan alasan alokasi biaya.

Berdasarkan penelitian oleh Aridawarni, 22 beberapa faktor itu

mempengaruhi peningkatan IMS termasuk usia, tingkat pendidikan, jumlah pelanggan, dan masa
kerja yang panjang

sebagai pekerja seks wanita. Usia sangat terkait dengan keaktifan perilaku seksual seseorang.
Semakin muda usia akan mudah

mendapatkan pelanggan dalam seks komersial, maka berisiko tertular IMS dan HIV / AIDS.22 Selain
itu, hasil penelitian oleh Budiman et al., 23 menyebutkan bahwa pendidikan juga
mempengaruhi kejadian IMS. Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada hubungan antara pengetahuan
tentang

pekerja seks wanita jalanan dan praxis pekerja seks wanita jalanan dalam upaya pencegahan IMS
dan HIV / AIDS

dengan uji chi-square (a = 0,05, nilai p = 0,032).

Jasan et al. studi di Aridawarni, 22 menyebutkan bahwa

masa kerja yang panjang sebagai pekerja seks juga penting

faktor dalam kejadian IMS, karena semakin lama

hari kerja seorang pekerja seks wanita, semakin besar kemungkinan dia

harus melayani pelanggan yang memiliki HIV. Begitu pula jika

Jumlah pelanggan meningkat, itu akan meningkatkan

kemungkinan tertular HIV. Sebaliknya jika betina

pekerja seks telah terinfeksi IMS, dan lebih banyak lagi

lebih banyak pelanggan mungkin terinfeksi dari mereka.

Selanjutnya, hasil analisis multivariat diindikasikan

bahwa populasi kunci dengan aktivitas seksual gabungan memiliki

4,32 kali risiko HIV / AIDS dibandingkan dengan aktivitas seksual

tanpa kombinasi (hanya oral, anal atau vagina saja

hanya). Studi oleh Aryani et al., 24 menyebutkan bahwa IMS adalah satu

penyebab penyakit HIV / AIDS, yang lebih berisiko jika melakukan hubungan seksual dengan banyak
pasangan, baik melalui

vagina, oral atau anal.

Aktivitas seksual umumnya dilakukan melalui vagina, anal

dan penetrasi oral. Hubungan seksual melalui anus dianggap sebagai praktik seks yang paling
berisiko. Kurangnya pelumasan di

jenis hubungan seks anal dapat menyebabkan lecet pada penis dan mukosa rektum, karenanya
mudah menularkan virus.

Dalam studi oleh Suwandani, 25 disebutkan bahwa seks anal memiliki risiko cedera pada anus
(karena anus tidak

elastis), sehingga oleh lesi anal, jika pasangan seks terkena IMS dan HIV, maka akan lebih mudah
menular.

Hasil studi di lapangan diperoleh informasi

bahwa responden bekerja sebagai pekerja seks, keduanya adalah perempuan


pekerja dan waria, akan melakukan apa saja demi uang,

termasuk kombinasi jenis kelamin. Berdasarkan wawancara,

pelanggan wanita pekerja seks dan waria yang rentan terhadap kombinasi seks adalah pelanggan
muda di bawah

usia 30 tahun yang masih penasaran dengan seks.

Pelanggan pekerja seks akan mencoba berbagai jenis kelamin

terbentuk karena rasa ingin tahu dan ingin mendapatkan lebih banyak

kesenangan daripada seks yang biasa. Dalam studi oleh Ninik et al., 26

pada 2012, aktivitas seksual yang biasa dilakukan menempatkan penelitian

subyek (pekerja seks perempuan) berisiko tertular / menularkan IMS. Semua subjek penelitian dulu

melayani konsumen untuk berhubungan seks dengan memasukkan alat kelamin ke dalam

vagina (vagina), tetapi beberapa yang lain juga menambahkan bahwa dalam

Selain vagina, konsumen biasanya juga minta oral

seks (memasukkan alat kelamin ke dalam mulut), dan memasukkan dubur

alat kelamin ke dubur). Aktivitas seksual seperti seks vaginal, oral dan anal adalah jenis kontak
seksual yang bisa

beresiko menularkan IMS, terutama jika tidak

dilakukan dengan aman seperti tidak menggunakan kondom.26

Kelompok risiko pria yang berhubungan seks dengan pria (LSL)

juga berperan dalam penyebaran HIV / AIDS di Indonesia.

Pencegahan HIV untuk LSL sangat sulit karena tingginya

risiko aktivitas biologis mereka melalui seks anal dan oral,

frekuensi dan variasi aktivitas seksual.27 LSL juga

memainkan peran dalam transmisi perempuan karena beberapa

LSL juga melakukan hubungan seksual dengan perempuan, sehingga berkontribusi pada jembatan
yang menghubungkan virus HIV ke yang lebih luas

populasi.28

Kesimpulan

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian

HIV / AIDS dalam populasi kunci adalah perilaku penggunaan kondom yang tidak konsisten, catatan
menderita IMS, dan
bentuk aktivitas seksual. Sementara, beberapa faktor yang dilakukan

tidak berpengaruh terhadap kejadian HIV / AIDS dalam populasi kunci adalah perilaku pasangan seks
ganda, aksesori seks

menggunakan perilaku, perilaku menggunakan jarum tato, menyuntikkan

perilaku penggunaan narkoba, catatan IMS pada pasangan, dan

catatan HIV / AIDS pada pasangan.

Rekomendasi

Hasil studi menunjukkan masyarakat, terutama berisiko

pelanggar seks secara konsisten dan benar menggunakan kondom

selama hubungan seksual berisiko; pelaku untuk dicari

perawatan segera jika gejala awal IMS adalah

ditemukan dalam diri mereka sendiri dan di antara mereka yang terdekat, karena cedera dari IMS
dapat menjadi pintu masuk HIV / AIDS; dan pelaku untuk menghindari bentuk gabungan aktivitas
seksual (vaginal, anal, oral seks pada saat yang sama) dalam populasi kunci.

Rekomendasi berikutnya adalah bahwa lembaga terkait harus meningkatkan informasi, pendidikan
dan komunikasi tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian

HIV / AIDS dalam populasi kunci melalui konseling dan poster

bantuan atau selebaran yang mudah diakses; buat spesifik

kebijakan mengenai keberadaan lokalisasi jalan,

seperti menciptakan lokalisasi baru yang membuat pekerja seks

dan klien merasa nyaman memakai kondom, atau pelokalan dihilangkan; lakukan secara rutin dan
menyeluruh

penapisan IMS dan HIV / AIDS pada populasi kunci untuk

pengurangan kasus IMS dan HIV / AIDS sedini mungkin

bisa jadi; tambahkan jumlah perawatan kesehatan primer, manusia

sumber daya, dan anggaran untuk melakukan penyaringan IMS seluler yang komprehensif dan rutin

populasi.

Rekomendasi juga diberikan kepada peneliti lain untuk

mengambil studi lebih lanjut tentang kejadian HIV / AIDS pada kunci

populasi menggunakan desain penelitian yang berbeda, seperti kohort

untuk mengetahui penampilan paling awal dari insiden

HIV / AIDS dalam populasi kunci.

Anda mungkin juga menyukai